Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan data yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
prevalensi anak autisme di Indonesia mengalami peningkatan yang luar biasa, dari
1 per 1000 penduduk menjadi 8 per 1000 penduduk dan melampau rata-rata dunia
yaitu 6 per 1000 penduduk. Pada tahun 2009 dilaporkan bahwa jumlah anak
penderita autisme mencapai 150.000 sampai 200.000 (Sari, 2009). Data lain tahun
2015 di Indonesia memperkirakan lebih dari 12.800 anak menyandang autisme
dan 134.000 meyandang spektrum autisme (klinikautisme.com). Autisme pada 5
dari setiap 10.000 kelahiran, dimana jumlah penderita laki-laki 4 kali lebih besar
di bandingkan dengan penderita wanita. (Maulana,Mirza.2008.Anak Autis)
Dengan kata lain anak laki-laki lebih rentan menyandang sindrom autism di
bandingkan anak perempuan.
Survei menunjukan bahwa anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalangan
ekonomi keatas. Ketika di kandung dengan asupan gizi ibunya tidak seimbang.
(kompas,2 maret 2005). Gejala-gejala autis mulai tampak sejak masa yang paling
awal dalam kehidupan mereka. Hal ini tampak ketika menolak sentuhan orang
tuanya, tidak merespon kehadiran orang tuanya dan melakukan kebiasan-kebiasan
yang lain yang tidak di lakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya.
(Maulana,Mirza.2008.Anak Autis.) Sebagian besar penderita autism mengalami
gejala-gejala negative seperti menarik diri dari lingkungan, serta lemah dalam
berpikir ketika menginjak dewasa. Sejak autis mulai di jabarkan dan di kenal
mendunia, berbagai jenis penyembuhan telah di lakukan. Beberapa implementasi
penyembuhan tersebut hanya bersifat psikis, tapi juga berupa fisik, mental,
emosional hingga fisiologis. Tetapi penyembuhan di lakukan atau di terapkan
dengan berbagai varian teknik belajar dan bermain yang dapat dilakukan secara
verbal dan non verbal. Dari beberapa jenis terapi yang di implementasikan secara
meluas ada yang melibatkan peran serta orang tua dan juga yang tidak. Adapula
yang bisa dilakukan sendiri oleh orang tua dirumah tapi ada juga terapi yang
memerlukan bantuan sejumlah para ahli atau terapis. Inti dari sejumlah terapi
tersebut dimaksudkan untuk mengeliminir berbagai symptom yang diperlihatkan

1
oleh seorang anak autism yang tentunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan
tingkatan sindrom yang di sandang anak. Yang terpenting dari terapi yang
diberikan kepada anak autism hendaknya tetap melibatkan peran serta orang tuan
secara aktif. Tujuannya agar orang tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang
telah dicapai anak autism mereka dalam setiap fase terapi. (Purwati,H,Nyimas
(2009).

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana konsep dasar teori autisme?
1.2.2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak autisme?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui dan memahami tentang autisme
1.3.2. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada anak
penderita autisme

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi Autisme

Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak. Menurut
Veskarisyanti (2008) dalam bahasa Yunani dikenal kata autis, “auto” berarti
sendiri ditunjukkan pada seseorang ketika menunjukan gejala hidup dalam
dunianya sendiri atau mempunyai dunia sendiri.
Menurut Yuwono (2009) autis merupakan gangguan perkembangan
neurobiologis yang sangat kompleks atau berat dalam kehidupan yang panjang,
yang meliputi gangguan pada aspek interaksi sosial, komunikasi, bahasa dan
prilaku serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya.
Menurut Alhamdi dalam Sastra (2011) Autisme adalah gangguan
perkembangan otak pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan
tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya, sehingga perilaku
hubungan dengan orang lain terganggu.

2.2 Faktor Resiko atau Faktor Pencetus Autisme


Karena penyebab Autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang
mempengaruhi. Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak

3
ahli. Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko
gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori
penyebab autis yang telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang
membuat resiko anak menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut
tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi
sejak dini pada anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut dapat
dikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan, persalinan
dan periode usia bayi
a) Periode kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang
mempengaruhinya. Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem
susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala
sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan
dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme
b) Periode persalinan
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan
bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini
sangat menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi
gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan
aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak.
Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan
ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak
baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya. Gangguan
persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah:
pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR
SCORE rendah <6), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan,
letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah (< 2500 gram)
c) Periode usia bayi
Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau
gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang
akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau

4
gangguan yang beresiko untuk terjadinya autism adalah prematuritas,
alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan:
kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan
pencernaan: sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air
besar dan gangguan neurologI/saraf: trauma kepala, kejang, otot atipikal,
kelemahan otot.

2.3 Anatomi Fisiologi


Hingga kini, belum terdeteksi faktor tunggal yang menjadi penyebab
timbulnya gangguan autisme (Tanpa Nama, 2006). Namun demikian, terdapat
menurut teori biologis yakni Neuro anatomi, yaitu gangguan atau disfungsi
pada sel-sel otak selama dalam kandungan yang mungkin disebabkan
terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan atau infeksi. Disfingsi pada otak
dapat menyebabkan autisme. Autisme merupakan cacat otak yakni tidak
berkembang dengan baik atau sempurna bagian otak seperti amygdale,
cerebellum, neuron purkinje,scanspect. Berikut ini merupakan bagian otak
yang tidak berkembang dengan baik dan pengaruhnya terhadap fungsi dari
otak itu sendiri adapun masing-masing fungsi tersebut:

1. Amygdala : merupakan salah satu bagian otak utama yang berkaitan


dengan perilaku kita, Karena ia mempengaruhi sebagian sekresi kelenjar
endokrin (kelenjar sekresi), terutama yang berkenaan dengan
kecondongan-kecondongan seksual.
Amigdala berasal dari bahasa latin amygdalae (bahasa Yunani
αμυγδαλή, amygdalē, almond, 'amandel') adalah sekelompok saraf yang
berbentuk kacang almond. Pada otak vertebrata terletak pada bagian

5
medial temporal lobe, secara anatomi amigdala dianggap sebagai bagian
dari basal ganglia. Amigdala dipercayai merupakan bagian otak yang
berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi.
Oleh karenanya amigdala juga merupakan bagian dari sistem limbik yang
dipelajari pada ilmu neurosains kognitif.
Pada autis, gangguan pada amygdale akan mengakibatkan disfungsi
terhadap sekresi kelenjar, hasrat seksual, pengolahan informasi dan
ingatan.
2. Cerebellum : mengendalika gerakan tubuh dalam ruang dan menyimpan
ingatan untuk respon-respon dasar yang dipelajari, mengatur koordinasi
gerakan, pengaturan otot, mengatur kegiatan mental dan berlaku sebagai
pusat untuk kegiatan-kegiatan yang disadari
Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur sikap atau posisi tubuh,
keseimbangan, dan koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar. Jika
terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap
dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya
orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
3. Neuron purkinje : masternya koordinasi motorik di cerebellar cortex yang
merupakan penghubung antara cerebulum dengan batang otak. Jika neuron
purkinje tidak berkembang dengan baik akan menyebabkan tidak dapat
mengolah informasi/pengolahan informasi.

2.4 Etiologi Autisme


Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak
anak autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul
kelainan tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan
oleh para pakar, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air
dan makanan. Diyakini bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan
organ (organogenesis) yaitu pada usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak
sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan setelah 15 minggu.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para pakar dari banyak negara
diketemukan beberapa fakta yaitu 43% penyandang autisme mempunyai kelainan

6
pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap
lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama
pada lobus ke VI dan VII. Otak kecil bertanggung jawab atas proses sensoris,
daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian). Juga
didapatkan jumlah sel Purkinye di otak kecil yang sangat sedikit, sehingga terjadi
gangguan keseimbangan serotonin dan dopamine, akibatnya terjadi gangguan atau
kekacauan impuls di otak.
Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut
hippocampus. Akibatnya terjadi gangguan fungsi control terahadap agresi dan
emosi yang disebabkan oleh keracunan logam berat seperti mercury yang banyak
terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan
dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam
tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar
yang relatif tinggi.
Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau
sangat pasif. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya
ingat. Terjadilah kesulitan penyimpanan informasi baru. Perilaku yang diulang-
ulang yang aneh dan hiperaktif juga disebabkan gangguan hippocampus. Faktor
genetika dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel
otak, namun diperkirakan menjadi penyebab utama dari kelainan autisme,
walaupun bukti-bukti yang konkrit masih sulit ditemukan.
Diperkirakan masih banyak faktor pemicu yang berperan dalam timbulnya
gejala autisme. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana terjadi
gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin dapat memicu terjadinya austisme.
Bahkan sesudah lahir (post partum) juga dapat terjadi pengaruh dari berbagai
pemicu, misalnya : infeksi ringan sampai berat pada bayi. Pemakaian antibiotika
yang berlebihan dapat menimbulkan tumbuhnya jamur yang berlebihan dan
menyebabkan terjadinya kebocoran usus (leaky get syndrome) dan tidak
sempurnanya pencernaan protein kasein dan gluten. Kedua protein ini hanya
terpecah sampai polipeptida. Polipeptida yang timbul dari kedua protein tersebut
terserap kedalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin pada otak anak. Dan
terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam

7
pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur
dalam lambungnya, atau nutrisi tidak terpenuhi karena faktor ekonomi

8
2.6 Patofisiologi Autisme
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel
saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson
dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel
saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada
trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah
anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan
proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson,
dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak
yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan
sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel,
berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan
abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive
intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak
yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth
factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth
without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak
beraturan.

9
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf
lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf
tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada
autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia
(jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi
pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara
abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan
primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan karena ibu mengkomsumsi
makanan yang mengandung logam berat. Degenerasi sekunder terjadi bila sel
Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan
kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum
alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami
aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motorik, atensi,
proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan
reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak
secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai
lobus frontalis. Menurut kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran
sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi
luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang
berperan dalam proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng,
yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang
merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan
timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa
kehamil

10
2.7 Manifestasi Klinis Autisme
a) Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam
waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Tidak
mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai.
Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu
artinya. Bicara monoton seperti robot.
b) Gangguan dalam bidang interaksi social
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak
senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan
orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu
untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain
bila didekati malah menjauh.
c) Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya
menderetkan sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada
mobil dan mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada
kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan
tidak mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai
atau benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam
bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai
permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan jari-jarinya
sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak. Perilaku yang
ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila
bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila bepergian harus
melalui rute yang sama.

9
d) Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang
kerapian harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat
terlihat hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama
kali ia datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan
berlari-lari tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan
tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri
seperti memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau
sangat pasif (pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong.
Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian
pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan
akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri.
Gangguan kognitif tidur, gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
e) Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau
marah tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper
tantrum), terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya,
bahkan bisa menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan
(empati) dengan anak lain.
f) Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata),
pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan
sampai berat. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa
saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali
dicuci rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu.
Tidak menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan
diri dari pelukan.
g) Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal,
karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ

10
diatas 100. Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran
simbolis atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang
menonjol di suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik Untuk Autisme


a) Neutrologis
b) Test neupsikologis
c) Test pendengaran
d) MRI(Magnetic resonance imaging)
e) EEG(elektro encepalogram)
f) Pemeriksaan darah
g) Pemeriksaan urine

2.9 Komplikasi Autisme


Beberapa anak autis tumbuh dengan menjalani kehidupan normal atau
mendekati normal. Anak anak dengan kemunduran kemampuan bahasa di awal
kehidupan, biasanya sebelum usia 3 tahun, mempunyai resiko epilepsi atau
aktivitas kejang otak. Selama masa remaja, beberapa anak dengan autisme dapat
menjadi depresi atau mengalami masalah perilaku.
Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita autis antara lain
(Kim, 2015):
1) Masalah sensorik
Pasien dengan autis dapat sangat sensitif terhadap input sensorik.
Sensasi biasa dapat menimbulkan ketidaknyamanan emosi. Kadang-
kadang, pasien autis tidak berespon terhadap beberapa sensai yang
ekstrim, antara lain panas, dingin, atau nyeri.
2) Kejang
Kejang merupakan komponen yang sangat umum dari autisme. Kejang
sering dimulai pada anak-anak autis muda atau remaja.
3) Masalah kesehatan Mental
Menurut National Autistic Society, orang dengan ASD rentan terhadap
depresi, kecemasan, perilaku impulsif, dan perubahan suasana hati.

11
4) Tuberous sclerosis
Gangguan langka ini menyebabkan tumor jinak tumbuh di organ,
termasuk otak. Hubungan antara sclerosis tuberous dan autisme tidak jelas.
Namun, tingkat autisme jauh lebih tinggi di antara anak-anak dengan
tuberous sclerosis dibandingkan mereka yang tanpa kondisi tersebut.

2.10 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah
serotonin 5-Hydroxytryptamine (5HT) yaitu neurotransmitter atau
penghantar singnal ke sel-sel saraf. Sekitar 30-50% penyandang autis
mempunyai kadar serotonin dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin
dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling
berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis. Terapi
psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan autis
tetapi efektif mengurangi perilaku autistic seperti hiperaktivitas,
penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresifsifitas dan
gangguan tidur. Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor
dopamine D2 dan seroton 5-HT untuk mengurangi agresifitas,
hiperaktivitas dan tingkah laku yang menyakiti diri sendiri.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Terapi wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga
membantu anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi: untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku: anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-
temannya seringkali tidak memahami mereka. Mereka merasa sulit
mengekspresikan kebutuhannya, mereka banyak yang hipersensitif
terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak heran mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar
belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut
untuk memperbaiki perilakunya.

12
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan wawancara dan observasi kepada
klien dan keluarga. Pengkajian pertama kali dilakukan secara lengkap
guna menggali informasi yang dibutuhkan untuk terapi guna kesembuhan
klien.
Beberapa hal yang dapat dikaji antara lain :
1) Identitas
Klien dan penanggung jawab :
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomer rekam medis, hasil IQ.
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak dengan autis biasanya sulit beradaptasi dengan anak-anak
yang lain, tertawa atau menangis secara tidak lazim, menghindari
kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata, hipo atau
hipersensitif terhadap cahaya, bunyi, bau, sentuhan, dan rasa sakit,
lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak
membentuk hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan
permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu,
sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan
baik secara fisik.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya,
termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan pada otak inilah
nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak
kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan
persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism
adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi
(nilai APGAR SCORE rendah <6), komplikasi selama persalinan,

13
lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan berat lahir
rendah (<2500 gram).
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan. Biasanyapada anak autis ada riwayat
penyakit keturunan.
3) Riwayat Pemakaian Obat
Tanyakan kepada ibu riwayat pemakaian obat, kemungkinan
adanya kemungkinan ibu terkontaminasi bahan kimia bersifat toksik
ketika mengandung.
4) Pemeriksaan Perkembangan
a. Psikososial
1. Menarik diri dan tidak responsive terhadap orang tua.
2. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem.
3. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek.
4. Perilaku menstimulasi diri.
5. Pola tidur tidak teratur.
6. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain.
7. Tantrum yang sering.
8. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan.
9. Kemampuan bertutur kata menurun.
10. Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus.
b. Neurologis
1. Respons yang tidak sesuai terhadap stimulasi.
2. Reflex mengisap buruk.
3. Tidak mampu menangis ketika lapar.
c. Gastrointestinal
d. Gangguan tingkah laku
e. Gangguan komunikasi verbal dan nonverbal. Contoh:sulit bicara
atau bicara berulang-ulang

14
f. Gangguan pola bermain. Contohnya:tidak suka bermain dengan
teman sebaya
g. Gangguan sensori,seperti tidak sensitive terhadap rasa sakit/takut
h. Gangguan respon emosi.contoh:sering marah-marah dan tertawa
tanpa alasan
i. Gangguan interaksi social

2. Diagnosa
1) Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulasi.
2) Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan komunikasi
atau kesulitan adaptasi sosial.
3. Intervensi

Diagnosa Perencanaan
No Tujuan
Keperawatan Kriteria Hasil Perencanaan Rasional

1 Hambatan Tupan : Setelah dilakukan - Ketika - Kalimat yang


komunikasi - Tidak terjadi tindakan berkomunikasi sederhana dan
berhubungan hambatan keperawatan selama dengan anak, diulang-ulang
dengan komunikasi 1x24 jam bicaralah mungkin
kebingungan Tupen : diharapakan : dengan kalimat merupakan satu-
terhadap - Tidak terjadi - Anak dapat singkat yang satunya cara
stimulasi. kebingungan mengkomunikasik terdiri atas satu berkomunikasi,
terhadap an kebutuhannya hingga tiga karena anak yang
stimulasi dengan kata, dan ulangi autis mungkin
menggunakan perintah sesuai tidak mampu
kata-kata atau yang mengembangkan
gerakan tubuh diperlukan. tahap operasional
yang sederhana - Gunakan irama, yang konkret.
dan konkret musik, dan - Gerakan fisik dan
gerakan tubuh suara membantu
untuk anak mengenali
membantu integritas tubuh

15
perkembangan serta batasan-
komunikasi batasannya
sampai anak sehingga
dapat mendorongnya
memahami terpisah dari objek
bahasa. dan orang lain.
- Bantu anak - membantu anak
mengenali membangun
hubungan kemampuan untuk
antara sebab terpisah dari objek
akibat dengan serta orang lain
cara dan mendorongnya
menyebutkan mengekspresikan
perasaannya kebutuhan serta
yang khusus perasaannya.
dan - Biasanya anak
mengidentifikas autist tidak mampu
i penyebab membedakan
stimulus bagi antara realitas dan
mereka. fantasi, dan gagal
- Ketika untuk mengenali
berkomunikasi nyeri atau sensasi
dengan anak, lain serta peristiwa
bedakan hidup dengan cara
kenyataan yang bermakna.
dengan fantasi,
dalam
pernyataan
yang singkat
dan jelas.

16
2 Gangguan Tupan : Setelah dilakukan - Bina hubungan - Meningkatkan
interaksi sosial - Interaksi tindakan saling percaya, kepercayaan
berhubungan sosial tidak keperawatan selama sikap terbuka hubungan antara
dengan terganggu. 1x24 jam, dan empati, klien dengan
hambatan diharapkan: sapa klien perawat, dan
komunikasi Tupen : - Anak mau dengan ramah, mempermudah
atau kesulitan - Komunikasi memulai interaksi pertahankan perawat untuk
adaptasi sosial. tidak dan dapat kontak mata berinterksi dengan
terhambat berinteraksi selama anak.
atau tidk ada dengan orang lain interaksi. - Klien mungkin
kesulitan secara normal. - Motivasi anak mengalami
dalam untuk perasaan tidak
beradaptasi berhubungan nyaman, malu
sosial. dengan orang dalam
lain. berhubungan
- Berikan sehingga perlu
sentuhan, dilatih secara
senyuman, dan bertahap dalam
pelukan kepada berhubungan
anak. dengan orang lain
- Dorong klien untuk
untuk meningkatkan
mengemukaka percaya diri klien.
n perasaan - Menyentuh,
tentang memberi
keluarga. senyuman, dan
memeluk dapat
menguatkan
interaksi dan
membuat anak
merasa nyaman.
- Mengidentifikasi

17
hambatan yang
dirasakan oleh
klien dalam
berhubungan
dengan orang lain.
3 Risiko Tupan : Setelah dilakukan - Sediakan - Anak yang autis
membahayakan Resiko tindakan lingkungan dapat berkembang
diri sendiri atau membahayakan keperawatan selama kondusif dan melalui
orang lain yang diri sendiri 1x24 jam, sebanyak lingkungan yang
berhubungan atau orang lain diharapkan: mungkin kondusif dan
dengan kurang teratasi - Anak rutinitas rutinitas, dan
pengawasan. memperlihatkan sepanjang biasanya tidak
Tupen : penurunan periode dapat beradaptasi
Pengawasan kecenderungan perawatan di terhadap
terpenuhi melakukan rumah sakit. perubahan dalam
kekerasan atau - Gunakan teknik hidup mereka.
perilaku merusak modifikasi - Pemberian
diri sendiri yang perilaku yang imbalan dan
ditandai oleh tepat untuk hukuman dapat
frekuensi tantrum menghargai membantu
dan sikap agresi perilaku positif mengubah
atau destruksi dan perilaku anak dan
berkurang, serta menghukum mencegah episode
peningkatan perilaku yang kekerasan.
kemampuan negatif. - Setiap
mengatasi frustasi. - Ketika anak peningkatan
berperilaku perilaku agresif
destruktif, menujukkan
tanyakan perasaan stress
apakah ia meningkat,
mencoba kemungkinan
menyampaikan muncul dari

18
sesuatu untuk kebutuhan untuk
dimakan atau mengkomunikasik
diminum atau an sesuatu.
apakah ia perlu
pergi ke kamar
mandi.

4. Implementasi
1) Diagnosa : Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan
terhadap stimulasi.
Implementasi :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Memberikan stimuli untuk mengadakan interaksi dengan
lingkungan, misal dengan alat permainan
c. Menggunakan kata-kata atau kalimat yang mudah dimengerti
d. Melibatkan keluarga dalam melakukan tindakan
e. Memberi reinforcement (penghargaan atau hadiah) bila anak
berhasil
2) Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan komunikasi
atau kesulitan adaptasi sosial
Implementasi :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Melakukan sering berinteraksi dengan anak
c. Mengajak anak untuk berinteraksi dengan teman sebayanya
d. Memberi sentuhan lembut pada anak
3) Risiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan
dengan kurang pengawasan.
Implementasi :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menghindari benda yang berbahaya di sekitar pasien
c. Mengobservasi perilaku yang membahayakan pasien

19
d. Memberikan aktivitas yang positif untuk mengembangkan
kemampuan
e. Mendorong anak agar mau bermain dengan teman-temannya
sebagai alat agar tidak menyendiri
f. Memberi reinforcement (penghargaan atau hadiah) bila anak dapat
mengurangi perilaku yang berbahaya

5. Evaluasi
1. Anak dapat mengkomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan
kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.
2. Anak mau memulai interaksi dan dapat berinteraksi dengan orang lain
secara normal.
3. Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan
kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri yang ditandai oleh
frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruksi berkurang, serta
peningkatan kemampuan mengatasi frustasi.

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA An. S DENGAN AUTISME DI SLB TUNAS KASIH II

I. PENGKAJIAN
A. Identitas
1) Klien
Nama : An. S
Umur : 11 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLB
Alamat : Jl. Cidahu, No.14
Diagnosa Medis : Autisme
Tanggal Pengkajian : 12 Desember 2018

2) Penanggung Jawab
Nama Ayah : Tn.A
Umur : 45 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jl. Cidahu, No.14

Nama Ibu : Ny. L


Umur : 38 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jl. Cidahu, No.14

21
B. Keluhan Utama
Klien belum dapat berkomunikasi dengan baik (Berbicara)
C. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
1) Prenatal
Ibu klien mengatakan pada saat mengandung klien tidak ada
keluhan, tetapi ibu klien banyak mengonsumsi obat-obatan untuk
penyakit ginjal selama kehamilan, ibu klien berpendapat obat-obatan
tersebut mempengaruhi perkembangan janin pada saat mengandung.
2) Intranatal
Klien lahir secara SC, mengalami kekuningan (ikterus) di seluruh
tubuhnya dan setelah lahir klien tidak langsung menangis, kemudian
dilakukan suction, klien tetap tidak menangis, lalu dimasukan ke dalam
inkubator setelah 2 jam klien menangis hebat.
3) Postnatal
Setelah lahir, tanda-tanda autisme belum terlihat. Ketika berusia 14
bulan setelah demam tinggi 4 hari dan terjadi kejang pada malam hari
mulai muncul tanda-tanda autisme pada klien hingga sekarang.
D. Riwayat Kesehatan Masa Lampau
Ibu klien mengatakan saat ini terkadang klien mengalami demam dan
membawa klien ke dokter. Klien belum pernah dirawat di Rumah Sakit.
Klien tidak punya alergi makanan, hanya saat cuaca dingin klien suka
demam.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga dan Genogram
Ibu klien mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang memilki
kebutuhan khusus seperti klien.

22
GENOGRAM

Keterangan:
= Laki-laki meninggal
= Perempuan

= Laki-laki

= Klien
= Tinggal Serumah

F. Riwayat tumbuh kembang


1) Perubahan Fisik
a. Berat badan saat lahir : 2500 gram
b. Berat badan sekarang : 36 kg
c. Panjang badan saat lahir : 50 cm
d. Tinggi badan sekarang : 144 cm
e. Lingkar kepala : 36 cm
f. Lingkar dada : 30 cm
g. Lingkar lengan : 11 cm

23
2) Perkembangan saat ini
 Anak kurang merespon orang lain
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian
tubuh
 Anak tidak menegok saat dipanggil namanya
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal
G. Riwayat Imunisasi
Ibu klien mengatakan sudah melakukan imunisasi lengkap pada anak,
yaitu Hepatitis, BCG, DPT, Polio dan Campak.
H. Riwayat Sosial
 Yang mengasuh
Ibu klien mengatakan yang mengasuh anak adalah dirinya sendiri
dan bersama suaminya. Dan terkadang, apabila ibu dan ayah nya
bekerja, anak diasuh oleh neneknya.
 Hubungan anggota keluarga
Ibu klien mengatakan hubungan dengan anggota keluarga baik dan
anak lebih dekat dengan ibunya.
 Hubungan dengan teman sebaya
Hubungan dengan teman sebaya kurang baik, anak jarang bermain
dengan teman sebaya karena lebih senang menyendiri. Oleh karena itu,
anak tidak memiliki banyak teman.
 Pembawaan secara umum
Pembawaan secara umum baik, anak tampak tenang saat dikaji
tetapi anak tampak malu terhadap orang asing.
 Lingkungan rumah
Menurut ibu klien lingkungan rumah klien berdekatan dengan
rumah penduduk lainnya. Rumah sering dibersihkan setiap pagi dan
sore.

24
I. Pola Kebiasaan Sehari-hari
 Nutrisi

Kondisi Saat Ini

a) Selera makan Baik


b) Frekuensi makan 3x Sehari
c) Makanan pantangan Tidak Ada
d) Makanan yang disukai Ayam goreng
e) Cara makan Klien bisa makan sendiri
f) Ritual makan Klien dibimbing untuk berdoa

 Cairan

Kondisi Saat Ini


a) Jenis minuman Air putih
b) Frekuensi 8-9 gelas
c) Cara pemenuhan Menggunakan gelas

 Eliminasi BAB dan BAK


Keadaan Saat Ini

a) Frekuensi  BAB = 1x sehari


 BAK=Tergantung seberapa banyak
klien minum
b) Tempat Pembuangan Toilet
c) Kesulitan Saat BAB harus ditemani oleh ibu
atau nenek klien

25
 Istirahat / tidur
Kondisi Saat Ini
a) Jam tidur 8 jam
b) Pola tidur Baik
c) Kebiasaan sebelum tidur Berdoa sebelum tidur

 Personal Hygiene
Kondisi Saat Ini

a) Mandi
Cara Dibantu oleh keluarga
frekuensi 2x/hari
b) Cuci rambut
Cara Dibantu oleh keluarga
Frekuensi 2x/hari
c) Gunting kuku
Cara Dibantu oleh keluarga
Frekuensi 1 minggu sekali
d) Gosok gigi
Cara Dibantu oleh keluarga
Frekuensi 2xsehari

J. Data Psikologi
 Pola interaksi dengan keluarga dan teman
Ibu klien mengatakan anak lebih dekat dengan ibunya, anak jarang
keluar rumah karena tinggal di daerah komplek.
 Pola kognitif, menulis dan berbahasa
Anak sudah sedikit lancar dalam hal menulis, tetapi belum lancar
dalam menyebutkan kalimat. Dalam berbahasa anak masih sulit untuk
mengutarakan keinginannya.
 Pola emosi, reaksi bila marah dan sedih
Ibu klien mengatakan anak suka terpancing emosi bila mendengar
suara anak perempuan menjerit, anak suka menutup telinganya dan
melemparkan atau membanting benda yang ada di dekatnya. Dan

26
emosinya suka datang tanpa diduga yang membuat teman sekelas dan
guru panik. Bila anak sedih, ia akan marah-marah, menangis. Dan harus
ada keluarganya yang meredam kekesalan klien.
 Pola pertahanan diri bila menghadapi stress
Ibu klien mengatakan anak mencari perhatian keluarga dengan
tiba-tiba berteriak.
 Pola pertahanan keluarga bila menghadapi stress
Keluarga klien merayu anak agar kembali tenang, dan bersikap
lebih tegas jika anak mulai marah.
K. Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat kesadaran
a) Kualitas : Composmentis
b) Kuantitas :
- Respon Motorik : 6
- Respon Verbal :5
- Respon Eyes :4
Jumlah : 15

2. Tanda-tanda vital
- TD = 120/80 mmHg
- R = 22x/menit
- Nadi = 80x/menit
- Suhu = 37oC
3. Kepala
- Inspeksi : Simetris, bersih, tidak ada lesi, warna rambut
kecoklatan, rambut tidak rontok
- Palpasi : Tidak ada penonjolan atau pembengkakan
a) Mata : Sipit, simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak anemis, pupil isokor
b) Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip, nafas tidak ada
cuping hidung
c) Mulut : Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi

27
d) Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen, tidak adalesi,
tidak ada udema, tidak ada alat bantu
e) Leher : Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada udema.
4. Thorax dan fungsi pernapasan
- Inspeksi : Bentuk simetris
- Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Suara paru sonor
- Auskultasi : Bunyi paru vesikuler, tidak ada bunyi tambahan
5. Jantung
- Palpasi : Simetris dan tidak ada benjolan
- Perkusi : Suara jantung pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung normal (Lup,dup)
6. Abdomen
- Inspeksi : Distensi, tonjolan pembuluh vena
- Auskultasi : Bising usus 10x/menit
- Perkusi : Bunyi timpani
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
7. Kulit
- Inspeksi : Turgor kulit elastis, tidak ada lesi, tidak ada
kemerahan
- Palpasi : Tidak ada udema
8. Ekstermitas
- Inspeksi : Simetris, ROM aktif, kekuatan otot penuh
- Perkusi : Terdapat refleks patela
9. Genitalia
- Inspeksi : Jenis kelamin laki-laki, tidak ada lesi, tidak ada
kemerahan.

28
L. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
1) Mororik halus
Ibu klien mengatakan tulisan anak yang sekarang tidak rapi,
dibandingkan dengan tulisan yang dulu. Anak dapat memasukan
dan merapikan barang ke dalam tempat pensil dan tempatnya.
2) Motorik kasar
Anak mampu berdiri, berjalan dan menggerakan tangan sesuai
keinginannya.
3) Bahasa
Anak sulit berbahasa dan masih terdengar kurang jelas ketika
berbicara.
4) Sosial
Anak sulit untuk bersosialisasi, jarang berinteraksi, acuh
dengan lingkungan dan teman-temannya di sekolah takut
kepadanya.

II. ANALISA DATA


Data Senjang Etiologi Masalah
DS: Efek Morfin Pada Otak Hambatan Komunikasi
- Ibu klien mengatakan
Gangguan Persepsi
bahwa anak belum
dapat berbicara dengan Autisme
baik
Gangguan Verbal
DO:
- Saat anak berbicara
Keterlambatan
masih terdengar kurang
Berbahasa
jelas dan sulit untuk
dimengerti oleh orang
Ketidakmampuan
lain
mengungkapkan
- Dalam berbahasa anak
perasaan
masih sulit untuk
mengutarakan
Hambatan Komunikasi
keinginannya

29
DS: Efek Morfin Pada Otak Gangguan Interaksi
- Ibu klien mengatakan Sosial
Gangguan Persepsi
anak jarang berinteraksi
dengan orang lain Autisme
- DO:
Gangguan Perilaku
- Anak tampak malu
dengan orang lain
Isolasi Sosial
- Anak tampak lebih
senang menyendiri
Kesulitan Adaptasi
- Anak tidak memiliki
banyak teman Gangguan Interaksi
Sosial

DS: Efek Morfin Pada Otak Resiko Membahayakan


Ibu klien mengatakan Diri
Gangguan Persepsi
anak mudah terpancing
emosinya Autisme
DO:
Gangguan Perilaku
- Anak tampak sering kali
terlalu agresif atau Kurang Dapat
terlalu pasif Mengendalikan
Emosinya
- Saat marah anak tampak
menutup telinga Terlalu Agresif atau
Pasif
- Saat marah anak
melemparkan barang Kurang Pengawasan
yang ada di dekatnya

Resiko Membahayakan
Diri

30
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan komunikasi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan kesulitan adaptasi
3. Resiko membahayakan diri berhubungan dengan kurang dapat
mengendalikan emosinya

31

Anda mungkin juga menyukai