Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN Ny.

S
DENGAN GANGGUAN MOBILISASI DIRUANG FLAMBOYAN 3
RSUD SALATIGA

Di Susun Oleh :

1. Ririn Nur Indah Sari


2. Ervilina Windiastuti
3. Yayutrisnawati
4. Lia Olivia
5. Muhammad Fazli
6. Nur Chasnianto

i
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2018

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya serta memberikan perlindungan dan kesehatan sehingga
kami dapat menyusun makalah dengan judul ” Asuhan Keperawatan Pada Pasien
dengan Gangguan Mobilisasi”.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini masih
banyak menemui kesulitan karena keterbatasan referensi dan keterbatasan waktu
bagi kami. Dengan adanya kendala dan keterbatasan kami berusaha semaksimal
mungkin untuk menyusun makalah dengan sebaik - baiknya.
Sebagai manusia kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang
telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini.

Salatiga, November 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................. i


Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN
I. Konsep Kebutuhan
A. Definisi .......................................................................................... 3
B. Fisiologi ........................................................................................ 3
C. Patofisiologi .................................................................................. 6
D. Faktor yang Mempengaruhi .......................................................... 8
E. Macam - Macam Gangguan Mobilisasi ......................................... 10
F. Jurnal yang Mendukung ................................................................. 13
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Mobilisasi
A. Pengkajian ...................................................................................... 15
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul ............................. 17
C. Perencanaan.................................................................................... 18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan ...................................................................... 23
B. Analisa Data ......................................................................................... 32
C. Diagnosa Keperawatan......................................................................... 36
D. Intervensi Keperawatan ....................................................................... 36
E. Implementasi Keperawatan .................................................................. 37
F. Evaluasi ............................................................................................... 40
BABIV PEMBAHASAN
A. Pengertian Diagnosa ............................................................................ 42
B. Proses Terjadinya Diagnosa ................................................................ 42
C. Alasan Ditegakkan Diagnosa .............................................................. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 43
B. Saran .................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 44

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat dan
penting untukkemandirian. Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu
pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu
sendiridalam berputar, duduk dan berjalan. Hal ini salah satunya
disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi seperti saat
duduk dan berbaring.
Mobilisasi secra garis besar dibagi menjadi 2 yaitu mobilisasi secara
pasif dan mobilisasi secar aktif. Mobilisasi secara pasif yaitu mobilisasi
dimana pasien dalam menggerakan tubuhnya dengan cara dibantu dengan
orang lain secara total atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu dimana
pasien dalam menggerakan tubuh dilakukan secara mandiri tanpa bantuan
orang lain.
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu
jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan
memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh.
Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau
keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga dapat mengetahui manfaat
mobilisasi sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi.

B. Tujuan
1. Umum
Menambah pengetahuan mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan mobilisasi
2. Khusus
a. Mampu menjelaskan definisi mobilisasi
b. Mampu menjelaskan fisiologi mobilisasi

1
c. Mampu menjelaskan patofisiologi mobilisasi
d. Mampu meyebutkan factor - faktor yang mempengaruhi mobilisasi
e. Mampu menjelaskan macam - macam gangguan mobilisasi
f. Mampu menjelaskan pengkajian pada gangguan mobilisasi
g. Mampu menjelaskan diagnosa yang muncul pada gangguan
mobilisasi
h. Mampu menjelaskan perencanaan pada gangguan mobilisasi

2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN MOBILISASI

I. Konsep Kebutuhan
A. Definisi
Mobilisasi adalah suatu kemampuan untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan berirama sesuai dengan lingkungan.
(Perry & Potter, 2010)
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah, teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya.
(Alimul Aziz, 2008)
Imobilisasi merupakan keadaaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan /
aktivitas misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat
disertai fraktur pada ektermitas dan sebagainya.
(Alimul Aziz, 2008)

B. Fisiologi
Pergerakan merupakan rangkaian yang terintegrasi antara sistem
muskuloskeletal dan sistem persarafan.
1. Sistem skeletal, berfungsi:
a. Mendukung dan memberi bentuk jaringan tubuh
b. Melindungi bagian tubuh tertentu seperti paru, hati, ginjal, otak,
paru - paru
c. Tempat melekatnya otot dan tendon
d. Tempat produksi sel darah
Ada 206 tulang dalam struktur tubuh manusia yang kemudian
dikelompokkan menjadi tulang panjang seperti ekstremitas atas dan
ekstrimitas bawah, tulang pendek seperti jari - jari tangan dan kaki,

3
tulang keras seperti tengkorak, tulang ekstremitas, tulang tak beraturan
seperti tulang - tulang spinal cord.
Antara tulang satu dengan lainnya dihubungkan dengan sendi
yang memungkinkan terjadinya pergerakan. Tulang dan sendi
membentuk rangka.
1. Sistem otot berfungsi sebagai:
a. Pergerakan
b. Membentuk postur
c. Produksi panas karena adanya kontraksi dan relaksasi
Terdapat tipe kontraksi otot sehingga memunculkan suatu
pergerakan, yaitu:
a. Kontraksi isometri, terjadi saat otot membentuk daya atau
tegangan tanpa harus memendek untuk memindahkan suatu
beban, misalnya gerakan mendorong meja dengan tangan lurus,
tegangan yang terbentuk dalam otot untuk mepertahankan
kepala dan tubuh untuk tetap tegak.
b. Kontraksi isotonik adalah kontraksi yang terjadi saat otot
memendek untuk mengangkat atau memindahkan suatu beban.
2. Sistem persarafan berfungsi:
a. Saraf afferen menerima rangsangan dari luar kemudian
diteruskan ke susunan saraf pusat
b. Sel saraf atau neuron membawa impuls dari bagian tubuh satu
ke lainnya
c. Saraf pusat memproses impuls dan kemudian memberikan
respons melalui saraf efferent
Ada tiga faktor penting proses terjadinya pergerakan/kontraksi
yaitu adanya stimuli dari otot motorik, transmisi neuromuskular
dan eksitasi - kontraksi coupling.
1) Stimulasi saraf motorik
Kontraksi otot dimulai karena adanya stimuli dari saraf
motorik yang dikontrol oleh korteks serebri, cerebellum,

4
batang otak dan basal ganglia. Uppermotor neuron merupakan
saraf yang berjalan dari otak ke sinaps pada bagian anterior
horn medula spinal, sedangkan lower motor neuron merupakan
saraf-saraf yang keluar dari medula spinalis menuju ke otot
rangka. Signal listrik dan potensial aksi terjadi sepanjang
mealin menuju sepanjang akson saraf motorik yang berjalan
secara saltatory conduction. Impuls listrik berjalan dari saraf
motorik ke sel otot melalui sinaps dengan bantuan
neutransmiter asetilkolin.
2) Transmisi neuromuscular
Asetilkolin dihasilkan dari vesikel pada akson terminal.
Adanya depolarisasi dan potensial aksi pada akson terminal
merangsang ion kalsium dari cairan ekstraseluler kemudian
terjadi perpindahan ke membran akson terminal. Bersamaan
dengan itu, molekul asetilkolin masuk ke celah sinaps yang
selanjutnya akan ditangkap oleh reseptor maka terjadilah
potensial aksi pada sel otot dan terjadi kontraksi. Setelah
terpakai, selanjutnya asetilkolin dipecah (dihidrolisis) oleh
enzim asetilkolinetrase menjadi kolin yang kemudian
ditranspor kembali ke akson untuk bahan pembentukan
asetilkolin.
3) Eksitasi - kontraksi coupling
Merupakan mekanisme molekuler peristiwa kontraksi.
Adanya impuls di neuron motorik menimbulkan ujung akson
melepaskan asetilkolin dan menimbulkan potensial aksi di
serat otot. Potensial aksi menyebar ke seluruh serat otot sampai
ke sistem T. Keadaan ini memengaruhi retikulum
sarkoplasama melepasakan ion kalsium Yang kemudian diikat
oleh troponin C, sehingga ikatan troponin I dengan aktif
terlepas. Lepasnya ikatan troponin I dengan aktin
menimbulkan tropomiosin bergeser dan terbukalah celah

5
atau bidding side aktin sehingga terjadi ikatan anatara aktin
dengan mosin serta kontraksi otot terjadi.
(Alimul Aziz, 2008)
C. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.
Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan
isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal
adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi
irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari
tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang
melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.

6
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
1. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan
dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh:
sakrum, pada sendi vertebra.
2. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi
elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya.
Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang
konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
3. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau
ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan
jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia
dan fibula) .
4. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha
(hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
5. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,
mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan
menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan
membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya,
ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum
mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung
bergerak.

7
6. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan
tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi,
misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
7. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea,
laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago
temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada
usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthrit
8. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik
volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral
atau jalur motorik.
9. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor
aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur
yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan
pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk
mengubah posisi.
(Perry & Potter, 2010)
D. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi
1. Tingkat perkembangan tubuh
Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan neuromuskuler dan
tubuh secara proporsional, postur, pergerakan dan refleks akan
berfungsi secara optimal.
2. Kesehatan fisik
Penyakit, cacat tubuh, dan imobilisasi akan mempengaruhi pergerakan
tubuh.

8
3. Keadaan nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot, dan obesitas
dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas
4. Emosi
Rasa aman dan gembira dapat mempengaruhi aktivitas tubuh seseorang.
Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan semangat yang
kemudian sering dimanifestasikan dengan kurangnya aktivitas.
5. Kelemahan neuromuskuler dan skletal
Adanya abnormal postur seperti skoliosis, lordosis dan kifosis dapat
berpengaruh terhadap pergerakan.
6. Pekerjaan
Seseorang yang berkerja di kantor kurang melakukan aktivitas bila
dibandingkan dengan petani atau buruh.
Faktor - faktor yang mempengaruhi kurangnya pergerakan atau
immobilisasi adalah sebagi berikut :
1. Gangguan muskuloskletal
Gangguan pada muskuloskletal biasanya dipengaruhi oleh beberapa
keadaan tertentu yang menggangu pergerakan tubuh seseorang
misalnya ; osteoporosis, atrofi, kontraktur, kekakuan sendi dan sakit
sendi.
2. Gangguan kardiovaskuler
Beberapa kasus kardiovaskuler yang dapat berpengaruh terhadap
mobilitas fisik seseorang antara lain postural hipotensi, vasodilatasi,
peningkatan valsalva maneuver.
3. Gangguan sistem pernapasan
Beberapa keadaan gangguan respirasi yang dapat berpengaruh
terhadap mobilitas seseorang antara lain penurunan gerak pernapasan,
bertambahnya sekresi paru, atelektasis, hipostatis pneumonia.
(Tarwoto & Wartonah, 2011)

9
E. Macam - Macam Gangguan Mobilisasi
Ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan akibat immobilisasi
fisik ini antara lain :
1. Sistem Integumen
Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas
kulit, seperti abrasi dan dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh
karena pada imobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser
satu dengn yang lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang
tertekan, sehingga terjadi ischemia pada jeringan yang tertekan.
Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi,
trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk.
2. Sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga
perubahan utama yaitu hipotensi, ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus
3. Sistem respirasi
Immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat immobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses
metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar haemoglobin
dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan,
sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat
terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
4. Sistem perkemihan
Immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi urine. Dalam
kondisi normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu
ke bladder yang disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi
terlentang, ginjal dan ureter berada pada posisi yang sama sehingga
urine tidak dapat melewati ureter dengan baik (urine menjadi statis).
Akibatnya urine banyak tersimpan dalam pelvis renal. Kondisi ini

10
berpotensi tinggi untuk menyebabkan terjadinya infeksi saluran
kemih.
5. Sistem muskuloskletal
Immobilisasi menyebabkan penurunan massa otot (atrofi otot) sebagai
akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas
sehingga mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya
memburuknya koordinasi pergerakan. Immobilisasi juga dapat
menyebabkan perubahan metabolik pada sistem muskuloskletal
sehingga terjadi hiperkalsemia dan hiperkalsiuria yang kemudain
menyebabkan osteoporosis. Selain terjadi atrofi otot, immobilisasi
juga dapat menyebabkan pemendekan serat otot.
6. Sistem neurosensoris
Dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata pada pasien
immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada
ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan
gangguan syaraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut
menyebabkan pasien tidak dapat menggerakkan bagian anggota tubuh
yang distal dari gips, mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau
berkurang, dan timbul rasa nyeri yang hebat.
7. Perubahan prilaku
Perubahan prilaku sebagai akibat immobilitas, antara lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi,
perubahan siklus tidur, menurunnya koping mekanisme dan
menurunnya perhatian serta kemampuan terhadap pemeliharaan
kebersihan diri.
(Tarwoto & Wartonah, 2011)
Ada beberapa akibat yang ditimbulkan oleh keadaan imobilisasi fisik
antara lain:
1. Pengaruh fisiologis
Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko
terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung

11
pada umur pasien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta
tingkat immobilisasi yang dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh
immobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan klien
yang lebih muda.
2. Perubahan metabolic
Immobilisasi menggangu fungsi metabolik normal, antara lain laju
metabolik, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein,
ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberadaan
proses infeksius pada pasien immobilisasi mengalami peningkatan
BMR diakibatkan karena demam atau penyembuhan luka.
3. Perubahan sistem respiratori
Pasien immobilisasi berisiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru.
Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan
pneumonia hipostatik. Pada beberapa hal dalam perkembangan
komplikasi ini, adanya penurunan sebanding kemampuan pasien untuk
batuk produktif. Sehingga penyebaran mukus dalam bronkus
meningkat, terutama pada pasien dalam posisi telentang, telungkup,
atau lateral. Mukus menumpuk diregio yang dependen disaluran
pernapasan, karena mucus merupakan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan bakteri, maka terjadi bronkopneumonia hipostatik.
4. Perubahan sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi immobilisasi. Ada tiga
perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan thrombus.
5. Perubahan sistem musculoskeletal
Pengaruh immobilisasi pada sistem muskoskletal meliputi gangguan
mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot
pasien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan
penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang
mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan metabolisme kalsium
dan gangguan mobilisasi sendi.

12
6. Perubahan sistem intagumen
Dekubitus adalah salah satu penyakit iatrogenic paling umum dalam
perawatan kesehatan dimana berpengaruh terhadap pasien khusus lansia
dan yang imobilisasi. Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoksia
jaringan. Jaringan yang tertekan, darah membelok, dan konstriksik kuat
pada pembuluh darah akibat tekanan persisten pada kulit dan struktur
dibawah kulit, sehingga respirasi selular terganggu dan sel menjadi
mati.
7. Perubahan eliminasi urin
Eliminasi urin pasien berubah oleh adanya immobilisasi. Pada posisi
tegak lurus, urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk kedalam
ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika pasien dalam
posisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar.
Ginjal yang membentuk urine harus masuk kadalam kandung kemih
melawan gaya gravitasi. Akibat kontriksi pristaltik ureter yang tidak
cukup kuat melawan gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum
urine masuk kedalam ureter. Kondisi ini disebut statis urin dan
meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
8. Pengaruh psikososial
Immobilisasi menyebabkan respon emosional, intelektual, sensori, dan
sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap.
(Potter & Perry, 2010)
F. Jurnal Yang Mendukung
Terjadinya perbedaan kemampuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa
stroke infark atau iskemik disebabkan karena adanya penyumbatan
pembuluh darah yang menuju ke otak. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh
dua hal yaitu trombus dan emboli. Gejala - gejala yang dapat muncul
untuk sementara, lalu menghilang atau lalu memberat atau menetap.
Gejala ini muncul akibat daerah otak tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut.

13
Gejala yang muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang
terganggu. Dari gejala - gejala yang muncul diakibatkan karena adanya
gangguan pada pembuluh darah karotis yaitu pada cabangnya yang
menuju otak bagian tengah (arteri serebri media), pasien akan mengalami
gangguan rasa di lengan dan tungkai sesisi dan dapat terjadi gangguan
gerak/ kelumpuhan dari tingkat ringan sampai kelumpuhan total pada
lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/ hemiplegi). Bila gangguan pada
cabang yang menuju otak bagian depan (arteri serebri anterior) . Sebagai
pegangan biasanya pemulihan gangguan saraf pada stroke terjadi dalam
hari, minggu pertama, dan setelah 6 bulan. Setelah 6 bulan, jika masih
terdapat cacat maka perbaikan yang terjadi setelah itu tidak akan mencolok
lagi, walaupun perbaikan ringan masih dapat diharapkan sampai 2 tahun,
tetapi umumnya akan cenderung menetap (Junaidi, 2011).Untuk mencegah
dan mengurangi hal tersebut maka perlu melakukan rehabilitasi, di
dalamnya termasuk teknik mobilisasi dini.
Dasar dari semua rehabilitasi stroke adalah asumsi bahwa pasien
akan membaik dengan penyembuhan spontan, belajar, danlatihan.Dari
hasil analisa uji bivariat,dengan menggunakan uji alternatif
wilcoxonberdasarkan index bartheldidapatkan kesimpulan Ho ditolak,
rata-rata kemampuan fungsional responden stroke infark yang dirawat inap
antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi mobilisasi pada
kelompok eksperimen mempunyai pengaruh yang signifikan. Dari data
tersebut didapatkan nilai kemampuan sebelum dilakukan intervensi yaitu
4,40 dan sesudah yaitu 7,13 dan dengan nilai p value < 0,05 (0,01).
Kesimpulan Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kedua
kelompok sama - sama mengalami pengaruh yang signifikan dalam rata-
rata peningkatakemampuan fungsional. Tetapi berdasarkan hasil penelitian
bahwa pada kelompok eksperimen lebih menunjukan perbedaan atau
pengaruh yang signifikan dalam peningkatan kemampuan fungsional
berdasarkan barthel index.

14
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Mobilisasi
A. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan, meliputi :
a. Riwayat aktivitas dan olah raga
b. Toleransi aktivitas
c. Jenis dan frekuensi olah raga
d. Faktor yang mempengaruhi mobilitas
e. Pengararuh imobilitas
2. Pemeriksaan Fisik, meliputi
a. Kesejajaran tubuh
Mengidentifikasi perubahan postur tubuh akibat pertumbuhan dan
perkembangan normal. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi
pasien dari lateral, anterior, dan posterior guna mengamati:
1) Bahu dan pinggul sejajar
2) Jari- jari kaki mengarah kedepan
3) Tulang belakang lurus, tidak melengkung kesisi yang lain
b. Cara berjalan
Mengidentifikasi mobilitas klien dan risiko cedera akibat jatuh.
1) Kepela tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus
2) Tumit menyentuh tanah terlebih dahulu daripada jari kaki
3) Lengan mengayun kedepan bersamaan dengan ayunan kaki di sisi
yang berlawanan
4) Gaya berjalan halus, terkoordinasi
c. Penampilan dan pergerakan sendi
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, serta pengkajian rentang
gerak aktif atau rentang gerak pasif. Hal-hal yang dikaji yaitu:
1) Adanya kemerahan / pembengkakan sendi
2) Deformitas
3) Adanya nyeri tekan
4) Krepitasi
5) Peningkatan temperature di sekitar sendi

15
6) Perkembangan otot yang terkait dengan masing – masing sendi
7) Derajat gerak sendi
d. Kemampuan dan keterbatasan gerak
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
1) Bagaimana penyakit klien mempengaruhi kemampuan klien untuk
bergerak
2) Adanya hambatan dalam bergerak ( terpasang infus, gips )
3) Keseimbangan dan koordinasi klien
4) Adanya hipotensi ortostatik
5) Kenyamanan klien
e. Kekuatan dan massa otot
Perawat harus mengkaji kekuatan dan kemampuan klien untuk
bergerak, langkah ini diambil untuk menurunkan risiko tegang otot
dan cedera tubuh baik pada klien maupun perawat. Tingkatan
kekuatan otot
Skala Kekuatan (%) Ciri
0 0 Paralisis total
Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya
1 10
kontraksi
Gerakan otot penuh menentang gravitasi,
2 25
dengan sokongan
3 50 Gerakan normal menentang gravitasi
Gerakan normal penuh menentang
4 75
gravitasi dengan sedikit tahanan
Gerakan normal penuh menentang
5 100
gravitasi dengan tahana penuh
(Priharjo, 2012)
f. Toleransi aktivitas
Pengkajian ini bermanfaat untuk membantu meningkatkan
kemandirian klien yang mengalami Disabilitas kardiovaskuler dan
respiratorik.

16
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen
Untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan
perubahan hubungan tulang.
b. CT scan tulang
Mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang
sulit untuk dievaluasi (mis: asetabulum).
c. MRI
Untuk melihat abnormalitas (tumor, penyempitan jalur jaringan
lunak melalui tulang).

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Resiko intoleransi aktivitas, kemungkinan berhubungan dnegan:
a. Fisik kurang bugar
b. Masalah pernafasan
c. Masalah sirkulasi
d. Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya
e. Tidak berpengalaman dengan suatu aktivitas
2. Intoleransi aktivitas, kemungkinan berhubungan dengan:
a. Gaya hidup Kurang Gerak
b. Imobilitas
c. Ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen
d. Tirah baring
3. Hambatan mobilitas fisik, kemungkinan berhubungan dengan:
a. Agens farmaseutikal
b. Ansietas
c. Depresi
d. Disuse
e. Fisik tidak bugar
f. Gangguan fungsi kognitif
g. Gangguan metabolisme

17
h. Gangguan muskuloskeletal
i. Gangguan neuromuskular
j. Gangguan sensoriperseptual
k. Gaya hidup kurang gerak
l. Indeks massa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia
m. Intoleran aktivitas
n. Kaku sendi
o. Keengganan memulai pergerakan
p. Kerusakan integritas struktur tulang
q. Keterlambatan perkembangan
r. Kurang pengetahuan tentang nilai akivitas fisik
s. Malnutrisi
t. Nyeri
u. Penurunan kekuatan otot
v. Penurunan kendali otot
w. Penurunan ketahanan tubuh
x. Penurunan massa otot
y. Program pembatasan gerak

C. Perencanaan
1. Resiko intoleransi aktivitas
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak
terjadi masalah intoleransi aktivitas dengan kriteria hasil:
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/diperlukan
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang diukur
c. Menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
Intervensi
1. Kaji respon klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi
lebih dari 20 kali per menit diatas frekuensi istirahat, peningkatan
TD yang nyata selama/sesudah aktivitas (tekanan sistolik
meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg),

18
dyspnea atau nyeri dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan,
diaphoresis, pusing/pingsan.
Rasional : Membantu dalam respon fisiologi terhadap stress
aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja
yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2. Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis:
penggunaan kursi roda saat mandi, duduk saat menyisir rambut,
melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : Teknik menghemat energy mengurangi pengurangan
energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas / perawatan diri
bertahap jikad apat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian
2. Intoleransi aktivitas
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x24 jam
klien dapat melakukan aktivitas dengan normaldengan kriteria hasil:
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan/diperlukan
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang diukur
c. Menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
Intervensi

1. Kaji respon klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi


lebih dari 20 kali per menit diatas frekuensi istirahat, peningkatan
TD yang nyata selama/sesudah aktivitas (tekanan sistolik
meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg),
dyspnea atau nyeri dada, keletihan dan kelemahan yang
berlebihan, diaphoresis, pusing/pingsan.

19
Rasional : Membantu dalam respon fisiologi terhadap stress
aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja
yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2. Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis:
penggunaan kursi roda saat mandi, duduk saat menyisir rambut,
melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : Teknik menghemat energy mengurangi pengurangan
energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas / perawatan diri
bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Kemajuana ktivitas bertahap mencegah peningkatan
kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas.
3. Hambatan mobilitas fisik
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
klien tidak mengalami hambatan dalam beraktivitas dengan Kriteria
hasil:
a. Klien akan mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya
tahan ekstremitas
b. Mampu mengidentifikasi beberapa alternative untuk membantu
mempertahankan tingkat aktivitas saat sekarang
c. Berpartisipasi dalam program rehabilitasi untuk meningkatkan
kemampuan untuk beraktivitas
Intervensi
1. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk
aktif, seperti temperature yang sangat tinggi, insomnia, pemasukan
makanan yang tidak adekuat.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah
untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas.

20
2. Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri sendiri, sesuai
dengan kemampuan maksimal yang dimiliki klien.
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan rasa kontrol diri, dapat
menurunkan perasaan tidak berdaya
3. Lakukan perubahan posisi secara teratur ketika klien tirah baring
ditempat tidur atau dikursi.
Rasional : Menurunkan tekanan terus menerus pada daerah yang
sama, mencegah kerusakan kulit. Meminimalkan spasme fleksor
lutut dan panggul.
4. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik atau terapi kerja
Rasional : Bermanfaat dalam mengembangkan program latihan
individual dan mengidentifikasi kebutuhan alat untuk
menghilangkan spasme otot, meningkatkan fungsi motorik,
menurunkan atrofi, dan kontraktur pada system muskuloskeletal.

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S
DENGAN GANGGUAN MOBILISASI

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Hari / Tanggal : Jumat, 13 November 2018
Jam : 10.00 WIB
I. DATA UMUM
1. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : IRT
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Status : Menikah
Alamat : Semarang
Tanggal masuk RS : 7 November 2018 jam : 23.15 Wib
No RM : 18.19.406614
Diagnosa Medis : Stroke
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. M
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Semarang
Hubungan dgn Pasien : Anak Pasien

22
2. STATUS KESEHATAN SAAT INI
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh kaki kanan dan tangan kanan terasa kaku dan sulit
digerakan.
b. Alasan masuk rumah sakit
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit pasien merasa lemah
pada anggota gerak bagian kanan terasa kaku dan sulit untuk
menggerakkan jari – jarinya, kepalanya terasa sakit, mual, dan oleh
keluarga diperiksa dibidan dan tensinya tinggi dan dirujuk ke RSUD
Salatiga, pada tanggal 7 november 2018 pasien dibawa oleh keluarga ke
IGD RSUD Salatiga. Oleh petugas IGD disarankan untuk dirawat inap
di ruang Flamboyan 3.
c. Faktor yang memperberat
Pasien tidak dapat melakukan aktivitas berat dan kelelahan.

3. RIWAYAT KESEHATAN LALU


a. Penyakit yang pernah dialami
Keluarga pasien mengatakan pasien mempunyai riwayat penyakit
Hipertensi
b. Kecelakaan
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami
kecelakaan.
c. Pernah dirawat
Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat di Rumah
Sakit dengan penyakit yang sama maupun penyakit yang lainnya
d. Alergi
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak ada alergi obat ataupun
makanan.

23
4. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
a. Genogram

Keterangan :
: Laki - laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Garis keturunan
: Tinggal Bersama
b. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit seperti yang di alami pasien saat ini
(stroke).

5. RIWAYAT KESEHATAN LINGKUNGAN


a. Kebersihan rumah dan lingkungan
Keluarga pasien mengatakan lingkungan rumah bersih, jauh dari
jalan raya yang menyebabkan polusi, jauh dari sungai, kamar mandi
jauh dari penampungan air.
b. Kemungkinan terjadinya bahaya

24
Keluarga pasien mengatakan lingkungan rumah tidak berpengaruh
terjadinya bahaya terhadap penyakit yang diderita pasien.

II. KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


a. Kebutuhan Nutrisi
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan pasien makan 3x sehari, porsi makan
cukup, jenis makanan yang dimakan yaitu nasi, sayur - sayuran dan lauk,
tidak ada pantangan makanan yang dimakan, pasien tidak melakukan diit
makanan, pasien tidak pernah mengkonsumsi vitamin / obat penambah
nafsu makan, pasien tidak mempunyai gangguan dalam mengunyah dan
menelan.
BB : 70 kg
TB : 165 cm
TB 50
IMT : BB = 145 = 23,8
⌊ − ⌋2 ⌊ − ⌋2
100 100
Selama Sakit : Pasien mengatakan nafsu makan pasien berkurang, makan
3x sehari, hanya habis ½ porsi yang diberikan, jenis makanan yang
dimakan yaitu bubur, tidak ada pantangan makanan yang dimakan, pasien
tidak melakukan diit makanan, pasien tidak pernah mengkonsumsi vitamin
/ obat penambah nafsu makan, pasien mempunyai gangguan dalam
mengunyah dan saat menelan tenggorokan terasa sakit.
BB : 65 kg
TB : 165 cm
TB 47
IMT : BB = 145 = 22
⌊ − ⌋2 ⌊ − ⌋2
100 100
Dibuat kekurangan nutrisi
Kesimpulan : Ada gangguan dalam kebutuhan nutrisi pasien.
b. Kebutuhan Eliminasi
Sebelum Sakit

25
Pola BAB : Pasien mengatakan pasien BAB 1x sehari berwarna kuning
dengan konsitensi lembek, pasien tidak menggunakan obat
memperlancar BAB, tidak ada keluhan diare.
Pola BAK : Pasien mengatakan pasien BAK 5-6 x/hari ± 800 cc/hari,
berwarna kuning.
Selama Sakit
Pola BAB : Pasien mengatakan belum BAB selama 2 hari, tidak ada
keluhan diare.
Pola BAK : Frekuensi BAK pasien ± 600 cc/hari, berwarna keruh.
Kesimpulan : Tidak ada gangguan pada pola eliminasi
c. Kebutuhan Mobilisasi dan Body Mekanik
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan pasien bekerja sebagai ibu rumah
tangga, pasien bisa melakukan aktivitasnya sehari - hari, pasien tidak
mempunyai kesulitan dalam pergerakan tubuh, perawatan diri seperti
mandi, berpakaian dll dilakukan sendiri, BAB/ BAK juga bisa dilakukan
sendiri.
Selama Sakit : Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas seperti
biasa karena badan lemas, tubuh bagian kanan terasa kaku dan sulit
digerakan, pasien hanya bisa berbaring ditempat tidur. Perawatan diri
seperti mandi, berpakaian dll dibantu keluarga, BAB/BAK juga dibantu
keluarga.
Pengkajian kekuatan otot
Lengan tangan kanan Lengan tangan kiri
2 5
Tungkai kanan Tungkai kiri
2 5
Kesimpulan : Ada gangguan pada kebutuhan mobilisasi dan body mekanik
d. Kebutuhan Istirahat dan tidur
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan mempunyai kebiasaan tidur siang dan
malam, tidak memiliki kesulitan tidur, pola tidur normal 6-8 jam/hari.

26
Selama Sakit : Pasien mengatakan tidak sulit untuk tidur, hanya saja akan
terbangun apabila ada suara brisik disekitar, tidur 6-7 jam/hari, pasien
mudah terbangun saat tidur.
Kesimpulan : tidak ada gangguan pada pola istirahan dan tidur.
e. Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri
Sebelum Sakit / Selama Sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak
pernah mengeluh nyeri.
Kesimpulan : Tidak ada gangguan pada kebutuhan rasa nyaman nyeri.
f. Kebutuhan Oksigenasi
Sebelum Sakit / Selama Sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak
mempunyai kesulitan bernafas, pola nafas normal, irama pernafasan teratur,
tidak terpasang alat bantu pernafasan.
Kesimpulan : Tidak ada gangguan pada kebutuhan oksigenasi.
g. Kebutuhan Cairan
1) Pola minum pasien : 1000 cc selama sakit
2) Infus Asering : 4X400 = 1600 cc
3) Tidak ada keluhan demam
4) Kebutuhan cairan
Selama sakit
Input
Makanan : 40 cc
Minuman : 1000 cc
Obat – obatan : 40 cc
Cairan infus : 1600 cc +
2.680 Cc

Output
Urine : 600 cc

27
BAB : 20 cc
Keringat : 30 cc +
650 cc
IWL : BB x 15
: 65 x 15 = 975 /jam
Balance Cairan : Input - (Output + IWL)
: 2.680 – (650+975) = + 1.055
h. Kebutuhan Personal Hygiene
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan pasien mengerti kebersihan diri sangat
penting bagi kesehatan, pasien mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari,
keramas 2x dalam seminggu dan berganti pakaian 2x sehari.
Selama Sakit : Pasien mengatakan selama sakit pasien mandi hanya dilap
menggunakan handuk setiap pagi dan sore, tidak gosok gigi dan keramas,
berganti pakaian 2x sehari.
Kesimpulan : Ada gangguan pada kebutuhan personal hygiene.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Kesadaran
Pengkajian GCS : 15 E4 V5 M6
Tingkat kesadaran : Composmetis
2. Penampilan : Pasien tampak lemas
3. Vital sign
Suhu : 36°c
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 120 x/menit
4. Kepala
Bentuk kepala musochepal, warna rambut putih, kepala terlihat kotor,
rambut sedikit rontok dan tidak ada ketombe.
5. Mata

28
Penglihatan sedikit buram, mata kanan dan kiri simetris, konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada alat bantu penglihatan, berespon
terhadap rangsang.
6. Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak ada secret, tidak ada polip, tidak ada nafas
cuping hidung dan tidak terpasang alat bantu pernafasan.
7. Telinga
Bentuk telinga simetris, pendengaran normal, tidak ada alat bantu
pendengaran, tidak ada serumen dan tidak ada infeksi.
8. Mulut dan Tenggorokan
Tidak ada kesulitan bicara, gigi tidak utuh, mulut berbau, mukosa bibir
kering, dan tidak ada benjolan dileher.
9. Dada dan thorax : bentuk dada simetris, tidak ada luka, terdapat retraksi
dada saat bernafas.
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ictus cordis ke5 latiral ke5 sinistra ke5
sejajar dengan mid clavikula
Perkusi : redup, konfigurasi jantung dengan bunyi normal
Auskultasi: bunyi jantung I dan II terdengar tunggal
Paru
Inspeksi : simertis kanan dan kiri
Palpasi : iktus cordis teraba sama, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi: suara vesikuler
10. Abdomen
Inspeksi : datar, supel, tidak ada asites
Auskultasi: terdengar bising usus 11 x/menit
Perkusi : suara tympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar, tidak ada nyeri tekan
11. Genitalia

29
Daerah genetalia bersih, tidak ada luka, tidak ada tanda infeksi
(kemerahan, edema), tidak terpasang kateter.
12. Ekstremitas atas dan bawah
Kuku bersih, turgor kulit normal, tidak ada edema. Terjadi penurunan
fungsi gerak pada kaki dan tangan kanan, kaki dan tangan kanan terasa
kaku dan badan lemas. Terpasang infus Ringer Laktat 20 tpm pada tangan
sebelah kiri.
13. Kulit
Kulit agak sedikit kusam, warna kecoklatan, turgor kulit normal dan tidak
ada edema.
14. Data penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
12 November 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
DARAH RUTIN
Hemoglobin 13.4 gr/dL L:13-18, W:11.5-
16.5
Leukosit 6.91 10^3/uL 4.0 - 10.0
Trombosit 271 10^3/uL 150 – 500
Hematokrit 42.8 % 35 – 47

KIMIA KLINIK
Ureum 30 mg/dL 10 – 50
Gds 115 Mg/dl <100
Creatinin 0.8 mg/dl 0.6 - 1.1
Kolestrol tetap 227 mg/dl <200
SGOT 18 U/L L:<37, W:<31

30
b. Terapi Medis
13 November 2018 15 November 2018 16 November 2018
Infus Asering 20 tpm Infus Asering 20 tpm Infus Asering 20 tpm
Citicoline 2x1 amp Citicoline 2x1 amp Citicoline 2x1 amp
Ranitidin 2x1 amp Ranitidin 2x1 amp Ranitidin 2x1 amp

B. ANALISA DATA
No Hari/tgl/jam Data Fokus Problem Etiologi Ttd
1. Selasa, 13 DS: Penurunan Hambatan
November  Pasien mengatakan kaki dan kekuatan mobilitas fisik
2018 tangan kanan pasien kaku otot
11.00 WIB dan sulit digerakan
 Pasien mengatakan badan
pasien terasa lemas
 Pasien mengatakan tidak
bisa melakukan aktivitas
seperti biasa, hanya bisa
berbaring ditempat tidur
DO:
 Pasien tampak lemas dan
terbaring ditempat tidur
 Pasien tampak mempunyai
kesulitan dalam pergerakan
pada kaki dan tangan
kanannya
 Pengkajian kekuatan otot
Lengan Lengan
Tangan kanan Tangan kiri
2 5
Tungkai kanan Tungkai kiri
2 5

31
 Perawatan diri seperti mandi,
berpakaian dll dibantu
keluarga, BAB/BAK juga
dibantu keluarga.
2. Selasa, 13 DS: Kelemahan Keseimbangan
November  Keluarga pasien mengatakan otot nutrisi kurang
2018 nafsu makan pasien mengunyah dari
11.00 WIB berkurang dan menelan kebutuhan
 Keluarga pasien mengatakan tubuh
porsi makanan yang
diberikan tidak pernah habis
DO:
 Pengkajian nutrisi
A : BB : 65 kg
TB : 163 cm
TB
IMT : BB
⌊ − ⌋2
100
47
: 145 = 22
⌊ − ⌋2
100

B : Pasien tampak lemas


Konjungtiva anemis
Mukosa bibir kering
D : Jenis makanan nasi
 Pasien tampak menghabiskan
½ porsi yang diberikan
 Terjadi penurunan berat
badan
Sebelum sakit

32
BB : 70 kg
Selama sakit
BB : 65 kg
3. Selasa, 13 DS: Kelemahan Defisit
November  Keluarga pasien mengatakan fisik perawatan diri
2018 pasien tidak dapat melakukan
11.00 WIB perawatan diri karena badan
terasaa lemas, kaki kaku dan
sulit digerakan sehingga
pasien hanya bisa berbaring
ditempat tidur
 Keluarga pasien mengatakan
selama sakit pasien mandi
hanya dilap menggunakan
handuk pagi dan sore, tidak
gosok gigi dan keramas,
berganti pakaian 2x sehari
DO:
 Perawatan diri seperti mandi,
berpakaian dll tampak
dibantu keluarga
 Kepala tampak kotor
 Mulut berbau
 Kulit tampak kusam dan
lembab

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik b/d Penurunan kekuatan otot
2. Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Kelemahan otot
mengunyah dan menelan
3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik

33
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Dx Hari/ tgl Tujuan dan KH Intervensi Rasional TTD
1. Selasa, Setelah dilakukan 1) Kaji kemampuan 1) Untuk mengetahui
13/11/18 tindakan pasien terhadap pola perkembangan
keperawatan aktivitas dan fungsi motorik.
selama 3x24 jam kemampuan
diharapkan pasien mobilitas fungsi
mampu motorik pada
melakukan ekstremitas
aktivitas fisik 2) Ubah posisi setiap 2 2) Untuk memberikan
sesuai dengan jam sekali. rasa nyaman pada
kemampuannya. pasien.
KH: 3) Latih pasien untuk 3) Untuk menaikkan
 Tidak terjadi gerak aktif/pasif kekuatan otot dan
kontraktur pada ekstremitas mencegah
sendi tubuh setiap 2-4 jam kontraktur.
 Bertambahnya sekali.
kekuatan otot 4) Kolaborasi dengan 4) Agar mendapatkan
fisioterapi untuk terapi yang tepat
latihan gerak aktif. untuk pemulihan.
2. Rabu, Setelah dilakukan 1) Kaji adanya alergi 1) Membantu
14/11/18 tindakan makanan. mengidentifikasi
keperawatan makanan apa saja
selama 3x24 jam yang tidak boleh
diharapkan dimakan pasien.
kebutuhan nutrisi 2) Anjurkan pasien 2) Membantu
pasien terpenuhi makan sedikit tapi memenuhi
KH : sering. kebutuhan nutrisi
 Adanya pasien.

34
peningkatan 3) Kolaborasi dengan 3) Membantu dalam
BB ahli gizi untk perencanaan diit
 Tidak ada menentukan dengan nutrisi yang
tanda – tanda komposisi diit. adekuat.
mal nutrisi,
badan tidak
terlihat kurus
 Menunjukkan
fungsi
pengecap dan
menelan
 Peningkatan
nafsu makan,
porsi yang
diberikan
habis
3. Kamis, Setelah dilakukan 1) Pantau tingkat 1) Mengetahui tingkat
15/11/18 tindakan kemampuan pasien kemampuan pasien
keperawatan dalam merawat diri. dalam merawat diri.
selama 3x24 jam 2) Libatkan keluarga 2) Membantu
diharapkan pasien dalam membantu perawatan diri
mampu merawat pasien. pasien.
diri sendiri 3) Motivasi pasien 3) Melakukan personal
KH: untuk melakukan hygiene secara
 Pasien tampak personal hygiene mandiri.
segar dan sesuai kemampuan.
bersih 4) Anjurkan klien 4) memberikan
 Pasien mampu untuk mengganti kebersihan dan
melakukan baju setiap hari. memberikan
perawatan diri nyaman pada pasien.
secara mandiri

35
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No.Dx Hari/ tgl/ jam Implementasi Respon TTD
1 Selasa, 1) Mengkaji kemampuan S:
13/11/18 pasien terhadap aktivitas  Pasien mengatakan seluruh
10.00 WIB dan mengkaji badan pasien terasa lemas,
kemampuan mobilitas kaki terasa kaku dan sulit
fungsi motorik pada digerakan.
ekstremitas.  Pasien mengatakan pasien
bersedia menggerakkan
tangan dan kakinya.
O:
 Pasien tampak lemas
 Pasien tampak meggerakkan
tangan dan kakinya masih
tampak kaku
12.00 WIB 2) Mengubah posisi pasien S:
setiap 2 jam sekali.  Pasien mengatakan pasien
bersedia untuk mengbah
posisinya setiap 2 jam sekali
O:
 Pasien tampak mengubah
posisinya dari terlentang
menjadi miring.
S:
12.30 WIB 3) Mengajarkan pasien  Pasien menyetujui apabila
untuk gerak aktif / pasif pasien dilatih gerak aktif /
pada ekstremitas tubuh pasif.
setiap 2-4 jam sekali. O:
 Pasien tampak tersenyum dan
mengangguk

36
 Pasien tampak kooperatif.
S:
13.00 WIB 4) Mengkolaborasikan  Pasien mengatakan pasien
pemberian obat dan bersedia diberi obat dan
petugas fisioterapi. melakukan fisioterapi
O:
 Pasien tampak mendapatkan
obat oral dan injeksi melalui
selang infuse

2 Rabu, 1) Mengkaji adanya alergi S:


14/11/17 makanan  Pasien mengatakan pasien
15.30 WIB tidak mempunyai alergi obat
ataupun makanan
O:
 Pasien tampak kooperatif
16.30 WIB 2) Menganjurkan pasien S:
makan sedikit tapi sering  Pasien mengatakan bersedia
melakukan anjuran yang
diberikan, makan sedikit tapi
sering
O:
 Pasien tampak makan sedikit
tapi sering
 Pasien tampak kesulitan
mengunyah dan menelan
karena ternggorokan sakit
17.00 WIB 3) Mengkolaborasi dengan S:-
ahli gizi untuk
menentukan komposisi O:

37
diit  Pasien tampak mendapatkan
makanan bubur, sayur dan
lauk pauk
3 Kamis, 1) Memantau tingkat S:
15/11/17 kemampuan pasien  Pasien mengatakan aasien
09.30 WIB dalam merawat diri tidak dapat melakukan
perawatan diri karena hanya
berbaring ditempat tidur
O:
 Pasien tampak lemas dan
hanya berbaring ditempat
tidur
10.00 WIB 2) Melibatkan keluarga S:
dalam membantu pasien  Pasien mengatakan dalam
perawatan diri pasien dibantu
keluarga
O:
 Keluarga pasien tampak
membantu pasien dalam
merawat diri seperti mandi,
berpakaian dll

3) Memotivasi pasien untuk


11.00 WIB S:
melakukan personal
 Keluarga pasien mengatakan
hygiene sesuai
selalu memotivasi pasien
kemampuan
melakukan personal hygiene
O:
 Pasien tampak bersemangat
4) Menganjurkan klien
11.30 WIB S:
untuk mengganti baju
 Keluarga pasien mengatakan

38
setiap hari mengganti baju pasien 2x
sehari
O:
 Pasien tampak mengganti baju

F. EVALUASI
No. Hari/ tgl/ jam Evaluasi TTD
1 Selasa, S : Pasien mengatakan pasien masih lemas, kaki masih kaku dan
13/11/17 sulit digerakan
13.30 WIB O:
 Pasien tampak lemas
 Pasien tampak terbaring ditempat tidur
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi.
1) Kaji kemampuan pasien terhadap aktivitas dan
kemampuan mobilitas fungsi motorik pada ekstremitas
2) Ubah posisi setiap 2 jam sekali.
3) Latih pasien untuk gerak aktif/pasif pada ekstremitas
tubuh setiap 2-4 jam sekali.
4) Kolaborasi dengan fisioterapi untuk latihan gerak aktif.
2 Rabu, 14/11/17 S : Pasien mengatakan pasien makan sedikit tapi sering, nafsu
17.15 WIB makan sedikit bertambah
O:
 Pasien tampak menghabiskan 1 porsi yang diberikan
 Pasien tampak mendapatkan diit bubur, sayur dan lauk
pauk
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutka intervensi
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering

39
3) Kolaborasi dengan ahli gizi untk menentukan komposisi
diit
3 Kamis, S : Pasien mengatakan perawatan diri pasien masih dibantu
15/11/17 keluarga karena badan pasien masih lemas dan kaki masih
12.30 WIB kaku sehingga sulit digerakan
O:
 Keluarga tampak membantu perawatan diri pasien seperti
mandi, berpkaian dll
 Pasien tampak lemas
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1) Pantau tingkat kemampuan pasien dalam merawat diri
2) Libatkan keluarga dalam membantu pasien
3) Motivasi pasien untuk melakukan personal hygiene
sesuai kemampuan
4) Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari

40
BAB 1V
PEMBAHASAN

A. Pengertian Diagnosa
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik atau
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Defisit perawatan diri adalah hambatan keampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas mandi, berpakaian dll secara mandiri.
(NANDA, 2015)
B. Proses Terjadinya Diagnosa
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan langsung pada pasien dengan
metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan didukung dengan
pemeriksaan laboratorium sehingga didapatkan data - data untuk ditarik
sebuah diagnosa dengan tiga batasan karakteristik dari hasil pengkajian,
Sehingga ditarik 3 diagnosa yaitu : Hambatan mobilitas fisik, Keseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan Defisit perawatan diri

C. Alasan ditegakkannya diagnosa


Berdasarkan hasil analisa data pengkajian, pemeriksaan fisik serta data-
data penunjang seperti hasil laboratorium kemudian data-data tersebut
dicocokkan dengan batasan karakteristik, sehingga kelompok menarik
kesimpulan untuk ditegakkan diagnosa tersebut.

41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah, teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya. Sedangkan imobilisasi merupakan keadaaan
dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan / aktivitas misalnya mengalami trauma tulang
belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ektermitas dan sebagainya.
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua
tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk
latihan kuadrisep.

B. Saran
Penulis menyarankan agar petugas kesehatan dapat berkerja profesional
dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai seorang perawat yang ideal
dan bertanggung jawab. Sehingga pasien dapat merasakan kepuasan atas
asuhan keperawatan yang diberikan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, H. A. Aziz. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi


Konsep & Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa medis
dan NANDA Jilid 2. Jogjakarta : Medication.
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC
Priharjo, Robert. (2012). Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC
Tarwoto & Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
Keperawatan.Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta.

43

Anda mungkin juga menyukai