Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN

Defenisi
Surat Keterangan Bebas Narkoba adalah surat keterangan resmi yang
menerangkan bahwa seseorang bebas dari penggunaan zat-zat narkotika,
psikotoprika dan obat berbahaya adiktif lainnya.
Tujuan
Adapun tujuan dari dikeluarkan SKBN adalah untuk membuktikan bahwa
seseorang bebas dari penggunaan zat-zat narkotika serta sebagai salah satu syarat
administratif bagi pelamar.
Landasan Hukum mengenai Narkotika dan Psikotropika
Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika telah menetapkan
peraturan hukum mengenai narkotika, dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Kesehatan. Pada pasal 56 dalam undang-undang ini
juga telah mengatur tentang pengawasan narkotika oleh pemerintah.
Pasal 56 ayat 1 :
Menteri Kesehatan bertanggung jawab dalam pengendalian dan pengawasan
terhadap importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter, lembaga ilmu pengetahuan rehabilitasi medis.
Pasal 56 ayat 2 :
Petugas yang melaksanakan pengawasan, dilengkapi dengan surat tugas.
Pasal 56 ayat 3 :
Dalam hal diketemukan adanya bukti permulaan yang cukup atau berdasarkan
petunjuk permulaan yang patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan Undang-undang ini, Menteri Kesehatan berwenang mengenakan sanksi
administratif dalam bentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4).
Pasal 56 ayat 4 :
Untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan, sanksi administratif dengan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat ditangguhkan untuk
sementara.
Pasal 56 ayat 5 :
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan tata cara pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri
Kesehatan.
Pemerintah melalui Undang-undang No.5 Tahun 1997 juga telah mengatur
tentang Psikotropika, dimanapasal 1 menjelaskan bahwa Psikotropika adalah zat
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.Sedangkan pada pasal 50 dan
51 telah menjelaskan mengenai pengawasan terhadap psikotropika
Pasal 50 ayat 1:
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
dengan psikotropika, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh
masyarakat. Pasal 50 ayat 2 :
Dalam rangka pengawasan, Pemerintah berwenang :
a. melaksanakan pemeriksaan setempat dan/atau pengambilan contoh pada sarana
produksi, penyaluran, pengangkutan, penyimpanan, sarana pelayanan kesehatan
dan fasilitas rehabilitasi;
b. memeriksa surat dan/atau dokumen yang berkaitan dengan kegiatan di bidang
psikotropika;
c. melakukan pengamanan terhadap psikotropika yang tidak memenuhi standar
dan persyaratan; dan
d. melaksanakan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan.
Pasal 50 ayat 3 :
Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan
surat tugas.
Pasal 51 ayat 1 :
Dalam rangka pengawasan, Menteri berwenang mengambil tindakan administratif
terhadap pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter,
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, dan fasilitas rehabilitasi yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
Pasal 51 ayat 2 :
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa : a.
teguran lisan; b. teguran tertulis; c. penghentian sementara kegiatan; d. denda
administratif; e. pencabutan izin praktik.
Landasan Hukum PenunjukanLaboratoriumPemeriksaan Narkotika dan
Psikotropika
Berbagai prosedur pemeriksaan laboratorium Narkoba belum memenuhi standar
pelayanan minimal, hal ini tentunya akan mempengaruhi validitas hasil
pemeriksaan Narkoba. Masalah diperparah dengan belum adanya peraturan
hukum yang menetapkan pihak yang berwenang mengeluarkan SKBN. Beberapa
institusi dan profesi telah menerbitkan surat keterangan hasil pemeriksaan tidak
menggunakan Narkoba. Selama ini, hasil pemeriksaan laboratorium itulah yang
dianggap sebagai SKBN. Berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia No 194/MENKES/SK/VI/2012 mengenaiKEPUTUSAN MENTERI
KESEHATAN TENTANG PENUNJUKAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA.Bahwa dalam peraturan
tersebut menunjuk Laboratorium Pemeriksaan Narkotika dan Psikotropika dalam
Daftar sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan Menteri, sebagai laboratorium yang berwenang
melakukan pengujian narkotika dan psikotropika dalam rangka proses penyidikan
tindak pidana narkotika dan psikotropika. Laboratorium Pemeriksaan Narkotika
dan Psikotropika sebagaimana dimaksud terdiri atas laboratorium di lingkungan:
a. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk pengujian spesimen
narkotika dan psikotropika;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk pengujian spesimen, narkotika
dan psikotropika dalam bentuk bahan baku dan/atau sediaan jadi, serta zat aktif
dalam obat;
c. Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk pengujian narkotika dan
psikotropika dalam bentuk bahan baku dan obat jadi; dan
d. Badan Narkotika Nasional untuk pengujian spesimen, narkotika dan
psikotropika dalam bentuk bahan baku dan zat aktif dalam obat
Keputusan Mentri No 522/MENKES/SK/2008 tentang Penunjukkan
Laboratorium Pemeriksaan Narkoba dan Psikotropika Projustisia dimana
laboratorium yang ditunjuk antara lain adalah sebagai berkut; unit Pelaksana
Teknis Laboratorium Uji Narkoba BNN, Pusat Laboratorium Forensik dan 7
Laboratorium Fprensik Cabang, 4 Balai Besar Laboratorium Kesehatan, Rumah
Sakit Ketergantungan Obat, 22 Balai Laboratorium kesehatan dan Laboratorium
Kesehatan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Pusat Pengujian BPOM, 19 Balai besar
BPOM, serta 7 BPOM. Namun dalam kedua Kepmenkes tersebut belum
dijelaskan mengenai justifikasi atau pengesahan SKBN.

Landasan Hukum Legalitas Surat Keterangan Bebas Narkoba (SKBN)


Landasan hukum tentang Surat keterangan sendiri terdapat dalam Pasal 184
KUHAP ayat 1 tentang alat bukti yang sah adalah Keterangan saksi, Keterangan
ahli, surat dan petunjuk, serta keterangan terdakwa.Surat Keterangan Bebas
Narkoba dapat dijadikan bukti yang sah secara hukum jika surat tersebut
diterbitkan secara prosedural. Karena itu, diperlukan suatu penataan regulasi
mengenai justifikasi Surat Keterangan Bebas Narkoba. Regulasi mengenai SKBN
harus bersifat lex generalis dan lex spesialis. Hal ini untuk lebih menekankan
aspek legalitas surat keterangan tersebut, ditinjau dari sisi medis maupun yuridis.
Diharapkan, aplikasi regulasi tersebut akan memudahkan masyarakat untuk dalam
mengurus SKBN yang mempunyai kekuatan hukum, tidak sekedar formalitas
sebagai syarat administrasi pendaftaran di suatu institusi. Lebih jauh, SKBN
adalah langkah awal membentuk budaya bangsa yang tertib hukum dan mencegah
terjadinya lost generation karena ketergantungan dan penyalahgunaan Narkoba.
Kewenangan Pengeluaran SKBN oleh Praktik Medis
Berdasarkan PERMENKES 2052 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
KedokteranPasal 20 ayat 1 dan Undang-Undang N0 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran Pasal 35 ayat 1 menjelaskan bahwa;
Dokter dan Dokter Gigi yang telah memiliki SIP berwenang untuk
menyelenggarakan praktik kedokteran, yang meliputi antara lain:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. menyimpan dan memberikan obat dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan
standar; dan
j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil
yang tidak ada apotek.
Sesuai ketententuan peraturan perundang-undangan di atas seorang dokter (umum
atau spesialis) berhak menerbitkan surat keterangan sesuai kompetensi dan harus
melalui prosedur pemeriksaan yang legeartis dan pasien benar mendapatkan surat
keterangan tersebut serta dapat dipertanggungjawabkan. Sementara dokter dengan
sengaja mengeluarkan surat keterangan tanpa melakukan pemeriksaan terhadap
pasien secara langsung dapat dituduh membuat surat keterangan palsu dengan
ancaman 4 tahun penjara.
DISKUSI

Anda mungkin juga menyukai