Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN (PROFESI KMB)

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
(Smeltzer & Bare, 2002). Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan apabila terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. Secara klinis keadaan penderita sesak napas disertai dengan
adanya bendungan vena jugularis, hepatomegali, asites dan edema perifer. Gagal jantung
kongestif tidak hanya menunjukkan ketidakmampuan jantung dalam mempertahankan distribusi
oksigen yang cukup, namun juga merupakan respon sistemik yang mencoba untuk mengimbangi
atau mengompensasi kekurangan oksigen tersebut. Gagal jantung kongestif biasanya diawali
lebih dulu oleh gagal jantung kiri dan secara lambat diikuti gagal jantung kanan.

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah jantung
kurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Jika curah jantung gagal untuk dipertahankan maka akan terjadi
gagal jantung kongestif karena kontrktilitas, karena preload, kontraktilitas dan afterload
terganggu.

2. Anatomi Fisiologi
Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida terbalik
dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas. Beratnya 250-350
gram pada orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada (cavum thorax) tepatnya
pada rongga mediastinum diantara paru-paru kiri dan kanan.

Lapisan Jantung
Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan endokardium.
Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri dari fibrosa dan serosa
dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan perikardium terdiri dari perikardium
parietal (pembungkus luar jantung) dan perikardium visceral (lapisan yang langsung
menempel pada jantung). Antara perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan
perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan berfungsi sebagai pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung. Selanjutnya
adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung yang
memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat istimewa
yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot rangka dan
mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda. Ventrikel
kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai beban lebih
berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai tahanan aliran darah
lebih besar.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi mempercepat
hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang merupakan tempat
masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel. Lapisan endokardium merupakan
lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan merupakan lapisan endotel yang
sangat licin untuk membantu aliran darah.
Katup-Katup Jantung
Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan katup SL
(semilunar). Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup SL terletak
antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup AV antara atrium
dekstra dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan antara atrium sinistra dan
ventrikel sinistra adalah katup bikuspidalis (mitral). Katup AV hanya membuka satu arah
(ke arah ventrikel) karena berfungsi mencegah aliran balik dari ventrikel ke atrium pada
saat sistol. Secara anatomi katup AV hanya membuka ke satu arah karena terikat oleh
korda tendinae yang menempel pada muskulus papilaris pada dinding ventrikel. Katup SL
terdiri dari katup pulmonal yang terdapat antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis
dan katup aortik yang terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
Pembuluh Darah Besar Pada Jantung
Ada beberapa pembuluh darah besar yang berdekatan letaknya dengan jantung yaitu :
a. Vena Cava Superior
Vena cava superior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh bagian
atas menuju atrium kanan.
b. Vena Cava Inferior
Vena cava inferior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari bagian bawah
diafragma ke atrium kanan.
c. Sinus Conaria
Sinus coronary adalah vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari jantung
sendiri.
d. Trunkus Pulmonalis
Pulmonary trunk adalah pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi 2 yaitu kanan
dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-paru.
e. Vena Pulmonalis
Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah bersih
dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
f. Aorta Asendens
Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang bertanggung jawab
dengan organ tubuh bagian atas.
g. Aorta Desendens
Descending aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian bawah.

Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal.
Sirkulasi pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan paru-paru. Sirkulasi
pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel kanan ke paru-paru melalui arteri
pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melalui vena-vena pulmonalis.
Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh (kecuali
paru-paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari keluarnya darah dari ventrikel kiri ke aorta
kemudian ke seluruh tubuh melalui berbagai percabangan arteri. Selanjutnya kembali ke
jantung (atrium kanan) melalui vena cava. Darah dari tubuh bagian atas kembali ke
jantung melalui vena cava superior dan darah dari tubuh bagian bawah kembali ke
jantung melalui vena cava inferior.

3. Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1) Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi
sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.
2) Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel atau isi sekuncup.
3) Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi.
Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan
besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui
batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali.
4) Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand
overload)
Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung di
mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung
walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan sirkulasi tubuh.
5) Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel
atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output
ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
6) Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
7) Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
8) Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung.
9) Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
10) Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
11) Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit
juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Manifestasi Klinis
Gagal jantung kongestif tergantung dari ventrikal yang terlibat yaitu:
 Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
Tanda dan gejala :
a. Dipsneu on effort (DOE) : akibat penimbuan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal
atau sedang.
b. Ortopnea : kesulitan bernapas saat berbaring
c. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari disertai
batuk
d. Batuk : bias batuk kering dan basah yang menghasulkan sputum berbusa dalam jumlah
banyak kadang disertai banyak darah.
e. Mudah lelah : akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuanggan sisa hasil katabolisme.
f. Kegelisahan : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas,
dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

 Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan


Tanda dan gejala :
a. Edema ekstremitas bawah atau edema dependen
b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen
c. Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga
abdomen
d. Nokturna : rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung
oleh posisi penderita pada saat berbaring.
e. Lemah : akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuanggan
produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

5. Patofisiologi
Gagal jantung kongestif awalnya disebabkan oleh:
a. Gangguan yang langsung merusak jantung, seperti infark kiokardium, miokarditis, fibrosis
miokardium dan aneurisma ventricular. Gangguan-gangguan tersebut menyebabkan
jantung tidak dapat memompa darah dengan normal. Oleh sebab itu, kontraktilitas jantung
menjadi menurun menyebabkan jantung bekerja lebih berat sehingga beban jantung
meningkat. Akibat beban jantung yang meningkat, maka jantung melakukan berbagai
kompensasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh tersebut. Dengan demikian, hal tersebut
menyebabkan gagal jantung kongestif.
b. Adanya gangguan yang mneyebabkan gangguan ventrikel seperti:
 Preload yaitu volume darah ventrikel pada akhir diastole. Kontraksi jantung menjadi
tidak efektif apabila volume ventrikel sudah melampaui batas. Preload meningkat
diakibatkan oleh regurgitasi aorta yang dapat diakibatkan oleh pemberian infuse yang
terlalu cepat (kecepatannya) terutama pada lansia dan anak kecil.

 Afterload yaitu kekuatan yang harus dikeluarkan oleh jantung untuk memompakan
darah ke seluruh tubuh (sistem sirkulasi). Afterload meningkat dapat diakibatkan oleh
stenosis aorta, stenosis pulmonal, hipertensi sistemis dan hipertensi pulmonal.
Peningkatan afterload meningkatkan beban kerja jantung dan menyebabkan hipertropi
serabut otot jantung (hipertropi miokard) dan mengakibatkan kontraktilitas jantung.
Hipetropi miokard tersebut terjadi sebagai bentuk mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Akibat kompensasi yang menyebabkan
pembesaran jantung tersebut, maka mengakibatkan jantung bekerja lebih kuat yang
dapat mengakibatkan jantung lelah sehingga intoleransi. Hal tersebut yang
menyebabkan kegagalan jantung.

c. Gangguan-gangguan yang menyebabkan kerusakan jantung menyebabkan:


1. Gangguan katup jantung sehingga aliran darah jantung terganggu. Akibatnya, terjadi
gangguan pengisian darah ventrikel dan terjadi gangguan kontraksi ventrikel gagal
jantung. Gangguan pengisisan darah ventrikel tersebut mengakibatkan preload jantung
menjadi terganggu. Gangguan katup jantung tersebut dapat mengakibatkan volume
intravaskular serta volume darah yang masuk dalam ventrikel menjadi berkurang,
sehingga secara otomatis akan menurunkan curah jantung. Preload jantung menjadi
terganggu akibat pengisian volume intravascular yang menurun serta pengisian
ventrikel kiri juga menjadi terbatas (menurun). Pada rongga dada, terdapat hati
sehingga ketika jantung berusaha untuk melakukan kompensasi berupa peningkatan
posistif tekanan pleura, tekanan atrium kanan menjadi berkurang, dengan demikian
dapat mengurangi pengisian ventrikel. Hal tersebut mengakibatkan beban tekanan
menjadi berlebihan. Akibat tekanan yang berlebihan, maka beban sistolik meningkat
dan kontraktilitas menjadi berkurang. Akibat kontraktilitas menurun, maka
pengosongan ventrikel menjadi terhambat. Hal tersebut mengakibatkan beban jantung
meningkat dan mengakibatkan gagal jantung kongestif.
2. Adanya hipertensi penyempitan pembuluh darah jantung mengakibatkan aliran darah
ke jantung menjadi berkurang. Akibatnya terjadi hipoksia miokard dan dapat
menyebabkan iskemia miokard. Kontraksi ventrikel menjadi terganggu dan akhirnya
menyebabkan gagal jantung kongestif. Hipertensi tersebut juga mengakibatkan
peningkatan afterload ventrikel kiri agar ventrikel kiri bekerja lebih keras untuk
mengeluarkan darah ke aorta. Usaha ventrikel kiri tersebut mengakibatkan beban
jantung semakin meningkat dan mempercepat terjadinya gagal jantung.
3. Adanya Sindrom Koroner Aku (SKA) pada jantung. Hal tersebut mengakibatkan
terjadinya arteriosklerosis arteri koronaria. Akibat penyumbatan pada arteri, maka
asupan darah pada jantung menjadi terhambat dan menyebabkan hipoksia miokard.
Kurangnya asupan oksigen pada miokard jantung mengakibatkan iskemia miokard
sehingga kontraksi ventrikel juga menjai terganggu dan kontraktilitas jantung juga
menjadi turun. Beban jantung akhirnya menjadi meningkat dan dapat menyebabkan
gagal jantung.
4. Akibat adanya kerusakan jantung, maka dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal mengakibatkan tekanan darah yang berasal dari jantung kanan
menuju paru-paru menjadi meningkat. Beban volume pada jantung kanan menjadi
meningkat. Akibatnya, ventrikel kanan harus bekerja lebih keras untuk
mengkompensasi hal tersebut. Jantung menjadi hipertrofi di bagian ventrikel kanan
dan menyebabkan intoleransi pengiriman darah ke paru-paru, menyebabkan kegagalan
jantung kanan.

Hubungan patofisiologi gagal jantung kongestif dengan overload cairan yaitu:


Adanya overload ventrikel pada klien mengakibatkan kontraksi ventrikulasi menjadi turun.
Jantung yang sudah lemah dan sudah lelah bekerja melakukan mekanisme kompensasi
untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh berupa takikardi, dilatasi ventrikel dan
hipertrofi miokardium.
1) Takikardi. Dengan mempercepat denyut jantung, curah jantung menjadi bertambah.
Namun demikian, dengan semakin cepatnya denyut jantung, maka diastol menjadi
pendek (lebih singkat) sehingga ventrikel tidak dapat memenuhi kebutuhan darah
(pengisian darah pada jantung) sehingga mengakibatkan curah jantung menjadi
berkurang
2) Dilatasi ventrikel. Dengan meningkatnya pengembalian darah vena ke dalam jantung
berupa dilatasi ventrikel, maka darah yang terpompa memiliki kontraksi yang lebih
kencang untuk menambah curah jantung
3) Hipertrofi miokardium. Kompensasi berupa hipertrofi mengakibatkan kontraksi
jantung menjadi lebih kuat dan mengakibatkan curah jantung menjadi meningkat.
Kekurangan yang diakibatkan oleh hipertrofi tersebut yaitu arteria koronaria tidak
dapat memberikan suplai darah yang cukup pada otot-otot jantung yang menebal dan
telah melakukan hipertrofi. Hal tersebut mengakibatkan hipoksia pada otot-otot
jantung sehingga otot-otot jantung menjadi intoleransi (tidak efektif lagi).
Ketiga mekanisme kompenasi tersebut mengakibatkan kardiak output menurun dan perfusi
oksigen ke seluruh tubuh menjadi berkurang termasuk pada renal. Penurunan perfusi pada
renal dapat mengakibatkan peningkatan retensi sodium dan akhirnya mengakibatkan
peningkatan tekanan osmotik pada ginjal. Peningkatan osmotik menyebabkan peningkatan
ADH. Peningkatan ADH menyebabkan penahanan natrium pada ginjal dan peningkatan
reabsorbsi air. Akibatnya, terjadi overload cairan pada tubuh yang menyebabkan tubuh
menjadi edema. Overload yang terjadi pada jantung juga mengakibatkan kontraktilitas
jantung menjadi menurun dan menyebabkan beban jantung yang sudah berat menjadi lebih
berat (meningkat).
6. Pathway
Aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, Peningkatan laju metabolisme (demam, tirotoksikosis)
penyakit otot degenerative, inflamasi
Jantung berkompensasi untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan
Kelainan otot jantung
Menurunnya kontraktilitas Peningkatan curah jantung, tekanan arteri meningkat

Menurunnya isi Palpitasi dan takikardi


Menurunnya kekuatan
sekuncup Kegagalan jantung berkompensasi
kontraksi otot jantung

Penurunan curah jantung


Gagal ventrikel kiri
Gagal ventrikel kanan
Kongesti paru
Penurunan sirkulai O2 ke
Kongesti visera & jaringan perifer
Cairan darah perifer jaringan & meningkatnya
Cairan terdorong ke
tidak terangkut energy yang digunakan untuk
dalam paru
Pembesaran vena di hepar bernafas

Pembesaran & sasis vena Hepatomegali Kelebihan Penimbunan


Mudah Edema pada
abdomen volume cairan cairan dalam
lelah & bronkus
alveoli
letih
Distensi abdomen Batuk
Edema paru
Acites Intoleransi
aktifitas Bersihan jalan
nafas tidak efektif Dispneu & ortopneu

Kerusakan
pertukaran gas
7. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen
ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.
2) Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan
bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat
bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
3) Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan
di paru-paru atau penyakit paru lainnya.
4) Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang
pada gagal jantung akan meningkat.
5) Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
6) Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
7) Kateterisasi jantung : Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
1) Untuk menurunkan kerja jantung
2) Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3) Untuk menurunkan retensi garam dan air.
a) Tirah Baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui
induksi diuresis berbaring.
b) Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
c) Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema.
d) Revaskularisasi koroner
e) Transplantasi jantung

9. Fokus Pengkajian Keperawatan


a. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari.
Insomnia.
Nyeri dada dengan aktivitas.
Tanda: Gelisah, perubahan status mental, misalnya letargi.
Tanda vital berubah pada aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya. Penyakit katup
jantung, bedah jantung, endokarditis, SLE, anemia, syok septic. Bengkak pada kaki,
telapak kaki, dan abdomen.
Tanda: TD rendah (gagal memompa): normal (GJK ringan atau kronis): atau tinggi
(kelebihan beban)
Cairan/peningkatan TVS
Tekanan nadi: Menunjukkan penurunan volume sekuncup.
Frekuensi jantung: Takikardia (gagal jantung kiri).
Irama jantung: Disritmia, misalnya fibrilasi atrium, kontraksi vertikel
premature/takikardia, blok jantung.
Nadi apical: PMI mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior ke kiri.
Bunyi jantung: S3(gallop) adalah diagnostik; S4 dapat terjadi ; S1 dan S2 mungkin
melemah.
Murmur sistolik dan diastolic dapat menandakan adanya stenosis katup dan insufisiensi.
Nadi: Nadi perifer berkurang; perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi; nadi
sentral kuat misalnya nadi jugularis, karotis, abdominal.
Warna: Kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik.
Punggung kuku: Pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
Hepar: Pembesaran/dapat teraba, reflek hepatojugularis.
Bunyi napas : Crackels, ronki.
Edema: Dependen, umum, atau piting, khususnya pada ekstremitas; DVJ.
c. Integritas Ego
Gejala : Ansietas, kuatir, takut.
Stres yang berhubungan dengan penyakit/keprihatinan
Tanda : Berbagai manifestasi prilaku, misalnya ansietas, marah, ketakutan, mudah
tersinggung.
d. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, warna urine gelap.
Berkemih malam hari (nokturia)
Diare/konstipasi
e. Makanan/Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual, muntah
Penambahan berat badan signifikan, bengkak pada ekstermitas bawah, Diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses, lemak, gula, dan kafein.
Tanda :Penambahan berat badan cepat
Distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen, tekanan dan pitting)
f. Higiene
Gejala : Keletihan/kelemahan, kelemahan selama aktivitas perawatan diri
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan
Tanda : Letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan prilaku, mudah tersinggung.
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot.
Tanda :Tidak tenang, gelisah, Fokus menyempit (menarik diri), Prilaku melindungi diri.
i. Pernafasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal, batuk
dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit paru kronis, penggunaan bantuan
pernafasan, mis: oksigen, medikasi.
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal, pernafasan labored, penggunaan otot aksesori
pernafasan; Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum; Sputum darah, merah
muda/berbuih (edema pulmonal); Bunyi nafas, mungkin tidak terdengar, dengan krakles
basiler dan mengi; Fungsi mental, menurun, letargi, kegelisahan; Warna kulit, pucat atau
sianosis
j. Keamanan
Gejala :Perubahan dalam fungsi mental
Kehilangan kekuatan/tonus otot, kulit lecet
k. Interaksi sosial
Gejala :Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas social yang biasa dilakukan.
l. Proritas masalah keperawatan
a. Penurunan curah jantung
b. Intoleransi aktivitas
c. Perubahan volume cairan : Kelebihan
d. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas
e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
f.Resiko tinggi terjadi komplikasi
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan

10. Fokus Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan


No. Intervensi
keperawatan Kriteria hasil
1. Penurunan NOC : NIC :
1. Cardiac Pump Cardiac Care
curah jantung
1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, durasi)
effectiveness
berhubungan 2. Catat adanya disritmia jantung
2. Circulation
3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
dengan
Status 4. Monitor status kardiovaskuler
Perubahan 3. Vital Sign Status 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
kontraktilitas
Setelah diberikan 7. Monitor balance cairan
miokardial/peru 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
asuhan keperawatan 9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
bahan
selama ….x…. antiaritmia
inotropik.
diharapkan tanda 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
vital dalam batas kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
yang dapat diterima 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
(disritmia terkontrol 13. Anjurkan untuk menurunkan stress
atau hilang) dan
bebas gejala gagal
jantung. Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Kriteria Hasil:
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
1. Tanda Vital
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
dalam rentang 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
normal (Tekanan
aktivitas
darah, Nadi,
6. Monitor kualitas dari nadi
respirasi) 7. Monitor adanya puls paradoksus
2. Dapat 8. Monitor adanya puls alterans
9. Monitor jumlah dan irama jantung
mentoleransi
10. Monitor bunyi jantung
aktivitas, tidak 11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru
ada kelelahan
13. Monitor pola pernapasan abnormal
3. Tidak ada edema
14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
paru, perifer, dan 15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
tidak ada asites
4. Tidak ada bradikardi, peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
penurunan
kesadaran

2. Bersihan jalan NOC : NIC :


1. Respiratory Airway suction
nafas tidak
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
status :
efektif 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Ventilation 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
berhubungan
2. Respiratory 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
dengan 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
status : Airway
penurunan memfasilitasi suksion nasotrakeal
patency
6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
reflek batuk, 3. Aspiration
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
penumpukan Control
kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Setelah diberikan
secret. 8. Monitor status oksigen pasien
asuhan keperawatan 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
selama ….x….
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
diharapkan klien
dapat menunjukkan Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
keefektifan jalan
bila perlu
napas
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
1. Mendemonstrasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
kan batuk efektif buatan
4. Pasang mayo bila perlu
dan suara nafas
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
yang bersih, 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
tidak ada sianosis
8. Lakukan suction pada mayo
dan dyspneu 9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
(mampu
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
mengeluarkan 12. Monitor respirasi dan status O2
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukkan
jalan nafas yang
paten (klien tidak
merasa tercekik,
irama nafas,
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Mampu
mengidentifikasi
kan dan
mencegah factor
yang dapat
menghambat
jalan nafas

3. Gangguan NOC : NIC :


1. Respiratory Airway Management
pertukaran gas
berhubungan Status : Gas 1. Pasang mayo bila perlu
2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dengan edema exchange
3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
2. Respiratory
paru 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Status : 5. Lakukan suction pada mayo
6. Berika bronkodilator bial perlu
ventilation
7. Berikan pelembab udara
3. Vital Sign Status
8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Setelah diberikan
9. Monitor respirasi dan status O2
asuhan keperawatan
Respiratory Monitoring
selama ….x….
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
diharapkan 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
gangguan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
pertukaran gas intercostals
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
teratasi
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasi hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
kan peningkatan
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
ventilasi dan 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
oksigenasi yang adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
adekuat
2. Memelihara crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
kebersihan paru
hasilnya
paru dan bebas
dari tanda tanda
distress
pernafasan
3. Mendemonstrasi
kan batuk efektif
dan suara nafas
yang bersih,
tidak ada
sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
4. Tanda tanda vital
dalam rentang
normal

4. Kelebihan NOC : NIC :


1. Electrolit and Fluid management
volume cairan
1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
acid base balance
berhubungan 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Fluid balance
3. Pasang urin kateter jika diperlukan
dengan 3. Hydration
4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi cairan
menurunnya
Setelah diberikan (BUN, Hmt , osmolalitas urin )
laju filtrasi 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,
asuhan keperawatan
glomerulus, dan PCWP
selama ….x…. 6. Monitor vital sign
meningkatnya
diharapkan 7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
produksi ADH
keseimbangan edema, distensi vena leher, asites)
dan retensi 8. Kaji lokasi dan luas edema
volume cairan dapat 9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori
natrium/air.
dipertahankan harian
Kriteria hasil 10. Monitor status nutrisi
11. Berikan diuretik sesuai interuksi
1. Terbebas dari 12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
edema, efusi, dengan serum Na < 130 mEq/L
anaskara 13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
2. Bunyi nafas memburuk
bersih, tidak ada
Fluid Monitoring
dyspneu/ 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
ortopneu eliminasi
3. Terbebas dari 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
distensi vena seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
jugularis, reflek renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
hepatojugular (+) 3. Monitor berat badan
4. Memelihara
tekanan vena 4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
sentral, tekanan
6. Monitor BP, HR, dan RR
kapiler paru, 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
output jantung jantung
8. Monitor parameter hemodinamik infasif
dan vital sign
9. Catat secara akutar intake dan output
dalam batas 10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
normal penambahan BB
5. Terbebas dari 11. Monitor tanda dan gejala dari edema
12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin
kelelahan,
kecemasan atau
kebingungan
6. Menjelaskan
indikator
kelebihan cairan

5. Intoleransi NOC : NIC :


1. Energy Energy Management
aktivitas
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
Conservation
berhubungan
2. Self Care : ADLs aktivitas
dengan 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
kelemahan Setelah diberikan keterbatasan
asuhan keperawatan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
selama ….x…. 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
diharapkan terjadi secara berlebihan
peningkatan 6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
toleransi pada klien
setelah dilaksanakan Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
tindakan
merencanakan progran terapi yang tepat.
keperawatan selama 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
di RS dilakukan
Kriteria Hasil : 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
1. Berpartisipasi dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
dalam aktivitas 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
fisik tanpa yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
disertai
kursi roda, dll
peningkatan
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
tekanan darah, 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
nadi dan RR
2. Mampu dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
melakukan
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
aktivitas sehari
penguatan
hari (ADLs) 11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
secara mandiri

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000

Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan


Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002

Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001

Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)

Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001

Anda mungkin juga menyukai