Anda di halaman 1dari 24

Laporan Hasil Penelitian

Sejarah Benteng Fort Rotterdam

Disusun Oleh:
James William (01)
Ainun Rarasmika (07)
Fauziyyah Divayanti (13)
Andi Maryam Rustam (19)
Nur Fadhilla Radiah A. (25)
Natasya Febrianty (31)

SMA Negeri 5 Makassar


2014 -2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Laporan
Penelitian Di Benteng Rotterdam Makassar” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai sejarah fungsi Rotterdam makassar. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa
yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
sarana yang membangun . Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Makassar, 21 Februari 2015

PENULIS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………....
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………
C. Tujuan Penetian ……………………………………………………………..
D. Kegunaan Penelitian ………………………………………………………...
E. Manfaat Penelitian…………………………………………………………...
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Peninggalan Bersejarah …………………………………………
B. Sejarah Fort Rotterdam……………………………………………………...
C. Fungsi Fort Rotterdam ……………………………………………………...
D. Manfaat Wisata……………………………………………………………...
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penilitian …………………………………………….
B Kehadiran Peneliti …………………………………………………………..
C. Lokasi Peneliti ……………………………………………………………...
D. Sumber Data ………………………………………………………………..
E. Prosedur Pengumpulan Data………………………………………………...
F. Analisis Data…………………………………………………………………
G. Tahap-Tahap Penelitian……………………………………………………...
H. Tempat dan Jadwal Penelitian ………………………………………………
BAB VI HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
A. Dekskripsi Umum tentang Museum La Galigo……………………………..
B. Dekskripsi Umum tentang objek yang ditemukan…………………………..
C. Hubungan La Galigo tentang objek yang ditemukan ( senjata, rumah adat,
dll)...................................................................................................................
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan…………………………………………………………………..
B. Saran………………………………………………………………….……..
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Seperti kita ketahui bersama bahwa fungsi awal dari fort Rotterdam yang sebenarnya
adalah sebagai benteng pertahanan belanda, namun seiring perkembangan zaman fort
Rotterdam kini di alihfungsikan menjadi objek wisata. Peralihan fungsi ini secara langsung
maupun tidak langsung telah membawa dampak tertentu bagi masyarakat sekitarnya maupun
bagi fort Rotterdam sendiri. Kita tahu bahwa banyak hal yang berubah seiring dengan beralih
fungsinya fort Rotterdam. Ini tentunya dirasakan juga bagi pihak-pihak terkait yang bertindak
sebagai pengelola fort Rotterdam. Hal inilah yang kemudian mendorong rasa ingin tahu kami
yang kemudian kami wujudkan dalam sebuah penelitian. Dan kebetulan apa yang kami
canangkan sejalan dengan salah satu kompetensi dasar dalam mata pelajaran kami. Untuk itu
kami merasa bahwa penelitian ini akan membawa manfaat serta tidak menjadi sebuah
kegiatan sia-sia dan hura-hura semata.

2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang kami ajukan ada beberapa hal, antara lain:
1. Apa fungsi utama pembangunan fort rotterdam pada awal di dirikannya?
2. Apa fungsi utamanya sekarang?
3. Mengapa fort rotterdam di alih fungsikan?
4. Apa dampak pengalihan fungsi fort rotterdam bagi :
a. Fort Rotterdam itu sendiri
b. Bagi Pengelola
c. Bagi masyarakat sekitar.

3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman kepada siswa(i) tentang:
1. Fungsi utama Fort Rotterdam pada awal didirikannya
2. Fungsi utama fort rotterdam sekarang
3. Faktor-faktor penyebab dialih fungsikannya fort rotterdam
4. Dampak pengalihan fungsi fort rotterdam bagi:
a. Fort Rotterdam itu sendiri
b. Bagi pengelola
c. Bagi masyarakat di sekitarnya

4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya dilakukan dengan tujuan untuk pemenuhan satu
kompetensi dasar dalam salah satu mata pelajaran kami. Adapun kegunaan dari penelitian
terhadap objek yang dimaksud adalah bahwa ada kemungkinan yang besar jika fungsi Fort
Rotterdam yang semula sebagai benteng pertahanan dialihkan atau dengan kata lain diubah
fungsinya menjadi objek wisata membawa dampak tertentu bagi pihak-pihak yang terkait di
dalamnya baik itu dampak positif maupun negatif. Dampak inilah yang kemudian kami rasa
penting dan merupakan hal pokok yang perlu diketahui, dikaji lalu dipahami bersama.
Kalaupun nanti dampak yang diperoleh dari hasil penelitian lebih mengarah pada hal-hal
negatif tentunya akan dipikirkan tindak lanjutnya. Namun, sekali lagi bahwa tindak lanjut itu
tentunya perlu suatu bukti dan argumen yang pasti agar nantinya kita tidak salah langkah.
Langkah yang dianggap pentiing dilakukan sebelum tindak lnjut tersebut adalah dengan jalan
melakukan penelitian ini.
5. Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
1. menggambarkan isi interaksi sosial. Yaitu mengungkap kecenderungan yang ada
pada interaksi sosial di masyarakaat sekitar fort rotterdam. Misalnya penelitian ini ingin
mengetahui apakah statement peralihan fungsi objek ini membawa dampak positif atau
negatif.
2. menguji hipotesis tentang karakteristik pesan (testing hypothesis of message
characteristic). Penelitian ini berusaha menghubungkan karakteristik tertentu dari pesan yang
disampaikan oleh narasumber bai dari pengelola maupun masyarakat sekitar.
3. mendapatkan informasi tentang perbandingan keadaan sebelum dan sesudah
peralihan fungsi fort rotterdam menjadi objek wisata, yang diperoleh dari beberapa sumber
yang disebutkan di atas.
4. Dijadikan sebagai bahan referensi yakni menjadi bahan rujukan bagi para peniliti
selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Peninggalan Bersejarah

Peninggalan bersejarah / peninggalan purbakala merupakan benda, tulisan, lisan yang


telah ada pada zaman dahulu dan mempunyai nilai serta pengetahuan sejarah didalamnya.
Benda peninggalan bersejarah dapat disebut juga dengan benda cagar budaya.
Menutut Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar
Budaya, yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah:
a. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bererak yang berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-
kurangnya 50 tahun, atau mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50, serta dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
b. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejararah, ilmu pengetahuan
dan kebudayaan

2. Sejarah Fort Rotterdam

Fort Rotterdam yang terpatri pada batu benteng ujung pandang jelas terpapang pada
bagian atas pintu gerbang sebelah barat benteng sekarang. Penamaan diberikan oleh belanda
sebagai realisasi perjanjian bongaya 18 November 1667 pasal 11. perubahan nama dari
benteng ujung pandang ke Fort Rotterdam adalah sebagai tanda kenangan Cornelis Spellman
terhadap kota kelahirannya di negeri belanda yaitu Rotterdam. Fort Rotterdam telah berdiri
hampir 4 abad yang telah lalu ia telah mengalami pasang surut kerajaan Gowa dan kekuasaan
belanda antara pertengahan abad ke2 sampai jepang berkuasa di Indonesia Benteng Fort
Rotterdam tidak dapat dipisahkan dari kerajaan gowa ialah yang mempertahankan martabat
dan kebesaran kerajaan gowa dari rongrongan imperalis barat, kerajaan gowa
memperlihatkan kemajuan dan kejayaannya atas usaha raja gowa IX yaitu Tumaparisi
Kallonna beliau membuat undang Undang dan peraturan-peraturan perang mengadakan
pemungutan-pemungutan pajak dsb untuk kerajaan atas perintah raja gowa XI Daeng
Pamatte. Daeng Pamatte menyempurnakan aksara Lontara waktu itu pula Tumaparisi
Kallonna membentengi dengan batu bata kerajaan gowa-Sombaupu. Raja gowa X yaitu Tuni
Pallangga Ulaung. Setelah beliau angkat ia digantikan oleh saudaranya I Taji Barani Daeng
Marompa Karaeng Data sebagai raja gowa XII tetapi baru 40 hari naik tahta ia tewas sewaktu
berperang di daerah bone.
Kemudian Raja gowa XII Manggorai Daeng Manggetta Karaeng Bonto Langkasa
sebagai mana para pendahulunya berusaha memajukan kerajaan dengan berbagai kegiatan
raja gowa XII ini meninggal karena amukannya sendiri sehingga digelar Karaeng Tuni Jallo
yang artinya diamuk. Raja gowa XIII Daeng Parabbung dinobatkan pada tahun 1590 karena
pada masa pemerintahannya raja gowa ini sewenagng-wenang dan tidak disenangi oleh
rakyatnya maka ia digantikan oleh Imangarangi Daeng Manrabiya sebagai raja ke XIV
karena baginda masih kecil maka pemerintahan dilaksanakan oleh Karaeng Mattoaya.
Mangku bumi inilah yang pertama kali memeluk agama islam pada waktu raja gowa
membuat benteng ujung pandang ini bahannya masih tanah liat maka Sultan Alauddin
memasang batu-batu sediment dan merah untuk memperkuat benteng ini, tanggal 5 november
1655 raja gowa ke XV digantikan oleh Ima Lombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto
Mangappe atau dikenal sebagai Sultan Hasanuddin sebagai raja gowa ke XVI. Pada masa
pemerintahan Sultan Hasanuddin inilah pantang mundur dan mempertahankan kehormatan
kedaulatan kerajaan Gowa. Benteng ujung pandang di pertahankan oleh Karaeng Bonto
Sunggu. Karena peralatan perang belanda lebih modern maka satu demi datu benteng di
kuasai oleh belanda. Korban semakin banyak kedua belah pihak. Sebagai taktik perjuangan
maka Sultan Hasanuddin terpaksa menerima dan menanda tangani perjanjian Bongaya. Pasal
10 perjanjian Bongaya mengatakan bahwa benteng pertahanan Gowa di hancurkan dan tidak
boleh mendirikan pertahanan baru. Mengenai nasib benteng ujung pandang atau Fort
Rotterdam dijelaskan dalam pasal 11 yang berbunyi antara lain bahwa Benteng Ujunga
Pandang dijadikan perkampungan dan tanah yang termasuk lingkungannya di serahkan
kepada belanda serta logi kompeni Belanda. Wilayah benteng Ujung Pandang inilah yang
menjadi tanah pertama dan daerah pertama yang secara de jure dan de facto menjadi daerah
Kompeni Belanda. Di benteng inilah bermula cengkraman kolonialisme dan Imperialisme
Belanda. Begitu benteng Ujung Pandang dikuasai oleh kompeni Belanda menyatakan tentang
ketentuan-ketentuan kompeni di Ujung Pandang.
Perjanjian Bongaya 18 November 1967 yang ditanda tangani dan di setujui oleh
Sultan Hasanuddin dalam keadaan terpaksa dengan maksud untuk menghindari korban yang
semakin besar untuk serta muntuk meredakan keluarga untuk masa depan Sulawesi.
Dengan jatuhnya kerjaan gowa pada tahun 1969 menjadikan kedudukan benteng
ujung pandang yang telah berubah namanya menjadi Fort Rotterdam makin pentinh bagi
kompeni Belanda Fort Rotterdam dijadikan pusat pertahanan serta pusat perdagangan
kompeni belanda bangunan-bangunan dalam benteng dirombak sesuai dengan keinginan
belanda semua sisi bagian benteng diisi dengan bagian Gotic ditengah benteng dibangun
daerah bertngkat yang diperuntukkan sebagai gereja.
Perombakan yang dilakukan belanda pada benteng ujung pandang sebenarnya telah
mulai diadakan begitu benteng Ujung Pandang dikuasainya namun usahanya tidak dapat
berjalan lancar akibat perang yang terus menerus dialami oleh kompeni Belanda. Bentuk
yang ada sekarang ini terwujud pada tahun 1977 yaitu 10 tahun sesudah perjanjian Bongaya.
Bahkan sesuai data yang ada bangunan dalam benteng yaitu bangunan gubernur yang baru
berdiri dalam bentuk sekarang ini. Demikianlah keadaan Fort Rotterdam atau benteng ujung
pandang sejak masuknya kompeni belanda hingga kekuasaan jepang.
Ketika jepang berkuasa pd tahun 1942 maka benteng ujung bpandang tak luput pula
dari pengaruh ujung pandang selain akibat yang merugikan yaitu rusaknya sebagian
bangunan benteng ujung pandang karena akibat perang yang terjadi di Indonesia belanda dan
jepang, jepang juga ikut menenem andil dalam penambahan gedung benteng. Sebuah gedung
yang terletak di selatan bastion Mandrasiya adalah kerajaan yang dibangun oleh
jepang dengan arsitek, namun tidak bertingkat.

3. Fungsi Fort Rotterdam

Di Makassar ada satu benteng besar yang berdiri megah, namanya Fort Rotterdam.
Jangan bayangkan lokasi benteng ini berada jauh diluar kota, dan kita harus menghabiskan
waktu sekian jam untuk duduk dimobil berkecepatan tinggi, karena lokasi benteng ini terletak
didalam kota Makassar sehingga cukup mudah untuk mencapainya.
Benteng dengan halaman seluas dua kali Museum Fatahilah Jakarta ini letaknya didepan
pelabuhan laut kota Makassar atau ditengah pusat perdagangan sentral kota. Apabila kita
menginap di area seputar pantai Losari, maka jaraknya dalam kisaran radius 2 km-an saja.
Dari jalan raya, Fort Rotterdam yang juga akrab disebut benteng Ujungpandang (nama lain
dari Makassar) akan mudah dikenali karena sangat mencolok dengan arsitektur era 1600 an
yang berbeda dengan rumah dan kantor diseputarnya. Temboknya hitam berlumut kokoh
menjulang hampir setinggi 5 meter, dan pintu masuknya masih asli seperti masa jayanya.
Dari ketinggian, bentuk benteng seperti bentuk totem penyu yang bersiap hendak masuk
kedalam pantai.
Memasuki pintu utamanya yang berukuran kecil, kita akan segera disergap oleh nuansa
masa lalu. Tembok yang tebal sangat kokoh, pintu kayu, gerendel kuno, akan terlihat jelas.
Masuk ke benteng sebetulnya tidak dipungut bayaran, karena area didalam benteng tidak
dijadikan museum cagar budaya yg kosong melompong. Benteng Rotterdam dijadikan kantor
pemerintah yakni Pusat Kebudayaan Makassar, sehingga suasana seram yang biasa kita
jumpai dilokasi tua semacam ini tidak begitu kental karena masih dijumpai manusia
berseliweran kian kemari. Karena area ini dipakai sebagai kantor, sehingga kebersihan dan
kerapihan lingkungan disana masih terawat cukup baik.
Benteng ini awalnya dibangun tahun 1545 oleh raja Gowa ke X yakni Tunipallangga
Ulaweng. Bahan baku awal benteng adalah tembok batu yang dicampur dengan tanah liat
yang dibakar hingga kering. Bangunan didalamnya diisi oleh rumah panggung khas Gowa
dimana raja dan keluarga menetap didalamnya. Ketika berpindah pada masa raja Gowa ke
XIV, tembok benteng lantas diganti dengan batu padas yang berwarna hitam keras.
Kehadiran Belanda yang menguasai area seputar banda dan maluku, lantas menjadikan
Belanda memutuskan utk menaklukan Gowa agar armada dagang VOC dapat dengan mudah
masuk dan merapat disini. Sejak tahun 1666 pecahlah perang pertama antara raja Gowa yang
berkuasa didalam benteng tersebut dengan penguasa belanda Speelman. Setahun lebih
benteng digempur oleh Belanda dibantu oleh pasukan sewaan dari Maluku, hingga akhirnya
kekuasaan raja Gowa disana berakhir. Seisi benteng porak poranda, rumah raja didalamnya
hancur dibakar oleh tentara musuh. Kekalahan ini membuat Belanda memaksa raja
menandatangani "Perjanjian Bongaya" pada 18 November 1667.
Dikemudian hari Speelman memutuskan utk menetap disana dengan membangun kembali
dan menata bangunan disitu agar disesuaikan dengan kebutuhan dalam selera arsitektur
Belanda. Bentuk awal yg mirip persegi panjang kotak dikelilingi oleh lima bastion, berubah
mendapat tambahan satu bastion lagi di sisi barat. Nama benteng diubah pula menjadi Fort
Rotterdam, tempat kelahiran Gubernur Jendral Belanda Cornelis Speelman.
Salah satu obyek wisata yang terkenal disini selain melihat benteng, adalah menjenguk
ruang tahanan sempit Pangeran Diponegoro saat dibuang oleh Belanda sejak tertangkap
ditanah Jawa. Perang Diponegoro yg berkobar diantara tahun 1825-1830 berakhir dengan
dijebaknya Pangeran Diponegoro oleh Belanda saat mengikuti perundingan damai.
Diponegoro kemudian ditangkap dan dibuang ke Menado, lantas tahun 1834 ia dipindahkan
ke Fort Rotterdam. Dia seorang diri ditempatkan didalam sebuah sel penjara yang berdinding
melengkung dan amat kokoh. Diruang itu ia disedikana sebuah kamar kosong beserta
pelengkap hidup lainnya seperti peralatan shalat, alquran, dan tempat tidur. Banyak kemudian
yang meyakini bahwa Diponegoro wafat di Makassar, lalu ia dikuburkan disitu juga. Tapi ada
pendapat lain mengatakan, mayat Diponegoro tidak ada di Makassar. Begitu ia wafat Belanda
memindah ia ketempat rahasia agar tidak memicu letupan diantara pengikut fanatiknya di
Jawa atau disitu.

4. Manfaat Wisata
· Menambah pengetahuan atau wawasan akan ilmu peristiwa sejarah yang terjadi disekitar
kota Makassar.
· Dijadikan sebagai sarana untuk Berziarah ke tempat dimana pahlawan-pahlawan yang
telah gugur.
· Sebagai tempat yang bermanfaat sebagai objek wisata.
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Pendekatan dan Jenis Penelitian
penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Dimaksudkan agar hasil-hasil
penelitian dapat disimpulkan secara teori dengan argumen yang nyata.

b. Kehadiran Peneliti
instrumen yang dimaksud sebagai peneliti adalah siswa(i) kelas XII Ilmu Sosial.
Kehadiran bapak/ibu guru dalam penelitian ini adalah sebagai pendamping dan pembimbing
peneliti. Peneliti diharapkan dapat hadir tepat waktu di lokasi penelitian yang dimaksud
sebagi perwujudan latihan kedisiplinan.

c. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah fort rotterdam, sebuah objek wisata padat pengunjung yang terletak
di jl. Reburande,Makassar,sulawesi selatan . Kira-kira berjarak 1km dari Losari Beach. Tepat
di depannya ramai dengan pedagang es kelapa muda. Bangunan unik dengan masih adanya
sisa-sisa zaman perang diantaranya sebuah meriam, adanya museum yang bisa kita jadikan
sasaran penelitian benda-benda beersejarah selain dari penelitian sosialnya. Di dalam fort
rotterdam terdapat sebuah bangunan yang di dalamnya banyak lukisan hasil karya Zainuddin
Beta. Ini bisa kita teliti apakah keberadaan fort rotterdam membawa manfaat tersendiri bagi
beliau,kaitannya dengan pengelola. Selain itu kaitannya dengan masyarakat sekitar yaitu
keberadaan pedagang es kelapa muda,yang kemungkinan besar membantu perekonomian
masyarakat sekitar. Inilah objek sosial yang menarik untuk dikaji

d. Sumber Data
sumber data dalam penelitian ini disesaikan dalam fokus dan tujuan penelitian. Dalam
penelitian ini ada 2 sumber data yakni :
1.sumber data yang pertama atau primer yaitu sumber yang dapat diperoleh dari setiap
informan yang diwawancarai dilokasi penelitian, dalam hal ini pengelola Fort Rotterdam,
pengelola wisatawan ataupun masyarakat sebagai informan kunci yang berkaitan dengan
penelitian ini.
2. sumber data yang kedua atau data sekunder diperoleh dari buku-buku sejarah dan sosiologi
yang berhubungan dengan masalah penelitian.

e. Prosedur Pengumpulan Data


untuk memperoleh data atau keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini maka
ditempuh dengan cara :
1. pengamatan langsung atau observasi, dalam hal ini dimaksud untuk mengethui subjektif
dan identitas dari masyarakat yang ada di sekitar Fort Rotterdam serta Fort Rotterdam itu
sendiri.
2. wawancara (interview) yaitu tehnik yang digunakan untuk memperoleh informasi yang
mendalam sehingga dipastikan kenyataan dari suatu fakta sehingga didapatkan penjelasan
secara langsung dan lebih akurat mengenai penelitian ini. Dalam hal ini yaitu melakukan
wawancara dengan pengelola pengunjung dan masyarakat sekitar Fort Rotterdam.
3. dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data visikulasi kegiatan.

f. Analisis Data
analisis data yang digunkan adalah: pengaturan secara sistematis transkrip-transkrip
wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan
temuannya. Analisis ini melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis
data serta pencarian pola, pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang
dilaporkan. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan selama dan setelah
pengumpulan data, dengan teknik analisis judul. Dalam hal ini peneliti menggunakan, logika,
etika, atau estetika.

g. Tahap-tahap Penelitian
Bagian ini menguraikann proses pelaksanaan penelitian mulai dari penelitian
pendahuluan, pengembangan desain, penelitian sebenarnya, sampai pada penulisan laporan.

h. Tempat dan Jadwal Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Minggu, 15 Februari 2015
Waktu : Pukul 08.30 WIB – selesai
BAB IV
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

A. Dekskripsi Umum tentang Museum La Galigo


1. Sejarah Museum La Galigo

Benteng Rotterdam Makassar dibangun oleh Raja Gowa ke IX Daeng Matare


Karaeng Manguntungi Tumapa’risi’ Kallonna dan diselesaikan oleh putranya Raja Gowa X
Imanriogau Bontokaraeng lakiung Tonipallangga Ulaweng dengan konstruksi tanah liat pada
tahun 1545. Atas perintah Raja Gowa XIV Imangerangi Daeng Manrabia (Sultan Alauddin)
pada tahun 1634 tembok benteng diperbaiki dan menambah material batu karang, batu padas,
dan batu bata menggunakan kapur dan pasir sebagai perekat. Fort Rotterdam atau Benteng
Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo.
Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi
Selatan.Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I
manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini
berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin
konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst
yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang
hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa,
bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang
berjaya di daratan maupun di lautan. Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang,
biasa juga orang Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua
yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya
menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa
untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini,
nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja
memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini
kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia
bagian timur sampai saat ini benteng Rotterdam digunakan untuk perdagangan dan dijadikan
sebagai tempat wisata prasejarah,selain itu Benteng Rotterdam dijadikan kantor pemerintah
yakni Pusat Kebudayaan Makassar, Di kompleks Benteng Ujung Pandang kini terdapat
Museum La Galigo yang di dalamnya terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran
Makassar (Gowa-Tallo) dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagian
besar gedung benteng ini masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata di Kota Makassar.
Salah satu obyek wisata yang terkenal disini selain melihat benteng serta museum Lagaligo
adalah menjenguk ruang tahanan sempit Pangeran Diponegoro saat dibuang oleh Belanda
sejak tertangkap ditanah Jawa. Di benteng ini pernah di jajah oleh pasukan belanda, untuk
memperluas daerah kekuasaannya karena kerajaan gowa memliki rempah-rempah yang
banyak, Setahun lebih benteng digempur oleh Belanda dibantu oleh pasukan sewaan dari
Maluku, hingga akhirnya kekuasaan raja Gowa disana berakhir. Seisi benteng porak poranda,
rumah raja didalamnya hancur dibakar oleh tentara musuh. Kekalahan ini membuat Belanda
memaksa raja menandatangani "perjanjian Bongaya" pada 18 Nov 1667 Di tempat ini juga
Pangeran Diponegoro dipenjara. Luas Benteng Rotterdam Makassar adalah 28.595,55 meter
bujur sangkar, dengan ukuran panjang setiap sisi berbeda, serta tinggi dinding berfariasi
antara 5-7 meter dengan ketebalan 2 meter. Benteng Rotterdam Makassar mempunyai lima
buah sudut (Bastion), yaitu :
- Bastion Bone terletak di sebelah barat
- Bastion Bacam terletak di sudut barat daya
- Bastion Butan terletak di sudut barat laut
- Bastion Mandarsyah terletak di sudut timur laut
- Bastion Amboina terletak di sudut tenggara
B. Dekskripsi Umum tentang objek yang ditemukan
Museum ini memiliki koleksi sebanyak kurang lebih 4999 buah yang terdiri dari
koleksi prasejarah, numismatik, keramik asing, sejarah, naskah, dan etnografi. Koleksi
etnografi terdiri dari berbagai jenis hasil teknologi, kesenian, peralatan hidup dan benda lain
yang dibuat dan digunakan oleh suku Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Museum juga
memiliki benda-benda yang berasal dari kerajaan-kerajaan lokal dan senjata yang pernah
digunakan pada saat revolusi kemerdekaan.

1. Sepeda dan Bendi


Tidak hanya peralatan tradisional nelayan yang terpanjang di ruangan ini anda pun dapat
melihat bendai, Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat pertanian Tadisional yang terdapat
dalam useum lagaligo ini adalah bukti sejarah peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa
indonesia khususnya masyarakat Sulawesi Selatan telah dikenali sebagai masyarakat yang
bercocok tanam. Mereka menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian terutama tanaman
padi sebagai bahan makanan pokok.

2. Alat-alat Tradisional Perikanan dan Kelautan


Pada bangunan lain Museum Lagaligo anda akan menjumpai koleksi Perangkat Tradisional
para pelaut dan nelayan bugis Makassar terdapat replika Perahu Pinisi yang terkenal sampai
ke manca negara berbagai jenis peralatan nelayan untuk mengkap ikan yang umumnya masih
dapat dijumpai dalam kehidupan masyrakat pesisisr hingga saat ini.
3. Peralatan Berlayar

4. Koleksi Peralatan Tenun TradisonaL

Dari koleksi Peralatan Tenun Tradisional ini, dapat diketahui bahwa budaya menenun di
Sulawesi Selatan diperkirakan berawal dari jaman prasejarah, yakni ditemukan berbagai jenis
benda peninggalan kebudayaan dibeberapa daerah seperti leang - leang kabupaten maros
yang diperkirakan sebagai pendukung pembuat pakaian dari kulit kayu dan serat - serat
tumbuhan-tumbuhan. Ketika pengetahuan manusia pada zaman itu mulai Berkembang
mereka menemukan cara yang lebih baik yakni alat pemintal tenun dangan bahan baku.

5. Koleksi Peralatan Menempa Besi dan Hasilnya


Jika anda ingin mengenali lebih jauh tentang sisi lain dari kehidupan masa lampau
masyarakat Sulawesi Selatan, maka anda dapat mengkajinya melalui koleksi tradisional
menempa besi, Hasil tempaan berupa berbagai jenis senjata tajam, baik untuk penggunan
sehari - hari maupun untuk perlengkapan upacara adat.
6. Koleksi Mata Uang
Didalam Museum Lagaligo terdapat koleksi mata uang yang pernah beredar dan berlaku di
indonesia yakni pada masa klasik Hindu Budha pada abad ke -5-15 masa Islam pada abad 13.
masa Kolonial abad ke 16. masa Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945.

7. Koleksi Keramik
Diruangan Koleksi Keramik terdapat berbagai jenis keramik kuno dari berbagai dinasti
seperti Dinasti Sung abad 13-14 Dinasti Swaton abad 16-18, Dinasti cing abad 17-19, Dinasti
Yuan terjan abad 14-16, Dinasti Annamese abad 14-16 Keramik - keramik ini berasal dari
China, Vietnam, Thailand ,Siam dan Jepang.

C. Hubungan La Galigo tentang objek yang ditemukan ( senjata, rumah adat, dll )

1. Museum La Galigo (Gedung No. 10) Fort Rotterdam


Museum yang pertama berdiri di Sulawesi Selatan adalah Celebes Museumpada tahun 1938,
didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda di kota Makassar sebagai ibukota Gouvernement
Celebes en Onderhoorigheden (Pemerintahan Sulawesi dan Daerah Taklukannya). Kepala
Museum adalah Tuan Ness. Celebes Museum bertempat di Benteng Ujung Pandang (Fort
Rotterdam), menempati bekas gedung kediaman Laksamana Cornelis Speelman,
yaituGedung No.2. Koleksi diperoleh dari sumbangan masyarakat dan hasil penggalian,
diantaranya berbagai jenis keramik, mata uang, beberapa buah destar tradisional Sulawesi
Selatan, dan piring emas. Menjelang kedatangan Jepang di kota Makassar, Celebes Museum
telah menempati tiga gedung, yaitu Gedung No.2, Gedung No.5, dan Gedung No.8. Koleksi
di Gedung No.5 berupa alat-alat pertukangan kayu, jenis perahu, dan alat-alat pertanian, serta
koleksi etnografi dari emas.Koleksi di Gedung No.8 berupa alat permainan rakyat; alat dapur
seperti periuk, belanga, dll; alat musik, berbagai jenis tombak. Pada masa pendudukan
Jepang, kegiatan museum terhenti, dan mulai dirintis kembali oleh para budayawan setelah
pembubaran Negara Indonesia Timur (NIT).Museum berdiri kembali pada tahun 1966meski
tidak dalam status resmi. Koleksi diperoleh dari sumbangan para budayawan, berupa gelang
perak, mata uang kuno, pakaian adat pengantin, keris dan badik. Ditambah koleksi dari
Yayasan Matthes, Yayasan Pusat Kebudayaan Indonesia Timur, dan milik Inspeksi
Kebudayaan Daerah Sulawesi Selatan. Empat tahun kemudian, dengan surat keputusan
Gubernur (1970), museum secara resmi berdiri dengan namaMuseum La Galigo. Selanjutnya
melalui surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1979), nama museum berubah
menjadi Museum La Galigo Propinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 1988, Direktur Jenderal
Kebudayaan melalui Direktur Permuseuman Jakarta mengeluarkan keputusan tentang
penyeragaman nama museum negeri tingkat provinsi seluruh Indonesia, yaitu mendahulukan
nama provinsinya masing-masing kemudian diikuti nama lokalnya. Dengan demikian sekali
lagi museum berganti nama menjadi Museum Negeri Propinsi Sulawesi Selatan La Galigo.
Di era otonomi, melalui surat keputusan Gubernur (2001), nama museum diganti menjadi
UPTD Museum La Galigo Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sulawesi Selatan.

2. Penamaan Museum La Galigo


Museum Sulawesi Selatan ini diberi nama ‘La Galigo’ atas saran seorang seniman, dengan
pertimbangan nama ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. La Galigo
adalah salah satu putra Sawerigading Opunna Ware, seorang tokoh masyhur dalam mitologi
Bugis, dari perkawinannya dengan WeCudai Daeng Risompa dari Kerajaan Cina Wajo.
Setelah dewasa, La Galigo dinobatkan menjadi Pajung Lolo (Raja Muda) di Kerajaan Luwu,
pada abad ke-14. ‘La Galigo’ juga nama sebuah karya sastra klasik dalam bentuk naskah
tertulis bahasa Bugis yang terkenal dengan nama Surek La Galigo, dengan panjang 9.000
halaman, dan La Galigo sendiri dianggap sebagai pengarangnya (note: studi mengungkapkan
kemungkinan penulisnya adalah perempuan bangsawan), pada masa yang sezaman dengan
Kerajaan Sriwijaya. Isinya mengandung cerita-cerita, tatanan, dan tuntunan hidup orang
Sulawesi Selatan dulu, seperti sistem religi, ajaran kosmos, adat-istiadat, bentuk, dan tatanan
masyarakat/pemerintahan tradisional, pertumbuhan kerajaan, sistem ekonomi/perdagangan,
keadaan geografis, dan peristiwa penting yang pernah terjadi. Naskah ini biasanya dibacakan
secara berlagu kepada pendengarnya. Khusus ceritera tokoh Sawerigading, tidak hanya
dikenal di daerah Bugis saja, tetapi dapat dijumpai dalam bentuk ceritera lisan di Makassar,
Toraja (note: Toraja adalah dataran tinggi, sehingga cukup mengejutkan berkembangnya epos
berlatarbelakang bahari di sini), Mandar, Massenrempulu, Selayar, Sulawesi Tenggara, dan
Tengah.
Beberapa tokoh yang pernah mengulas Surek La Galigo antara lain Stamford Raffles,
B.F.Matthes, R.A.Kern, dan A.Zainal Abidin Farid. Hasil pengkajian ilmuwan ini, diperoleh
kesimpulan berikut (Buku Petunjuk UPTD Museum La Galigo, 2008):
1. Sebagai sastra suci, menceritakan tentang cikal-bakal orang Bugis yang sakti dan
dimuliakan. Oleh sebab itu naskah La Galigo mereka layani dan hormati seperti menghormat
tokoh ceritera didalamnya. Dengan sikap dan pandangan demikian ini, La Galigo
melaksanakan fungsi sebagai penawar keresahan menghadapi ancaman penyakit, bencana
alam, dan kematian, juga sebagai pelindung ancaman kebahagiaan hidup.
2. Sebagai Sastra Berguna atau Sastra Normatif, berisi petunjuk tentang apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan; berbagai tatacara kehidupan sehari-hari, mulai dari peristiwa
kelahiran, pijak tanah, perkawinan, hingga urusan kematian dan adat beraja-raja. Dengan
demikian ia melaksanakan fungsi sebagai pendorong terciptanya integritas sosial dengan
keluarga raja sebagai intinya, dan pendorong terciptanya stabilitas sosial, serta kelestarian
pranata sosial budaya.
3. Sebagai sastra indah, berisi ceritera petualangan, percintaan, dan peperangan yang
memikat dan menegangkan dalam irama dan gaya bahasa yang menawan. Dengan kedudukan
demikian naskah ini berfungsi sebagai alat penghibur, penggugah emosi, dan imaji pengikat,
pembina kompetensi dan apresiasi sastra di kalangan masyarakat.
Dengan kedudukan dan fungsi tersebut di atas ‘Surek La Galigo’ dapat bertahan melampaui
masa yang panjang dan menjadi warisan serta kebanggaan dari generasi ke generasi.
3. Susunan Penataan Pameran
Gedung No.10, terletak di sebelah selatan, terdiri dari tiga lantai dengan susunan penataan
pameran sebagai berikut (Ruang 3-5 di Lantai II):
• Ruang 1 (Kebaharian): peta topografi, suku bangsa Sulawesi Selatan; miniatur perahu
pinisi, patorani, palari, bahan pembuatan perahu, dll
• Ruang 2: bagang, roppong, alat penangkap ikan; perahu lambo, palari, bendi, dll
• Ruang 3 (Teknologi Tradisional): alat pertanian tradisional; lesung dari Raja Tolo
Jeneponto; alat pengolahan sagu, gula merah, alat rumah tangga, musik tradisional anjong
bola, dll.
• Ruang 4 (Tenun Tradisional): alat penempaan besi dan hasil-hasilnya; alat proses
pembuatan benang, lungsi; perangkat tenun tradisional; berbagai hasil tenunan dan pakaian
adat Sulawesi.
• Ruang 5 (Pakaian Pengantin dan Pelaminan): pakaian pengantian adat suku bangsa di
Sulawesi Selatan; pelaminan
• Ruang 6 (Wawasan Nusantara): pakaian adat Sulawesi Utara, Tengah, Kalimantan Timur,
Sumatera Barat, dll; panah dan patung dari Papua; pakaian adat Jawa dan Bali, dll; lukisan
Syekh Yusuf, tasbih, dll

4. Koleksi Pakaian Nusantara


Pada salah satu ruangan dalam, Museum LA galigo, terdapat koleksi pakaian pengantin adat
dari beberapa suku dan daerah indonesia. Koleksi religius dipenghujung jelajah kita
dimuseum La Galigo, kita akan berada dalam suatu ruangan yang yang menyimpan berbagai
koleksi yang kental dengan islam, mulai dari potret para tokoh islam, Al-quran, tasbih dari
masa permulaan masuknya ajaran islam di Sulawesi Selatan.

Rumah Speelman (Gedung No.2)


Tata Pameran Museum La Galigo
Pameran tetap di Museum La Galigo disajikan di Gedung No.10 yang terletak di sebelah
selatan dan Gedung No.2 sebelah utara dalam Kompleks Benteng Ujung Pandang.Dari pintu
gerbang Benteng, Gedung No.2 terletak di sebelah kiri.
Gedung No.2, pada masa Hindia Belanda, adalah kediaman Laksamana Cornelis Speelman.
Setelah Makassar, Speelman masih memimpin beberapa ekspedisi militer, sebelum kembali
ke Batavia pada tahun 1677. Pernah menjabat sebagai Presiden Dewan Kotapraja (1678)
yang bersidang tiga kali seminggu di Balai Kota Batavia (sekarang Museum Sejarah Jakarta),
sebelum akhirnya menduduki jabatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1681-1684).
Kediaman Speelman di Gedung No.2 sekarang difungsikan sebagai ruang pameran Museum
La Galigo, dengan item koleksi sebagai berikut (Ruang 7-10 di lantai dua, Ruang 11-12 di
lantai bawah tanah):
• Ruang 1 : Maket Benteng Ujung Pandang, benda-benda/bahan bangunan benteng, peta
lokasi benteng Kerajaan Gowa, foto-foto Gedung yang dpugar
• Ruang 2 :Lukisan prasejarah, alat batu prasejarah, koleksi arkeologi
• Ruang 3 : koleksi dari masa prasejarah, lukisan, sistem penguburan megalitik
• Ruang 4 : gudang
• Ruang 5 : koleksi numismatika dan arkeologi
• Ruang 6 : koleksi etnografi
• Ruang 7 : koleksi Kerajaan Sawitto; Kerajaan Wajo, Mandar, dan Tana Toraja; foto-foto
pahlawan nasional dan Sulawei Selatan
• Ruang 8 : koleksi Kerajaan Luwu
• Ruang 9 : koleksi Kerajaan Bone
• Ruang 10 : koleksi Kerajaan Gowa
• Ruang 11 dan Ruang 12 : keramik asing dan peta lokasi penemuan keramik asing di
Sulawesi Selatan

Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan


Kerajaan Bone

Zaman Budaya Islam


Zaman Kolonial

Kerajaan Luwu

Dapur Tradisional Sulawesi Selatan dan Peralatannya


Bentuk Wadah Kubur Di Toraja

Kitanan Perempuan
Lapi’ Patekke
Berfungsi sebagai kelengkapan alat angkutan hewan, dipergunakan sebagai
pengalas punggung kuda yang akan menahan beban angkutan hasil panen petani,
berupa padi ataupun jagung ke tempat Balla Assung.

Miniatur Balla Assung


Berfungsi sebagai tempat penyimpanan atau penampungan hasil-hasil pertanian
utamanya padi, jagung, dan lain-lain.
Lepa-lepa Batangeng
Berfungsi sebagai sarana untuk menangkap ikan juga bias digunakan sebagai alat
angkut atau transportasi antar pulau-pulau terdekat
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fort Rotterdam atau Benteng Rotterdam Makassar (Jum Pandang) adalah sebuah benteng
peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat
Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke
IX yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya
benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke XIV
Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti dengan sedimen endesit. Museum yang
pertama berdiri di Sulawesi Selatan adalah Celebes Museum pada tahun1938, didirikan oleh
Pemerintah Hindia Belanda di kota Makassar sebagai ibukotaGouvernement Celebes en
Onderhoorigheden (Pemerintahan Sulawesi dan Daerah Taklukannya). Kepala Museum
adalah Tuan Ness.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai