Anda di halaman 1dari 6

Tersedia online di: http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.

php/JKRY/index
Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4 (1), Januari 2017, 100-105

STUDI FENOMENA TENTANG PEMBENTUKAN IDEAL DIRI


TRANSGENDER DI DAERAH YOGYAKARTA
Yossy Ayu Fajarina, Mohamad Judha, Wahyu Rochdiat Murdhiono*)
Progam Studi S1 Ilmu Keperawatan & Profesi Ners, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati
Yogyakarta, Jl Raya Tajem Km 1,5 Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282

Abstrak

Masalah ideal diri pada transgender merupakan persepsi seorang transgender tentang bagaimana
seharusnya seorang transgender bertingkah laku sesuai dengan keinginan dirinya untuk menjadi
seorang wanita yang bertingkah laku feminin dengan mengubah kesehariannya dan bertingkah
seolah-olah mereka adalah wanita. Tujuan penelitian ini adalah menemukan pola pembentukan ideal
diri pada transgender di wilayah perempatan lampu merah Sagan Yogyakarta melalui eksplorasi dan
pendalaman terhadap fenomena yang terjadi pada mereka. Desain penelitian ini menggunakan studi
fenomenologi kualitatif melalui tehnik wawancara mendalam. Penelitian ini melibatkan tiga orang
transgender yang biasa bekerja di perempatan lampu merah Sagan. Hasil penelitian didapatkan
pembentukan ideal diri pada transgender terkait dengan cita-citanya waktu kecil dan dewasanya
mengalami perubahan berdasarkan keadaannya mereka saat ini. Harapan untuk berubah menjadi
laki-laki hanya didapat oleh P1 Sedangkan P2 dan P3 sudah memiliki ideal diri yang paten untuk
menjadi wanita. Berbagai upaya yang dilakukan P2 dan P3 untuk menjadi wanita dengan
menggunakan terapi hormonal dan suntik silikon. Mereka juga berkeinginan untuk operasi ganti
kelamin. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan ideal diri pada transgender disebabkan
oleh pola asuh orang tua terhadap anaknya yang memperlakukannya seperti wanita dan dukungan
dari teman sepermainan. Kesimpulan penelitian ini adalah pola asuh orang tua terhadap anaknya
dan dukungan dari teman sepermainan mempengaruhi pembentukan ideal diri sebagai seorang
transgender.

Kata Kunci: Transgender, Konsep Diri, Ideal Diri

Abstract

[Study On The Phenomenon Of Transgender Ideal Self Establishment In Yogyakarta] The issue
concerning ideal self could raise problems to people considered as transgenders. The ideal self of a
transgender is the perception of how a transgender should behave according to one’s desire which
tends to prefer female gender and this consequently would lead to changing one’s behavior on daily
basis. The purpose of this study is to determine the pattern of transgender ideal-self establishment at
Sagan intersection in Yogyakarta through exploring and obtaining deeper understanding of the
occurred phenomena. The study used qualitative phenomenological study through in-depth interview
techniques. Three transgender persons who worked in Sagan intersection, Yogyakarta were
participated as the interviewees. Results obtained are the establishment of the transgender ideal-self
were related to his ideals as a child and changed in adulthood due to the current situation where the
transgenders were. The study found one participant (P1) had a male gender preference and wished to
live as a man, while the other participants, P2 and P3, each of them already had an ideal self to
become a woman. Each of the participants (P2 and P3) made various efforts to become a woman
through hormonal therapy and silicone injections. They also had wishes for having sex change
operations. The conclusion of this study is childhood parenting and childhood playmates that inclined
to treat transgenders as females are the factors that influenced the establishment of the ideal self on
transgenders.

Keywords: Transgender, Self-Concept, Ideal Self

Info Artikel : Dikirim 26 Oktober 2016; Revisi 12 Desember 2016; Diterima 10 Januari 2017

-------------------------------------------------------------
*) Penulis Korespondensi
E-mail: dhionawesome@gmail.com

100
Copyright ©2017, Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, p-ISSN: 2088-8872; e-ISSN: 2541-2728
Tersedia online di: http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/index
Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4 (1), Januari 2017, 100-105

1. Pendahuluan transgender di Sagan karena mewakili daerah


Gangguan mental emosional merupakan suatu Yogyakarta.
keadaan yang mengindikasi individu mengalami Situasi sosial atau partisipan yang digunakan
suatu perubahan emosional yang dapat berkembang dalam penelitian ini adalah seluruh transgender yang
menjadi keadaan patologis apa lagi terus berlanjut mengamen di perempatan Sagan. penelitian ini
sehingga perlu dilakukan antisipasi agar kesehatan berjumlah tiga orang partisipan melalui wawancara
jiwa masyarakat tetap terjaga. Prevalensi gangguan mendalam. Partisipan berjumlah tiga orang.
mental emosional di Yogyakarta sebesar 11,3% Partisipan tersebut berjenis kelamin laki-laki
(Kementrian Kesehatan RI, 2009). Salah satu jenis mengaku bahwa dirinya adalah transgender dan
gangguan mental emosional yang terjadi di dalam kesehariannya menggunakan pakaian
Yogyakarta adalah fenomena transgender. perempuan, berdandan, memanjangkan rambut dan
Transgender memiliki beberapa sebutan yaitu waria dua diantaranya yaitu P2 dan P3 melakukan suntik
(wanita-pria), wadam (wanita-adam), bencong dan silikon dan mengomsumsi pil KB sedangkan P1
banci. Jumlah transgender di Kota Yogyakarta tidak hanya berdandan dan memakai baju wanita saja.
diketahui jumlahnya secara pasti. Hal ini Teknik pengambilan sampling yang digunakan
menyebabkan Pemerintah Daerah Yogyakarta adalah purposive sampling. Pengumpulan data
memandang transgender sebagai masalah sosial dan dilakukan dengan indepth interview.
bukan merupakan gangguan mental emosional Sebelum melakukan penelitian, peneliti
sehingga penanganannya kurang tepat. melakukan pendekatan kepada partisipan sehingga
Transgender adalah orang yang identitasnya terbentuk hubungan saling percaya, setelah itu
tidak cocok dengan apa yang diharapkan menurut peneliti membuat jadwal pertemuan dengan
jabatan mereka sebagai perempuan atau laki-laki partisipan. Kemudian peneliti melakukan wawancara
(Burrows, 2011). Dari keadaan tersebut, transgender berdasarkan waktu yang disepakati sebelumnya.
dapat dikatakan mengalami gangguan dalam konsep Setelah itu peneliti dan partisipan membuat
dirinya. Gangguan konsep diri pada transgender itu kesepekatan dengan menggunakan surat perjanjian.
dapat terjadi pada ideal dirinya. Hal ini disebabkan Alat pengumpulan data yang digunakan berupa garis
karena fenomena transgender saat ini masih menjadi besar pedoman pertanyaan wawancara, Voice
kontroversi di masyarakat dimana tidak semua orang recorder, dan catatan lapangan serta peneliti sendiri.
dapat menerima keadaan mereka. Ideal diri itu sendiri Setelah itu peneliti melakukan pengolahan data degan
adalah persepsi individu tentang bagaimana ia mendengarkan hasil wawancara dan membuat
seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar transkrip dan mencocokan data. Setelah yakin data
pribadi. sudah lengkap peneliti kembali lagi melakukan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan kepada wawancara dengan partisipan yang lainya, begitu
dua orang transgender di Jalan Malioboro didapatkan pula selanjutnya. Kemudian peneliti melakukan
hasil bahwa pada saat mereka masih kecil mereka koding dengan mengelompokan dari kategori
lebih sering melakukan permainan perempuan dan menjadi tema setelah itu akan dikelompokan lagi
tidak suka melakukan permainan laki-laki, kemudian menjadi sub tema yang dikelompokan berdasarkan
pada saat menginjak masa remaja mereka mulai tujuan. Setelah itu peneliti membahasan berdasarkan
berdandan seperti wanita dan memakai pakaian hasil koding yang telah diperoleh.
wanita. Sebelum menjadi transgender mereka
berharap menjadi seorang wanita dan setelah menjadi 3. Hasil Dan Pembahasan
transgender, mereka mengatakan masih berharap a. Gambaran Tentang Perasaan Awal Saat
menjadi wanita. Mengalami Perubahan Ideal Diri pada
Transgender
2. Bahan dan Metode Gangguan identitas gender
Penelitian ini menggunakan tehnik kualitatif P1: “kalau aku kemungkinan dari kecil mbak
dengan pendekatan studi fenomenologi. (dari kecil merasa sebagai wanita)....perempuan
Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang aku anggap kurasakan kaya hatiku....”
menekankan pada fokus pengalaman-pengalaman P2: “kalau aku ya mbak terus terang aja dari
subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia waktu aku kecil itu, udah memahami seoramg ee
(Asmadi, 2005). Penelitian dilaksanakan di dulukan aku ga tahu e kaya perempuan (waktu
Perempatan Sagan di daerah Yogyakarta pada Rabu kecil sudah merasa perempuan)”
22 sampai 24 Juli 2014 dengar partisipan P3: “Kalau jadi waria itu emang udah dari
transgender. Transgender yang bekerja di perempatan kecil....karena jiwa saya jiwa saya udah jiwa
Sagan tersebut terdiri dari beberapa komunitas wanita”
transgender yang ada di Yogyakarta. Lokasi tempat Kesimpulan dari pernyataan partisipan adalah
mereka bekerja sering berpindah-pindah, jadi mereka sudah merasa bahwa dirinya seorang wanita
transgender yang ada di perempatan Sagan setiap hari sejak mereka masih kecil. Mereka merasa nyaman
bisa berbeda-beda. Oleh karena itu peneliti memilih dengan menjadi seorang wanita. Saat diwawancarai
101
Copyright ©2017, Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, p-ISSN: 2088-8872; e-ISSN: 2541-2728
Tersedia online di: http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/index
Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4 (1), Januari 2017, 100-105

mereka menolak untuk dipanggil mas mereka lebih berfikir untuk melanjutkannya sehinga tanpa disadari
suka dipanggil mbak. Hal ini jelas terjadi gangguan gangguan itu berlanjut sampai masa remaja.
pada identitas dirinya. Sesui dengan teori, bahwa Lingkungan sosial dimana mereka berada juga
identitas jenis kelamin berkembang secara bertahap mempengaruhi peran gendernya. Hal ini sesui dengan
sejak bayi. Identitas jenis kelamin dimulai dengan teori bahwa konflik peran gender merupakan konsep
konsep laki-laki dan perempuan serta banyaknya yang multidimensional dan kompleks. Bagaimana
dipengaruhi oleh pandangan maupun perlakuan peran diinternalisasikan dan dialami, mulai dari anak-
masyarakat. Transgender dapat digolongkan ke anak sampai dewasa akhir, sangat kompleks, khas
dalam masalah identitas gender. Transgender adalah dan bersifat individual (Nauly, 2002).
orang yang identitasnya tidak cocok dengan apa yang
diharapkan menurut jabatan mereka sebagai Orientasi seksual
perempuan atau laki-laki (Asmadi, 2005). P1:”.... suka cowok, aku langsung, kalau ada
cowok ganteng...waktu smp...” (suka laki-laki
Pembentukan ideal diri berdasarkan kenyamanan waktu SMP)
P1: ”Perasaan aku dari cowok ke cewek aku ” ....ibaratnya seperti pacaran akhirnya seperti
merasa senang karena inilah diri aku hubungan seks, e, ternyata aku enjoy (nyaman)
sesungguhnya” ibarat melalui anal dan oral” (merasa
P2: “ya pas aku dah keperempuan kaya gini ya senangberhubungan seks dengan anal dan oral)”
aku enjoy (nyaman) aja. Kan aku dari kecil dah P3: “...saya mulai suka laki-laki sejak umur 12
keperempuanan gitu” tahun...saya suka cowok ganteng...”
P3:“....setelah berpakaian perempuan, “...saya tinggal bersama selama 10 tahun
berdandan dan memutuskan menjadi waria saya bersama suami saya...”
rasa seneng sekali....” Dalam hal ini transgender merasa tertarik,
Kesimpulan dari pernyataan ketiga partisipan menyayangi laki-laki, dan merasa nyaman melakukan
adalah pembentukan ideal diri mereka sebagai hubungan seks dengan laki-laki seperti apa yang telah
seorang wanita diwujutkan dengan perpenampilan dikatakan oleh partisipan. Hal ini sesuai dengan teori
seperti wanita. Perasaan setelah menjadi wanita, yang menyebutkan bahwa orientasi seksual mengacu
mereka senang dengan berpenampilan seperti pada pola-pola individu terhadap gairah seksual,
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Dengan romantisme, dan kasih sayang dan keinginan untuk
berpenampilan seperti wanita mereka merasa nyaman berhubungan dengan orang lain berdasarkan
dan mereka merasa menjadi diri mereka yang karakteristik gender dan jenis kelamin tersebut Edy,
sesungguhnya. Teori menjelaskan bahwa T., Priandono. (2014). Karena transgender menyukai
kenyamanan sebagai suatu keadaan telah jenis kelamin laki-laki maka transgender dapat
terpenuhinya kebutuhan kenyamanan yang dapat digolongkan sebagai homoseksual. Homoseksual
menyebabkan perasaan sejahtera pada diri sendiri adalah kertertarikan melakukan hubungan seks
(Violensia & Bangun, 2013). Kenyamanan tentang dengan sesama jenis pria dengan pria dan wanita
persepsi merupakan produk interaksi antara individu dengan wanita (Sunaryo, 2004).
dengan objek fisiknya (Wahyu, Dwi, & Yudono,
2012). Dalam hal ini objek fisik transgender adalah c. Proses/Pengalaman Dalam Mencapai Ideal Diri
sosok perempuan yang membuat dia tertarik untuk Pada Transgender
menjadi seperti obyek tersebut walaupun dia berjenis Pembatasan aktualisasi diri awal menjadi
kelamin laki-laki. transgender terkait norma
P1: “ee, kalau aku pribadi di kampung kan ga
b. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Menjadi mungkin ditonjolkan dengan cara bedakan apa
Transgender ini (awal menjadi transgender)”
Konflik peran gender P2: “dulu ma belum berani belum, dandannya
P1: “....terutama untuk waktu pekerjaan sama juga ketemen, kadang kalau mau dandan saya
bermain, cara bermain, kalau aku mesti ono curi baju kakak”
(ada) perbedaan. Aku bentuknya laki-laki, kok Kesimpulan dari pernyataan partisipan adalah,
tapi sukanya mainan perempuan...” aktualisasi diri pada transgender pada saat awal
P3: “..... Saya juga heran kok saya bisa menjadi transgender, masih menyesuaikan dengan
nyenengin lelaki bukan perempuan? Jadi saya norma-norma yang ada di masyarakat terkait dengan
ada kelainan….” idetitas gendernya saat itu, sehingga banyak
Kesimpulan dari pernyataan informan diatas hambatan dan rintangan untuk mencapai aktualisasi
adalah partisipan mengalami konflik peran pada pada dirinya baik dari dalam dirinya maupun dari
identitas gendernya, karena sebagai gender laki-laki luar.
tapi ia menyukai permainan perempuan dibanding Dalam hidupnya, banyak hambatan dan
laki-laki hal itu timbul secara tidak sadar. rintangan yang ditemui seseorang dalam mencapai
Kenyamanan yang dirasakan membuat mereka aktualisasi diri. Hambatan ini berasal dari dalam diri
102
Copyright ©2017, Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, p-ISSN: 2088-8872; e-ISSN: 2541-2728
Tersedia online di: http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/index
Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4 (1), Januari 2017, 100-105

individu sendiri, seperti ketidaktahuan akan potensi P1: “kamu mau jadi apa terserah (orang tau
diri, keraguan, dan persaan takut untuk mengatakan mau jadi apa saja terserah
mengungkapkan potensinya. Hal tersebut justru responden)”
membuat potensi diri individu terus terpendam dan Dukungan sosial keluarga dapat bersumber
tidak tergali. Berbeda dengan hambatan internal, dari keluarga internal yaitu suami/istri , ayah/ibu,
hambatan eskternal, justru berasal dari luar individu. atau dukungan dari sodara kandung dan dukungan
Contohnya adalah budaya masyarakat yang tidak keluarga eksternal. Dukungan keluarga dalam
mendukung upaya aktualisasi diri misal karena pembentukan ideal diri transgender juga dibentuk
adanya perbedaan karakter (Asmadi, 2005). dalam pemberian pola asuh orang tua terhadap
anaknya (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Dalam
Kebebasan setelah menjadi transgender di hal ini orang tua mendukung anaknya menjadi
lingkungan sosial seorang transgender sesuai dengan keinginan mereka,
P1: “......merasa bebas di jalanan......apalagi kan tanpa adanya pertentangan.
di Jogja kan sekarang ada pondok pesantren
waria (terletak bantul Yogyakarta) , akhirnya Usaha pembentukan ideal diri secara fisik
sudah mulai terbuka pikirannya ga semua waria P2: ”aku dah berani suntik susu kan
itu jahat ternyata ee (diam dua detik) waria juga (memperlihatkan payudara)”
manusia” P3: “Kalau untuk silikon pernah, kalau ini
P2:“Kalau kalau di jogja itu enak baget (menujuk hidung, pipi dan payudara) kan saya
sekarang, lurah e lurah , Rt, Rw ngakoni bentuk semuanya. Kalau pil KB saya rutin satu
(mengakui) sekarang dimana pun dia kost pasti minggu sekali”
mengakoni teruss mengakui seorang waria itu Partisipan bersusaha melakukan berbagai
posisinya seperti itu (laki-laki yang bentuknya upaya untuk menjadi seorang wanita dengan
perempuan). Bahkan aku pernah pas di mbantul melakukan cara berdandan, suntik, silikon, agar
Krapyak tu aku pernah yaitu deket pesantren itu harapan mereka seperti seorang wanita terwujudkan.
aja hati saya nyaman juga kok. E pesantren santri Pemakaian silikon pada transgender semata-mata
santri tu ga pernah mengejek saya sama sekali untuk menyempurnakan ideal dirinya sebagai wanita
pamgilnya semua mbak….” yang berkaitan dengan gambaran dirinya agar
P3: “…..saya lari ke Padang. Sampai padang menunjang penampilanya. Gambaran diri adalah sika
itukan bebas....di jogja juga enak....”(di Padang individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar
dan di Yogyakarta banyak teman seprofesi maupun tidak sadar, meliputi: performance, potensi
(transgender) tubuh, fungsi tubuh, serta perepsi dan perasaan
Dari pernyataan ketiga partisipan, mereka tentang ukuran dan bentuk tubuh (Sunaryo, 2004).
menemukan kebebasan berekspresi dimana mereka Tanda-tanda transgender atau transeksual
berada. Mereka merasa terlindungi berada di wilayah yang bisa dilacak melalui DSM antara lain adalah
dimana mereka tinggal saat ini. Hal ini membuat perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah
mereka semakin menunjukan ideal dirinya sebagai satu anatomi seksnya, berharap dapat berganti
seorang wanita khususnya di Yogyakarta karena di kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain,
Yogyakarta mereka banyak menemukan teman mengalami guncangan yang terus menerus untuk
seprofesi serta dukungan dari masyarakat. Teman sekurang-kurangnya selama dua tahun dan bukan
pergaulan merupakan pihak yang mendukung hanya ketika datang stress, dan adanya penampilan
keberadaan transgender, karena keberadaan fisik interseks atau genetik yang tidak normal
transgender bagi teman pergaulan dapat menambah (Koeswinarno, 2004). Hal ini didukung oleh
keberagaman teman. Teman seprofesi (sama-sama pernyataan partisipan sebagai berikut:
transgender) adalah pihak yang mendukung P2: “seandainya saya punya uang saya pengen
keberadaan transgender. Sesama teman profesi akan operasi ganti kelamin”
saling mendukung dan saling membantu, karena P3: “Belum operasi kelamin tapi sebenarnya
mereka menganggap bahwa mereka senasib dan dalam hati sendiri pingin (ingin)”
sepenanggungan (Kurniawan, 2014).

Pembentukan ideal diri yang berasal dari d. Ideal Diri Setelah Menjadi Transgender
dukungan sosial keluarga Cita-cita sebelum menjadi transgender dan
P1:“ee,tanda-tandanya aku, ibu kan memimpikan sesudah menjadi transgender terkait dengan
anak perempuan,sering aku waktu itu aku pekerjaan
dibelikan perempuan (dibelikan barang-barang Sebelum menjadi transgender:
perempuan)” P1: “waktu kecil cita-citanya ouw, kalau aku
P2: “kalau orang tua biasa, memang memang terus terang ee dulu punya cita-cita jadi guru”
aku cenderung keperempuan gitu (diperlakukan P3: “Dulu pernah ingin jadi dokter”
seperti wanita)”
103
Copyright ©2017, Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, p-ISSN: 2088-8872; e-ISSN: 2541-2728
Tersedia online di: http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/index
Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4 (1), Januari 2017, 100-105

Sesudah menjadi waria: tapi untuk saat ini belum bisa nanti kalau saya
P1: “kalau aku pribadi.... wira usaha lah, seperti bilang bisa nanti ga bisa. Sekarang gini lho, ini
kalau pulang kampong.....seperti ini itik, ayam, semua tetek (payudara) udah ada, pinggul udah
pokoknya seperti wira usaha yang aku suka bisa disuntik ini udah disuntik semua, saya kepengen
enjoy (menikmati)” jadi perempuan asli”
P2: “pengen buka usaha warung makan” Dua dari tiga partisipan menyatakan bahwa
P3: “keinginan dari dulu pengen buka salon lagi mereka sudah puas dengan kondisi mereka sekarang
gitu” sebagai transgender. Bahkan mereka ingin menjadi
Partisipan memiliki ideal diri yang berbeda wanita yang sempurna karena sebagian dari tubuh
sebelum dan sesudah menjadi transgender. Hal ini mereka sudah dilakukan suntik silikon untuk
disebabkan pada partisipan terjadi perubahan pada menunjang penampilannya sebagai seorang wanita.
performa peran mereka yang saat ini menjadi Seperti apa yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa
transgender sehingga harapan atau cita-cita mereka tidak menutup kemungkinan mereka bisa jadi
saat ini disesuaikan dengan standar yang ada dalam menjadi transeksual yang merubah bentuk organ
dirinya saat ini. Ideal diri itu sendiri adalah persepsi reproduksi mereka menjadi jenis kelamin yang
individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah berlawanan. Transeksual adalah individu yang secara
laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat genetik dan anatomi adalah pria atau wanita, tetapi
berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan mengekspresikan dirinya dengan keyakinan yang
atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang kuat bahwa ia memiliki keyakinan jenis kelamin yang
ingin dicapai (Stuart, 2007). berlawanan dan berusaha merubah jenis kelaminnya
secara legal melalui pengobatan hormonal atau
Harapan tentang pasangan hidup pembedahan (Stuart, 2007).
P1: “kriteria memilih seorang laki-laki kalau aku Berbeda dengan satu partisipan lainnya yang
pribadi bukan karena wajah ya..... bisa menutupi mengatakan ingin kembali normal sebelum menjadi
kekosonganku..... karena aku pernah dikecewakan transgender, seperti kutipan berikut:
laki-laki untuk berumah tangga aku bener- bener P1:” kita juga manusia, perlu pertobatan tapi
memilih he’em karna apa, harus tahu tingkah dalam arti pelan-pelan.... kalau sekarang kan ini
lakunya....” kan harus pelan pelan mbak,kadang mulai
P3: “Pengen punya suami lagi......yang lebih baik dandan kalau dirumah itu ga usah dandan .....
dari dia (pasangan yang sebelumnya)” kemungkinan aku bisa berubah….”
Partisipan ingin memiliki pasangan hidup Harapan partisipan 1 untuk berubah menjadi
yang lebih baik dari laki-laki yang menjadi pasangan normal karena didasarkan pada faktor
hidup dari sebelumnya yang dapat melengkapi perkembangannya, saat ini partisipan 1 menginjak
kekosongan didalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan usia 33 tahun. Di umur ini adalah tahap fase dewasa
teori tentang pemilihan pasangan yang dilakukan awal dimana pada fase ini individu melanjutkan
oleh individu, biasanya didasar dengan memilih calon membangun hidupnya dan dan berfokus pada karir
yang dapat melengkapi apa yang dibutuhkan dari dan keluarga.
individu tersebut dan berdasarkan suatu pemikiran
bahwa seorang individu akan memilih pasangan yang 4. Kesimpulan
dapat melengkapi kebutuhan yang diperlukan. a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menjadi
Memilih pasangan, berarti memilih seseorang yang Transgender
diharapkan dapat menjadi teman hidup, seseorang Dari kecil partisipan sudah merasa sebagai
yang dapat menjadi rekan untuk menjadi orang tua seorang wanita sehingga terjadi gangguan pada
dari anak–anak kelak (DeGenova, 2008). Hanya saja, identitas gendernya. Hal ini semakin berlanjut yang
pada partisipan yang mereka maksud pasangan hidup menyebabkan terjadinya konflik peran gendernya
adalah sesama laki-laki karena orientasi seksual sebagai laki-laki. Partisipan mulai menyadari
mereka yang mengarah ke homoseksual. kelainan tersebut karena sebagai laki-laki partisipan
menyukai permainan perempuan dan bermain dengan
Harapan identitas diri sebagai transgender perempuan. Partisipan juga menyukai laki-laki. Hal
P2: “maunya ya yang sempurna seperti ini dilakukan secara tidak sadar dan terus berlanjut
perempuan ga pengen berubah ga ada hingga masa remaja sehingga mereka mulai
pikiran......pokonya itu sampai mati pun aku ga menikmatinya dan mereka mengalami gangguan
biasa.....Ga ada, sama sekali bahkan aku tiap orientasi seksual. Partisipan menyukai laki-laki dan
hari ga ada pemikiran seperti itu (tidak ada melakukan hubungan intim dengan laki-laki.
pemikiran untuk berubah menjadi laki-laki).
Pemikiran saya, saya saya seperti ini dan kalau b. Pengalaman dalam Mencapai Ideal Diri sebagai
bisa saya jadi seperti perempuan beneran” Transgender
P3: “Kalau saya udah mantap gini ga bisa Banyak hambatan yang dialami oleh
berubah.....Kalau suatu saat kan ga ngerti ya, partisipan untuk menunjukkan dirinya sebagai
104
Copyright ©2017, Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, p-ISSN: 2088-8872; e-ISSN: 2541-2728
Tersedia online di: http://nursingjurnal.respati.ac.id/index.php/JKRY/index
Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, 4 (1), Januari 2017, 100-105

transgender. Mereka awalnya dibatasi oleh norma


yang ada di masyarakat sehingga aktualisasi diri 5. Daftar Pustaka
partisipan terbatasi. Partisipan harus menaati norma Asmadi. (2005). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
yang berlaku dimasyarakat karena bila melanggar EGC
mereka akan mendapatkan hukuman atau sanksi. Burrows, G. (2011). "Lesbian, gay, bisexual and
Selain itu norma agama dan peraturan pemerintah transgender health Part 2: gender identity",
juga membatasi aktualisasi diri mereka sehingga Practice Nurse, vol. 41, no. 4, pp. 22-25.
ideal diri mereka juga terhambat. Tetapi karena DeGenova, M.K. (2008). Intemate relationships,
keinginannya yang kuat untuk menjadi partisipan marriages, and families. (7th ed). United
akhirnya mereka pelan-pelan mulai memberanikan States of America: McGraw-Hill
diri menunjukkan identitas dirinya yang Edy, T., Priandono. (2014). Komunikasi Dalam
sesungguhnya. keberagaman. Bandung: Departemen Ilmu
Sebelum mereka menunjukkan jati dirinya ke komunikasi FPIPS UPI
masyarakat terlebih dahulu partisipan mendapatkan Friedman, M. M, Bowden, O & Jones, M. (2010).
dukungan dari keluarga partisipan. Partisipan Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta:
menyatakan bahwa orang tua mempengaruhinya EGC
dalam pembentukan ideal dirinya berupa dukungan Kementrian Kesehatan RI. (2009). Riset Kesehatan
secara sosial keluarga, yaitu membiarkan partisipan Dasar tahun 2008. Jakarta: Kemenkes RI
bertingkah seperti perempuan dan mendukung Koeswinarno. (2004). Hidup Sebagai Waria. LkiS
partisipan secara emosional. Selain itu, berdasarkan Yogyakarta
pernyataan partisipan teman atau sahabat mendukung Kurniawan, A. (2014). Relasi Waria Dalam
keputusan partisipan untuk menjadi seorang Masyarakat. Mahasiswa Fishum Ilmu
transgender. Komunikasi U.I.N Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
c. Gambaran Tentang Perasaan Awal Saat http://edukasi.kompasiana.com/2014/01/04/r
Mengalami Perubahan Ideal Diri pada elasi-waria-dalam-masyarakat-625140.html
Transgender Kompasiana di akses pada tanggal 23
Pembentukan ideal diri partisipan sebagai Agustus 2012
seorang wanita diwujudkan dengan berpenampilan Nauly, M. (2002). Konflik Peran Gender pada Pria :
seperti wanita. Setelah menjadi wanita, mereka Teori dan Pendekatan Empirik. Fakultas
senang dengan terlihat sebagai seorang perempuan Kedokteran Program Studi Psikologi
dibandingkan dengan sebagai laki-laki. Dengan Universitas Sumatera Utara. Jurnal. Pdf.
berdandan seperti wanita mereka merasa nyaman dan Diakses pada tangaal 8 agustus 2014
mereka merasa menjadi diri yang sesungguhnya. Stuart, G.W. (2007). Principles and practice of
psychiatric nursing. Eight edition. St. Louis:
d. Ideal Diri Setelah Menjadi Transgender Mosby Year Book
Cita-cita mereka dapat berubah-ubah berjalan Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk
dengan perjalanan hidup seseorang biasanya cita-cita Keperawatan.Jakarta: EGC
waktu kecil tidak selalu sama dengan cita-cita saat Violensia, E., & Bangun. (2013). Pengaruh Warna
dewasa, hal ini disebabkan pada partisipan terjadi Ruang Kerja Terhadap Kenyamana Dosen.
perubahan pada performa peran mereka yang saat ini Departeman Psikologi Industri dan
menjadi transgender sehingga harapan atau cita-cita Organisasi Fakultas Psikologi USU. Jurnal.
mereka saat ini disesuaikan dengan standar yang ada Pdf. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2014
dalam dirinya saat ini. Wahyu, Y., Dwi, & Yudono. (2012). Persepsi
Selain mempunyai cita-cita, partisipan juga Mahasiswa Terhadap atrubut kenyamanan
ingin memiliki pasangan hidup yang lebih baik dari Pada seting Tangga Dalam Hall. Fakultas
laki-laki yang menjadi pasangan hidup dari Ilmu Ekonomi. Universitas Wijaya Kusuma
sebelumnya yang dapat melengkapi kekosongan di Purwokerto. Jurnal. Pdf. Diakses pada
dalam hidupnya walaupun partisipan pernah tanggal 8 Agustus 2014
mengalami kegagalan.

105
Copyright ©2017, Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, p-ISSN: 2088-8872; e-ISSN: 2541-2728

Anda mungkin juga menyukai