Anda di halaman 1dari 6

Metode Mengendalikan Emisi

SO2Pada Gas Buang Boiler


BY ONNY APRIYAHANDA ·

Sulfur secara alami melakukan siklus yang melibatkan tumbuhan dan hewan.
Sebagian besar sulfur tersebar di atmosfer dalam bentuk hidrogen sulfida (H 2S)
yang dihasilkan dari proses pembusukan makhluk hidup. Gas tersebut perlahan
teroksidasi membentuk SO2. Pada kondisi atmosfer, SO2 yang sangat reaktif akan
secara alamiah berasimilasi kembali ke lingkungan. Hal tersebut sangat berbeda
dengan gas SO2 hasil dari proses pembakaran bahan bakar fosil (batubara) yang
jumlahnya terlalu banyak, sehingga kondisi alamiah lingkungan alam pun tidak
dapat me-recycle-nya kembali ke alam sekitar.

Siklus Alamiah Sulfur

Bahan bakar fosil dengan kandungan alami sulfur paling banyak adalah batubara.
Kandungannya dapat mencapai 10% maksimal tergantung dari kualitas batubara
tersebut. Semakin tinggi kualitas batubara, maka kandungan sulfur di dalamnya
semakin sedikit.

Penggunaan batubara sebagai bahan bakar utama pada boiler tidak akan pernah
lepas dari permasalahan emisi SO2. Sekalipun yang digunakan adalah batubara
dengan kualitas terbaik (kandungan sulfur rendah), emisi sulfur dioksida pasti akan
terbentuk. Kita ambil contoh jika batubara yang digunakan pada sebuah boiler
PLTU 640MW memiliki kandungan sulfur 5%, dan PLTU ini akan membutuhkan
batubara sebanyak 260 ton per jamnya pada beban penuh. Maka dapat kita hitung
dengan mudah, emisi sulfur dioksida yang terbuang tiap jam dapat mencapai 13
ton. Tentu jumlah ini sungguh luar biasa besarnya, dan akan sangat berbahaya jika
SO2 dengan jumlah tersebut dibuang begitu saja ke udara tanpa ada sebuah
perlakuan khusus agar lebih ramah lingkungan.
Untuk mengendalikan emisi gas buang SO2 yang dihasilkan oleh boiler ada tiga
macam teknik, teknik pre-combustion, teknik modifikasicombustion, dan post-
combustion. Untuk teknik yang pertama yakni modifikasi pre-combustion, adalah
dengan jalan memodifikasi bahan bakar yang digunakan oleh boiler. Mengganti
bahan bakar boiler dengan gas alam misalnya, akan mengurangi emisi SO2 sampai
dengan 0%. Atau bisa juga diganti dengan solar (High Speed Diesel) sehingga
dapat meminimalisir kandungan SO2 meskipun tidak sampai 0%. Kandungan sulfur
yang rendah pada solar dan gas alam memang menjadi keuntungan di sini, namun
karena sifat kedua bahan bakar tersebut yang volatil (mudah menguap) dan
ketersediaannya yang terbatas membuat teknik ini menjadi tidak efisien.
Mengganti bahan bakar boiler dari batubara menjadi solar atau gas alam,
membutuhkan perhatian khusus dalam pengadaan sarana penyimpanan bahan
bakar, saluran pendistribusiannya, peralatan proses pembakaran (burner), termasuk
desain boiler dan keselamatannya. Sehingga teknik ini akan membutuhkan biaya
yang cukup besar.
Teknik yang kedua adalah dengan memodifikasi proses pembakaran yang terjadi.
Salah satunya adalah dengan menggunakan sistemFluidized Bed Combustion,
sistem ini mencampurkan udara dengan gas buang dan mengarahkan campuran
tersebut ke material penyerap sulfur seperti limestone dan dolomite. Sistem ini
dapat menyerap sulfur hingga 95% dari keseluruhan polutan sulfur yang dihasilkan
dari proses pembakaran batubara.
Fluidized Bed Combustion System
Teknik terakhir untuk mengendalikan emisi sulfur dioksida adalah dengan
memodifikasi sistem setelah proses pembakaran. Setelah proses pembakaran, maka
berbagai jenis emisi yang telah saya jelaskan pada artikel sebelumnya telah
terbentuk. Sehingga sistem kontrol emisi yang digunakan pada jenis ini berfungsi
untuk menyerap polutan-polutan berbahaya yang dihasilkan oleh proses
pembakaran batubara. Berikut adalah sistem-sistem tersebut:
Flue Gas Desulphurization
Ada dua tipe Flue Gas Desulphurization yang umum digunakan pada berbagai
jenis boiler, yaitu tipe basah (Wet Flue Gas Desulphurization) dan tipe kering (Dry
Flue Gas Desulphurization). Untuk yang tipe basah, FGD menggunakan bahan
baku air laut sebagai media penyerap emisi sulfur. Flue gas yang keluar dari boiler,
dialirkan ke sistem Flue Gas Desulphurisation (FGD) dan disemprot dengan
menggunakan air laut sehingga terjadi reaksi kimia berikut:
SO2 + H2O → H+ + HSO3-
Proses selanjutnya adalah proses oksidasi. Dengan menggunakanoksidation air
blower, udara dari atmosfer dimasukkan ke dalam tangki larutan campuran antara
air laut dengan hasil dari reaksi kimia sebelumnya. Pada fase ini terjadi reaksi
kimia berikut:
HSO3- + ½O2 → HSO4-
Dan pada akhir proses, terjadi reaksi kimia secara alami di naturalisation basin,
yaitu:

HSO4- + HCO3- → SO42+ + H2O + CO2


Dan seperti yang Anda lihat hasil reaksi kimia di atas merupakan zat-zat yang
menjadi penyusun alami air laut. Dan menurut hasil penelitian, penambahan zat-zat
tersebut ke dalam air laut masih tidak berpengaruh terhadap keseimbangan air laut.
Flue Gas Desulphurization Tipe Basah
Pada Flue Gas Desulphurization tipe kering, udara flue gas dimasukkan ke dalam
sistem dan disemprot dengan zat kimia absorber sulfur. Zat kimia absorber yang
digunakan bukan air laut, melainkan bahan-bahan kimia seperti CaCO3 (limestone)
dengan reaksi kimia absorbsi berikut:
CaCO3 (solid) + SO2 (gas) → CaSO3 (solid) + CO2 (gas)
Selain menggunakan CaCO3 juga dapat digunakan Ca(OH)2 dan
Mg(OH)2 (magnesium hidroksida). Materi absorbsi tersebut dikabutkan oleh
sebuah bagian bernama ratary atomizer sehingga didapatkan ukuran partikel yang
cukup kecil untuk mengoptimalkan proses penyerapan SO2.
Flue Gas Desulphurization Tipe Kering
Sistem CSNOx
Sistem CSNOx merupakan sebuah sistem terbaru yang telah dikembangkan dan
dipatenkan oleh Ecospec Global Technology, sebuah perusahaan riset dan
teknologi yang berkantor pusat di Singapura. Sistem ini diklaim sebagai sebuah
sistem pengendali emisi pertama di dunia yang mampu menyerap tiga sekaligus
emisi gas buang yakni karbon dioksida (CO2), Sulfur dioksida (SO2, dan sekaligus
NOx. Bukan hanya itu kelebihan CSNOX, sistem ini mampu menyerap polutan-
polutan tersebut dengan jumlah yang melebihi FGD. Dalam uji cobanya yang
dipasangkan ke dalam sebuah kapal tanker Alframax pada bulan Februari 2010,
CSNOx mampu menyerap 99% SO2, 77% CO2, dan 66% untuk NOx.
Sistem Kerja CSNOx

Prinsip kerja utama dari CSNOx adalah penggunaan gelombang frekuensi ultra
rendah / Ultra Low Frequency (ULF) yang dipancarkan ke air sebagai media
kerjanya. Air tersebut selanjutnya direaksikan dengan gas buang boiler untuk
menyerap SO2, CO2, dan NOx. CSNOx memiliki komponen-komponen utama
sebagai berikut:
1. Bio Fouling Control, berfungsi untuk mengendalikan organisme-organisme air
(laut) pada air sehingga tidak mengganggu proses selanjutnya.
2. SOx Absorption Enhancer, komponen untuk mengoptimalkan proses
penyerapan polutan sulfur oleh air.
3. pH Exciter, berfungsi untuk mengontrol pH air sebelum proses penyerapan
polutan.
4. Ultra Low Frequency Electrode, berfungsi memancarkan gelombang ultra
rendah pada air.
5. Mineral Scale Control, berfungsi untuk mencegah pembentukan kerak pada
pipa-pipa.
6. CO2 dan NOx Reducer, berfungsi untuk mengoptimalkan proses penyerapan
CO2 dan NOx.
7. Discharge Mixing Tank, berfungsi untuk penampung air hasil proses
penyerapan sebelum dikembalikan ke laut.

Anda mungkin juga menyukai