Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia pada umumnya menginginkan hidup sehat untuk
dirinya dan seluruh anggota kelurganya. Namun, dalam kenyataannya
beberapa penyakit yang di derita seseorang karena keturunan dari orang
tuanya, sehingga sejak lahir telah mengidap suatu penyakit. Penyakit
keturunan itu sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik
yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya, salah satu penyakit keturunan
yang disebabkan dari orangtua kepada anaknya adalah Hemofilia.

Hemofilia merupakan gangguan pembekuan darah, sehingga jika


penderita mengalami pendarahan akan sulit untuk diberhentikan. Seperti
halnya dengan penyakit keturunan lain, Hemofilia diturunkan dari gen X,
yang artinya diturunkan dari ibu (sebagai carrier) kepada anak laki-lakinya
sejak dilahirkan walau demikian 30% penderita Hemofilia tidak memiliki
riwayat keluarga melainkan kemungkinan terjadi mutasi genetik spontan pada
penderita, penyakit Hemofilia ini sendiri dapat digolongkan menjadi dua jenis
yaitu, Hemofilia A dan Hemofilia B, dimana pada penderita Hemofilia A
dikenal dengan Hemofilia klasik terjadi kekurangan faktor pembekuan darah
FVIII, sedagkan pada Hemofiia B dikenal dengan Christmas Disease terjadi
karena kekurangan faktor pembekuan darah FIX.

Hemofilia A dan B dapat digolongkan dalam 3 kategori, yaitu


hemofilia golongan berat, sedang, dan ringan. Dalam hemofilia golongan
berat ini memiliki faktor pembekuan darah F VIII/F IX hanya 1% atau kurang
dengan kondisi kepemilikan faktor dibawah 1% atau kurang dengan kondisi
kepemilikan dibawah 1% ini penderita memiliki gejala seperti sering lebam-
lebam, bengkak, atau nyeri sendi akibat trauma ringan, dan juga bisa terjadi
karena sebab yang jelas, kurang lebih 2-4 kali / bulan serta pendarahan yang
sulit berhenti akibat operasi kecil. Pada penderita hemofilia golongan sedang
memiliki 1-5% faktor pembekuan darah dengan kondisi kepemilikan faktor F
VIII / F1X 1-5% ini penderita memiliki gejala sering lebam-lebam, bengkak,
atau nyeri sendi akibat trauma atau benturan ringan, dan juga bisa terjadi
tanpa sebab yang jelas kurang lebih 1 kali sebulan serta pendarahan yang sulit
berhenti karena operasi kecil dan pada penderita hemofilia dengan golongan
ringan memiliki 5-40% faktor pembekuan darah, dimana pada penderita
dengan golongan ini terjadi pendarahan karena operasi kecil seperti sunat atau
cabut gigi.

Hemofilia dipilih dalam penelitian ini karena sejauh ini Hemofilia


dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun jika
mendapatkan penanganan yang baik dan dikelola dengan baik secara normal
selain mengenai pengelolaan yang baik dan benar, baik pasien maupun
keluarganya pentinganya mendapatkan pengetahuan yang mendalam agar
benar-benar memahami mengenai Hemofilia, karena penderita tidak hanya
membutuhkan pengobatan secara rutin namun juga membutuhkan dukungan
baik materil maupun moril dari keluarga dan lingkungan sekitar agar memiliki
kepercayaan diri dan semngat untuk tetap sehat.

Namun seringkali pemahaman dan kesadaran masyarakat mengenal


Hemofilia masih sangat rendah atau terbatas sehingga seringkali terjadi
keterlambatan diagnosis. Hal ini dapat terlihat hingga pada tahun 2015 di
Indonesia baru terdiagnosis sekitar 1.025 penderita dari jumlah penderita yang
di prediksi sekitar 25.000 jiwa di Indonesia.

Sejuah ini, penyakit Hemofilia belum ditemukan obat yang dapat


menyembuhkan, sehingga seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa
Hemofilia tidak dapat disembuhkan, hanya saja dapat dikelola dengan baik.
Hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh penderita Hemofilia
adalah beristirahat yang cukup dan menghindari kegiatan fisik yang
mengandung resiko besar. Namun, jika terjadi pembengkakan atau
pendarahan pada pendrita Hemofilia hal pertama yang harus dilakukan adalah
RICE (rest, ice, compression, elevation).
Penanganan pertama jika tidak efektif, penderita Hemofilia dapat
melakukan terapi dari Hemofilia yaitu dengan mengganti faktor pembekuan
darah yang kurang melalui intravena. Faktor pembekuan darah ini dapat
diperoleh dari beberapa produk seperti darah segar, Cryopresipitar, konsentrat
faktor pembekuan (FVIII / FIX)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit Hemofilia?
2. Apa klasifikasi penyakit Hemofilia ?
3. Apa etiologi dari penyakit Hemofilia?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit Hemofilia?
5. Bagaimana manifestasi klinis penyakit Hemofilia ?
6. Apa saja komplikasi penyakit Hemofilia ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit Hemofilia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Hemofilia?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Hemofilia?

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberi tahu
kepada pembaca khususnya bagi kalangan perawat agar mengetahui apa
itu hemofilia dan apa saja asuhan keperawatan pasien dengan hemofilia.
2. Tujuan khusus
Secara khusus dalam menyusun makalah ini adalah penulis bertujuan
untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah sistem imun & hematologi yang
telah diberikan oleh dosen pembimbing serta mahasiswa dapat mampu :
a. Mengetahui definisi hemophilia
b. Mengetahui klasifikasi hemofilia
c. Mengetahui etiologi hemofilia
d. Mengetahui patofisiologi hemofilia
e. Mengetahui manifestasi klinis hemofilia
f. Mengetahui komplikasi hemofilia
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang hemofilia
h. Mengetahui penatalaksanaan hemophilia
i. Mengetahui asuhan keperawatan hemophilia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan factor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada
kromosom X (Xh).Meskipun Hemofilia merupakan penyakit herediter, tetapi
sekitar 20-30 % pasien tidak memilki riwayat keluarga dengan gangguan
pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan
endogen maupun eksogen (IlmuPenyakitDalam, 2009).
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada
kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi
sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan
pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat lingkungan
endogen maupun eksogen (Aru et al, 2010).
Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh
defisiensi herediter dari factor darah esensial untuk koagulasi (Pedoman klinik
keperawatan pediatric, 2004).
Hemofilia merupakan gangguan pendarahan turun-temurun yang
disebabkan oleh defisiensi factor penggumpal usus (Nursing The Series For
Clinical Excellence, 2011).
Jadi, hemofilia adalah penyakit koagulasi darah yang bersifat herediter
diturunkan oleh gen resesif X-Linked dari pihak ibu, biasanya hanya terdapat
pada anak laki-laki dan wanita carrier akibat kekurangan faktor pembekuan
darah.
B. Klasifikasi pada Hemofilia
Menurut Hadayani (2009) hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai
berikut.
1. Hemofilia A; dikarakteristikkan oleh defisiensi F VIII, bentuk paling
umum yang ditemukan, terutama pada pria.
2. Hemofilia B; dikarakteristikkan oleh defesiensi F IX yang terutama
ditemukan pada pria.
3. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikkam oleh defek pada perlekatan
trombosit dan defesiensi F VIII dapat terjadi pada pria dan wanita.
Hemofilia juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIIIC)
dapat karena sintesis menurun atau pembekuan F VIIIC dangan struktur
abnormal.
2. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX .
F VIII diperlukan dalam pembentukkan tenase complex yang akan
mengaktifkan F X. defisiensi F VIII menganggu jalur intrinsic sehingga
menyebabkan berkurangnya pembentukkan fibrin. Akibatnya terjadilah
gangguan koagulasi. Hemofilia diturunkan secara sex-linked recessive.
Lebih dari 30% kasus hemofilia tidak disertai riwayat keluarga, mutasi
timbul secara spontan (I Made Bakta, 2006).
Hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam 2 bentuk:
hemofiia A, defisiensi faktor koagulasi VIII, dan hemofilia B, defisiensi
faktor koagulasi IX. Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah gen mutan dekat
telomer lengan panjang kromosom X (Xq), tetapi pada lokus yang berbeda,
dan ditandai oleh pendarahan intramuskular dan subkutis; perdarahan mulut,
gusi, bibir, dan lidah; hematuria; serta hemartrosis.
1. Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait –X
yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut juga
hemofilia klasik
2. Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X
yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Disebut juga
chrismast disease. Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi faktor
koagulasi IX, tendensi perdarahan menurun setelah pubertas.
3. Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan
faktor koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi
Aohkenazi dan ditandai dengan episode berulang perdarahan dan memar
ringan, menoragia, perdarahan pascabedah yang hebat dan lama, dan masa
rekalsifikasi dan tromboplastin parsial yang memanjang. Disebut juga
plasma tromboplastin antecedent deficiency. PTA deficiency, dan
Rosenthal syndrome. (Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E.
2002).
Derajat penyakit pada hemofilia :
1. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat
dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-
kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
2. Sedang: 1% – 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang
lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat.
Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti
olahraga yang berlebihan.
3. Ringan : 6 % – 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan
mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut
gigi, atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily Lynn. 2009).
C. Etiologi
Hemofilia dapat disebabkan defesiensi pembekuan darah (VIII, IX dan
XI). Menurut Adele Pillitteri, Hemofili dapat dibedakan menjadi :
1. Hemofilia A
Yaitu hemofilia yang disebabkan oleh defisiensi faktor VIII (Faktor
antihemofilik)
2. Hemofilia B (penyakit natal christmas)
Yaitu hemofilia akibat kekurangan / defektivitas faktor IX (PCT
= Plasma Tromboplastin Antecedent)
3. Hemofilia C
Yaitu suatu gangguan pembekuan, umumnya diturunkan sebagai sifat resesif
autosom akibat defisiensi faktor XI.
D. Patofisiologi
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan
pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah,
adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi
bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi
antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan
penyembuhan pembuluh darah.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial.
Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit.
Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain
trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan
menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut.
Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan mengubah
permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan
menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan
distabilkan oleh faktor XIII.
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff
pada tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan
jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki
beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji
koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu
penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit
berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses
perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka
dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan
darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat
proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan
F9. Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28,
sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis
mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi
yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang
berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga
anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada
sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya
riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian
E. ManifestasiKlinis
1. Umum
a. Sering terjadi perdarahan yang abnormal
b. Kebiruan pada kulit
c. Perdarahan setelah operasi
d. Hematuri spontan
e. Perdarahan gastrointestinal
f. Perdarahan intracranial
g. Jangkauan pergerakan sendi (ROM) yang terbatas
h. Sendi nyeri dan bengkak
2. .Masa Bayi
a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
b. Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang ( saat berumur 3 – 4
bulan )
c. Hematoma besar setelah infeksi
d. Perdarahan dari mukosa oral
e. Perdarahan jaringan lunak
3. Episode Perdarahan
a. Gejala awal nyeri
b. Setelah nyeri bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
4. Sekuela Jangka – Panjang
a. Pendarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan
b. fibrosis otot.
F. Komplikasi
Menurut Cecily L. Betz komplikasihemofiliadalah :
1. Artropatiprogresif, melumpuhkan
2. Kontrakturotot
3. Paralis
4. Perdarahanintrakranial
5. HT ( Hipertensi )
6. Kerusakanginjal
7. Splenomegali
8. Hepatitis
9. HIV ( karenaterpajanprodukdarah yang terkontaminasi )
10. Anemihemolitik
11. Trombosis/ tromboembolisme
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial
Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan
APPT memanjang, memberi kesan adanya defisiensi (kurang dari 25%)
dari aktivitas satu atau lebih factor koagulasi plasma (F XII, F XI, F IX, F
VIII)
2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan
perdarahan yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan
assay kuantitatif terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnose.
3. Uji skrining koagulasi darah :
a. Jumlah trombosit
b. Masa protombin
c. Masa tromboplastin parsial
d. Masa pembekuan thrombin
e. Assay fungsional factor VIII dan IX
H. Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis
akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat,
hindari analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara
komprehensif dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan
pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik
fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic
atritis hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas,
penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta
edukasi.
2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan
Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,
kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak
factor pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk
mengatasi episode perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada
factor yang kurang.
3. Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A
ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu
aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia
(Aru et al, 2010)
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak
dan sendi
(Aru et al, 2010)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata Klien
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya memiliki 1
kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi pembawa sifat saja
(carrier)
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari keluhan utama.
3. RiwayatPenyakitDahulu
Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya
Serta apakah klien mempunyai penyakit menular atau menurun seperti
Dermatitis, Hipertensi, TBC.
4. Riwayat Penyakit Keluraga
Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki atau carrier
Pada wanita.
5. Kaji Tingkat PertumbuhanAnak
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati dengan sempurna.
6. ADL (Activity Daily Life)
1) Pola Nutrisi
Anoreksia, menghindari anak tidak terlewati dengan sempurna
2) Pola Eliminasi
Hematuria, feseshitam
3) Pola personal hygiene
Kurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatandini.
4) Pola aktivitas
Kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam beraktivitas
5) Pola istirahat tidur terganggu arena nyeri
Kebutuhan untuk tidur terganggu karena nyeri.
B. DiagnosaKeperawatan
1. Resiko tinggi kekurangan volum cairan berhubungan mekanisme
pembekuan
darah yang tidak normal.
2. Nyeri berhubungan dengan sendi dan keterbatasan sendi sekunder akibat
Hemartosis
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan
tentang
Penyakit
C. Intervensi
a. Resiko tinggi kekurangan volum cairan berhubungan dengan mekanisme
pembekuan darah yang tidak normal.

Kriteria Hasil : perdarahan anak terkendali

Intervesi :

Intervensi Rasional
1. Observasi semua bayi laki-laki 1. Pada genitalia terdapat banyak
dengan cermat setelah pembuluh darah
sirkumsasi 2. Penurunan sirkulasi darah dapat
2. Awasi tanda-tanda vital terjadi peningkatan kehilangan
3. Instruksikan dan pantau anak cairan mengakibatkan hipotensi
berkaitan dengan perawatan dan takikardi
gigi yaitu menggunakan sikat 3. Sikat gigi berbulu keras dapat
gigi berbulu anak menyebabkan perdarahan
4. Kolaborasi pemberian produk mukosa mulut
plasma sesuai indikasi 4. Pemberian plasma untuk
mempertahankan homeostatis
b. Nyeri berhubungan dengan sendi dan keterbatasan sendi sekunder akibat
Hemartosis
Kriteria Hasil: menyatakan nyeri reda / terkontrol
Intervesi :

Intervensi Rasional
1. Kaji derajat nyeri 1. Perdarahan jaringan lunak dan
2. Dorong klien untuk secara hati hemoragi pada sendi dapat
hati memposisikan bagian tubuh menekan saraf
menekan sakit 2. Menekan rasa nyeri
3. Kompres es pada sendi yang sakit 3. Kompres es dapat menyebabkan
4. Kolaborasi pemberian analgesik vasokontraksi
(hindari aspirin) 4. Aspirin dapat mengganggu pH
darah dan dapat ketidakcukupan
mudah terjadi
c. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan
tentang
Penyakit
Kriteria Hasil : mencegah terjadinya cidera dan perdarahan

Intervesi :

Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan yang aman 1. Anak yang aktif memiliki risiko
seperti menyingkirkan benda- cidera yang tinggi apabila tidak
benda tajam, memberikan diawasi
bantalan pada sisi keranjang bayi 2. Kontak fisik dapat menyebabkan
untuk yang tidak aktif perdarahan
2. Tekankan bahwa kontak fisik 3. Tekanan ini meminimalkan
dilarang perdarahan
3. Berikan tekanan setelah injeksi / 4. Untuk mengurangi risiko cidera
fungsi vena
4. Anjurkan orang tua untuk
memberikan pengawasan pada
saat bermain
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang
paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten.
Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F
IX), dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen
tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif
terkait-X,
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu
penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit
berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses
perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka
dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan
darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat
proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia
adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan,
pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta
keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga
kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2009).
Menurut Handayani (2009), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi
manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria
spontan dan perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS
akibat transfusi darah.

28
Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini mencakup
yang berikut :
1. Resiko tinggi kekurangan volum cairan berhubungan mekanisme
pembekuan
darah yang tidak normal.
2. Nyeri berhubungan dengan sendi dan keterbatasan sendi sekunder akibat
Hemartosis
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahua
tentang penyakit
B. Saran
Hemofilia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat di cegah maka
untuk penderita hemophilia kami sarankaan agar tetap sabar dan berusaha
untuk pengobatan rutin. Dan berusahasa agar menjaga kesehatan dan
mencegah dampak dari hemofilia.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A. Aziz ( 2006 ). Pengantar ilmu keperawatan Anak. Salemba
Medika. Jakarta
Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing

Betz, Cecily L.. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Carpenito, Linda Juall (2001). Diagnosa Keperaatan. EGC. Jakarta

Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

I Made Bakta. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Ngastiyah (1997).Perawata Anak Sakit. EGC. Jakarta

Pilliterry, Adele (2002). Perawat Kesehatan Ibu dan Anak.EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai