Anda di halaman 1dari 35

FASILITAS PEJALAN KAKI

I. PENDAHULUAN

- Di negara-negara sedang berkembang perhatian terhadap pejalan kaki masih


tergolong rendah., terlihat beberapa permasalahan yang muncul, yaitu: jumlah
kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki cukup tinggiserta kurangnya
penyediaan fasilitas bagi pejalan kaki.
- Di Indonesia sendiri pejalan kaki diatur oleh UU No. 14 tahun 1992 tentang
angkutan dan lalulintas jalan raya pada pasal 26 ayat 1,2.
Ayat 1 : pejalan kaki wajib benjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada
temp at penyeberangan yang telah disediakan bagi pejalan kaki.
Ayat 2 : Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 1 diatur lebih lanjut dengan
Peratu ran Pemerintah.
- Aktifitas pejalan kaki merupakan salah satu komponen dalam menganalisis
kapasitas jalan terutama pada daerah perkotaan.
- Fungsi fasilitas pejalan kaki ditinjau dari :
a. pejalan kaki, untuk memberi kesempatan bagi lalu lintas orang
sehingga dapat berpapasan pada masing—masing arah atau
menyiap dengan rasa aman dan nyaman
b. lalul intas, untuk menghindani bercampurnya atau
terjadinya konflik antara pejalan kaki dengan
kendaraan

2. KARAKTERISTIK PEJALAN KAKI


- Pengertian pejalan kaki menurut Keputusan Dirjen perhubungan darat No: SK
43/AJ 007/DRJd/97, yaitu:
orang yang melakukan aktifitas berjalan kaki dan merupakan salah satu unsur
pengguna jalan.
- Pejalan kaki sering dikelompokkan menjadi : kelompok anak-anak/dewasa/tua,
pergi ke sekolah/kampus/ pasar, bermain di jalan dan lain-lain.
- Beberapa karakteristik pejalan kaki , adalah
a. Kecepatan pejalan kaki (m/detik)
b. Aliran pejalan kaki (orang/menit) : jumlah pejalan kaki yang melintasi
suatu titik per satuan waktu.
c. Aliran per satuan lebar (orang/menit/meter) rata-rata
rata aliran
n pejal
pejalan kaki
per satuan lebar efektif jalur jalan.
d. Kepadatan pejalan kaki (orang/m2)
(orang/m : jumlah rata-rata
rata pejalan kaki per
satuan luas di dalam jalur berjalan kaki per satuan luas di dalam jalur
berjalan kaki per satuan luas di dalam jalur berjalan kaki atau d
daerah
antrian.
e. Ruangan pejalan kaki (m2/orang) : luas rata-rata
rata rata yang tersedia untuk
setiap pejalan kaki.
- Kiasifikasi ruang kota untuk berbagai pergerakan dapat dilihat pada bagan
berikut:
3. FASILITAS PEJALAN KAKI
3.1. Tipe-tipe fasilitas
- Menurut Keputusan Dirjen Perhubungan darat No: SK 43/AJ 007/DRJD/97,
fasilitas pejalan kaki terdiri atas:
a trotoar, zebra cross, jembatan penyeberangan
dan terowongan penyeberangan.
- Menurut Asian Development Bank (1996) jenis fasilitas pejalan kaki adalah:
a. Fasiiitas pada samping jalan: footway, footpath shoulder dan pedestrian
precincts
b. Fasilitas pada penyeberangan
peny jalan : pedestrian
strian refuge islands, median
jalan, zebra crossing
sing, traffic signal controlled pedestrian crossing (pelican
crossing), raised pedestrian crossing, grade separated pedestrian crossing
dan roundabout.
c. Fasilitas lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu visibility, lighting dan
guardrails

3.2. Lokasi yang membutuhkan


mbutuhkan fasilitas pejalan kaki
a. Daerah - daerah perkotaan secara
s umum dengan jumlah penduduk tinggi
b. Jalan-jalan
jalan dengan rute angkutan umum yang tetap
c. Daerah-daerah
daerah yang memil
memiliki
iki aktifitas kontinyu yang tinggi, misal : pasar,
pertokoan
d. Lokasi-lokasi
lokasi yang memiliki permintaan tinggi dengan periode yang pendek,
misal : stasiun KA, terminal bis, sekolah/kampus, Rumah Sakit, lapangan
olah raga. Lokasi yang mempunyai
me permintaan yang tinggi untuk hari-hari
tertentu, misal lapangan/gelanggang
lapangan/gel olah raga dan masjid

3.3. Kriteria pernilihan fasilitas


a. Kriteria
ia desain jalur pejalan kaki menurut Asian Development bank:
Tabel 2.1. Kriteria Desain Jalur Pejalan Kaki
b. Tingkat pelayanan jalur pejalan kaki (HCM1994)
Tabel 2.2. Tingkat Pelayanan Jalur Pejalan Kaki

c. Standar trotoar berdasarkan KM 65 tahun 1993


c. Kriteria penetapan jenis fasilitas penyeberangan
Disamping hubungan PV2 dinyatakan sebagai indikasi awal perlunya penyediaan
fasilitas penyeberangan perlu dipertimbangkan juga beberapa hal, antara lain :
a. Headway antara kendaraan
b. Frekuensi kecelakaan yang terjadi di lokasi tersebut
c. Kapasitas jalan
d. Lebar jalan.
e. Peruntukkan jalan
f. Pemanfaaatan lahan di sepanjang jalan
g. Jarak jalan pejalan kaki rata-rata (walking distance)

4. KESELAMATAN PEJALAN KAKI


- Berdasarkan data di Zimbabwe, banyak pejalan kaki meninggal pada
saat menyeberang jalan dan berjalan di sisi jalan
- Keselamatan pejalan kaki tidak lepas dan pengaruh tidak idealnya
kondisi jalan.
- Perlindungan terbaik bagi pejalan kaki adalah dengan menyediakan jalur
pejalan kaki (footway) yang terpisah dengan badan jalan dan tidak boleh
digunakan sebagai area parkir.
- Beberapa upaya penanganan keselamatan pejalan kaki:
a. Tersedia fasilitas pejalan kaki yang bebas gangguan
b. pengaturan pada penyeberangan jalan
c. penyediaan jembatan penyeberangan lebih banyak
d. penyediaan pagar di tepi jalan untuk mencegah pejalan kaki
menyeberang semaunya
e. pencegahan kecepatan kendaraan yang tinggi
f. penyediaan rambu-rambu lalu lintas
g. patroli sekolah pada fasilitas penyeberangan anak-anak sekolah
h. pengurangan kecepatan di zona lindungan anak-anak
i. pemasangan penerangan jalan di waktu malam
7. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa
Komponen (Bina Marga, 1987) SKBI 2326 – 1987
7.1 Lalu Lintas
a. Jumlah jalur rencana dan koefisien distribusi kendaraan dapat dilihat pada
Tabel 9 dan 10 (Daftar I dan II).
b. Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)
ditentukan menurut rumus berikut:
beban sumbu tunggal (Kg)
E sumbu tunggal = ( )4
8160
beban sumbu tunggal (Kg)
E sumbu tunggal = 0,086 . ( )4
8160

Angka Ekivalen (E) sumbu kendaraan dapat dilihat pada Tabel 11 (Daftar III)
Tabel 9
Daftar I. Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan (L) Jumlah Jalur (n)
L 5,50 m 1 jalur
5,50 L < 8,25 m 2 jalur
8,25 L < 11,25 m 3 jalur
11,25 L < 15,00 m 4 jalur
15,00 L < 18,75 m 5 jalur
18,75 L < 22,00 m 6 jalur

Tabel 10 Daftar II. Koefisien Distribusi Kendaraan (C)


Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **)
Jumlah Jalur
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 jalur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 jalur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 jalur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 jalur -- 0,30 -- 0,45
5 jalur -- 0,22 -- 0,425
6 jalur -- 0,20 -- 0,40
Tabel 11 Daftar III. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Angka Ekivalen (E)
Kg Lbs Sumbu tunggal Sumbu ganda
1.000 2205 0,0002 --
2.000 4409 0,0036 0,0003
3.000 6614 0,0183 0,0016
4.000 8818 0,0577 0,0050
5.000 11023 0,1410 0,0121
6.000 13228 0,2923 0,0251
7.000 15432 0,5415 0,0466
8.000 17637 0,9238 0,0794
8.160 18000 1,0000 0,0860
9.000 19841 1,4798 0,1273
10.000 22046 2,2555 0,1940
11.000 24251 3,3022 0,2840
12.000 26455 4,6770 0,4022
13.000 28660 6,4419 0,5540
14.000 30864 8,6647 0,7452
15.000 33069 11,4184 0,9820
16.000 35276 14,7815 1,2712

c. LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana, yang dihitung
untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan
dengan median.

d. Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah merupakan jumlah lintasan ekivalen


sumbu gandar kendaraan, yang dirumuskan berikut:

( )× UR / 10
trailer
LHR × C × E × 1 + (1 + i )
UR
LER = 0,5

dengan:
LHR : Lalulintas harian rata-rata
C : Koefisien distribusi kendaraan
i : faktor pertumbuhan
UR : umur rencana
UR/10 : faktor penyesuaian
7.2 Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi,
seperti pada (Gambar 1). Harga CBR di sini adalah harga CBR lapangan atau CBR
laboratorium.

7.3 Faktor Regional


Faktor Regional hanya
hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan
tikungan), prosentase kendaraan berat dan iklim (curah hujan) disajikan pada Tabel
12 (Daftar IV).
Gambar 1. Korelasi CBR dengan DDT
Tabel 12
Daftar IV. Faktor Regional (R)
Kelalaian I Kelalaian II Kelalaian III
(< 6%) (6 – 10%) (> 12%)
% Kendaraan Berat % Kendaraan Berat % Kendaraan Berat
30% > 30% 30% > 30% 30% > 30%
Iklim I
0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
< 900 mm/th
Iklum II
1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
> 900 mm/th

7.4 Indeks Permukaan (IP)


Suatu angka yang menyatakan tingkat kerataan/kehalusan serta kekokohan
permukaan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat.
IP = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalulintas kendaraan
IP = 1,5 : tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak putus)
IP = 2,0 : tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap
IP = 2,5 : permukaan jalan masih cukup stabil dan baik
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen
rencana, disajikan pada Tabel 13 (Daftar V)
Tabel 13
Daftar V. Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana (IP)
LER = Lintas Klasifikasi Jalan
Ekivalen Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5

LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal. Sedangkan
indeks permukaan awal umur rencana (IPo) dapat dilihat pada Tabel 14 (Daftar VI)
Tabel 14
Daftar VI. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo)

7.5 Koefisien Kekuatan Relatif (a)


Masing-masing
masing bahan, koefisien kekuatan relatif (a) sebagai lapis
permukaan, lapis pondasi, lapis pondasi bawah disajikan pada Tabel 15 (Daftar
VII).
Tabel 15
Daftar VII. Koefisien Kekuatan Relatif
Daftar VIII
Batas-batas
batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

7.6 Indeks Tebal Perkerasan (ITP)


Tebal perkerasan dicari dengan bantuan nomogram. Indeks tebal
perkerasan (ITP) diperoleh dengan menghubungkan DDT dan LER, kemudian ITP
dihubungkan dengan faktor regional akan diperoleh Indeks Tebal Perkerasan
Rencana. Tebal perkerasan masing-masing lapis dihitung dengan menggunakan
persamaan:
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
dengan:
a1, a2, a3 : koefisien kekuatan relatif bahan lapis perkerasan (Daftar VII)
D1, D2, D3 : tebal masing-masing lapis permukaan (cm)
Angka 1, 2, dan 3 masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis
pondasi bawah.

CONTOH PERHITUNGAN
Data yang Diperlukan
Jalan yang direncanakan adalah jalan Kabupaten dan merupakan jalan baru
a. Data tanah:
CBR Rencana : 5%
LL = 40, PI = 25
55% passing # 200
Sifat tanah silt clay material
b. Data lingkungan:
Kelandaian jalan 8%, curah hujan 800 mm/tahun
c. Data lalulintas:
LHR tahun 1995 (tahun pertama) = 500 kendaraan per hari
Komposisi kendaraan terdiri dari:
50% mobil penumpang,
30% bus 8 ton dan
20% truk dua sumbu 12,4 ton,
Dianggap konstan selama masa pelayanan
Pertumbuhan lalulintas 3,2%/tahun, dianggap konstan
Umur rencana jalan ditetapkan 5 tahun.
d. Bahan jalan:
1) Lapis permukaan : pelabuhan (lapis pelindung), lapen mekanis, laston
2) Lapis pondasi atas : batu pecah klas C CBR 60%
3) Lapis pondasi bawah : sirtu/pitrun (klas C CBR 30%)
tanah lempung kepasiran (CBR 20%)
e. Data tambahan:
Pertumbuhan lalulintas selama pembangunan jalan dianggap sama dengan
pertumbuhan lalulintas selama umur rencana = 3,2%
Jalan dibuka pemakaiannya tahun 1996
Lebar perkerasan direncanakan 4,5 m

PENYELESAIAN
1. Cara Group Indeks
Dihitung dulu nilai GI sebagai berikut:
GI = 0,2.a + 0,005.a.c + 0,01.b.d
a = 55 – 35 = 20 b = 55 – 15 = 40
c = 40 – 40 = 0 d = 25 – 10 = 15

GI = 0,2. 20 + 0,005. 20.0 + 0,01.40.15 = 10


Dapat pula nilai GI diperoleh dari Grafik, diperoleh GI = 4 + 6 = 10
Jalan dibuka pada 1996, maka volume lalulintas dapat dihitung:
LHR (1996) = LHR (1995) x (1 + i)
= 500 x (1 + 0,032)
= 516 kendaraan/hari
Berdasarkan Gambar 3, termasuk heavy traffic dan untuk menentukan tebal
perkerasan digunakan kurva D.
Dengan menggunakan kurva D diperoleh total tebal perkerasan = 50 cm.

2. Cara CBR
Volume kendaraan diubah dalam satuan mobil penumpang (SMP) yang
bertekanan gandar > 2 ton, dengan angka korelasi sebagai berikut:

Faktor korelasi dengan


Jenis Kendaraan
mobil penumpang, > 2 ton
Mobil penumpang 1,00
Pick-up barang 0,96
Bis 1,87
Truk ringan 1,27
Truk sedang 2,40
Truk berat 2,82
Sedan/jeep 1,23
Menghitung volume lalulintas sebagai berikut:
Volume lalulintas tahun pertama (1996) = 516 kendaraan/hari
Mobil penupang = 50% x 1,00 x 516 = 258 SMP/hari
Bus 8 ton = 30% x 1,87 x 516 = 290 SMP/hari
Truk 12,4 ton = 20% x 2,40 x 516 = 248 SMP/hari
Volume kendaraan dalam SMP/hari ( > 2 ton) = 798 SMP/hari
Dengan pertolongan grafik pada Gambar 4 diperoleh kelas lalulintas E (LHR = 450
– 1500)
Mengingat lebar perkerasan hanya 4,5 m, sehingga setiap jalur perkerasan
dianggap mendukung beban lalulintas yang sama dengan jalur lainnya, dengan
kata lain lalulintas 798 kendaraan (SMP)/ hari hanya diperhitungkan untuk satu
jalur.
Dari grafik Gambar 4, mulai dari titik CBR = 5% ditarik garis ke bawah sehingga
memotong kurva E, selanjutnya ditarik garis mendatar dari titik potong ini ke kiri
sehingga memotong garis vertikal di sebelah kiri, dan terbaca tebal perkerasan
total (LP + LPA + LPB) yaitu sebesar 42,5 cm.
Cara tersebut diulangi lagi untuk titik CBR 30%, maka dari grafik diperoleh tebal
(LP + LPA) = 15 cm.
Persyaratan tebal minimum lapis permukaan = 5 cm, maka tebal untuk:
- Lapis pondasi atas = (LP + LPA) – LP
= 15 – 5 = 10 cm
- Lapis pondasi bawah = (LP + LPA + LPB) – (LP + LPA)
= 42,5 – 15 = 27,5 cm
Digambarkan sebagai berikut:

3. Cara Perencanaan Perkerasan untuk Jalan-jalan Kabupaten (Bina Marga, 1987)


Volume lalulintas tidak dinyatakan dalam LHR, tetapi yang sangat mempengaruhi
perencanaan tebal perkerasan adalah KSST yaitu Komulatif Standar Sumbu
Tunggal dari kendaraan.
Persamaan untuk menghitung KSST:
KSST = N x Angka Ekivalen
dengan:
N : volume lalulintas selama umur rencana
: jumlah lalulintas yang ditampung selama umur rencana
: UR x 365 x 0,5 (LHRo + LHR5)
LHRo : LHR tahun 1992 (saat dioperasikan jalan)
: 516 kendaraan/hari
LHR5 : LHRO (1+i)5 = 604 kendaraan/hari
N : 5 x 365 x 0,5 (516 + 604) = 1.022.000 kendaraan
Komposisi kendaraan:
Mobil penumpang = 50% x 1.022.000 = 511.000 kendaraan
Bus 8 ton = 30% x 1.022.000 = 306.000 kendaraan
Truk 12,4 ton = 20% x 1.022.000 = 204.000 kendaraan
dengan memperhitungkan angka ekuivalen seperti yang telah ditentukan pada
uraian sebelumnya
Mobil penumpang = 0,0004
Bus 8 ton = 0,1593
Truk 12,4 ton = 1,0148
Maka KSST dapat dihitung sebagai berikut:
KSST Mobil penumpang = 511.000 x 0,0004 = 204,4
KSST Bus 8 ton = 306.000 x 0.1593 = 48.745,8
KSST Truk 12,4 ton = 204.000 x 1,0148 = 207.019,2
Tampak bahwa KSST mobil penumpang sangat kecil jika dibandingkan KSST
kendaraan yang lain maka dalam perhitungan perencanaan boleh diabaikan, maka
KSST total = 255.765
Mengingat lebar jalur perkerasan hanya 4,5 m sehingga setiap jalur/arah akan
sering dilewati oleh sejumlah kendaraan tersebut, maka KSST sebesar 255.765
hanya diperhitungkan untuk satu jalur/arah saja.
Dari Tabel 5, untuk KSST = 255.765 termasuk jalan Kelas III.B1 (200.000 < KSST
< 500.000).
Daya dukung tanah dasar 5% dianggap termasuk kondisi sedang, maka
berdasarkan Tabel 2 diperoleh tebal perkerasan sebagai berikut:
Lapis permukaan = 5 cm
Lapis pondasi atas = 15 cm
Lapis pondasi bawah = 19 cm
Total tebal perkerasan = 39 cm

4. Metode Analisa Komponen (Bina Marga, 1987)


LHR pada tahun 1996 (awal umur rencana), dihitung dengan rumus LHR92.(1+i)n
Mobil penumpang = 50% x 500.(1+0,032)1 = 258,0 kend/hr
Bus 8 ton = 30% x 500.(1+0,032)1 = 154,8 kend/hr
Truk 12,4 ton = 20% x 500.(1+0,032)1 = 103,2 kend/hr
LHR pada tahun ke-5, dihitung dengan rumus LHR96.(1+i)5, dan diperoleh:
Mobil penumpang = 302,0 kendaraan/hr
Bus 8 ton = 181,2 kendaraan/hr
Truk 12,4 ton = 120,8 kendaraan/hr
Menghitung angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan sebagai berikut (Daftar
III):
Mobil penumpang = 0,0002 + 0,0002 = 0,0004
Bus 8 ton = 0,0183 + 0,1410 = 0,1593
Truk 12,4 ton = 0,0845 + 0,9238 = 1,0083

Menghitung LEP (Lintas Ekivalen Permulaan):


Dari Daftar I dan II didapatkan bahwa jumlah jalur yang direncanakan adalah 1 jalur
dan faktor distribusi kendaraan (C) adalah 0,50, sehingga LEP dihitung sebagai
berikut:
LEP Mobil penumpang = 0,50 x 258,0 x 0,0004 = 0,0516
LEP Bus 8 ton = 0,50 x 154,8 x 0,1593 = 12,3298
LEP Truk 12,4 ton = 0,50 x 103,2 x 1,0083 = 52,0283
LEP Total = 64,4097

Menghitung LEA (Lintas Ekivalen Akhir):


LEA Mobil penumpang = 0,50 x 302,0 x 0,0004 = 0,0604
LEA Bus 8 ton = 0,50 x 181,2 x 0,1593 = 14,4325
LEA Truk 12,4 ton = 0,50 x 120,8 x 1,0083 = 60,9013
LEA Total = 75,3942

Menghitung LET (Lintas Ekivalen Tengah):


LET5 = 0,50 x (LEA + LEP)
= 0,50 x (64,4097 + 75,3942) = 69,9020

Menghitung LER (Lintas Ekivalen Rencana):


LER = LET5 x UR/10
= 69,9020 x 510 = 34,9510
Menghitung ITP (Indeks Tebal Perkerasan):
CBR tanah dasar = 5%, dari Gambar 1 diperoleh
DDT = 4,75
LER = 34,9510
maka: IP = 1,5 (Daftar V)
FR = 1,0 (Daftar IV)
Untuk mencari ITP rencana dengan menggunakan Nomogram 5, dan diperoleh ITP
rencana = 5,4 (pada IPO = 3,9 – 3,5)
Menetapkan Tebal Perkerasan
a. Koefisien kekuatan relatif pada Daftar VII:
a1; Pelaburan = 0,00; Lapen manual = 0,19
a2; Batu pecah (CBR 30%) = 0,11
a3; Tanah kepasiran (CBR 20%) = 0,10
b. UR = 5 tahun
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
Mencari batas tiap tebal dengan Daftar VIII dengan ITP = 5,4 diperoleh:
Pelaburan = 0 cm
Lapen manual = 5 cm
Batu pecah (CBR 30%) = 15, karena lapis pondasi kepasiran
Tanah kepasiran (CBR 20%) = 10 cm

Jika pelaburan sebagai lapis penutup, maka susunan perkerasan:


ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
5,4 = (0,00 x 0) + (0,11 x D2) + (0,10 x 10)
Diperoleh : D2 = 40 cm
D1 = 0 cm (dianggap tidak punya tebal), dan
D3 = 10 cm
Tebal total lapis perkerasan = D1 + D2 + D3 = 50 cm

Jika Lapen manual sebagai lapis permukaan, maka susunan perkerasan:


ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
5,4 = (0,19 x 5) + (0,11 x 15) + (0,10 x D3)
diperoleh: D3 = 28 cm
D1 = 5 cm
D2 = 15 cm
Tebal total lapis perkerasan = D1 + D2 + D3 = 48 cm

Anda mungkin juga menyukai