Anda di halaman 1dari 7

ORANG KRISTEN HARUS BIJAK

April 26, 2016Karakter Kristen, Uncategorized


“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” Mazmur 90:12
Suatu hari, seorang pemburu pergi ke hutan. Dia membawa busur dan tombak sebagai alat untuk memburu
binatang buruannya. Dia menunggu sasarannya sambil berkhayal membawa seekor rusa ketika pulang nanti.
Tidak lama menunggu, seekor kelelawar besar yang kesiangan hinggap di sebuah pohon, tepat di depannya,
tetapi ia mengabaikannya. Tidak lama kemudian, seekor babi lewat dan berhenti di sampingnya. Pemburu itu pun
menggerutu berharap babi itu segera pergi.

Setelah agak lama pemburu menunggu, tiba-tiba terdengar langkah kaki binatang. Ia pun mulai siaga. Ternyata
hanya seekor kijang lewat di dekatnya. Ia pun membiarkan kijang tersebut lewat begitu saja. Setelah sore, rusa
yang ditunggu pun lewat. Rusa itu sempat berhenti di depan pemburu, tetapi sang pemburu sedang tertidur.
Ketika rusa itu hampir menginjaknya, ia kaget. Spontan, ia berteriak, “Rusa!” Akibatnya, rusa pun kaget dan lari
sebelum ia menombaknya. Alhasil, ia pulang tanpa membawa apa-apa.
Banyak orang mempunyai idealisme terlalu besar atau tinggi untuk memperoleh apa yang diinginkannya.
Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewatkan begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di
dalamnya ia memperoleh sesuatu berharga. Tidak jarang orang-orang seperti itu akhirnya tidak mendapatkan
apa-apa.

Hidup ini adalah pilihan. Kita harus belajar berpikir bijak sebelum mengambil keputusan atas sebuah pilihan
hidup. Orang bijak mampu melihat sesuatu yang berharga dalam setiap kesempatan yang ada. Ya,
kebijaksanaan mampu membawa seseorang pada level yang lebih tinggi dalam kehidupan ini, tetapi tidak banyak
orang yang memiliki hati untuk mengejar dan mendapatkan kebijaksanaan. Banyak orang lebih mengejar
keberhasilan, kedudukan yang tinggi, pintarm terkenal, kaya raya, dan pencapaian-pencapaian duniawi lainnya
yang menurut dirinya dan banyak orang hal itu adalah “wow”.

Namun, coba perhatikan peringatan firman Tuhan ini, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi
kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Mat. 16:26). Tuhan
menghendaki setiap kita memiliki hati yang bijaksana, menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana. Kebijaksanaan
tidak selalu berkaitan dengan kecerdasan atau kepintaran seseorang. Banyak orang yang cerdas dan memiliki iq
tinggi hidup secara tidak bijaksana. Firman Tuhan memperingatkan kita semua, “Janganlah engkau
menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan;” (Ams. 3:7).

Takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan adalah cara untuk kita bisa memiliki kebijaksanaan. Untuk bisa
menjadi orang yang bijaksana, tiada jalan lain selain harus melekat kepada Tuhan, menyediakan banyak waktu
untuk bersekutu dengan-Nya dan merenungkan firman-Nya. Semakin kita menyukai Taurat Tuhan semakin kita
dibentuk menjadi pribadi yang bijaksana. Inilah yang dirasakan Daud sehingga ia pun berseru, “Betapa kucintai
Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-
musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab
peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang
titah-titah-Mu.” (Mzm. 119:97-100). Karena itu, Musa pun berdoa, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami
sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.”
Membaca banyak buku ilmu pengetahuan apa pun sangat bagus karena membuat wawasan kita bertambah.
Namun, jangan pernah lupa membaca dan merenungkan firman Tuhan setiap hari. Bangsa Israel beroleh
teguran keras dari Tuhan karena mereka melupakan ajaranNya, “…hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana?”
(Ul. 32:6). Jangan sampai teguan ini sampai kepada kita.

Langkah awal menjadi orang Kristen yang bijak adalah mencintai firman Tuhan dan merenungkan itu siang dan
malam. Marilah kita mencitai Taurat Tuhan, membaca firman-Nya setiap hari, sehingga kita memiliki
kebijksanaan. Kebijaksanaan akan membawa hidup kita naik pada level kehidupan yang lebih tinggi. Tuhan
memberkati.
Hikmat dari Tuhan melebihi segalanya
“ Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya
melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas.” Amsal 3:13-14

Menurut pendapat umum, orang yang mampu menyelesaikan studinya pada tingkat tinggi akan dianggap sebagai
orang berhikmat, contoh: orang yang menyelesaikan studi sampai SMA dianggap memiliki hikmat lebih rendah
dari seorang sarjana (S1), sedangkan yang berijazah S1 masih kalah hikmatnya dari lulusan master (S2), dan
seterusnya. Itu menurut pemikiran kita ! Dalam hal pengetahuan dan juga kecerdasan intelektual memang
mereka memiliki tingkat yang berbeda, tetapi orang yang lulus sekolah belum tentu mempunyai 'hikmat' seperti
yang dimaksudkan dalam Alkitab. Kata hikmat yang dimaksud dalam ayat di atas adalah wahyu dari Tuhan.
Perihal hikmat ini tidak pernah terpikirkan oleh orang dunia. Bagi mereka, kecerdasan dan keahlian (skill) sudah
lebih dari cukup.

Hikmat (wahyu) hanya dapat kita peroleh apabila kita memiliki hati yang takut akan Tuhan; artinya ketika kita taat
melakukan segala kehendak Tuhan, hikmat itu akan diberikan kepada kita. Oleh karenanya kita harus berusaha
mendapatkan hikmat itu. Bagaimana caranya ? “...jikalau engkau menerima perkataanku dan menyimpan
perintahku di dalam hatimu, jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar
harta terpendam, maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan Tuhan dan mendapat
pengenalan akan Allah. Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulutNya datang pengetahuan dan
kepandaian.” ( Amsal 2:1,4-6 ).

Sebagai orang percaya, di dalam hidup kita ada Roh Kudus yang adalah sumber hikmat itu. Tetapi apabila kita
hidup dalam kedagingan, hawa nafsu dan tidak mau tunduk kepada kehendak Tuhan, kita telah memadamkan
Roh Kudus yang ada di dalam diri kita. Akibatnya hikmat tidak kita dapatkan, padahal Roh Kuduslah yang
memberikan hikmat itu kepada kita. Sebaliknya, jika hidup kita dipenuhi Roh Kudus, kita akan mengerti apa
kehendak dan isi hati Tuhan.

Yang utama adalah mengandalkan hikmat dari Tuhan, kemudian barulah ditunjang oleh kepandaian dan skill kita
Adakah cara untuk menjadi lebih bijaksana?

Apakah kebijaksanaan itu? Dan dapatkah anda mempelajarinya?

Kebijaksanaan adalah sesuatu yang sulit untuk didefinisikan namun kita dapat mengetahuinya saat kita
melihatnya. Orang yang bijak tetap tenang di dalam sebuah krisis.

Mereka dapat mundur dan melihat gambaran lebih besar. Mereka lebih tenggang rasa dan dapat merefleksi diri.
Mereka menyadari keterbatasan pengetahun mereka sendiri, mempertimbangkan perspektif alternatif, dan
mengingat bahwa dunia selalu berubah.
 Foto-foto keren tentang membaca buku di seluruh dunia
 Kenapa orang menjadi lebih bodoh jika berada dalam kelompok
 Apa yang bisa diajarkan To Kill a Mockingbird kepada orang tua?
Kebijaksanaan tidak boleh disalahartikan dengan kepintaran. Meski kepintaran membantu, Anda dapat menjadi
pintar tanpa menjadi bijaksana. Orang yang bijak menoleransi ketidakpastian dan tetap optimistis bahwa
permasalahan yang rumit pun memiliki solusi. Mereka dapat menilai mana yang benar. Daftarnya panjang.
Orang yang bijak mentoleransi ketidakpastian dan tetap optimis bahwa permasalahan yang rumit pun
memiliki solusi

Jadi bagaimana Anda menjadi lebih bijaksana? Para ahli psikologi telah mempelajari kebijaksaan selama beberap
dekade, dan mereka memiliki berita baik untuk kita. Kita dapat membuat semua usaha untuk menjadi lebih
bijaksana dan kita mungkin dapat berhasil.

Alasan mengapa kita mungkin ingin mengikuti saran mereka terlepas keuntungan yang jelas bahwa dengan
mendapatkan kebijaksanaan kita dapat membuat keputusan yang baik.

Berpikir bijak diasosiasikan dengan banyak hal positif: kepuasan hidup yang lebih tinggi, perasaan negatif yang
lebih sedikit, hubungan yang lebih baik dan perenungan yang lebih tidak depresif, menurut Igor Grossman dari
Universitas Waterloo di Kanada. Dia dan kolega-koleganya bahwa menemukan bukti bahwa orang yang paling
bijaksana dapat hidup lebih lama.

Orang yang lebih bijaksana, biasanya tingkat kesejahteraan mereka semakin tinggi, khususnya saat mereka
semakin tua. Kepintaran tidak membuat perbedaan terhadap kesejahteraan, mungkin karena level IQ tidak
mencerminkan kemampuan seseorang untuk menjalin hubungan baik atau membuat keputusan dalam hidup
sehari-hari.
jak dan tidak bijak dalam skenario berbeda.

Grossman yakin bahwa kebijaksanaan tidak hanya sekedar sifat stabil yang dapat anda miliki atau tidak. Jika
benar, maka ini adalah kabar baik. Ini berarti setidaknya terkadang kita dapat menjadi bijak.

Ingat apa yang terjadi kemarin. Situasi apa yang paling menantang yang Anda hadapi? Dan bagaimana Anda
bisa tahu apa yang harus dilakukan? Grossman menanyakan ini kepada para partisipan dalam penelitian
terbarunya.

Orang-orang menulis terlambat datang ke rapat karena macet atau berargumen dengan anggota keluarga atau
kolega. Para peneliti memeriksa gaya alasan mereka untuk menilai kebijaksanaan mereka. Apakah mereka
menyadari ilmu mereka terbatas? Apakah mereka melihat hal yang positif dia hal yang tampak seperti situasi
negatif? Dia menemukan bahwa sebagian orang tampak bijaksana di satu situasi, namun tidak di situasi lain.
Kita semua kemungkinan dapat memiliki sebagian aspek kebijaksanaan. Namun tidak selalu - Igor
Grossman

Jadi mengapa ada perbedaan dalam situasi yang berbeda? Orang-orang menjadi lebih bijak saat berada dengan
teman-temannya. Itu membuat mereka lebih dapat melihat gambaran besar suatu masalah, berpikir dengan
perspektif lain dan menyadari keterbatasan pengetahuan mereka.

Ketika orang-orang sendiri mereka seakan terlibat terlalu dalam dalam sebuah situasi sehingga mereka tidak
dapat berpikir tentang alternatif.

Ini berarti kebijaksanaan dapat menjadi lebih lazim dari yang kita pikir. "Kita semua kemungkinan dapat memiliki
sebagian aspek kebijaksanaan. Namun tidak selalu", kata Grossman.

Sebagian orang masih menunjukkan lebih banyak kebijaksanaan dibanding orang lain dan sebagian lebih konyol,
namun tidak dalam setiap situasi. Ini memberikan harapan. Jika kita bisa menjadi bijak dari waktu ke waktu,
mungkin kita dapat belajar menjadi bijak lebih sering.

Dan penemuan bahwa pertimbangan semakin baik seiring dengan usia menyiratkan bahwa kita dapat menjadi
lebih baik.
dari ahli psikologi
Pertanyaannya adalah bagaimana melakukannya. Menurut ahli psikologi dari Universitas Cornell, Robert
Sternberg, kebijaksanaan adalah tentang keseimbangan.

Seorang yang bijak dapat menyelesaikan sebuah tes keseimbangan mental - menyeimbangkan jangka pendek
dengan jangka panjang, kepentingan diri sendiri dengan kepentingan orang lain, sementara mempertimbangkan
semua pilihan - beradaptasi dengan situasi terkini, berusaha membentuknya atau mencari situasi baru.

Mengikuti model Sternberg, apa yang kamu perlu lakukan adalah mengingat untuk menyusun semua kepentingan
yang berbeda dalam sebuah dilema, baik di jangka pendek dan jangka panjang dan untuk memperhatikan
lingkungan yang berubah dan bagaimana itu dapat terbentuk.
Berbicara tentang diri anda dalam orang ketiga dapat membantu

Dalam sebuah aliran kebijaksanaan, Grossman telah bereksperimen dengan strategi yang berbeda-beda dalam
laboratorium. Orang-orang diajarkan untuk mengambil perspektif yang berbeda dengan membayangkan mereka
berada dalam posisi lebih tinggi untuk melihat apa yang terjadi di bawah yang sedang berlangsung.

Ide ini adalah untuk memberi jarak antara anda dengan sebuah kejadian. Bahkan berbicara tentang diri anda
dalam orang ketiga dapat membantu. Jadi ketika saya mengalami sebuah dilema, saya seharusnya bertanya, apa
yang seharusnya Claudia lakukan?

Terkadang kita dapat mengambil satu langkah lebih jauh dari sekedar berbicara dalam orang ketiga dan benar-
benar menanyakan ke orang lain apa yang mereka pikir kita seharusnya lakukan. Kita sering lebih bijak jika
menyangkut kehidupan orang lain dibanding kita sendiri.

Salah satu penelitian favorit saya tentang persepsi tepat waktu melibatkan kekeliruan perencanaan, kesalahan
yang banyak dari kita buat saat kita pikir kita dapat menyelesaikan sebuah pekerjaan lebih cepat dari yang
sebenarnya.

Meski sangat menarik untuk mendekor ulang ruang tamu anda dalam sehari atau menyelesaikan sebuah proyek
pekerjaan dalam sebuah sore, kita sering kecewa ketika kita gagal. Kita cenderung berpikir bahwa di masa depan
kita akan memiliki lebih banyak waktu karena kita akan menjadi versi yang lebih terorganisir dari diri kita.
Sayangnya mungkin kita tidak akan menjadi seperti itu.
Hak atas fotoGETTY IMAGESImage captionMeski kita buruk dalam menilai kerangka waktu kita sendiri, kita lebih
baik memecahkan punya orang lain.

Namun meski kita buruk dalam menilai kerangka waktu kita sendiri, kita lebih baik memecahkan punya orang lain.
Dalam sebuah penelitian, para murid diminta untuk memperkirakan kapan mereka akan menyelesaikan sebuah
tugas dan kapan orang lain akan menyelesaikan punya mereka.

Mereka jauh lebih baik menerka perkiraan waktu orang lain, karena mereka mempertimbangkan interupsi yang
tidak dapat terprediksi seperti mendapat flu atau pulang ke rumah dan menemukan busa mesin cuci sudah
sampai ke dapur. Namun kalau menyangkut diri kita sendiri, optimisme alami kita seakan menghentikan kita
memperhitungkan masalah-masalah potensial.

Jadi bisakah Anda menjadi bijak? Ya, namun ada banyak faktor untuk diingat. Anda harus memperhitungkan
orang-orang yang memiliki tujuan, prioritas dan respon berbeda-beda dan diri Anda sendiri, baik dalam jangka
pendek dan jangka panjang.

Jika Anda dapat mempertimbangkan itu semua, Anda mungkin menunjukkan kebijaksanaan. Namun
kompleksitas seharusnya tidak menghentikan kita dari mencoba. Seperti apa yang dikatakan Grossman kepada
saya, "Bukan berarti Anda mendadak menjadi Buddha berikutnya, namun anda menjadi sedikit lebih bijaksana."

Hidup Bijaksana

Efesus 5:15
Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti
orang arif.

Bacaan Alkitab setahun: Mazmur 91; Filipi 4; Mazmur 111, 113

Banyak orang yang menjalani hidup dengan apa adanya, sampai tiba-tiba semuanya menghilang tanpa jejak dan
tanpa makna. Hari-hari berlalu begitu saja. Dan yang terjadi kemudian hanyalah penyesalan berkepanjangan di
hari tuanya karena tidak menjalani hidup secara maksimal. Orang seperti ini bagaikan orang yang hidup namun
sebenarnya tidak benar-benar hidup. Menurut Anthony de Mello, orang seperti ini bagaikan seorang yang "tidur"
dalam menjalani kehidupan.

Dalam istilah Paulus, mereka yang tidak memperhatikan dengan saksama bagaimana menjalani hidup adalah
orang bebal. Dia hanya memancarkan kegelapan dan kesuraman dalam hidupnya. Namun mereka yang berlaku
sebaliknya disebut orang bijak. Tejntu saja kita tidak ingin dijuluki sebagai orang bebal. Namun, menjadi orang
bijak tidaklah mudah.

Bijaksana itu berarti pandai memanfaatkan waktu, selalu rindu untuk memahami kehendak Allah, dan
menjauhkan diri dari hal-hal yang mencemarkan. Orang yang bijak penuh semangat, sebuah kata yang keluar
dari bibirnya penuh dengan makna dan berkat, dan mampu bersyukur dalam segala keadaan. Orang bijak juga
hidup dengan rendah hati sebagai tiruan dari gaya hidup Kristus. Sebuah daftar yang panjang, bukan? Namun,
daftar ini sesungguhnya dapat diringkas, yaitu orang bijak akan mengalami dan memancarkan keilahian Kristus
dalam pemikiran, perkataan, dan tindakannya. Kristus sendiri yang bercahaya atas hidupnya (ayat 14).

Apa yang saat ini sedang kita kirim kepada dunia: refleksi cahaya Kristus atau kegelapan hati? Hasrat terkuat
apakah yang kita miliki: hidup untuk berbagi terang Kristus kepada orang lain atau hanya membuang-buang
waktu tanpa arti?

Ketika kita hidup dengan bijaksana, bukan kesia-siaan yang kita hadirkan di dunia ini.

Menghitung Hari Dengan Bijak


- Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2009 -

Baca: Mazmur 90:1-17

"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana."Mazmur 90:12

Setiap hari adalah hari baru dan satu hari hanya dapat kita jalani satu kali saja. Kemudian hari tersebut berganti
dengan hari berikutnya yng sama lamanya namun berbeda keadaannya. Hari yang telah kita lalui itu sudah
menjadi masa lalu dan tinggal kenangan; hari ini merupakan kesempatan, sedangkan hari-hari yang akan datang
menjadi suatu pengharapan bagi kita. Karena begitu berharganya waktu, Daud berdoa kepada Tuhan agar ia
diberi hati yang bijaksana sehingga dapat memperhatikan hari demi hari dengan sungguh-sungguh, supaya tidak
ada satu hari pun yang terlewatkan dengan percuma.
Begitu juga kita yang telah dikaruniai Tuhan dengan banyak talenta, pastilah kita tidak akan merelakan waktu
berlalu begitu saja sebab kita tidak tahu apakah esok kita masih punya kesempatan menyambut matahari
menyingsing. Dan bagi orang Kristen, waktu adalah untuk berjaga-jaga, sebab waktu Tuhan itu adalah ketika Ia
datang laksana seorang pencuri (baca Wahyu 3:3). Biasanya pencuri mengintai kelengahan seseorang, mungkin
saat ia sedang tertidur pulas atau bepergian. Perihal berjaga-jaga ini juga disampaikan rasul Paulus kepada
jemaat di Efesus, "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang
bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu
janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:15-17).
Jadi, kita harus selalu waspada dan tidak lengah sedetik pun! Kita harus bertanggung jawab menjalani hidup
sepanjang waktu yang diberikan Tuhan, sebab waktu yang kita jalani ini sedang bergerak menuju kekekalan, dan
hidup yang kita jalani sekarang ini memiliki dampak ke kekekalan. Pertanyaannya: apakah hari-hari yang kita
jalani sekarang ini sejalan dengan kehendak Tuhan? Karena apa pun yang kita lakukan sekarang sangat
menentukan status kita di hadapan Tuhan kelak. Maka dari itu "...waktu yang sisa jangan kamu pergunakan
menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah" (1 Petrus 4:2).

Saat ini adalah waktu yang tepat hidup kudus dan melakukan kehendak Tuhan!

Menurut kamus, arti dari kata bijaksana adalah bertindak sesuai dengan pikiran, akal sehat sehingga
menghasilkan perilaku yang tepat, sesuai dan pas. Biasanya, sebelum bertindak disertai dengan pemikiran yang
cukup matang sehingga tindakan yang dihasilkan tidak menyimpang dari pemikiran. Si bijak tahu hal mana yang
boleh dilakukan dan mana yang tidak.

Anda mungkin juga menyukai