Anda di halaman 1dari 6

“PEGADAIAN SYARIAH”

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pegadaian Syariah

Pegadaian adalah merupakan tempat di mana masyarakat yang membutuhkan uang tunai bisa datang
meminjam uang dengan barang-barang pribadi sebagai jaminannya. Menurut kitab Undang-Undang
Hukum Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang
atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh
seseorang yang mempunyai utang.

Gadai dalam fiqih disebut juga rahn, menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai
jaminan keperayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan
sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.

Rahn merupakan perjanjian utang piutang antara dua atau beberapa pihak mengenai persoalan benda
dan menahan sesuatu barang sebagai jaminan atau ia bisa mengambil sebagian manfaat barangnya
tersebut.

Pengertian lain Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian
pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.

B. Dasar Hukum Pegadaian

Sebagai referensi atau landasan hukum pinjam-meminjam dengan jaminan (borg) adalah firman Allah
Swt.berikut.

۞ ‫ق ٱملو وربم ۥهۥُت ووول تومُكتتتموُاا ٱلمش ىهوود ةةو ووومن‬ ُ‫م‬ ‫ض نةة فوإ إمُنِ أوإمون بومُع ت‬
ُ‫ضتكم بومُع ب م‬
‫ضاٗ فوليتوؤدد ٱلمإذيِ ٱمُؤتتإمون أوىومنُوتوهۥُت ووليوتم إ‬ ‫ووإإنِ تكنُتت مُم وعلوىى وسفورر وولو مُم توإجتدواا وكاٗتإ بباٗ فوإر ىهونن مممُقتبوُ و‬
٢٨٣ ‫يومُكتتمُموهاٗ فوإ إنم ۥهۥُت وءاثإنم قومُلبت ۥهۥُت ووٱملت بإوماٗ تومُعومتلوُونِ وعإلينم‬

Artinya : “jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang diterima ketika itu”. (Al-
Baqarah: 283)
Diriwayatkan oleh, Ahmad,Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah dari Anas r.a ia berkata: “Rasulullah Saw.
Merungguhkan baju besi kepada seorang yahudi di madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari
seorang yahudi.”

Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa agama islam tidak membeda-bedakan antara orang muslim dan
non-muslim dalam bidang muamalah, maka seorang muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun
kepada non-muslim.

Perjanjian gadai yang diajarkan dalam al-qur’an dan al-hadits itu dalam pengembangan selanjutnya
dilakukan oleh para fuqaha dengan jalan ijtihad, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai
diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian juga dengan
landasan hukumnya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian ulang yang lebih mendalam
bagaimana seharusnya pegadaian menurut landasan hukumnya.

Asy-syafi’i mengatakan Allah tidak menjadikan hukum kecuali dengan barang berkriteria jelas dalam
serah terima. Jika kriteria tidak berbeda(dengan aslinya), maka wajib tidak ada keputusan. Mazhab
Maliki berpendapat , gadai wajib dengan akad (setelah akad) orang yang menggadaikan (rahn)
dipaksakan untuk menyerahkan borg (jaminan) untuk di pegang oleh yang memegang gadaian
(murtahin). Jika borg sudah berada ditangan pemegang gadaian (murtahin) orang yang menggadaikan
(rahin) mempunyai hak memanfaatkan, berbeda dengan pendapat imam Asy-syafi’i yang mengatakan,
hak memanfaatkan berlaku selama tidak merugikan/membahayakan pemegang gadaian.

Mengenai dalil ijma’ ummat Islam sepakat (ijma’) bahwa secara garis besar akad rahn (gadai /
penjaminan utang) diperbolehkan. Pemberi gadai boleh memanfaatkan barang gadai secara penuh
sepanjang tidak mengakibatkan berkurangnya nilai barang gadai tersebut.

C. Rukun Gadai Syariah

Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syariah. Rukun gadai
tersebut antara lain:

1) Ar-rahin (yang menggadaikan)

Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan.

2) Al-Murtahin(yang menerima gadai)

Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang
(gadai).

3) Al-Marhun / rahn (barang yang digadaikan)

Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.

4) Al-Marhun bih (utang)

Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran marhun.
5) Sighat, Ijab dan Qabul

Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai.

D. Syarat Gadai Syariah

a. Rahin dan Murtahin

Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yakni rahin dan murtahin harus mengikuti syarat-syarat
berikut kemampuan, yaitu berakal sehat. Kemampuan juga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan
transaksi pemilikan.

b. Sighat

 Sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan suatu waktu di masa depan.

 Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian utang seperti halnya akad jualbeli.
Maka tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu dimasa depan.

c. Marhun bih (utang)

 Harus merupakan hak yang wajib diberikan/diserahkan kepada pemiliknya.

 Memungkinkan pemanfaatan. Bila sesuatu menjadi utang tidak bisa dimanfaatkan, maka
tidak sah.

 Harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya. Bila tidak dapat diukur atau tidak
dikuantifikasi rahn itu tidak sah.

d. Marhun (barang)

Secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syara, antara lain:

 Harus diperjual belikan

 Harus berupa harta yang bernilai

 Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah

 Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah untuk digadaikan harus berupa
barang yang diterima secara langsung

e. Harus dimiliki oleh rahin (peminjam atau pegadai) setidaknya harus seizin pemiliknya.

E. Ketentuan Gadai Barang

Dalam menggadaikan barang di pegadaian syariah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai


berikut:
a. Barang yang tidak boleh dijual tidak boleh digadaikan. Artinya barang yang digadaikan diakui oleh
masyarakat memiliki nilai yang bisa dijadikan jaminan.

b. Tidak sah menggadaikan barang rampasan (di-gasab) atau barang yang dipinjam dan semua barang
yang diserahkan kepada orang lain sebagai jaminan. Sebab, gadai bermaksud sebagai penutup utang
dengan benda-benda yang digadaikan, padahal barang yang di gasab, dipinjam dan barang-barang yang
telah diserahkan kepada orang lain sebagai jaminan tidaklah dapat digunakan sebagai penutup utang.

c. Gadai itu tidak sah apabila utangnya belum pasti. Gadai yang utangnya sudah pasti hukumnya sah,
walaupun utangnya belum tetap, seperti utang penerima pesanan dalam akad salam terhadap pemesan.
Gadai dengan utang yang akan menjadi pasti juga sah, seperti harga barang yang masih dalam masa
khiar.

d. Disyaratkan pula agar utang piutang dalam gadai itu diketahui oleh kedua pihak. Ini dikatakan oleh
Ibnu Abdan dan pengarang kitab al-istiqsha’ serta Abu Khalaf al-Thabari yang diperkuat oleh Ibnu Rif’ah.

e. Menerima barang gadai oleh pegadaian adalah salah satu rukun akad gadai atas tetapnya gadaian.
Karena itu, gadai belum ditetapkan selama barang yang digadaikan itu belum diterima oleh pegadaian.
Sebagai firman Allah dalam surat Al-baqarah (2): 283, “...maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh orang yang menerima gadaian)”. Allah swt menetapkan barang yang digadaikan itu
dipegang oleh penerima gadaian berarti penerimaan barang tersebut menjadi syarat sahnya.

f. Seandainya ada orang yang menggadaikan barang namun barang tersebut belum diterima oleh
pegadaian, maka orang tersebut boleh membatalkannya. Sebab, gadaian yang belum diterima akan
akad-nya masih jaiz (boleh) diubah oleh pihak nasabah sebagaimana masa khiar dalam jual-beli.

g. Jika barang gadaian tersebut sudah diterima oleh pegadaian, maka akad rahn (gadai) tersebut telah
resmi dan tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali.

Menurut fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 penggadaian syariah harus memenuhi ketentuan
umum berikut:

a. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua
hutang yang menyerahkan barang dilunasi.

b. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahn, dalam konteks ini marhun tidak boleh
dimanfaatkan oleh murtahin kecuali dengan seizing rahn.

c. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahn, namun dapat
juga dilakukan oleh murtahin. Sedangkan biaya pemeliharaan tetap menjadi kewajiban rahn.

d. Besarnya biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan
jumlah pinjaman.

e. Penjualan marhun
 Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahn untuk segera melunasi hutangnya.

 Apabila rahn tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui
lelang sesuai syariah.

 Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan, dan
penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.[4]

Untuk dapat memperoleh layanan dari pegadaian, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya
(emas,berlian,kendaraan,dll ) untuk di titipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf
penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan di jadikan sebagai patokan
perhitungan pengenaan sewa simpanan ( jasa simpanan ) dan pelapon uang pinjaman yang dapat di
berikan. Taksiran barang yang ditentukan berdasarkan nilai instrinsik dan harga pasar yang telah di
tetapkan oleh forum pagadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat di berikan adalah sebesar 90%
dari nilai taksiran barang.

Setelah melalui tahapan ini, pegadaian islam dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan:

a) Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum 4 bulan

b) Nasabah bersedia membayar jasa simpanan sebesar Rp 90,-( Sembilan puluh rupiah) dari kelipatan
taksiran Rp 10.000,-per sepuluh hari yang di bayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.

c) Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapka oleh pegadaian pada saat pencaiaran uang
pinjaman.[5]

F. Mekanisme Operasionalisasi Lembaga Gadai Syariah

Mekanisme operasi pegadaian syariah hampir sama dengan pegadaian konvensional. Seperti halnya
pegadaian konvensional , pegadaian syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang
bergerak. Untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan
bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu
yang tidak relatif lama ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah
cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga
singkat.Operasional pegadaian syariah menggambarkan hubungan di antara nasabah dan pegadaian.

Adapun teknis operasional pegadaian syariah adalah sebagai berikut:

a) Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan pembiayaan.


Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam memberikan pembiayaan.

b) Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai. Akad ini mengenai berbagai hal, seperti
kesepakatan biaya gadaian, jatuh tempo gadai dan sebagainya.

c) Pegadaian syariah menerima biaya gadai, seperti biaya penitipan, biaya pemeliharaan, penjagaan
dan biaya penaksiran yang dibayar pada awal transaksi oleh nasabah.

Anda mungkin juga menyukai