Anda di halaman 1dari 59

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap bahwa setiap

koloni yang tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung jumlah koloni

dapat diketahui penyebaran bakteri yang ada pada bahan. Jumlahmikroba pada suatu

bahan dapat dihitung dengan berbagai macam cara,tergantung pada bahan dan jenis mikrobanya.

Ada 2 macam cara perhitungan jumlah mikroba/bakteri, yaitu perhitungan secara

langsung dan tidak langsung.Perhitungan jumlah mikroba secara langsung yaitu

jumlah mikroba dihitungsecara keseluruhan, baik yang mati atau yang hidup

sedangkan perhitungan jumlah miroba secara tidak langsung yaitu jumlah mikroba

dihitung secarakeseluruhan baik yang mati atau yang hidup atau hanya untuk

menentukan jumlah mikroba yang hidup saja, ini tergantung cara-cara yang

digunakan (Anonim, 2013).

Untuk menentukan jumlah miroba yang hidup dapat dilakukan setelah larutan

bahanatau biakan mikroba diencerkan dengan faktor pengenceran tertentu dan

ditumbuhkan dalam media dengan cara-cara tertentu tergantung dari macam dansifat-

sifat mikroba.Banyak metode yang digunakan dalam menaksir secara kuantitatif dari

suatupopulasi bakteri. Namun, ada dua metode yang paling sering digunakan yaitu

metode hitung koloni di cawan petri (standard/viable plate count method) dan

analisa spektrofotometer /turbidimeter (Anonim, 2013).


Maka dari itu dalam praktikum ini akan dilakukan perhitungan jumlah
mikroba pada berbagai macam bahan yang dikaukan dengan cara perhitungan secara
SPC.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum kali ini yaitu :
1. Untuk mengetahui cara menyiapkan peralatan dan media tumbuh yang steril
untuk digunakan pada penentuan jumlah sel mikroba.
2. Untuk mengetahui cara menghitung jumlah atau massa sel mikroba dari
berbagai golongan.
3. Untuk mengetahui cara menentukan jenis sel mikroba.
BAB 2 . TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Macam Macam Perhitungan Mikroba


2.1.1 Perhitungan Secara Langsung

Cara ini dipakai untuk menentukan jumlah mikroba dihitung secara


keseluruhan, baik yang mati atau yang hidup.
Berbagai cara perhitungan mikroba secara langsung menggunakan:
1. Menggunakan Kamar Hitung (Counting Chamber)
Perhitungan ini dapat menggunakan hemositometer. Peteroff Hauser Bacteria
Counter atau alat-alat lain yang sejenis. Dasar perhitungannya ialah dengan
menempatkan satu tetes suspense bahan atau biakanmikroba pada alat tersebut
ditutup dengan gelas penutup kemudian diamati dengan mikroskop yang
perbesarannya tergantung pada besar kecilnya mikroba. Dengan menentukan jumlah
sel rata-rata tiap petak (ruangan) yang telah diketahui volumenya, dari alat tersebut
dapat ditentukan jumlah sel mikroba tiap cc.
Prinsip dari perhitungan Petroff-Hauser yaitu melakukan perhitungan dengan
pertolongan kotak-kotak skala, di mana dalam setiap ukuran skala seluas 1 mm2
terdapat 25 buah kotak besar dengan luas 0,04 mm2, dan setiap kotak besar terdiri
dari 16 kotak kecil. Alat haemocytometer digunakan di bawah mikroskop, sisinya
mempunyai ukuran 0,05 mm. Sedangkan satu kotak sedang berukuran nilai 0,2 mm.
Dan tebal nya adalah 0,1 mm. Jumlah sel per mL sampel dapat dihitung sebagai
berikut:
1. Jumlah sel dalam 25 kotak besar = Jumlah sel per kotak besar × 25 kotak
2. Jumlah sel per mm3 sampel = Jumlah sel dalam 25 kotak besar × (1/0,02)
3. Jumlah sel per ml sampel = Jumlah sel per mm3 sampel × 103
4. Jumlah sel per ml sampel = Jumlah sel per kotak besar × 25 kotak × 50 × 103
Misalnya : didapatkan jumlah mikroba yang mau dihitung 12 sel mikroba, maka
jumlah sel per ml sampel adalah: 12 × 1,25 × 106 = 1,5 × 107.
Hemasitometer adalah metode perhitungan secara mikroskopis. Ruang hitung
terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm². Satu kotak besar di tengah, dibagi
menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,05 mm. Satu kotak sedang dibagi lagi
menjadi 16 kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut berisi 400 kotak
kecil. Tebal dari ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Sel bakteri yang tersuspensi akan
memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga jumlah bakteri per satuan volume
dapat diketahui.
Kelebihan perhitungan sel dengan menggunakan hemasitometer adalah dapat
menghitung jumlah sel yang hidup maupun yang mati, tergantung dari pewarna yang
digunakan. Misalnya. Bila pewarna trypan blue dicampurkan kedalam larutan sel
maka sel yang hidup tidak akan berwarna dan sel yang mati akan berwarna biru.
Kelebihan lainnya adalah morfologi sel dapat diamati, dapat mengevaluasi
homogenitas dan data mendeteksi.
2. Menggunakan Cara Pengecatan dan Pengamatan Mikroskopik
Pada cara ini mula-mula dibuat preparat mikroskopik pada gelas benda,
suspensi bahan atau biakan mikroba yang telah diketahui volumenya diratakan diatas
gelas benda pada suatu luas tertentu. Setelah itu preparat dicat dan dihitung jumlah
rata-rata sel mikroba tiap bidang pemandangan mikroskopik. Luas bidang
pemandangan mikroskopik dihitung dengan mengukur garis tengahnya. Jadi jumlah
mikroba yang terdapat pada gelas benda seluruhnya dapat dihitung. Dengan
perhitungan dapat diperoleh jumlah mikroba tiap cc bahan/cairan yang diperiksa.
Cara yang hampir sama dan biasa dipakai untuk menghitung jumlah bakteri ,
ialah dengan mencampurkan 1 cc biakan bakteri dengan 1 cc darah manusia. Setelah
homogen dibuat preparat mikroskopik. Dari perbandingan jumlah rata-rata jumlah sel
bakteri dan jumlah sel darah merah dalam tiap bidang pemandangan, jumlah bakteri
tiap cc dapat dihitung ,sebab darah manusia yang normal mengandung 5 juta sel
darah merah tiap cc.Perbandingan darah dengan bakteri yaitu 1:1.
3. Menggunakan Filter Membran
Mula-mula disaring sejumlah volume tertentu suatu suspensi bahan atau
biakan mikroba, kemudian disaring dengan filter membran yang telah disterilkan
terlebih dahulu. Dengan menghitung jumlah sel rata-rata tiap saat satuan luas pada
filter membran, dapat dihitung jumlah sel dari volume suspense yang disaring. Jika
perhitungan secara biasa susah, perlu dilakukan pengecatan pada filter membran,
kemudian filter membran dijenuhi dengan minyak imersi supaya tampak transparan.
Keuntungan metode ini ialah pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan
banyak peralatan.
Kelemahannya sebagai berikut:
a) Sel-sel mikroba yang telah mati tidak dapat dibedakan dari sel yang
hidup. Karena itu keduanya terhitung. Dengan kata lain hasil yang diperoleh ialah
jumlah total sel yang ada di dalam populasi. Pada beberapa macam sel eukariotik,
penambahan zat warna tertentu (misalnya biru metilen sebanyak 0,1 %) pada sampel
yang akan dihitung dapat membedakan sel hidup dari sel mati. Pada sel khamir
misalnya baik sel hidup maupun sel mati akan menyerap biru metilen namun hanya
sel hidup mampu mereduksi zat warna tersebut secara enzimatik menjadi tidak
berwarna; jadi sel-sel mati akan tampak biru.
b) Sel-sel yang berukuran kecil sukar dilihat di bawah mikroskop, seperti
bakteri karena ketebalan hemasitometer tidak memungkinkan digunakannya lensa
obyektif celup minyak, sehingga kalau tidak teliti tidak terhitung. Hal ini biasanya
diatasi dengan cara mewarnai sel sehingga menjadi lebih mudah dilihat.
c) Untuk mempertinggi ketelitian, jumlah sel di dalam suspensi harus
cukup tinggi, minimal untuk bakteri 106 sel/mL. Hal ini disebabkan dalam setiap
bidang pandang yang diamati harus terdapat sejumlah sel yang dapat dihitung
d) Tidak dapat digunakan untuk menghitung sel mikroba di dalam bahan
yang banyak mengandung debris atau ekstrak makanan, karena hal tersebut akan
mengganggu dalam perhitungan sel.
e) Kelemahan lain adalah sulitnya menghitung sel yang berukuran sangat
kecil seperti bakteri karena ketebalan hemasitometer tidak memungkinkan
digunakannya lensa obyektif celup minyak. Hal ini biasanya diatasi dengan cara
mewarnai sel sehingga menjadi lebih mudah dilihat. Kadang-kadang sel cenderung
bergerombol sehingga sukar membedakan sel-sel individu. Cara mengatasinya ialah
mencerai-beraikan gerombolan sel-sel tersebut dengan menambahkan bahan anti
gumpal seperti dinatrium etilen diamin tetraasetat dan Tween 80 sebanyak 0,1 %.
(Natsir, 2007)
2.1.2 Perhitungan Secara Tidak Langsung

Jumlah mikroba dihitung secara keseluruhan baik yang mati atau yang hidup
atau hanya untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup saja, ini tergantung cara-
cara yang digunakan.
Untuk menentukan jumlah miroba yang hidup dapat dilakukan setelah larutan
bahan atau biakan mikroba diencerkan dengan factor pengenceran tertentu dan
ditumbuhkan dalam media dengan cara-cara tertentu tergantung dari macam dan
sifat-sifat mikrobanya.
Perhitungan jumlah mikroba secara tidak langsung ini dapat dilakukan
dengan:
1. Menggunakan Centrifuge
Harus ditutup kapas supaya tidak terkontaminasi bakteri lain. Caranya adalah
10 cc biakan cair mikroba dipusingkan dengan menggunakan centrifuge biasa dan
digunakan untuk dipertanggungjawabkan, maka kecepatan dan waktu centrifuge
harus diperhatikan. Setelah diketahui volume mikroba keseluruhannya , maka dapat
dipakai untuk menentukan jumlah sel-sel mikroba tiap cc, yaitu dengan membagi
volume mikroba keseluruhan dengan volume rata-rata tiap sampel. Dengan kecepatan
3500-6000 rpm dan dengan waktu 5-10 menit.
2. Berdasarkan kekeruhan (turbiditas/turbidimetri)
Turbidimetri merupakan metode yang cepat untuk menghitung jumlah bakteri
dalam suatu larutan menggunakan spektrofotometer. Bakteri menyerap cahaya
sebanding dengan volume total sel (ditentukan oleh ukuran dan jumlah). Ketika
mikroba bertambah jumlahnya atau semakin besar ukurannya dalam biakan cair,
terjadi peningkatan kekeruhan dalam biakan. Kekeruhan dapat disebut optical density
(absorbsi cahaya, biasanya diukur pada panjang gelombang 520 nm – 700 nm). Untuk
mikroba tertentu, kurva standar dapat memperlihatkan jumlah organisme/ml
(ditentukan dengan metode hitungan cawan) hingga pengukuran optical density
(ditentukan dengan spektrofotometer).
Dasar penentuan cara ini adalah jika seberkas sinar dilakukan pada suatu
suspensi bakteri, maka makin pekat (keruh) suspensi tersebut makin besar intensitas
sinar yang diabsorbsi, sehingga intensitas sinar yang diteruskan makin kecil.
Untuk keperluan ini digunakan alat-alat seperti fotoelektrik, turbidimeter,
elektrofotometer,spektrofotometer, nefelometer, dan alat-alat lainyang sejenis. Alat-
alat tersebut menggunakan sinar monokromatik dengan panjang gelombang tertentu.
Turbidimeter merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan
sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas
cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-
kondisi lainnya konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam
tiga golongan , yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan
terhadap intensitas cahaya yang datang; pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman
dimana cahaya mulai tidak tampak di dalam lapisan medium yang keruh. instrumen
pengukur perbandingan Tyndall disebut sebagai Tyndall meter. Dalam instrumen ini
intensitas diukur secara langsung. Sedang pada nefelometer, intensitas cahaya diukur
deagan den-an larutan standar. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang
diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi
turbiditas tergantung. juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio Tyndall
sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap
pangkat empat panjang gelombangnya.
Dengan mengetahui presentase sinar yang diabsorbsi (sinar yang dteruskan)
dan dibandingkan dengan standar mikroba yang telah diketahui jumlahnya tiap cc,
maka dapat diketahui jumlah mikroba tersebut tiap ccnya.
Alat yang paling sederhana untuk penentuan cara tersebut dapat memakai
komparator blok, tetapi penggunaan alat ini kesalahannya sangat besar sebab
pengamatannya hanya menggunakan mata biasa.
3. Menggunakan Perhitungan Elektronik (Elektronic Counter)
Alat ini dapat digunakan untuk menentukan beribu-ribu sel tiap detik secara
tepat. Prinsip kerja alat ini yaitu adanya gangguan-gangguan pada aliran ion-ion
(listrik) yang bergerak diantara dua electrode. Penyumbatan sementara oleh sel
mikroba pada pori sekat yang terdapat diantara kedua electrode itu menyebabkan
terputusnya aliran listrik. Jumlah pemutusan aliran tiap satuan waktu dihubungkan
dengan kecepatan aliran cairan yang mengandung mikroba merupakan ukuran jumlah
mikroba dalam cairan tersebut.
4. Berdasarkan Analisa Kimia
Cara ini didasarkan atas hasil analisa kimia sel-sel mikroba. Makin banyak
sel-sel mikroba, makin besar hasil analisa kimianya secara kuantitatif.
Yang dipakai sebagai dasar penentuan umumnya kandungan protein, asam-
asam nukleat (DNA dan RNA) atau fosfor dari asam-asam nukleat.
5. Berdasarkan Berat Kering
Cara ini terutama digunakan untuk penentuan jumlah jamur benang misalnya
dalam industry mikrobiologi.Kenaikan berat kering suatu mikrobia berarti juga
kenaikan sintesa dan volume sel-sel yang dipakai untuk menentukan jumlah
mikrobia.
6. Menggunakan Cara Pengenceran
Cara pengenceran ini dipakai untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup
saja Dasar perhitungannya adalah dengan mengencerkan sejumlah volume tertentu
suatu suspense bahan atau biakan mikroba secara bertingkat, setelah diinokulasikan
ke dalam medium dan diinkubasikan, dilihat pertumbuhan mikrobanya. Misalnya
suatu seri pengenceran dengan kelipatan sepuluh pada pengenceran 1:10000 , tetapi
pada pengenceran 1:100000 tidak ada pertumbuhan, berarti secara teoritis jumlah
mikroba pada suspense bahan atau biakan mikroba antara 10000 dan 100000 tiap cc
per ml sampel.
7. Menggunakan Cara Most Probable Number (MPN)
Menggunakan media cair, contoh laktosa broth. Prinsip metode ini adalah
menggunakan media cair di dalam tabung reaksi dan menggunakan tabung durham
(untuk melihat gas). Perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif
yaitu ditumbuhi mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
Pengamatan tabung yang positif dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau
terbentuk gas di dalam tabung durham (tabung kecil dengan posisi terbalik). Metode
MPN biasanya dilakukan untuk pengujian air minum, dengan 3-5 seri tabung.
8. Menghitung Dengan Metode Cawan
Prinsip metode ini adalah sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan
padamedia agar padat, maka sel mikroba tersebut akan berkembangbiak dan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa mikroskop.
Sebaiknya jumlah koloni mikroba yang tumbuh dan dapat dihitung berkisar antara
30-300 koloni. Metode cawan dengan jumlah koloni yang tinggi (>300) sulit untuk
dihitung sehingga kemungkinan kesalahan perhitungan sangat besar. Pengenceran
sampel membantu untuk memperoleh perhitungan jumlah yang benar, namun
pengenceran yan terlalu tinggi akan mengahasilkan jumlah koloni yang
rendah/menghancurkan koloni. Metode perhitungan cawan merupakan cara yang
paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba.
Keuntungan:
a) Hanya sel yang hidup yang dapat dihitung.
b) Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus.
c) Digunakan untuk isolasi & identifikasi mikroba
Kerugian:
a) Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya
karenabeberapa sel yang berdekatan membentuk satu koloni.
b) Media dan kondisi yang berbeda menghasilkan nilai yang berbeda pula.
c) Mikroba yang tumbuh harus pada media padat dan membentuk koloni yang
kompak,jelas serta tidak menyebar.
d) Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga
pertumbuhankoloni baru dapat dihitung
Metode cawan ada dua cara:
i. Metode tuang
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pengenceran sampel dan memasukkan
hasil pengenceran tersebut. Pada pembuatan pengenceran, diambil 1 ml larutan uji
dan dimasukkan dalam cawan petri kemudian dimasukkan ke media cair steril dengan
suhu kira-kira 50oC sebanyak 15 ml (sebaiknya selama penuangan tutup cawan
jangan dibuka terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi). Cawan petri digerakkan
di atas meja dengan gerakan melingkar seperti angka 8, gunanya untuk menyebarkan
sel mikroba secara merata. Setelah agar memadat, cawan diinkubasikan dalam
inkubator denganposisi terbalikpada suhu 35oC-37oC selama 24 jam. Koloni yang
terbentuk dihitung dengan Quebec Colony Counter. Larutan pengencer yang biasa
digunakan adalah NaCl 0,9%; larutan buffer fosfat, atau larutan ringger.
ii. Metode permukaan
Caranya: media cair steril dituang terlebih dahulu ke dalam cawan
petri, setelah membeku dituang 0,1 ml sediaan yang telah diencerkan, lalu diratakan
dengan alat pengusap di atas permukaan media, kemudian diinkubasi dalam
inkubator. Cara ini dilakukan minimal duplo (2 kali), misalkan yang pertama 60
koloni dan yang kedua 64 koloni.
9. Berdasarkan Jumlah Koloni
Cara ini paling umum digunakan untuk perhitungan jumlah mikroba.
Dasarnya adalah membuat suatu seri pengenceran bahan dengan kelipatan 10 dari
masing-masing-masing pengenceran diambil 1 cc dan dibuat taburan dalam Petridis
(pour plate) dengan medium agar yang macam dan caranya tergantung pada
macamnya mikroba. Setelah diinkubasikan dihitung jumlah koloni tiap Petridis dari
masing-masing pengenceran. Dari jumlah koloni tiap Petridis dapat ditentukan
jumlah bakteri tiap cc atau gram bahan, yaitu dengan mengalikan jumlah koloninya
dengan pengenceran yang dipakai.
Misalnya jika pengenceran yg dipakai 103 dan koloni yang didapat 45 koloni bakteri,
maka bakteri tiap cc adalah
45 koloni bakteri x 103 = 45.000 bakteri.
Untuk membantu menghitung jumlah koloni dalam Petridis dapat digunakan “colony
counter” yang biasanya dilengkapi dengan register elektronik. (Natsir,2007)

2.2 Karakteristik Fisik , Mikro dan Kimia Media


2.1.1 PDA (Potato Dextrose Agar)
Medium Potato Dekstrose Agar (PDA) menurut konsistensinya termasuk
medium padat, berdasarkan susunan kimianya termasuk non-sintetik/semi alamiah.
Berdasarkan fungsinya, medium PDA ini termasuk medium umum karena dapat
digunakan untuk menumbuhkan satu atau lebih kelompok jamur. Medium PDA
digunakan untuk menumbuhkan jamur (kapang). Komposisinya terdiri dari
dekstrose yang berfungsi sebagai sumber karbon, kentang sebagai sumber
karbohidrat, agar berfungsi memadatkan medium dan aquades berfungsi sebagai
pelarut dan sumber oksigen Medium ini akan berwarna putih keruh saat sebelum
dipanaskan dan berwarna putih bening setelah dipanaskan (Yuliar,2008).
2.1.2 PCA (Plate Count Agar)
PCA digunakan sebagai medium untuk mikroba aerobik dengan inokulasi di
atas permukaan. PCA dibuat dengan melarutkan semua bahan (casein enzymic
hydrolisate, yeast extract, dextrose, agar) hingga membentuk suspensi 22,5 g/L
kemudian disterilisasi pada autoklaf (15 menit pada suhu 121°C). Media PCA ini
baik untuk pertumbuhan total mikroba (semua jenis mikroba) karena di dalamnya
mengandung komposisi casein enzymic hydrolisate yang menyediakan asam
amino dan substansi nitrogen komplek lainnya serta ekstrak yeast mensuplai
vitamin B kompleks. Media plate count agar (PCA) dapat berfungsi sebagai media
untuk menumbuhkan mikroorganisme. Untuk penggunaannya, digunakan PCA
instant sebanyak 22,5 gram untuk 1 Liter aquades.
2.1.3 OMEA
Karakteristik fisik dari media ini antara lain yaitu memiliki warna coklat pucat
saat sebelum dilakukan pemanasan dan berwarna coklat tua setelah mengalami
pemanasan. Media ini mengandung aquades 50 ml, malt ekstrak 30 g/l , pepton 3
g/l dan agar 15 g/l. MEA pada umumnya digunakan sebagai media pertumbuhan
khamir. Didalam media tersebut mengandung unsur O yang merupakan salah satu
mineral yang dapat menunjang pertumbuhan khamir.
2.1.4 NA (Nutrien Agar)
Medium Nutrien Agar (NA) berdasarkan susunan kimianya merupakan
medium non-sintetik/semi alamiah, berdasarkan konsistensinya merupakan
medium padat. Medium ini dibuat dalam dua jenis, yaitu NA miring dan NA
tegak. NA miring digunakan untuk membiakkan mikroba sedangkan NA tegak
digunakan untuk menstimulir pertumbuhan bakteri dalam kondisi kekurangan
oksigen. NA digolongkan pada medium umum sebab dapat digunakan untuk
menumbuhkan beberapa jenis bakteri. Nutrien Agar (NA) merupakan suatu
medium yang berbentuk padat, yang merupakan perpaduan antara bahan alamiah
dan senyawa-senyawa kimia. NA dibuat dari campuran ekstrak daging dan pepton
dengan menggunakan agar sebagai pemadat, karena sifatnya yang mudah
membeku dan mengandung karbohidrat yang berupa galaktan sehingga tidak
mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Dalam hal ini ekstrak daging dan pepton
digunakan sebagai bahan dasar karena merupakan sumber protein, nitrogen,
vitamin serta karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
tumbuh dan berkembang. Aquades berfungsi sebagai pelarut dan untuk
menghomogenkan larutan. Nutrien Agar (NA) merupakan medium untuk
menumbuhkan bakteri (Waluyo, 2007).
2.1.5 NA-Ca
Media ini menggunakan median Na dan mineral. Mineral merupakan bagian
dari sel, unsur penyusun sel yaitu C, O, N, H dan P. Unsur mineral lain yang
diperlukan oleh sel yaitu K, Ca, Mg, Ma, S, dan Cl. Unsur mineral yang digunakan
dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu Fe, Mn, Co, Cu, Bo, Zn, Mo, Al, Ni, Va,
Sc, Si, Tu dan sebagainya yang tidak dipoerlukan jasad. Unsur yang digunakan
dalam jumlah besar dapat disebut dengan unsur makro, dalam jumlah sedang
disebut dengan unsur oligo, dan jumlah sedikit disebut unsur mikro. Unsur mikro
tersebut sering terdapat sebgai ikutan pada garam unsur makro, dan dapat masuk
dalam medium lewat kontaminan gelas tempatnya, atau partikel debu. Unsur
mineral yang digunakan untuk menunjang pertumbuhan bakteri, khususnya BAL
maka digunakan mineral dengan unsur Ca dalam media NA sehingga berfungsi
untuk membantu menyusun sel, selain itu juga untuk mengatur osmose, kadar ion
H+ (keasaman, Ph) dan potensial oksidasi reduksi (redoks potensial) medium.
2.3 Karakteristik Morfologi, Fisiologi dan Kimia Mikroba
2.2.1 Bakteri
Bakteri adalah organisme bersel-tunggal yang bereproduksi dengan cara
sederhana, yaitu dengan pembelahan biner. Sebagian besar hidup bebas dan
mengandung informasi genetik dan memiliki sistem biosintetik dan penghasil-energi
yang penting untuk pertumbuhan dan reproduksinya. Sejumlah bakteri, bersifat
parasit intraseluler obligat contohnya Chlamydiae dan Rickettsiae. Dalam beberapa
hal bakteri berbeda dari eukariot. Bakteri tidak memiliki ribosom 80S maupun
organel bermembran, seperti nukleus, mitokondria, lisosom, retikulum endoplasma
maupun badan golgi, bakteri tidak memiliki flagela fibril 9+2 atau struktur silia
seperti pada sel eukariot. Bakteri memiliki ribosom 70S dan kromosom sirkuler
tunggal (nukleoid) tanpa sampul yang disusun oleh asam deoksiribonukleat untai-
ganda (DNA) yang bereplikasi secara amitosis. Jika terjadi pergerakan sering
disebabkan adanya struktur flagela filamen-tunggal. Sejumlah bakteri memiliki
mikrofibril eksternal (pili atau fimbria) yang berfungsi untuk menempel. Mycoplasma
tidak memiliki dinding sel, sedangkan eubakteria lainnya menghasilkan struktur
sampul dengan susunan senyawa kimianya mirip peptidoglikan dinding sel.
Eubakteria yang berdinding sel dan archaebakteria dapat berbentuk kokus (bola),
basil (batang), batang melengkung atau spiral. Struktur kimia sampul eubakteria
sering digunakan untuk membedakannya ke dalam kelompok bakteri Gram-positif,
Gram-negatif, dan “acid-fast” (tahan-asam).
Menurut Muchtadi (1989), sebagian besar bakteri mempunyai pertumbuhan
antara 45 – 55oC dan disebut golongan bakteri thermofilik. Beberapa bakteri
mempunyai suhu pertumbuhannya antara 20 – 45oC disebut golongan bakteri
mesofilik, dan lainnya mempunyai suhu pertumbuhan dibawah 20oC disebut bakteri
psikrofilik. Muchtadi juga menyatakan bahwa pada umumnya bakteri membutuhkan
air (Avalaible Water) yang lebih banyak dari kapang dan ragi. Sebagian besar dari
bakteri dapat tumbuh dengan baik pada aw mendekati 1,00. Ini berarti bakteri dapat
tumbuh dengan baik dalam konsentrasi gula dan garam yang rendah kecuali bakteri –
bakteri yang memiliki toleransi terhadap konsentrasi gula dan garam yang tinggi.
Media untuk sebagian besar bakteri mengandung gula tidak lebih dari 1% dan garam
tidak lebih dari 0,85% (larutan garam fisiologis). Konsentrasi gula 3% - 4% dan
garam 1 – 2% dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri.
Menurut Fardiaz(1992), bakteri tumbuh dengan cara pembelahan biner, yang
berarti satu sel membelah menjadi dua sel. Waktu generasi yaitu waktu yang
dibutuhkan oleh sel untuk membelah, bervariasi tergantung dari spesies dan kondisi
pertumbuhan. Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik yaitu
membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya bakteri
heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak dan komponen makanan
lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Jika tumbuh pada
bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan
maupun komposisi kimia dan cita rasa bahanpngan tersebut. Perubahan yang dapat
terlihat dari luar yaitu perubahan warna, pembentukan lapisan pada permukaan
makanan cair atau padat, pembentukan lendir, pembentukan endapan atau kekeruhan
pada miniman, pembentukan gas, bau asam, bau alkohol, bau busuk dan berbagai
perubahan lainnya.
2.3.2 Kapang
Kapang merupakan sekelompok mikroba yang tergolong dalam fungi dengan
ciri khas memiliki filamen (miselium). Kapang termasuk mikroba yang penting dalam
mikrobiologi pangan karena selain berperan penting dalam industri makanan, kapang
juga banyak menjadi penyebab kerusakan pangan. Kapang adalah fungi multiseluler
yang mempunyai filamen dan pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat karena
penampakannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula akan
berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna
tergantung dari jenis (Fardiaz,s. 1989).
Hifa kapang tumbuh dari spora yang melakukan germinasi membentuk suatu
tuba germ, dimana tuba ini akan tumbuh terus membentuk filamen yang panjang dan
bercabang yang disebut hifa, kemudian seterusnya akan membentuk suatu massa hifa
yang disebut miselium. Pembentukan miselium merupakan sifat yang membedakan
grup-grup didalam fungi. Hifa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu hifa
vegetatif atau hifa tumbuh dan hifa fertil yang membentuk bagian reproduksi. Pada
kebanyakan kapang hifa fertil tumbuh di atas permukaan, tetapi pada beberapa
kapang mungkin terendam. Penyerapan nutrien terjadi pada permukaan miselium.
Sifat-sifat kapang baik penampakan makroskopik ataupun mikroskopik digunakan
untuk identifikasi dan klasifikasi kapang. Menurut Waluyo ( 2007), kapang dapat
dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan struktur hifa yaitu hifa tidak bersekat
atau nonseptat dan hifa bersekat atau septat yang membagi hifa dalam ruangan-
ruangan, dimana setiap ruangan mempunyai satu atau lebih inti sel (nukleus). Dinding
penyekat yang disebut septum tidak tertutup rapat sehingga sitoplasma masih bebas
bergerak dari suatu ruangan ke ruangan lainnya
2.3.3 Khamir
Khamir adalah mikroorganisme bersel tunggal dengan ukuran 5 dan 20 mikron.
Biasanya berukuran 5–10 kali lebih besar dari bakteri. Terdapat berbagai macam
bentuk ragi tergantung dari cara pembelahan selnya. Sel khamir dapat berbebtuk
lonjong, bentuk batang atau bulat. Sel–sel khamir sering di jumpai secara tunggal,
tetapi apabila anak–anak sel tidak dilepas kan dari induknya setelah pembelahan
maka akan terjadi bentuk yang disebut pseudemisellium. Khamir tidak bergerak
karena tidak mempunyai flagela. Beberapa jenis khamir membentuk kapsul disebelah
luar (Buckle,2008).
Dinding sel khamir terdiri atas khitin. Sel yang masih muda dinding selnya tipis
dan lentur, sedangkan yang tua dinding selnya tebal dan kaku. Dibawah dinding sel
terdapat membran sitoplasma yang bersifat permiabel selektif. Tipe sel khamir adalah
Eukariotik. Untuk identifikasi dan determinasi khamir, perlu dipelajari sifat-sifat
morfologi dan fisiologinya. Sifat-sifat morfologi yang perlu dipelajari meliputi
bentuk, ukuran sel, dan jumlah spora, cara–cara perkembangbiakan, pembentukan
pseudemycellium, ordian, giant cdony, klamidospora, blastospora dan sebagainya.
Sifat–sifat fisiologis meliputi pengijian asimilasi C dan N, fermentasi karbohidrat,
kemampuan mencairkan gelatin, reduksi nitrat dan sebagainya (Dwidjoseputro,
2010).
Waluyo (2007) mengatakan bahwa sel khamir mempunyai ukuran yang
bervariasi, yaitu dengan panjang 1,5 mm sampai 20,50 mm dan lebar 1 sampai 10 m.
Bentuk khamir bermacam – macam, yaitu bulat, oval, silinder, ogival yaitu bulan
panjang dengan salah satu ujung runcing, segitiga melengkung (tringuler), berbentuk
botol, bentuk apikulat atau lemon, membentuk spedomiselium, dan sebagai ukuran
dan bentuk sel khamir dalam kultur yang sama mungkin berbeda–beda karena
pengaruh perbedaan dan kondisi lingkungan selama pertumbuhan .
Pengamatan sel khamir dapat dilakukan dengan cara pengecetan sederhana
yaitu pemberian warna pada khamir dengan menggunakan larutan tunggal suatu
warna pada lapisan tipis atau olesan yang sudah difiksasi. Pewarnaan sederhana yaitu
pewarnaan dengan menggunakan satu macam zat warna dengan tujuan hanya untuk
melihat bentuk sel khamir dan untuk mengetahui morfologi dan susunan selnya serta
membedakan sel yang mati dan yang hidup (Balley, 2007).

2.4 Macam Macam Metode Strerilisasi


Proses sterilisasi dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu penggunaan panas
(pemijaran dan udara panas); penyaringan; penggunaan bahan kimia (etilena oksida,
asam perasetat, formaldehida dan glutaraldehida alkalin) (Hadioetomo, 1993). Pada
prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan
kimiawi.
2.4.1 Sterilisai secara mekanik (filtrasi)
Di dalam sterilisai secara mekanik (filtrasi), menggunakan suatu saringan
yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan
pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas,
misal nya larutan enzim dan antibiotik. Jika terdapat beberapa bahan yang akibat
pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan atau penguraian,
maka sterlisasi yang digunakan adalah dengan cara mekanik, misalnya dengan
saringan. Didalam mikrobiologi penyaringan secara fisik paling banyak digunakan
adalah dalam penggunaan filter khusus misalntya filter berkefeld, filter chamberland,
dan filter seitz. Jenis filter yang dipakai tergantung pada tujuan penyaringan dan
benda yang akan disaring.
Penyaringan dapat dilakukan dengan mengalirkan gas atau cairan melalui
suatu bahan penyaring yang memilki pori-pori cukup kecil untuk menahan
mikroorganisme dengan ukuran tertentu. Saringan akan tercemar sedangkan cairan
atau gas yang melaluinya akan steril. Alat saring tertentu juga mempergunakan bahan
yang dapat mengabsorbsi mikroorganisme. Saringan yang umum dipakai tidak dapat
menahan virus. Oleh karena itu, sehabis penyaringan medium masih harus dipanasi
dalam otoklaf. Penyaringan dilakukan untuk mensterilkan substansi yang peka
tehadap panas seperti serum,enzim,toksin kuman,ekstrak sel,dsb.
2.4.2 Sterilisasi secara fisik
Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran.
1. Pemanasan
a. Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh
alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
b. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering
cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.
c. Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air
lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
d. Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf
2. Penyinaran dengan UV

Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya
untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior Safety Cabinet
dengan disinari lampu UV

2.4.3.Sterilisaisi secara kimiawi

Biasanya sterilisasi secara kimiawi menggunakan senyawa desinfektan antara


lain alkohol. Antiseptik kimia biasanya dipergunakan dan dibiarkan menguap seperti
halnya alkohol. Umumnya isopropil alkohol 70-90% adalah yang termurah namun
merupakan antiseptik yang sangat efisien dan efektif. Penambahan yodium pada
alkohol akan meningkatkan daya disinfeksinya. Dengan atau iodium, isopropil tidak
efektif terhadap spora. Solusi terbaik untuk membunuh spora adalah campuran
formaldehid dengan alkohol, tetapi solusi ini terlalu toksik untuk dipakai sebagai
antiseptik.

Pemilihan antiseptik terutama tergantung pada kebutuhan daripada tujuan


tertentu serta efek yang dikehendaki. Perlu juga diperhatikan bahwa beberapa
senyawa bersifat iritatif, dan kepekaan kulit sangat bervariasi. Zat-zat kimia yang
dapat dipakai untuk sterilisasi antara lain yaitu halogen (senyawa klorin, iodium),
alkohol,fenol,hidrogen feroksida,zat warna ungu kristal, derivat akridin, rosanalin,
detergen, logam berat (hg,Ag,As,Zn), aldehida, dll.
2.5 Karakteristik Bahan dan Mikroba yang Berperan Dalam Bahan
2.5.1 Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapangRhizopus, seperti
Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus.
Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa
kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe
kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan
dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi
dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang
yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat.
Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki
rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.
Kelompok jamur yang paling berperan dalam pembuatan tempe adalah genus
Rhizopus. Jamur Rhizopus sp telah diketahui sejak lama sebagai jamur yang
memegang peranan utama pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe. Jamur
Rhizopus sp akan membentuk padatan kompak berwarna putih yang disebut sebagai
benang halus/biomasa. Benang halus/biomasa disebabkan adanya miselia jamur yang
tumbuh pada permukaan biji kedelai dan menghubungkan biji-biji kedelai tersebut.
Jenis Rhizopus sp sangat beragam sehingga perlu diisolasi serta diidentifikasi
morfologi dan sifat-sifatnya. Identifikasi berdasarkan morfologi jamur yaitu dengan
mengamati sporangiofor, sporangium dan sporangio-spora.
R. oligosporus dimanfaatkan dalam pembuatan tempe dari proses fermentasi
kacang kedelai, karena R. oligosporus yang menghasilkan enzim fitase yang
memecah fitat membuat komponen makro pada kedelai dipecah menjadi komponen
mikro sehingga tempe lebih mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap
tubuh (Jennessen et al., 2008). R. oligosporus dapat tumbuh optimum pada suhu 30-
35 °C, dengan suhu minimum 12 °C, dan suhu maksimum 42 °C. Pertumbuhan R.
oligosporus mempunyai ciri-ciri koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm atau
lebih. Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau agak
sedikit kasar, dengan panjang lebih dari 1000 μm dan diameter 10-18 μm. Sporangia
globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan, dengan diameter 100-180
μm. Klamidospora banyak, tunggal atau rantaian pendek, tidak berwarna, dengan
berisi granula, terbentuk pada hifa, sporangiofor dan sporangia. Bentuk klamidospora
globosa, elip atau silindris dengan ukuran 7-30 μm atau 12-45 μm x 7-35 μm
(Madigan dan Martinko, 2006).
Secara tradisional, Rhizopus untuk inokulum biasanya diambil dari daun bekas
pembungkus tempe, yang dikenal dengan sebutan “usar”. Namun demikian,
penggunaan usar ini sangat terbatas dan hanya untuk produksi skala kecil. Daun
pembungkus tempe yang biasa digunakan sebagai usar yaitu daun waru (Hibiscus
tilacius), daun jati (Tectona grandis), atau daun pisang (Musa paradiciaca) .Usar
dibuat dengan membiarkan spora Rhizopus dari udara tumbuh pada kedelai matang
yang ditaruh diantara dua lapis daun, permukaan bagian bawah kedua daun tersebut
memiliki rambut-rambut halus (trikoma) di mana spora dan miselium kapang dapat
melekat. Setelah terjadi pertumbuhan maka Rhizopus sp. pada tahap selanjutya akan
membentuk spora yang berfungsi sebagai benih untuk berkembangbiak, setelah tahap
ini usar siap dijadikan sebagai pembungkus tempe.
2.5.2 Kecap
Kecap merupakan produk olahan yang mempunyai tekstur kental, berwarna
coklat kehitaman, dan digunakan tambahan makanan yaitu sebagai penyedap
makanan. Kecap manis memiliki kadar gula yang tinggi karena ada penambahan gula
pada proses pengolahannya. Sebagian besar dari kecap di Indonesia menunjukkan
adanya perbedaan kandungan gula, kandungan asam, dan konsentrasi asam amino
yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi. Mikroba yang berperan didalamnya
yaitu Aspergillus oryzae dan Rhizopus Oligosporus.
Menurut Waluyo (2007), ciri-ciri Aspergillus adalah Hifa septat dan miselium
bercabang, biasanya tidak berwarna, yang terdapat dibawah permukaan merupakan
hifa vegetatif sedangkan yang muncul diatas permukaan adalah hifa fertil. Koloni
kelompok. Konidiofora septat dan nonseptat, muncul dari “foot cell” (yaitu sel
miselium yang bengkak dan berdinding tebal). Konidiofora membengkak menjadi
vesikel pada ujungnya, membawa sterigmata dimana tumbuh konidia. Sterigmata atau
fialida biasanya sederhana berwarna atau tidak berwarna. Konidia membentuk rantai
yang berwarna hijau, coklat atau hitam. Beberapa spesies tumbuh baik pada suhu 37 0
C atau lebih .
2.5.3 Tape
Secara umum tape dikenal ada dua macam, yaitu tape singkong dan tape
ketan. Tape memiliki rasa yang manis dan sedikit mengandung alkohol, memiliki
aroma yang menyenangkan, bertekstur lunak dan berair. Tape merupakan pangan
fermentasi yang cepat rusak karena adanya fermentasi lanjut setelah kondisi optimum
tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi. Hasil fermentasi lanjut dari tape adalah
produk yang asam beralkohol sehingga tidak enak dikonsumsi lagi. Mikroba yang
berperan dalam pembuatan tape adalah Amylomyces rouxii. Kapang Amylomyces
rouxii dapat menghidrolisis pati menjadi gula. Untuk mendapatkan aroma tape ketan
yang baik biasanya digunakan tiga mikroba sekaligus yaitu Amylomyces rouxii,
Endomycopsis fibuliger, dan Hansenula anoma, sedangkan untuk tape singkong
menggunakan Amylomyces rouxii dan Endomycopsis fibuliger .
2.5.4 Terasi
Terasi merupakan produk perikanan yang berbentuk pasta. Bahan baku yang
biasa digunakan untuk terasi berkualitas baik. Sedangkan terasi bermutu rendah
biasanya dibuat dari limbah ikan, sisa ikan sortiran dengan bahan tambahan biasanya
tepung tapioka atau tepung beras, dan berbagai jenis ikan kecil (teri) atau udang kecil
(rebon). Umumnya terasi digunakan untuk campuran membuat sambal, adakalanya
digunakan pula untuk campuran pada masakan lain. Kandungan padatan (protein,
garam, Ca dan sebagainya) terasi udang sekitar 27-30%, air 50-70% dan garam 15-
20%. Sedangkan terasi yang dibuat dari kandungan protein 20- 45%, kadar air 35-
50%, garam 10-25% dan komponen lemak dalam jumlah yang kecil sedangkan
kandungan vitamin B12 cukup tinggi.
Mikroba yang ditemukan pada produk akhir fermentasi dengan penambahan
garam pada ikan terutama dari jenis Micrococci dan penurunan pada jumlah mikroba
Flavobacterium, Achromobacter, Pseudomonas, Bacillus dan Sarcina yang semula
banyak terdapat pada ikan. Mikroba yang dapat diisolasi dari terasiantara lain bakteri
Micrococcus, Aerococcus, Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga,Bacillus,
Halobacterium dan Acinetobacter.
2.5.5 Tauco
Tauco merupakan bahan makanan yang berbentuk pasta, berwarna
kekuningan sampai coklat dan mempunyai rasa spesifik, dibuat dari campuran kedelai
dan tepung beras ketan. Dalam 100 gram tauco terdapat kandungan nutrien seperti
protein sebesar 12%, lipid sebesar 4,1%, karbohidrat sebesar 10,7%, serat sebesar
3,8%, kalsium sebesar 1,22 mg, zat besi sebesar 5,1 mg dan seng sebesar 3,12 mg
Pembuatan tauco, dilakukan melalui dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi kedelai
yang dilakukan oleh kapang (mold fermentation) dan fermentasi yang dilakukan oleh
khamir dan bakteri dalam larutan garam (brine fermentation) (Rahayu, 1989).
Proses fermentasi pada tauco melalui dua tahapan, yang pertama tahap proses
pembuatan tempe. Tahapan-tahapan tersebut meliputi: penghilangan kotoran, sortasi,
penghilangan kulit, perendaman atau prefermentasi, perebusan, penirisan,
pengemasan, inkubasi atau fermentasi di ruangan terbuka (Hidayat, 2006; Heid dan
Joslyn, 1967). Selama proses fermentasi berlansung terjadi perubahan sifat fisiko-
kimia pada tempe. Pada perubahan fisik, kedelai akan mengalami perubahan terutama
tekstur. Tekstur kedelai akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan
selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu menembus
permukaan kedelai sehingga dapat menggunakan nutrisi yang ada pada biji kedelai.
Hifa kapang akan mengeluarkan berbagai macam enzim ekstraseluler dan
menggunakan komponen biji kedelai sebagai sumber nutrisinya (Hidayat, Masdiana
dan Suhartini, 2006).
Perubahan fisik lainnya adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang
menyelubungi kedelai. Hifa ini berwarna putih dan semakin lama semakin kompak
sehingga mengikat kedelai yang satu dengan kedelai lainnya menjadi satu kesatuan.
Pada tempe yang baik akan tampak hifa yang rapat dan kompak serta mengeluarkan
aroma yang enak .
Perubahan kimia pada tempe karena adanya bantuan protein yang
menghasilkan enzim proteolitik yang menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi
asam amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5% . Adanya
lemak menyebabkan kapang akan menguraikan sebagain besar lemak dalam kedelai
selama fermentasi. Pembebasan asam lemak ditandai dengan meningkatnya angka
asam 50-70 kali setelah fermentasi. Adanya karbohidrat akan didegradasi oleh kapang
Rhizopus oligosporus yang memproduksi enzim pendegradasi karbohidrat seperti
amilase, selulase atau xylanase. Selama fermentasi, karbohidrat akan berkurang
karena dirombak menjadi gula-gula sederhana
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat 3.1.2 Bahan
1. Tabung reaksi dan raknya 1. Tape singkong
2. Pipet ukur 1 ml, 5 ml, dan 10 ml 2. Tape ketan
3. Cawan petri 3. Tauco
4. Spatula 4. Tempe
5. Botol semprot 5. Terasi
6. Lampu bunsen dan UV 6. Anggur / cairan
7. Kuvet spektrofotometer fermentasi
8. Spektrofotometer 7. OMEA
9. Penangas Air 8. PDA
10. Pipet volume 1, 5, 10, 25 ml 9. NA-Ca
11. Labu takar 25 atau 50 ml 10. Aguades
12. Inkubator 11. Alkohol
13. Colony counter 12. Biakan khamir dalam
14. Neraca Analitik agar miring NA
15. Oven 13. Gula
16. Eksikator
17. Vorteks
18. Plastik klip
19. Autoklaf
20. Shaker
21. Sentrifuse
3.1 Skema Kerja
3.2.1 Pembuatan Media

Aquades

Dipanaskan ± 600C

+ Media

Aduk hingga mendidih

Dituangkan @ 10 ml ke tabung reaksi

Autoklaf

3.2.2 Pembuatan Media MEB

Aquades

+ Media

@ 50 ml ke erlemeyer

Autoklaf
3.2.3 Pembuatan Media MEB

Beaker glass

S. cereviciae 4 tabung
Dipanaskan ± 15’

+ air, larutkan
Eksikator ± 15’

Ditera 50 ml
Timbang a gram

@10 ml Ambil 1,2,3...7 ml

Oven 3-4 jam Diencerkan hingga 10 ml

Eksikator ± 15’ Vorteks

Timbang b gram Ukur absorbansi  = 600nm


3.2.4 Skema Untuk Pengukuran Dengan Spektrofotometer

+ S. cereviciae + Gula 50% (2,5 gram)

MEB

Shaker 48 jam suhu ruang

Sentrifuse

Cuci dengan aquades

Encerkan – 10 ml 2x

Timbang

Ukur Absorbansi
3.2.5 Ilustrasi Pengenceran

@0,1ml @0,1ml @0,1ml @0,1ml

1gram / 1ml
Sampel
9 ml 9,9 ml 9,9 ml 9,9 ml 9,9 ml

10-1 10-3 10-5 10-7 10-9


@0,1ml @0,1ml
@1ml

@0,1
@1ml ml
PDA
PDA
10-6 -9
NA-
10 -10
OME 10Ca
NA-
A
Ca

PDA PDA

10-7 10-8 PCA


PCA

OME OME

A A
3.2.6 Skema Untuk Pengukuran Dengan Spektrofotometer

MEB

@ 10 ml ke tabung sentrifuse

Tuang media

Aquades

Encerkan – 10 ml

@ 1ml

Encerkan – 5 ml

Ukur Absorbansi
BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Jumlah sel mikroba
a. kelompok 1
Pengenceran Media
PCA PDA OMEA NA-Ca
1 2 1 2 1 2
106 0 0 8 6
7
10 4 5 3 0 1 4
108 1 10 1 3 0 5
109 0 0 15 0 0
1010 0

b. kelompok 2
Pengenceran Media
PCA PDA OMEA NA-Ca
1 2 1 2 1 2
106 1 1 1 1
107 34 14 4 3 0 3

108 737 122 0 1 1 7

109 50 34 7
1010 0
c. kelompok 3
Pengenceran Media
PCA PDA OMEA NA-Ca
1 2 1 2 1 2
106 1 9 134 135
107 29 23 1 0 3 1
108 12 15 0 0 1 0
109 1 4 0
1010 0
d. kelompok 4

Pengenceran Media
PCA PDA OMEA NA-Ca
1 2 1 2 1 2
106 7 10 1 0
107 11 25 5 5 1 1
108 12 16 5 2 1 3
109 9 4 0
1010 0
e.kelompok 5
Pengenceran Media
PCA PDA OMEA NA-Ca
1 2 1 2 1 2
106 62 94 91 32
107 33 45 18 16 5 5
108 37 39 33 10 1 2
109 10 88 0
1010 0
f. kelompok 6
Pengenceran Media
PCA PDA OMEA NA-Ca
106 - - 14 19 30 24 -
107 112 82 15 8 4 2 -
108 27 44 4 19 0 0 -
109 62 41 - - - - 4
1010 - - - - - - 2

4.1.2 kurva standar :


a. nilai absorbansi kelompok 1
Konsentrasi Jumlah Mikroba Nilai Absorbansi

0,1 0,5 0,122

0,2 0,1 0,253

0,3 0,15 0,389

0,4 0,2 0,501

0,5 0,635
2.5
0,6 0,781
3
0,7 0,905
3.5
b. nilai absorbansi kelompok 2
Konsentrasi Jumlah Mikroba Nilai Absorbansi

0,1 0.7 0.236

0,2 1.4 0.493

0,3 2.1 0.612

0,4 2.8 0.829

0,5 3.5 0.972

0,6 4.2 1.127

0,7 4.9 1.433


c. nilai absorbansi kelompok 3
Konsentrasi Jumlah Mikroba Nilai Absorbansi

0,1 0,3 0,1635

0,2 0,6 0,3025

0,3 0,9 0,7315

0,4 1,2 0,823

0,5 1,5 0,1051

0,6 1,8 1,124

0,7 2,1 1,1605


d. nilai absorbansi kelompok 4
Konsentrasi Jumlah Mikroba Nilai Absorbansi

0.1 0.6 0.175

0.2 1.2 0.32

0.3 1.8 0.498

0.4 2.4 0.515

0.5 3 0.757

0.6 3.6 0.851

0.7 4.2 1.028

e. nilai absorbansi kelompok 5


Konsentrasi Jumlah Mikroba Nilai Absorbansi

0,1
0.4 0.155
0,2
0.8 0.305
0,3
1.2 0.552
0,4
1.6 0.815
0,5
2 0.941
0,6
2.4 1.094
0,7
2.8 1.265

f. nilai absorbansi kelompok 6


Suspensi Konsentrasi MO Nilai Absorbansi
(mg/ml)

1 ml 0.4 0.328

2 ml 0.8 0.574

3 ml 1.2 0.8055

4 ml 1.6 0.9815

5 ml 2 1.055

6 ml 2.4 1.173

7 ml 2.8 1.391

4.1.3 Massa sel mikroba


a. kelompok 1
Botol kosong Nilai absorbansi
Botol kosong (a) Berat biakan
+biakan kering (b)
g kering (c) g
g

39,66 39,71 0,05 0,115


b. kelompok 2
Botol kosong Nilai absorbansi
Botol kosong (a) Berat biakan
+biakan kering (b)
g kering (c) g
g

37,88 37,95 0,07 0,129

c. kelompok 3
Botol kosong Nilai absorbansi
Botol kosong (a) Berat biakan
+biakan kering (b)
g kering (c) g
g

39,77 39,8 0,03 0,198

d. Kelompok 4
Botol kosong Nilai absorbansi
Botol kosong (a) Berat biakan
+biakan kering (b)
g kering (c) g
g

26,92 26,98 0,06 0,23

e. Kelompok 5
Botol kosong Nilai absorbansi
Botol kosong (a) Berat biakan
+biakan kering (b)
g kering (c) g
g

40,69 40,73 0,04 0,155


f. Kelompok 6
Botol kosong Nilai absorbansi
Botol kosong (a) Berat biakan
+biakan kering (b)
g kering (c) g
g

39,17 39,21 0,04 0,236

4.2 Hasil Perhitungan


4.2.1 Jumlah sel mikroba
a. kelompok 1
Jumlah Mikroba
Media Pengenceran
(CFU/ml)

PDA 10-7 <3,0 x 108 [1,5]

PCA 10-7 <3,0 x 108 [4,5]

OMEA 10-6 <3,0 x 107 [7]

b. kelompok 2
Jumlah Mikroba
Media Pengenceran Terendah
(CFU/ml)
7
PDA 10-6 3,0 x 10 (1)

PCA 10-7 4,2 X 1010


7
OMEA 10-6 3,0 x 10 (1)
7
NA-Ca 10-7 3,0 x 10 (7)
c. kelompok 3
Jumlah Mikroba
Media Pengenceran Terendah
(CFU/ml)

PDA 10-6 <3,0x107x5

PCA 10-7 <3,0x108x26

OMEA 10-6 134,5x106


d. kelompok 4
Jumlah Mikroba
Media Pengenceran Terendah
(CFU/ml)

PDA 10-7 <3,0 x 108 [1,8]

PCA 10-6 <3,0 x 107 [8,5]

OMEA 10-6 <3,0 x 107 [5]

e. kelompok 5
Jumlah Mikroba
Media Pengenceran Terendah
(CFU/ml)

PDA 10-6 [7,8 x 107 ]

PCA 10-7 [3,9 x 108]

OMEA 10-6 [6,15 x 107 ]


f. kelompok 6
Jumlah Mikroba
Media Pengenceran Terendah
(CFU/ml)

PDA 10-7 [9,7 x 108 ]

PCA 10-6 [1,65 x 107]

OMEA 10-6 [2,7 x 107 ]


NA-Ca 10-9 [0,4 x 1010]
4.2.2 Massa sel mikroba
a. kelompok 1
Persamaan Jumlah MO (mg/ml)

Y = 1,273x-0,002 0,5

b. kelompok 2
Persamaan Jumlah MO (mg/ml)

Y = 1,898x+0,068 0,1605

c. kelompok 3
Persamaan Jumlah MO (mg/ml)

Y = 0,669x-0,049 1,8

d. kelompok 4
Persamaan Jumlah MO (mg/ml)

Y = 0,135x+0,034 7,2
e. kelompok 5
Persamaan Jumlah MO (mg/ml)

Y = 0,556x-0,1 2,2

f. kelompok 6
Persamaan Jumlah MO (mg/ml)

Y = 0,548x+0,124 1,022
BAB 5. PEMBAHASAN
1.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
5.1.1 Pembuatan Media
Dalam pembuatan media hal pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan aquades.
Kemudian dipanaskan dengan suhu 60 C untuk mempercepat pelarutan. Selanjutnya
ditambahkan media (PCA,PDA, NA, dan OMEA) dan diaduk hingga mendidih yang
bertujuan untuk menghomogenkan larutan media dan aquades. Selain itu tujuan
pengadukan yaitu untuk mempercepat pelarutan. Setelah itu diambil 10 ml dan
dituangkan ke dalam tabung reaksi dan dimasukkan kedalam autoklaf suhu 121oC
selama 15 menit untuk menyeterilisasi media yang dibuat.

5.1.2 Pembuatan media MEB


Langkah pertanma dalam membuat media MEB yaitu menyedian aquades.
Kemudian ditambahkan media MEB. Setelah itu diambil 50 ml dan dituang ke dalam
tabung erlemeyer. Selanjutnya dimasukkan kedalam autoklaf suhu 121oC selama 15
menit untuk menyeterilisasi media yang dibuat.
5.1.3 Pengenceran
1 gram sampel dimasukkan kedalam 9 ml aquades sehingga
konsentrasinya 101. Fungsinya untuk melarutkan sampel. Kemudian diambil 0,1 ml
dan dimasukkan ke dalam 9,9 ml aquades sehingga konsentrasinya 103. Dari
konsentrasi 103 diambil 0,1 ml ke dalam 9,9 ml aquades sehingga konsentrasinya 105.
Dari konsentrasi 105 dituang ke media PDA dan OMEA 0,1 ml sehingga
konsentrasinya 106 serta diambil 0,1 ml di masukkan ke dalam 9,9 ml aquades
sehingga konsentrasinya 107 . Dari konsentrasi 107 di ambil 1 ml dituang ke media
PCA, PDA dan OMEA sehingga konsentrasinya tetap 107 dan diambil 0,1 ml dituang
ke media PCA, PDA dan OMEA sehingga konsentrasinya 108 serta diambil 0,1 ml
dimasukkan ke dalam 9,9 ml aquades sehingga konsentrasinya 109. Dari konsentrasi
109 diambil 1 ml dituang ke media NA-Ca sehingga konsentrasinya 109 dan diambil
0,1 ml dituang ke media NA-Ca sehingga konsentrasinya 1010. Pengenceran ini
berfungsi agar konsentrasinya tidak pekat. Kemudian dituang ke media PDA karena
media PDA memiliki komposisi yang cocok untuk menumbuhkan kapang, PCA
merupakan media yang cocok untuk menumbuhkan semua jenis mikroba, begitu juga
dengan media OMEA yang merupakan media yang memiliki komposisi yang cocok
untuk menumbuhkan khamir sedangkan media NA-Ca merupakan media yang cocok
untuk menumbuhkan bakteri pembentuk asam organik.

5.1.4 Kurva Standart


Langkah pertama dalam membuat kurva standart yaitu menyiapkan breaker glass
kemudian dipanaskan selama 15 menit untuk mematikan mikroba yang tidak
diinginkan. Setelah itu dieksikator selama 15 menit yang berfungsi untuk
menstabilkan RH breaker glass. Selanjutnya beaker glass ditimbang yang beratnya
dinyatakan sebagai berta a gram. Langkah kedua yaiitu menyiapkan 4 tabung S.
cereviciae kemudian ditambahkan air guna untuk melarutkan. Kemudian ditera
sebanyak 50 ml berfungsi untuk mengencerkan dan mengurangi kepekatan dari
mikroba yang digunakan. Perlakuan ini dilakukan untuk dua kali perlakuan dimana
yang pertama 10 ml dimasukkan ke dalam breaker glass yang diketahui bertanya
sebagai berat a gram. Kemudian di oven selama 3-4 jam untuk mengurangi kadar air
dan esikator selama 15 menit untuk mengurangi Rhnya. Setelah itu breaker glass
yang telah dioven dan berisi subtrat mikroba tersebut ditimbang dan beratnya sebaga
b gram. Perlakuan kedua dengan melakukan pengenceran dengan pengambilan 1 ml,
2 ml, 3ml, 4ml, 5ml, 6ml, dan 7 ml. Kemudian diencerkan hingga 10ml untuk
mengurangi kepekatan dari suspensi sehingga didapatkan pengenceran semakin
tinggi, populasi mikrobanya berkurang. Saat pengenceran dilakukan juga
pemvortekan yang berfungsi untuk menghomogenkan larutan dan ukur absorbansinya
denga spektofotometer panjang gelombang 600nm.
5.1.5 Pengukuran dengan spektofotometer
Dalam pengukuran dengan spektometer, media MEB ditambahkan dengan S.
cerevicie dan gula 50% atau 2,5 gram kemudian dishaker selama 48 jam pada suhu
ruang yang bertujuan untuk menghomogenkan dan menumbuhkan S.cerevicie yang
ada pada larutan. Setelah itu larutan disentrifuse yang berguna untuk memisahkan
padatan mikroba dengan cairan dan dilakukan pencucian dengan aquades berfungsi
untuk menghilangkan sisa larutan gula. Kemudian dilakukan pengenceran sampai 10
ml yang digunakan untuk menurunkan kepekatan dari sampel dan lakukan
penimbangan untuk mengetahui berat sampel. Langkah selanjutnya yaitu mengukur
absorbansi menggunakan spektofotometri dengan panjang gelombang 600nm untuk
mengetahui tingkat kekeruhan dari sampel.

5.1 Analisis Data


5.1.1 Kelompok 1
Berdasarkan hasil praktikum dan data hasil perhitungan mikroba pada
kelompok 1 dapat diketahui jumlah sel mikroba pada media PCA dengan konsentrasi
107 sebanyak 4 dan 5, pada pengenceran 108 sebanyak 1 dan 10, dan pengenceran 109
ada 0. Pada media PDA pengenceran 106 tidak ditumbuhi mikroba, pengenceran 107
ditumbuhi 3 mikroba, dan pengenceran 108 ditumbuhi mikroba 1 dan 3. Sedangkan
media OMEA pada pengenceran 106 ditumbuhi mikroba sebanyak 8 dan 6,
pengenceran 107 sebanyak 1 dan 4, pengenceran 108 hanya ditumbuhi 5 mikroba, dan
pada media NA-Ca tidak ditumbuhi bakteri asam laktat. Dari data tersebut terjadi
penyimpangan pada perhitungan mikroba dengan menggunakan PCA dan PDA.
Sedangkan untuk media OMEA tidak terjadi penyimpangan. Menurut literatur
semakin tinggi konsentrasi, maka mikroba yang tumbuh akan semakin sedikit. Hal ini
disebabkan oleh kondisi perlakuan yang dilakukan kurang aseptis sehingga terjadi
penyimpangan. Selain itu praktikan juga kurang teliti dalam memasukan seberapa
banyak suspensi yang akan digunakan sehingga suspensi yang digunakan bisa lebih
dari yang seharusnya atau kurang dari yang seharusnya.
Untuk kurva standar diperoleh nilai persamaan y = 1,273x - 0,002 dengan
nilai R² = 0,9984. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketelitian yang dimiliki cukup
tinggi, karena semakin nilai R² mendekati 1 maka tingkat ketelitiannya semakin
tinggi.
5.1.2 Kelompok 2
Berdasarkan hasil praktikum dan data hasil perhitungan mikroba kelompok 2,
dapat diketahuai bahwa jumlah kapang yang tumbuh pada media PDA adalah 3 x 107
(1), mikroba yang tumbuh pada PCA sebanyak 4,2 X 1010, khamir yang tumbuh pada
OMEA sebanyak 3 x 107 (1), dan BAL yang tumbuh pada media Na-Ca sebanyak 3 x
107 (7). Perhitungan jumlah mikroba pada masing-masing media menggunakan
metode SPC. Jumlah mikroba pada masing-masing pengenceran dihitung kemudian
dihitung dengan metode SPC dengan prioritas perhitungan jumlah sel 30-300.
Jumlah mikroba pada pengenceran rendah ke pengenceran tinggi mengalami
penurunan karena konsentrasi mikroba pada pengenceran yang semakin tinggi,
jumlah mikrobanya semakin sedikit. Jumlah mikroba pada jumlah mikroba pada
media PCA suspensi 107 memiliki mikroba sebanyak 34 sel sedangkan pada suspensi
108 jumlah mikroba sebanyak 737 sel. Selisih jumlah mikroba antar keduanya
sangatlah berjauhan. Hal ini diduga karena pada proses isolasi kurang dilakukan
perlakuan aseptis, sehingga banyak kontaminan yang tumbuh pada media.
Pada perhitungan massa sel, diperoleh jumlah mikroba sebesar 0,1605 mg/ml
diperoleh dari persamaan y = 1,898x + 0,068. Persamaan atau kurva standar tersebut
diperoleh dari sel yang ditumbuhkan pada MEB kemudian dihitung absorbansinya.
5.1.3 Kelompok 3
Berdasarkan hasil praktikum dan data hasil perhitungan mikroba pada
kelompok 3 dapat diketahui jumlah sel mikroba pada media PCA dengan konsentrasi
107 sebanyak 29 dan 23, pengenceran 108 sebanyak 12 dan 15, pengenceran 109
sebanyak 1 dan 4. Pada media PDA pengenceran 106 ditumbuhi mikroba sebanyak 1
dan 2, pengenceran 107 hanya ditumbuhi 1 mikroba, dan pengenceran 108 tidak
ditumbuhi mikroba sama sekali. Pada media OMEA pengenceran 106 ditumbuhi
mikroba sebanyak 134 dan 135, pengenceran 107 sebanyak 3 dan 1, pengenceran 108
hanya ditumbuhi 1 mikroba, dan pada media NA-Ca tidak ditumbuhi bakteri asam
laktat. Berdasarkan data tersebut tidak terjadi penyimpangan dan telah sesuai dengan
literatur, karena semakin tinggi konsentrasi, maka mikroba yang tumbuh akan
semakin sedikit. Hal ini disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan secara aseptis
sehingga didapatkan hasil yang sesuai dengan teori.tidak hanya itu, ukuran suspeni
yang tepat pada saat pengenceran juga berpengaruh pada pertumbuhan jumlah
mikroba.
Untuk kurva standar, diperoleh nilai persamaanya = 0,6694x - 0,0494 dengan
nilai R² = 0,9861. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketelitian yang dimiliki
kelompok 3 masih kurang. Karena semakin nilai R² mendekati 1 maka tingkat
ketelitiannya semakin tinggi, begitu juga sebaliknya, semakin nilai R² menjauhi 1
maka tingkat ketelitiannya semakin rendah.
5.1.4 Kelompok 4
Berdasarkan hasil praktikum dan data hasil perhitungan mikroba yang
dilakukan oleh kelompok 4 dapat diketahui jumlah sel mikroba untuk media PCA
dengan konsentrasi 107 sebanyak 36, pengenceran 108 sebanyak 28, pengenceran 109
sebanyak 13. Pada media PDA pengenceran 106 ditumbuhi mikroba sebanyak 17,
pengenceran 107 ditumbuhi mikroba sebanyak 5, dan pengenceran 108 ditumbuhi
mikroba sebanyak 7. Pada media OMEA dimulai dari pengenceran 106 hanya
ditumbuhi 1 mikroba, pengenceran 107 ditumbuhi 1 mikroba, pengenceran 108
ditumbuhi 4, dan pada media NA-Ca tidak ditumbuhi BAL. Berdasarkan data tersebut
dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi penyimpangan atau telah sesuai dengan
literatur, karena semakin tinggi pengenceran, maka mikroba yang tumbuh akan
semakin sedikit. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan dilakukan secara aseptis
sehingga didapatkan hasil yang sesuai. Tapi pada media OMEA terdapat sedikit
penyimpangan, karena pada media ini pengenceran 107 ke 108 mikroba yang tumbuh
semakin bertambah meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan
kemungkinan kondisi perlakuan pemindahan cairan yang kurang aseptis. Selain itu
pada media PCA pengenceran 109 terjadi penyimpangan saat perhitungan
pengulangan 1 dan 2, hal ini disebabkan praktikan kurang teliti saat menghitung
mikroba yang tumbuh.
Untuk kurva standar diperoleh nilai persamaan y = 1,385x + 0,037 dengan
nilai R2 = 0,982. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tingkat ketelitian yang dimiliki
kelompok 4 masih kurang sehingga nilai R2 kurang sesuai, Karena semakin nilai R²
mendekati 1 maka tingkat ketelitiannya semakin tinggi, begitu juga sebaliknya,
semakin nilai R² menjauhi 1 maka tingkat ketelitiannya semakin rendah.
5.1.5 Kelompok 5
Berdasarkan data hasil perhitungan mikroba pada kelompok 5 dapat
diketahui mikroba yang tumbuh pada media PDA pengenceran 106 sebanyak 62 dan
94, pengenceran 107 sebanyak 18 dan 16, pengenceran 108 sebanyak 33 dan 10. Pada
media PCA pengenceran 107 ditumbuhi mikoba sebanyak 33 dan 45, pengenceran 108
sebanyak 37 dan 39, pengenceran 109 sebanyak 10 dan 88. Pada media OMEA yang
dimulai dari pengencera 106 ditumbuhi mikroba sebanyak 91 dan 92, pengenceran
107 sebanyak 5, dan pengenceran 108 sebanyak 1 dan 2. Sedangkan pada media NA-
Ca tidak ditumbuhi mikroba satupun. Hal ini disebabkan saat perlakuan dilakukan
secara hati-hati dan aseptis sehingga menyebabkan tidak ada mikroba yang tumbuh
pada media ini. Pada media PDA saat pengenceran 107 ke 108 terjadi penyimpangan,
karena pada praktikum ini mikroba bertambah saat pengenceran yang tinggi, hal ini
dapat disebabkan perlakuan yang kurang aseptis sehingga terdapat mikroba yang
semakin banyak. Selain itu proses pemerataan media pada cawan petri yang kurang
rata menyebabkan mikroba tumbuh secara berkoloni sehingga jumlahnya sedikit. Hal
ini tidak sesuai dengan literatur. Seharusnya semakin tinggi pengenceran maka
mikroba yang tumbuh semakin sedikit karena mikroba semakin terurai atau larut pada
aquades dan mikroba yang diencerkan semakin sedikit.
Untuk kurva standar didapatkan persamaan y = 0,556x – 0,1 dengan nilai R2 =
0,986. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tingkat ketelitian yang dimiliki kelompok 5
masih kurang sehingga nilai R2 kurang sesuai, karena semakin nilai R² mendekati 1
maka tingkat ketelitiannya semakin tinggi, begitu juga sebaliknya, semakin nilai R²
menjauhi 1 maka tingkat ketelitiannya semakin rendah.
5.1.6 Kelompok 6
Berdasarkan data hasil perhitungan mikroba pada kelompok 6 dapat
diketahui jumlah sel mikroba pada media PCA dengan konsentrasi 107 sebanyak 112
dan 82, pengenceran 108 sebanyak 27 dan 44, dan pengenceran 109 sebanyak 62 dan
41. Pada media PDA pengenceran 106 ditumbuhi mikroba sebanyak 14 dan 19,
pengenceran 107 ditumbuhi 15 dan 8, dan pengenceran 108 ditumbuhi mikroba 4 dan
19. Pada media OMEA dimulai dari pengenceran 106 ditumbuhi mikroba sebanyak
30 dan 24, pengenceran 107 sebanyak 4 dan 2, pengenceran 108 tidak ditumbuhi
mikroba, dan pada media NA-Ca ditumbuhi bakteri asam laktat 4 pada konsentrasi
109 dan 2 pada konsentrasi 1010. Berdasarkan data tersebut terjadi penyimpangan
pada perhitungan mikroba dengan menggunakan PCA percobaan pertama dan PDA
pengulangan pertama. Hal ini dapat terjadi karena perlakuan yang kurang aseptis oleh
praktikan. Sedangkan untuk media OMEA dan NA-Ca tidak terjadi
penyimpangan/telah sesuai dengan literatur, karena semakin tinggi konsentrasi, maka
mikroba yang tumbuh akan semakin sedikit. Hal ini disebabkan oleh perlakuan yang
dilakukan secara aseptis sehingga didapatkan hasil yang sesuai dengan teori.
Untuk kurva standar diperoleh nilai persamaan y = 0,548x + 0,1243 dengan
nilai R² = 0,9946. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tingkat ketelitian yang dimiliki
kelompok 6 cukup tinggi, Karena semakin nilai R² mendekati 1 maka tingkat
ketelitiannya semakin tinggi.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
a. Pada setiap perhitugan jumlah mikroba dilakukan perhitungan duplo yakni
jumlah mikroba di rata-rata terlebih dahulu kemudian dihitung dengan metode
SPC
b. Perhitungan jumlah mikroba metode SPC diprioritaskan jumlah mikroba
antara 30-300 sel.
c. Perlakuan aseptis berfungsi untuk mengurangi jumlah kontaminan.
d. Semakin tinggi konsentrasi suspensi, maka semakin sedikit jumlah mikroba
dan nilai absorbansinya.
e. Pengukuran nilai absorbansi suspensi mikroba dapat digunakan untuk
mengetahui massa mikroba di dalamnya.
f. Jumlah mikroba dipengaruhi oleh sampel, media, perlakuan aseptis dan
tingkat konsentrasi suspensi mikroba.
g. Pembuatan kuva standar semakin nilai R² mendekati 1 maka tingkat
ketelitiannya semakin tinggi.

6.2 Saran
Terima kasih atas bimbingannya
DAFTAR PUSTAKA
Balley . 2007. Fungi and Mold. New York : The Rosen Publishing Group.
Buckle, K.A, R.A. Edward, G.H fleet and M. Wooton. 1987. Food Science. Jakarta :
Press Etching Indonesia Press.
Dwidjoseputro, D. 2010 . Dasar dasar mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Penerbit PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Hadioetomo . 1993. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Lay B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Natsir. 2007. “Dasar-Dasar Mikrobiologi”. Jurusan farmasi. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Muchtadi, Deddy. 1989. Keamanan Pangan. Department of Food Science and
Technology, IPB: Bogor.
Rahayu, K. dan Sudarmadji, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta: PAU
Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Jennesen S. Gunnar Skou Torben. 2008. Microbiologi. Englang : Forfattern Og
Systime (halaman : 8)
Madigan et al., 1995. Biology of microorganisms, Prentice Hall, Inc., New
Jersey.
Waluyo, L., 2007, Mikrobiologi Umum, UMM Press: Malang
Yuliar. 2008. Skrining Bioantagonistik Bakteri untuk Agen Biokontrol Rhizoctonia
solani dan Kemampuannya dalam Menghasilkan Surfaktan. Jurnal
Biodiversitas/ Vol.9/ No.2 hal 83-86.
LAMPIRAN

Kelompok 1
0.6
y = 1.273x - 0.002
0.5 R² = 0.9984

0.4
Absorban

0.3
Series1
0.2 Linear (Series1)

0.1

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Kosentrasi

Kelompok 2

Nilai Absorban
0.9
0.8 y = 1.898x + 0.068
0.7 R² = 0.9826
Nilai Absorban

0.6
0.5
0.4 Nilai Absorban
0.3
Linear (Nilai Absorban)
0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Konsentrasi
Kelompok 3

Absorbansi
1.4
1.2 y = 0.6694x - 0.0494
R² = 0.9861
1
absorbansi

0.8
Absorbansi
0.6
0.4 Linear (Absorbansi)

0.2
0
0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi Sel

Kelompok 4

Absorbansi
0.6
y = 199.67x + 0.0775
0.5 R² = 0.9231

0.4

0.3 Absorbansi

0.2 Linear (Absorbansi )

0.1

0
0 0.001 0.002 0.003
Kelompok 5

Kurva Standart MO
0.9
0.8
y = 0.5567x - 0.1
0.7
R² = 0.986
0.6
Absorbansi

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.4 0.8 1.2 1.6 2
Konsentrasi mg/ml

Kelompok 6

Kurva Standart
1.2
y = 0.548x + 0.1243
1 1.6, 0.9815
R² = 0.9946
0.8
Absorbansi

0.6

0.4

0.2

0
0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi MO
PERHITUNGAN
Kelompok 1
 Media PCA : pengenceran 109

Rata-rata 1 = (50+34) / 2 = 42
SPC = [ 42x 10-9]
= [42x 109]
= [4,2x 1010] cfu/ml

 Media NA-Ca : pengenceran 109

SPC = [ 7 x 10-9]
= [7 x 109]
= [7 x 109] cfu/ml
7
= <3,0 x 10 [7] cfu/ml

Kelompok 3
1.

 (memenuhi <30)

2.

 (memenuhi <30)

3.

 (memenuhi 30-300)

Kurva standar
y= 0,669x-0,049
absorbansi = 0, 198
maka,
y=0,669x-0,049
0,198=0,669x-0,049
x = 0,247/ 0,669
= 0,36 mg/ml
0,36 x 10/ 1 x 5 = 18 mg
Banyaknya mikroba dalam medium = 18/10 = 1,8 mg/ ml

Kelompok 4

 Media PCA : pengenceran 107


rata – rata : (11+ 25) : 2 = 18
SPC = <30 [ 18 x 107]
= <30 x 1/10-7 [ 18x107]
= <3,0 x 108 [1,8] cfu/ml

 Media PDA : pengenceran 106


rata – rata : (7+ 10) : 2= 8,5
SPC = <30 [ 8,5 x 106]
= <30 x 1/10-6 [8,5 x 106]
= <3,0 x 107 [8,5 ] cfu/ml

 Media OMEA : pengenceran 106


rata – rata : (1+ 0) : 2= 0,5
SPC = <30 [ 0,5 x 106]
= <30 x 1/10-6 [0,5 x 106]
= <3,0 x 107 [0,5 ] cfu/ml

 Y = ax + b
0,23 =199,6x + 0,077
X = 0,0008g/ml
0,0008x 1 0 x 5 ml = 0,04 g/ml
Banyak mikroba dlm medium =
= 0,04 / 10
= 0,004g/ ml = 4 mg/ml

Kelompok 5
 Media PDA : pengenceran 106

rata – rata : (62+94)/ 2 = 78


SPC = [ 78 x 10-6]
= [78 x 106]
= [7,8 x 107] cfu/ml
 Media OMEA : pengenceran 106

rata – rata : (91+32) / 2 = 61,5


SPC = [ 61,5 x 10-6]
= [61,5 x 106]
= [6,15 x 107] cfu/ml
 Media PCA : pengenceran dan

Rata-rata 1 = (33+45) / 2 = 39
Rata-rata 2 = (37 + 39) / 2= 38

X= = 9,7
X >2 menggunakan pengenceran terendah
SPC = [ 39 x 10-7]
= [39 x 107]
= [3,9 x 108] cfu/ml
Kelompok 6
 Media PDA : pengenceran 107

a. rata – rata : 112+ 82 : 2 = 97


SPC = >30 [ 97 x 10-7]
= >30 x 107 [ 97 x 107]
= >3 x 108 [9,7] cfu/ml

 rata – rata : 62+ 41 : 2 = 51,5


SPC = >30 [ 51,5 x 10-9]
= >30 x 107 [ 51,5 x 109]
= >3 x 1010 [5,15] cfu/ml
x = 97 x 107+ 51,5 x 1010 : 2
= 0,263 x 1010 > 2 maka menggunakan pengenceran terendah

 Media PCA : pengenceran 107

rata – rata : (14+ 19) : 2= 16,5


SPC = >30 [ 16,5 x 10-7]
= >30 x 107 [16,5 x 107]
= >3 x 108 [1,65 ] cfu/ml
 Media OMEA : pengenceran 106

a. SPC = <30 [ 4 x 10-9]


= <30 x 107 [ 4 x 109]
= <3 x 1010 [0,4] cfu/ml
b. SPC = <30 [ 2 x 10-10]
= <30 x 107 [ 2 x 1010]
= <3 x 1011 [0,2] cfu/ml
x = 0,4 x 1010 + 0,2 x 1011 : 2
= 1,2 x 1010 < 2 maka menggunakan pengenceran tertinggi
• Y = ax + b
0,236 = 0,548x - 0,124
x = 0,204 mg/ml
0,204 x 10 x 5 ml = 10,22
Banyak mikroba dlm medium = 10,22 / 10
= 1,022 mg/ ml
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013

LAPORAN
ANALISA MUTU PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

NAMA : PRIMA BAGUS SAPUTRA


KELAS : THP-B
NIM : 121710101076
ACARA : ANALISA KUANTITATIF DAN KUALITATIF
KELOMPOK / SHIFT : 6 / B-1
TANGGAL PRAKTIKUM : 4 Desember 2013
TANGGAL LAPORAN : 14 Desember 2013

Anda mungkin juga menyukai