Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

VERTIGO

I. Konsep Vertigo
1.1. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan
seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim
keseimbangan (Labuguen, 2006).

Vertigo adalah perasaan yang abnormal, mengenai adanya gerakan


penderita sekitarnya atau sekitarnya terhadap penderita; tiba-tiba
semuanya serasa berputar atau bergerak naik turun dihadapannya.
Keadaan ini sering disusul dengan muntah-muntah, berkeringat, dan
kolaps. Tetapi tidak pernah kehilangan kesadaran. Sering kali disertai
gejala-gejala penyakit telinga lainnya.

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran


vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu:
1.1.1. Vertigo Periferal
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang
disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang
bertugas mengontrol keseimbangan. Gangguan kesehatan yang
berhubungan dengan vertigo periferal antara lain
penyakitpenyakit seperti benign parozysmal positional vertigo
(gangguan akibat kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere
(gangguan keseimbangan yang sering kali menyebabkan hilang
pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf
keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam
pendengaran).
1.1.2. Vertigo Sentral
Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga
yang senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke
otak untuk menjaga keseimbangan. Vertigo sentral terjadi jika ada
sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian
saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan
serebelum (otak kecil).

1.2. Etiologi
1.2.1. Otologi 24-61% kasus
1.2.1.1. Benigna Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
1.2.1.2. Meniere Desease
1.2.1.3. Parese N VIII Uni/bilateral
1.2.1.4. Otitis Media
1.2.2. Neurologik 23-30% kasus
1.2.2.1. Gangguan serebrovaskuler batang otak/ serebelum
1.2.2.2. Ataksia karena neuropati
1.2.2.3. Gangguan visus
1.2.2.4. Gangguan serebelum
1.2.2.5. Gangguan sirkulasi LCS
1.2.2.6. Multiple sklerosis
1.2.2.7. Vertigo servikal
1.2.3. Interna kurang lebih 33% karena gangguan kardiovaskuler
1.2.3.1. Tekanan darah naik turun
1.2.3.2. Aritmia kordis
1.2.3.3. Penyakit koroner
1.2.3.4. Infeksi
1.2.3.5. Hipoglikemia
1.2.3.6. Intoksikasi Obat: Nifedipin, Benzodiazepin, Xanax,
1.2.4. Psikiatrik > 50% kasus
1.2.4.1. Depresi
1.2.4.2. Fobia
1.2.4.3. Anxietas
1.2.4.4. Psikosomatis
1.2.5. Fisiologik Melihat turun dari ketinggian.

1.3. Tanda gejala


Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu perasaan berputar yang
kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu
mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat
dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri
kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah
tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.

Klien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu
keadaan tertentu. Klien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya
berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya,
bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau
jika kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung
5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali klien merasa
cemas.Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat
menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus
atau berputar secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar
klien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan
dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat
juga sampai beberapa tahun.

1.4. Patofisiologi
Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti
meniere, parese N VIII, otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang
terjadi pada telinga tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan pada
saraf ke VIII, dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus
(otitis media). Selain dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena
neurologik. Seperti gangguan visus, multiple sklerosis, gangguan
serebelum, dan penyakit neurologik lainnya. Selain saraf ke VIII yang
terganggu, vertigo juga diakibatkan oleh terganggunya saraf III, IV, dan
VI yang menyebabkan terganggunya penglihatan sehingga mata menjadi
kabur dan menyebabkan sempoyongan jika berjalan dan merespon saraf
ke VIII dalam mempertahankan keseimbangan. Hipertensi dan tekanan
darah yang tidak stabil (tekanan darah naik turun). Tekanan yang tinggi
diteruskan hingga ke pembuluh darah di telinga, akibatnya fungsi telinga
akan keseimbangan terganggudan menimbulkan vertigo. Begitupula
dengan tekanan darah yang rendah dapat mengurangi pasokan darah ke
pembuluh darah di telinga sehingga dapat menyebabkan parese N VIII.

Psikiatrik meliputi depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat


mempengaruhi tekanan darah pada seseorang. Sehingga menimbulkan
tekanan darah naik turun dan dapat menimbulkan vertigo dengan
perjalanannya seperti diatas. Selain itu faktor fisiologi juga dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan. Karena persepsi seseorang
berbeda-beda.

1.5. Pemeriksaan Penunjang


1.5.1. Tes Romberg yang dipertajam
Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata
kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dengan
sikap yang romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
1.5.2. Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)
Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup
sebanyak 50 langkah. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika
penderita beranjak lebih dari satu meter atau badan berputar lebih
dari 30 derajat.
1.5.3. Salah Tunjuk(post-pointing)
Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi
(sampai fertikal) kemudian kembali kesemula.
1.5.4. Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike
Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai
kepala bergantung dipinggir tempat tidur dengan sudut 30°kepala
ditoleh kekiri lalu posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi
kekanan pada keadaan abnormal akan terjadi nistagmus.
1.5.5. Tes Kalori, dengan menyemprotkan air bersuhu 30°
ketelinga penderita.
1.5.6. Elektronistagmografi, yaitu alat untuk mencatat lama dan
cepatnya nistagmus yang timbul.
1.5.7. Posturografi, yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system
visual, vestibular dansomatosensorik.

1.6. Komplikasi
1.6.1. Cidera fisik
Klien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan
akibat terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga klien
tidak mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan
berjalan.
1.6.2. Kelemahan otot
Klien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan
aktivitas. Mereka lebih sering untuk berbaring atau tiduran,
sehingga berbaring yang terlalu lama dan gerak yang terbatas
dapat menyebabkan kelemahan otot.

1.7. Penatalaksanaan
1.7.1. Penatalaksanaan Medikasi
1.7.1.1. Pada fase akut penderita harus dibaringkan dan diberi
Avoming 25 mg tiap 6 jam. Kalau muntah dan vertigo
hebat penderita perlu dirawat di Rumah Sakit.
Promethazine 25 mg dan Chlorpromazine 1,25 mg
melalui IM tiap 6 jam selama 24 jam akan mengurangi
muntah dan vertigo yang hebat.
1.7.1.2. Pada fase tenang penderita dianjurkan untuk:
a. Mengurangi minum hanya sampai tiga gelas sehari.
b. Pantang garam.
1.7.2. Penatalaksanaan Operatif
Apabila pendengaran masih baik dianjurkan operasi untuk
menghilangkan vertigo sambil mempertahankan pendengarannya
seperti:
1.7.2.1. Miringotomi dan pemasangan gromet dapat mengurangi
vertigo.
1.7.2.2. Dekomprese sakus endolimfatikus untuk mengurangi
tekanan di dalam labirin mukosa dapat menghilangkan
vertigo.
1.7.2.3. Perusakan dengan ultra sonik terhadap labirin untuk
mempertahankan koklea telah dicoba pula tetapi cara ini
sudah banyak ditinggalkan oleh ahli THT.
1.7.2.4. Apabila satu telinga tuli besar dan menyebabkan
kambuhnya vertigo perusakan labirin membranosa perlu
dilakukan dengan cara operasi ini penderita dibebaskan
sama sekali dari vertigo sedangkan hilangnya
pendengaran tidak merisaukan penderita.
1.8. Pathway
 Vestibular
Fisiologis

II. Rencana Asuhan Klien dengan Meningitis
2.1. Pengkajian
2.1.1. Aktivitas/Istirahat
Letih, lemah, malaise, keterbatasan gerak, ketegangan mata,
kesulitan membaca, insomnia, bangun pada pagi hari dengan
disertai nyeri kepala, sakit kepala yang hebat saat perubahan
postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.
2.1.2. Sirkulasi
Riwayat hypertensi, denyutan vaskuler, misal daerah temporal,
pucat, wajah tampak kemerahan.
2.1.3. Integritas Ego
Faktor faktor stress emosional/lingkungan tertentu, perubahan
ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi,
kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala,
mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).
2.1.4. Makanan dan cairan
Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat,
bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak,
jeruk, saus, hotdog, Monosodium Glutamat (MSG) pada migrain,
mual/muntah, anoreksia (selama nyeri), penurunan berat badan.
2.1.5. Neurosensoris
Pening, disorientasi (selama sakit kepala), riwayat kejang, cedera
kepala yang baru terjadi, trauma, stroke, aura; fasialis, olfaktorius,
tinitus, perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang
keras, epitaksis, parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi
tempore, perubahan pada pola bicara/pola pikir, mudah
terangsang, peka terhadap stimulus, penurunan refleks tendon
dalam, papiledema.
2.1.6. Nyeri/ kenyamanan
Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal
migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma,
sinusitis, nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus
menyempit, fokus pada diri sendiri, respon emosional/perilaku tak
terarah seperti menangis, gelisah, otot-otot daerah leher juga
menegang, frigiditas vokal.
2.1.7. Keamanan
Riwayat alergi atau reaksi alergi, demam (sakit kepala), gangguan
cara berjalan, parastesia, paralisis, drainase nasal purulent (sakit
kepala pada gangguan sinus).

2.2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Resiko Jatuh (Herdman, 2015: 411)
2.2.1. Definisi
Rentan terhadap peningkatan resiko jatuh yang dapat
menyebabkan bahaya fisik dan gangguan kesehatan.
2.2.2. Faktor resiko
2.2.2.1. Dewasa
a. Penggunaan alat bantu
b. Tinggal sendiri
c. Usia >65 tahun
2.2.2.2. Anak
Kurang pengawasan pada anak usia <2 tahun
2.2.2.3. Kognitif
Gangguan fungsi kognitif
2.2.2.4. Lingkungan
a. Kurang pencahayaan
b. Penggunaan restrein
c. Ruang yang tidak dikenal
d. Pemajanan pada kondisi cuaca tidak aman

2.2.2.5. Agen farmaseutikal


Penggunaan alkohol
2.2.2.6. Fisiologis
a. Anemia
b. Artritis
c. Gangguan keseimbangan
d. Gangguan mendengar
e. Gangguan mobilitas
f. Kesulitan gaya berjalan
g. Neoplasma
h. Neuropati
i. Penurunan kekuatan ekstremitas bawah
j. Pusing
Diagnosa 2 : Intoleran Aktivitas (Herdman, 2015: 241)
2.2.3. Definisi
Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari yang harus atau yang ingin dilakukan.
2.2.4. Batasan karakteristik
2.2.4.1. Dipsnea saat beraktivitas
2.2.4.2. Keletihan
2.2.4.3. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
2.2.4.4. Perubahan EKG (mis., aritmia iskemia)
2.2.4.5. Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap
aktifitas
2.2.5. Faktor yang berhubungan
2.2.5.1. Gaya hidup kurang gerak
2.2.5.2. Imobilitas
2.2.5.3. Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan
2.2.5.4. Tirah baring
Diagnosa 3 : Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
(Herdman, 2015: 177)
2.2.6. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
2.2.7. Batasan karakteristik
2.2.7.1. Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan
ideal
2.2.7.2. Bising usus hiperaktif
2.2.7.3. Cepat kenyang setelah makan
2.2.7.4. Diare
2.2.7.5. Gangguan sensasi rasa
2.2.7.6. Kelemahan otot pengunyah
2.2.7.7. Kelemahan otot untuk menelan
2.2.7.8. Ketidakmampuan memakan makanan
2.2.7.9. Kram abdomen
2.2.7.10. Kurang informasi
2.2.7.11. Kurang minat terhadap makanan
2.2.7.12. Nyeri abdomen
2.2.8. Faktor yang berhubungan
2.2.8.1. Faktor biologis
2.2.8.2. Faktor ekonomi
2.2.8.3. Gangguan psikososial
2.2.8.4. Ketidakmampuan makan
2.2.8.5. Ketidakmampuan mencerna makanan
2.2.8.6. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
2.2.8.7. Kurang asupan makanan
2.3. Perencanaan
Diagnosa 1: Resiko Jatuh
2.3.1. Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
2.3.1.1. Resiko jatuh akan menurun atau terbatas, yang
dibuktikan oleh keseimbangan, gerakan terkoordinasi,
perilaku pencegahan jatuh, kejadian jatuh, dan
pengetahuan: pencegahan jatuh.
2.3.1.2. Memperlihatkan kejadian jatuh, yang dibuktikan oleh
indikator: (1-5: 10 dan lebih, 7-9, 4-6, 1-3, dan tidak
ada):
a. Frekuensi jatuh ketika berdiri tegak
b. Frekuensi jatuh ketika berjalan
c. Frekuensi jatuh ketika duduk
d. Frekuensi jatuh ketika berpindah tempat
e. Frekuensi jatuh dari tempat tidur

2.3.2. Intervensi keperawatan dan rasional(NIC)


2.3.2.1. Peningkatan Mekanika Tubuh:
Memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan dalam
aktivitas sehari-hari untuk mencegah keletihan dan
ketegangan atau cedera muskuloskeletal

2.3.2.2. Manajemen Lingkungan: Keamanan:


Memantau dan memanipulasi lingkungan fisik untuk
memfasilitasi keamanan
2.3.2.3. Terapi Latihan Fisik: Keseimbangan:
Menggunakan aktivitas, postur, dan pergerakkan tertentu
untuk mempertahankan, meningkatkan, dan
mengembalikan keseimbangan tubuh
2.3.2.4. Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot:
Menggunakan protokol aktivitas atau latihan fisik
tertentu untuk meningkatkan atau mengembalikan
gerakan tubuh terkendali
2.3.2.5. Pencegahan Jatuh:
Menerapkan tindakan kewaspadaan khusus bersama
klien yang memiliki resiko mengalami cedera akibat
jatuh
2.3.2.6. Identifikasi resiko:
Menganalisis faktor resiko yang potensial, menentukan
resiko kesehatan, dan memprioritaskan strategi
penurunan resiko

Diagnosa 2 : Intoleran Aktivitas


2.3.3. Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
2.3.3.1. Mentoleransi aktivitas yang bisasa dilakukan, yang
dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan,
penghematan energy, kebugaran fisik, energy
psikomotorik, dan perawatan diri, ADL.
2.3.3.2. Menunjukkan toleransi aktivitas, yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut: (1-5: gangguan eksterm, berat,
sedang, ringan, tidak ada gangguan)

2.3.4. Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)


2.3.4.1. Terapi aktivitas:
Memberi anjuran tentang dan bantuan dalam aktivitas
fisik, kognitif, sosial, dan spritual yang spesifik untuk
meningkatan rentang, frekuensi, atau durasi aktivitas
(atau kelompok)
2.3.4.2. Terapi latihan fisik: Mobilitas Sendi:
Menggunakan gerakan tubuh aktif dan pasif untuk
mempertahankan atau mengembalikan gerakan tubuh.
2.3.4.3. Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot:
Menggunakan aktivasi tertentu atau protokol latihan
yang sesuai utuk meningkatkan atau mengembalikan
gerakan tubuh yang terkendali.

Diagnosa 3 : Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh


2.3.5. Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
Klien akan memperlihatkan status gizi : asupan mkanan dan
cairan yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut:Keseimbangan
2.3.5.1. Makanan oral
2.3.5.2. Pemberian makanan lewat selang adekuat
2.3.5.3. Asupan cairan oral adekuat

2.3.6. Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)


Manajemen Nutrisi:
2.3.6.1. Timbang klien pada interval yang tepat
2.3.6.2. Berikan informasi kepada klien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
2.3.6.3. Buat perencanaan makan dengan klien yang masuk
dalam jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan dan
ketidaksukaan klien
2.3.6.4. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
2.3.6.5. Berikan klien minuman dan kudapan bergizi, tinggi
protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi
III. Daftar Pustaka
Herdman, T. H. (Ed). (2015). Nanda International Inc. Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.

http://documents.tips/documents/askep-vertigopdf.html (diakses 6 Desember


2016).

http://documentslide.com/documents/laporan-pendahuluan-vertigodocx.html
(diakses 6 Desember 2016).

Labuguen. 2006. Tersedia dalam: https://www.academia.edu/19640476/


LAPORAN_PENDAHULUAN_VERTIGO.

Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi Revisi. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai