Anda di halaman 1dari 3

SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS)

A. DEFINISI
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yaitu penyakit infeksi pada saluran
nafas yang disebabkan oleh virus corona dengan sekumpulan gejala klinis sangat berat
(Chen & Rumende, 2006). SARS dapat disebut juga sebagai sekumpulan gejala sakit
pernapasan yang mendadak dan berat atau disebut juga penyakit infeksi saluran
pernafasan yang disebabkan oleh virus corona (Zhang, et al., 2006). Menurut literatur
lain, SARS suatu jenis kegagalan paru- paru dengan berbagai kelainan yang berbeda,
yang menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan di paru-paru (edema paru) (Svoboda.
2006).
Jadi, SARS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala yang sangat berat akibat
adanya infeksi virus corona pada saluran nafas.
B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit SARS adalah infeksi virus yang tergolong dalam genus
coronavirus (CoV). SARS- CoV tersebut merupakan tipe baru dari coronavirus yang
telah dideklarasikan secara resmi oleh World Healt Organization (WHO) sebagai agen
kausatif penyebab SARS. SARS-CoV mempunyai patogenesis yang unik sebab mereka
menyebabkan infeksi pernafasan pada bagian atas dan bawah sekaligus serta dapat
menyebabkan gastroenteritis (WHO, 2005). Coronavirus sendiri berasal dari bahasa
Yunani yang berarti mahkota (corona). Mahkota virus tersusun dari komponen S
glikoprotein, yang dapat menempel pada sel inang dan nantinya dapat menyebabkan virus
masuk ke dalam sel inang (Jawetz, et al., 2007).

Gambar 1. Skematis Coronavirus (Jawetz, et al., 2007).


Coronavirus adalah anggota dari famili Coronaviridae, suatu virus besar, dan
mempunyai selubung (envelope). Selubung virus ini dipenuhi dengan tonjolan – tonjolan
yang panjang berbentuk daun bunga (petal) (Surjawidjaja, 2008). Partikel virus SARS
mempunyai diameter 80 – 140 nm, sama seperti virus corona yang lain, mempunyai
komponen tonjolan atau glikoprotein pada permukaan atau selubung virus. Pada virus
SARS, glikoprotein HE tidak ditemukan. Genom RNA coronavirus ini mempunyai
ukuran 27 – 32 kb dan merupakan genom yang terbesar di antara semua virus yang ada.
Genom virus ini beruntai tunggal (single- stranded) dan membentuk nukleokapsid helikal
yang fleksibel dan panjang. Nukleokapsid ini terletak di dalam suatu selubung lipoprotein
yang terbentuk dari penggembungan membran intraseluler (Drosten, et al., 2009).
Adapun klasifikasi dari coronavirus menurut Surjawidjaja (2003) adalah sebagai
berikut:
Ordo : Nidovirales
Familia : Coronaviridae
Genus : Coronavirus
SARS-CoV biasanya tidak stabil bila berada dalam lingkungan. Namun virus ini
dapat bertahan berhari-hari pada suhu kamar. Virus ini juga mampu mempertahankan
viabilitasnya dengan baik ketika berada di dalam feces (Chen & Rumende, 2006). SARS
stabil dalam feses dan urin pada suhu ruang selama 1 – 2 hari. Nilai pH feses penderita
lebih tinggi dari pH feses normal, dan virus yang dikandungnya lebih stabil serta dapat
bertahan sampai 4 hari. Virus SARS pada pH 6 – 7 dapat bertahan sampai 3 jam, 6 jam
pada pH 8 dan 4 hari pada pH 9. Pada suhu 4ºC dan -80ºC virus dapat bertahan sampai 21
hari. Pada suhu tersebut konsentrasi virus dalam kultur sel hampir tidak menurun. Oleh
karena itu virus SARS-CoV lebih stabil dibandingkan dengan virus corona manusia yang
telah dikenal (Ibrahim dan Sudiro, 2006).
Ada 3 kelompok serologis coronavirus yang telah dikenali setiap serogrup, virus
diidentifikasi sesuai dengan pejamu alamiahnya, dengan cara urutan (sekuens)
nukleotidanya dan hubungannya masing-masing secara serologis. Seperti halnya dengan
kebanyakan virus-virus RNA, coronavirus memiliki frekuensi mutasi yang sangat besar.
Dengan melihat panjangnya genom dan frekuensi kesalahan polimerase RNA dari virus-
virus lain, genom RNA coronavirus agaknya memiliki kumpulan titik mutasi pada setiap
replikasi RNA-nya (Drosten, et al., 2009).
Analisi urutan (sekuens) nukleotida dari berbagai isolat coronavirus menunjukkan
suatu variabilitas sekuens yang dapat mempengaruhi replikasi virus dan patogenesisnya.
Ada anggapan bahwa penyakit SARS yang disebabkan oleh coronavirus dan menyerang
manusia merupakan keadaan di mana coronavirus yang infektif terhadap beberapa hewan
mengalami mutasi dan berevolusi untuk kemudian menjadi patogen terhadap beberapa
kelompok hewan lainnya dan juga pada manusia (Poutanen, et al., 2005).

Chen K, Rumende CM. 2006. SARS : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
Drosten C, Gunther S, Preiser W. 2009. Identification of a novel coronavirus in patients with
severe acute respiratory syndrome. N Engl J Med 2009; 348.
Jawetz, Melnich, Adelberg. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Poutanen SM, Low DE, Henry B, Finkelkstein S, Rose D, Green K, et al. 2005. Identification of
severe acute respiratory syndrome in Canada. N Engl J Med 348.
Surjawidjaja JE. 2008. Sindrom Pernafasan Akut Parah (Severe Acute Respiratory
Syndrome/SARS): Suatu Epidemi Baru yang Sangat Virulen. J Kedokteran Trisakti 22
(2): 76-82.
Svoboda T, Henry B, Shulman L, Kennedy E, Rea E, Wil Ng, Wallington T, Yaffe B, Gournis
E, Vicencio E, Basrur S, Richard H. Glazier. 2006. Public Health Measures to Control the
Spread of the Severe Acute Respiratory Syndrome during the Outbreak in Toronto. N
Engl J Med 350;23.
World Health Organization (WHO). 2005. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Weekly
Epidemiological Record 2005; 78:81-3.
Zhang L, Zhang F, Yu W, He T, Yu J,Christopher EY, Ba L, Li W, Farzan M, Chen Z, Yuen
KY, Ho D. 2006. Antibody Responses Against SARS Coronavirus Are Correlated With
Disease Outcome of Infected Individuals. Journal of Medical Virology 78:1–8.

Anda mungkin juga menyukai