Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

TUGAS 1
Disusun Oleh : Aditya Rahmat Hermawan | 16/400243/TK/45257

Kajian Pengaruh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT. Freeport


Indonesia Terhadap Ekonomi Pertambangan Indonesia
PT Freeport Indonesia adalah sebuah anak perusahaan asing dari Freeport-McMoRan
Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia bergerak dibidang pertambangan mineral dengan
serangkaian proses penambangan, pengolahan, dan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung
tembaga, emas, dan perak. PT Freeport Indonesia beroperasi di daerah dataran
tinggi Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia
memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia. PT
Freeport Indonesia bekerjasama dan terikat kontrak dengan Pemerintah Indonesia sebagai bentuk
pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di Indonesia. Permasalahan yang melatarbelakangi
Pemerintah Indonesia melakukan kontrak dengan PT Freeport yang merupakan perusahaan asing
dikarenakan kurangnya teknologi dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan penambangan
mineral khusus pada masa itu.
Namun, menurut Radhi (2014), sudah lebih setengah abad lamanya kekayaan alam yang
terdapat di Indonesia dieksploitasi secara besar-besaran yang lebih menguntungkan bagi
perusahaan asing beserta komparadornya sedangkan nilai tambah pengurasan hasil tambang bagi
bangsa Indonesia selama ini amat rendah, sehingga negara gagal memanfaatkan hasil kekayaan
alam bagi kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 yang mengatur pertambangan berdasarkan sistem perjanjian Kontrak Karya (KK)
pada pertambangan mineral dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
dan Kuasa Pertambangan (KP). Namun sistem perjanjian tersebut sudah dianggap tidak dapat
mengatur pertambangan di Indonesia karena tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, ilmu
pengetahuan, dan persaingan tingkat global. Sistem perjanjian tersebut dipandang tidak dapat
membawakan keuntungan yang besar terhadap Negara Indonesia karena 91,5% saham dikuasai
oleh pihak asing, dan sisanya dikuasai oleh Pemerintah Indonesia. Selain itu, hasil pertambangan
yang diperoleh mimiliki nilai jual yang rendah akibat bahan hasil tambang tidak melalui proses
pemurnian terlebih dahulu, hasil penjualan bahan mentah hasil tambang tersebut akan dibagi hasil
dengan pemerintah Indonesia sehingga keuntungan tidak terlalu besar dibandingkan nilai jual
bahan hasil tambang yang sudah melalui proses pemurnian.
Proses pemurnian selanjutnya dilakukan oleh perusahaan asing yang tidak ada ikatan kontrak
dengan Indonesia sehingga keuntungan terbesar berada dipihak PT Freeport sedangkan SDA
Indonesia terus dieksploitasi. Persoalan tersebut menjadi faktor pendorong disahkannya Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang mengubah sistem KK, PKP2B, dan KP menjadi sistem Izin
Usaha Pertambangan (IUP). Undang-Undang Minerba menyatakan bahwa IUP terdiri dari dua
proses, yaitu IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. Di dalam IUP Operasi Produksi terdapat
proses pemurnian. Proses pemurnian disebut juga pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Mineral dan Batubara yang menyatakan bahwa pemegang kontrak karya yang sudah
berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-
Undang ini disahkan. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, mengatur tentang peningkatan harga
jual bahan galian tambang dalam bentuk fure konsentrat bukan lagi konsentrat. Dalam hal ini
perusahaan harus melakukan pemurnian (smelting) terlebih dahulu untuk membentuk bahan galian
tambang yang murni konsentrat. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 juga menyatakan
bahwa penambangan mineral dan batubara wajib melakukan pemurnian di dalam negeri. Atas
kebijakan pemerintah tersebut banyak terjadi pro dan kontra dengan perusahaan pertambangan di
Indonesia.
Permasalahan pada PT Freeport yang melakukan Pemberhentian Hak Kerja (PHK) pada
puluhan ribu karyawannya dikarenakan persoalan pajak yang meningkat jika melakukan ekspor
bahan galian mentah, juga mengalami kerugian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang menurun
hingga lebih dari 90%. Namun, hal positif atas kebijakan pemerintah tersebut berpengaruh pada
perusahaan yang telah memiliki smelter yang merasa diuntungan atas larangan ekspor karena telah
memilki smelter. Sedangkan PT Freeport hingga saat ini masih memiliki fasilitas smelter yang
berada di Indonesia hanya sekitar 5,18% dari produksi total, sedangkan sisanya proses smelting
masih dilakukan di Amerika dan sejauh ini PT. Freeport masih memberikan janji untuk terus
meningkatkan fasilitas smelting-nya di Indonesia.
PT Freeport tidak dapat melakukan pembangunan smelter secara cepat, karena akan
berpengaruh pada penurunan pendapatan karena biaya pajak yang besar jika tetap melakukan
penjualan konsentrat yang bukan pure konsentrat, bahkan akan berpengaruh pada Pemberhentian
Hak Kerja (PHK) secara sepihak kepada ribuan karyawan pada setiap perusahaan. PT Freeport
Indonesia mengalami penurunan produksi hingga 60% akibat berlakunya UU tersebut. Kegiatan
produksi yang hanya 40% dan tanggungan biaya begitu besar mengakibatkan perusahaan akan
mengalami potential loss yang besar hingga Pemberhentian Hak Kerja (PHK). Atas kebijakan
pemerintah tersebut, perusahaan diwajibkan untuk melakukan smelting terlebih dahulu sebelum
melakukan ekspor mineral untuk menghasilkan pure konsentrat. PT Freeport tidak memiliki
smelter yang cukup untuk melakukan proses pemurnian secara masif, hal inilah yang dikeluhkan
karena perusahaan harus membangun smelter sendiri.
Proses pembangunan smelter terdapat banyak kendala seperti perizinan pembukaan lahan
yang tidak mudah, membutuhkan pembangkit listrik dalam jumlah besar, dan membutuhkan biaya
yang besar. Namun, dengan kondisi PT. Freeport dengan usia pertambangannya yang panjang,
memiliki smelter sendiri merupakan ladang investasi. Kebijakan pemerintah pada Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah mengenai Mineral dan Batubara tentunya dibuat untuk pembangunan
dan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa selama
ini sektor pertambangan berpengaruh besar dalam perekonomian untuk membangun Indonesia.
Pemerintah juga menyadari bahwa sektor pertambangan di Indonesia kurang membentuk
Indonesia yang superior. Pertambangan Indonesia kurang menguntungkan pihak pribumi sebagai
daerah penghasil sumber energi tersebut.
Pemerintah memperbaharui sistem lama dengan tujuan untuk pertambangan Indonesia yang
lebih baik. Adapun pengaruh positif yang dihasilkan oleh kebijakan pemerintah tersebut, yaitu
menjadikan sektor pertambangan Indonesia lebih dikontrol oleh pemerintah dan tidak lagi
dikapitalisasi oleh negara asing. Hal ini dikarenakan pada kebijakan pemerintah tersebut terdapat
aturan tentang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Dalam perizinan tersebut tentunya
dibuat perjanjian dengan mempertimbangkan kesejahteraan rakyat. Pengaruh selanjutnya, terletak
pada peningkatan nilai tambah ekspor mineral. Penerapan dengan mengekspor pure konsentrat
tentunya akan meningkatkan harga jual yang berpengaruh pada jangka panjang yaitu peningkatan
devisa. Komoditas mineral yang diekspor yang merupakan produk olahan akan memberikan nilai
tambah. Pembangunan smelter yang diwajibkan pemerintah Indonesia berpengaruh positif pada
penyediaan lapangan kerja baru. Terdapat ribuan karyawan baru yang akan bekerja pada
perusahaan smelter yang dibangun. Tentunya warga sekitar pertambangan akan merasakan
keuntungan dari perusahaan tambang yang dibangun.
Kebijakan minerba oleh pemerintah juga berdampak positif pada lingkungan dan Sumber
Daya Alam (SDA). Hal ini dikarenakan kebijakan yang mengenakan biaya pajak yang besar pada
seiap proses produksi sehingga dampak pada lingkungan adalah konsentrannya tidak dikeruk
secara besar-besaran dan lebih terkontrol untuk umur tambang yang lebih lama dan berkelanjutan.
Selain itu, Indonesia perlahan-lahan akan mampu keluar dari krisis energi dengan eksploitasi yang
minimal dan perolehan laba yang maksimal untuk peningkatan harga jual bahan galian tambang.
Pengaruh positif dari penerapan kebijakan ekspor bahan galian pure konsentran dan diwajibkan
pembangunan smelter menciptakan pertambangan Indonesia yang superior. Selain itu, nilai rupiah
akan mengalami peningkatan sebagai dampak jangka panjang yang didapatkan dari penerapan
undang-undang minerba tersebut.
UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang dipertegas dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara memiliki
pengaruh positif dan negatif. Pengaruh negatif tersebut seperti biaya yang besar untuk pembuatan
smelter, rentang waktu pembuatan smelter lama, produksi turun, beberapa perusahaan melakukan
PHK terhadap karyawannya, pajak ekspor mahal bahkan beberapa perusahaan terancam tutup.
Namun, pengaruh negatif ini hanya terjadi selama rentang pembangunan smelter. Dapat
diperkirakan bahwa pengaruh jangka panjang yang akan diperoleh akan membawa manfaat yang
lebih besar, seperti memberikan nilai tambah ekspor mineral, sebagai ladang investasi, membuka
lapangan pekerjaan baru, berpengaruh terhadap usia tambang serta peningkatan mata uang
Indonesia di lingkup internasional. Oleh karena itu, keputusan pemerintah tentang pengolahan
bahan mentah menjadi bahan bahan jadi (pure konsentrat) yang wajib melalui proses smelting
sebelum diekspor yang diatur dalam UU Minerba dapat membawa dampak positif jangka panjang
terhadap kesejahteraan dan kemajuan pertambangan mineral serta ekonomi masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara. Sekretariat Negara. Jakarta.

A. Pratiwi and W. D. Anggraini, "Kajian Pengaruh Undang-Undang Mineral dan Batubara


Terhadap Pertambangan Indonesia," vol. 1, pp. 1-6, 2004.

N. N. Putra, "Hukum Online," PT Justika Siar Publika, 27 Maret 2017. [Online]. Available:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58d8b4379df18/mencermati-posisi-freeport-
dari-uu-minerba--kontrak-karya--serta-mou/. [Accessed 18 Februari 2019].

Anda mungkin juga menyukai