Lapsus CKD
Lapsus CKD
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia publik. Hal ini
diakui sebagai kondisi umum yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular dan gagal ginjal kronis (CRF). Di Amerika Serikat, ada meningkatnya insiden
dan prevalensi gagal ginjal, dengan hasil yang buruk dan biaya tinggi (lihat Epidemiologi).
Penyakit Ginjal Kualitas Hasil Initiative (K / DOQI) dari National Kidney Foundation
(NKF) mendefinisikan penyakit ginjal kronis baik sebagai kerusakan ginjal atau tingkat
filtrasi glomerulus menurun (GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m 2 untuk 3 atau bulan lagi.
Apapun etiologi yang mendasarinya, penghancuran massa ginjal dengan sclerosis ireversibel
dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan progresif GFR. Pada tahun 2002, K / DOQI
Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (> 90 mL/min/1.73 m
2)
Pasien dengan stadium penyakit ginjal kronis 1-3 umumnya asimtomatik; klinis
manifestasi biasanya muncul dalam tahap 4-5. Diagnosis dini dan pengobatan dan penyebab /
atau lembaga tindakan pencegahan sekunder sangat penting pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis. Ini mungkin menunda, atau mungkin menghentikan, kemajuan. Perawatan
medis pasien dengan penyakit ginjal kronis (lihat Pengobatan) harus fokus pada hal berikut:
1
Menunda atau menghentikan perkembangan penyakit kronis kidney
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn, S
Umur : 40 Tahun
Status : Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Kidul
Keluhan Utama :
Lemas
3
Keluhan tambahan :
Penderita datang ke RSUD Pare pada tanggal 25 Februari 2015 dengan keluhan lemas
sejak 1 bulan SMRS.Lemas dirasakan pada seluruh badan. Lemas yang dirasakan dengan
atau tanpa aktivitas pun pasien merasakan lemas. Lemas yang dirasakan semakin hari
semakin bertambah sehingga pasien tidak bisa melakukan aktifitas selama 1 bulan. Lemas
Pasien juga mengeluh terkadang merasakan sesak, dan sesak terasa semakin
memberat sejak ± 1 minggu yang lalu. Sesak semakin lama semakin menghebat.pasien
merasa sesak nafas bila pasien dalam posisi berbaring. Pasien mengatakan bahwa sesak
nafasnya berkurang dengan posisi setengah duduk. Sesak nafas tidak disertai dengan bunyi
Pasien juga terkadang mengalami batuk- batuk, batuk kering tanpa dahak atau riak
dan tanpa darah. Batuk kadang muncul dan kadang tidak. Ketika terjadi batuk, pasien
merasakan sesak bertambah. Keluhan keringat digin pada malam hari disangkal.
Tidak ada rasa nyeri dada yang menjalar ke lengan ataupun ke daerah
istirahat.
Pasien juga merasakan mual sejak 1 bulan lebih yang lalu. Pada awalnya mual
dirasakan hilang timbul namun kemudian dirasakan semakin sering dan semakin memberat
dari hari ke hari.Mual tersebut dirasakan mengganggu.Mual juga disertai dengan muntah 3
kali sehari sebanyak ¼ gelas aqua. Isi dan warna muntahan sesuai dengan makanan dan
4
minuman yang dikonsumsi oleh pasien, dan muntah tidak disertai dengan darah.Mual dan
muntah tersebut juga disertai dengan nafsu makan berkurang. Pasien juga merasakan perut
terasa begah.
Pasien juga merasakan pusing, kepala terasa gliyer, terkadang timbul pada saat pasien
bangun dan terasa berkunang- kunang. Pasien menyangkal pernah mengalami nyeri kepala
Pasien juga merasakan gatal yang hebat dan kulit terasa kering dan sedikit bersisik
Penderita juga menceritakan bahwa wajah dan kedua tungkai menjadi bengkak sejak
1 bulan SMRS. Namun yang awalnya bengkak adalah wajahnya. penderita juga mengeluh
kencingnya berjumlah sedikit dari biasanya, setengah gelas sampai satu gelas aqua dalam
satu kali kencing,dan BAK pasien dalam sehari seitar 2-3 kali,warna kuning, nyeri tidak ada,
tidak ada darah dan pasien tidak pernah merasakan buang air kecil seperti berpasir.
Buang Air Besar tidak ada keluhan,sehari 1 kali,konsistensi padat, berwarna kuning
kecoklatan, tidak ada darah dan tidak ada lendir. Mencret disangkal, BAB berwarna hitam
disangkal.
Penderita menceritakan bahwa sebelum ini dirinya tidak pernah memiliki darah tinggi.
Namun 10 hari yang lalu yang diketahui saat dirinya berobat ke RS Gambiran dengan
keluhan lemas. Saat itu tekanan darah penderita 150mm Hg/ (diastolenya penderita
lupa). Menurut penuturan penderita, sebelumnya tekanan darahnya normal yakni sekitar
120 mmHg (sistole). Penderita tidak pernah kontrol dan tidak pernah minum obat darah
tinggi.
5
Keluhan sering buang air kecil, mudah lapar dan haus disangkal. Pasien menyangkal
penglihatannya semakin kabur, rasa kesemutan diujung kaki dan tangan, serta rasa gatal
disekitar kemaluan.
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan dan riwayat yang sama dengan pasien.
6
Sumber air di rumah : Air sumur
tidak suka minum kopi, Penderita sering merasakan lelah setelah beraktifitas dan
minum obat-obatan dan jamu penambah stamina.dan kegiatan seperti ini sudah
Anamnesa Makanan
Hiperpigmentasi (-)
Sesak (+)
Hemoptisis (-)
7
Orthopneu (+)
Mual (+)
Muntah (+)
Diare (-)
Hematuria (-)
Oliguria (-)
GCS : 4-5-6
8
Status Gizi : Normal
RBW = 75 kg x 100 %
170 – 100
Vital Sign :
reguler, equal, simetris, pulsus celler(-), pulsus alternans (-), pulsus defisit (-).
RR : 24 x/menit
Kepala
9
Conjungtiva : Anemis (+)
Sekret : (-)/(-)
Perdarahan : (-)/(-)
Pendengaran : dbn
Sekret : (-)
Perdarahan : (-)
Hiperemis :-
sianosis (-), lidah kotor (-),Gigi tanggal (+), Foetor Uremi (+).
Tenggorokan:
Dinding faring hiperemis (-), Tonsil Hiperemis (-), Ukuran Tonsil T1-T1
10
Leher : Pembesaran KGB : Tidak ditemukan
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba pada ICS V,1 jari lateral MCL
sinistra
11
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapangan paru atas,
bawah.
wheezing -/-, ronki basah halus +/+ pada kedua lapang paru tengah dan bawah
disebelah lateral kiri dan kanan abdomen dan dihepar,Shifting dulness (+), Nyeri
- Akral hangat : + / +
- Sianosis (-)
- Kekuatan motorik:5555/5555
- Edema : -/-
12
- Kulit kering : +/+
- Hiperpigmentasi : -/-
- Akral hangat : + / +
- Sianosis (-)
- Kekuatan motorik:5555/5555
- Hiperpigmentasi : -/-
- Gangrene : -/-
RESUME
disangkal
Pemeriksaan fisik :
13
Kepala : Conjungtiva Palpebra Anemis (+), edema
Dyspneu (+)
Ronkhi +/+
teraba,balotemen (+).
DASAR DIAGNOSA
Adanya Conjungtiva anemis dan pasien terlihat pucat dengan CRT >2’
14
Dari pemeriksaan fisik didapatkan rhonki di daerah tengah dan bawah kedua
paru
DIAGNOSA
S.CKD
S.Efusi pleura
Anemia
Hipertensi
Diferensial Diagnosa
GGA
Glomerulonefritis
Sirosis Hepatis
Hepatitis
PLANNING DIAGNOSA
Darah Lengkap.
diagnosa anemia.
Faal Hati
15
maka perlu dilakukan pemeriksaan fingsi hati untuk lebih
memastikan diagnosa.
normokrom normostik.
Urin Lengkap
penyakit ginjal yang terjadi pada pasien apakah ada infeksi saluran
kemih atau ada penumpukan uric acid pada pasien yang dapat
Gula Darah
Faal Ginjal
16
Pemeriksaan faal ginjal dilakukan dengan harapan utnuk
fungsi ginjal.
EKG
fungsi jantung.
Rontgen thorax
BOF
pasien.
USG
17
nefropati diabetik, dan amiloidosis. USG juga dapat digunakan
Biopsi ginjal
dalam ginjal.
18
BAB III
PEMBAHASAN
I. DEFINISI(4)
Yang dimaksud terdapat kerusakan ginjal adalah bila dijumpai kelainan struktur
atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan salah satu
manifestasi:
Kelainan patologi
memperhatikan ada atau tidak adanya kerusakn ginjal oleh karena pada tingkat
GFR tersebut atau lebih rendah, ginjal telah kehilangan fungsinya ≥ 50% dan
tingkat GFR juga diklasifikasikan sebagai PGK. Pada sebagian besar kasus, biopsi
19
cast), kelainan darah yang patognomik untuk kelainan ginjal seperti sindroma
kemungkinan GFR tetep normal atau meningkat, tetapi sudah terdapat kerusakan
ginjal sehingga mempunyai risiko tinggi untuk mengalami 2 keadaan utama akibat
Berdasarkan derajat penurunan GFR, PGK dibagi menjadi 5 stadium serta clinical
action plan :
(ml/men/1,73 m3)
meningkat komorbid,
perlambatan
progresivitas,
penurunan risiko
PJK
20
3 Penurunan GFR sedang 30-59 Evaluasi & obati
komplikasi
pengganti ginjal
72 x kretinin serum
berdasarkan Cockroft-Goult belum didapatkan nilai Klirens kreatinin (-) karena belum
21
Penyakit Ginjal Diabetik Diabetes tipe 1 dan 2
keganasan)
hipertensi, mikroangiopati)
polikistik)
takrolimus)
Glomerulopati transplant
22
IV. PATOFISIOLOGI(2,4)
23
Gambar 1. Patofisiologi PGK, 4. Sukahatya M, Soewanto
gangguan fungsi ginjal pada gagal ginjal kronik. Sudut pandangan tradisional
mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium
yang berbeda-beda, dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan
fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya. Pendekatatan
kedua dikenal dengan hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh, yang
berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unuitnya akan
hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal.
berjalan secara kronis progresif yang dalam jangka panjang akan menyebabkan
mekanisme kompensasi maka nefron yang masih baik akan mengalami hiperfiltrasi
oleh karena peningkatan tekanan dan aliran kapiler glomerulus, dan selanjutnya
terjadi hipertrofi. Hipertrofi struktural dan fungsional dari sisa nefron yang masih baik
factor, hingga pada akhirnya akan terjadi proses sklerosis. Aktifitas aksis Renin-
Pada pasien dicurigai terjadinya penimbunan zat toxic didalam ginjal akibat dari
yang lama sehingga terjadi penimbunan. Dengan terjadinya penimbunan pada ginjal
24
V. GEJALA KLINIS PENYAKIT GINJAL KRONIS(1,3,4)
Pada dasarnya gejala yang timbul pada PGK erat hubunyannya dengan penurunan
Penurunan eritropoetin
Lain – lain
Keluhan gejala klinis yang timbul pada PGK hampir mengenai seluruh sistem, yaitu:
Uremik, tamponade
25
Gastrointestinal :anorexia, mual, muntah, gastritis, ulkus, colitis uremia,
ginekomasti
fagositosis
26
Gastrointestinal Anoreksia (+), nausea (+), vomiting
Ginjal (-),(-),(-),(-),?,(-)
27
VI. PERJALANAN PENYAKIT GINJAL
KRONIK(4)
NORMAL Penurunan
risiko PGK.
Penapisan
PGK
PENINGKATAN Diagnosis & obati
RISIKO kondisi
KOMPLIKASI komorbid.
Memperlambat
progresif.
kerusakan Perkirakan
progresivitas.
Obati
komplikasi.persia
pan terapi
pengganti.
GFR
Terapi
pengganti
ginjal dengan
GAGAL dialysis atau
GINJAL transplantasi
TERMINAL
Penapisan
faktor resiko
KEMATIAN
PGK
PGK
VII. EVALUASI(4)
Apabila seseorang sudah ditetapkan ada peningkatan risiko mengalami PGK tetapi
28
Pada pasien dilakukan pengukuran tekanan darah dan evaluasi terhadap tekanan
darah.
perencanaan.
Rasio protein-kreatinin atau rasio albumin-kreatinin pagi hari, atau spesimen urin
Pemeriksaan sedimen urine atau dipstik untuk dteksi adanya sel darah merah dan sel
darah putih.
USG (misalnya untuk pasien dengan gejala obstruksi saluran kemih, infeksi atau
Pada pasien Tn.S harus dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dalam tubuh
Untuk semua penderita yang sudah ditetapkan sebagai PGK, maka evaluasi
29
Kreatinin serum untuk menentukan GFR.
Ratio protein/kreatinin atau ratio albumin/kreatinin pagi hari atau sewaktu dengan
spot urin.
Pemeriksaan sedimen urin atau dipstik untuk sel darah merah dan sel darah putih.
kencing berkurang
3. Tanda (sign)
4. laboratorium:
Hb ≤ 10 g% N: L (13-17) ; P (11,5-16)
30
X. INDIKASI DIALISIS
Apabila pada pasien ditemukan beberapa indikasi seperti diatas maka harus dilakukan
hemodialisa.
XI. PENATALAKSANAAN(4)
Meliputi pengendalian tekanan darah, regulasi gula darah pada pasien DM,
koreksi jika ada obstuksi saluran kencing, serta pengobatan infeksi saluran
kemih.
Pada pasien dilakukan pengendalian tekanan darah, serta upaya mencari tau
apa sumber atau penyakit yang mendasari CKD pada pasien dengan
penentuan diagnosa.
bahan pemanisnya
evaluasi terhadap penyebab lain yaitu infeksi dan batu saluran kemih
jam ditambah 500 ml. Asupan garam tergantung evaluasi elektrolit, umumnya
dibatasi 40-120 mEq (920-2760 mg). Diet normal mengandung rata-rata 150
mEq. Furosemide dosis tinggi masih dapat dipakai pada awal PGK, akan
tetapi pada fase lanjut tidak lagi bermanfaat dan pada obstruksi merupakan
Pada Tn.S:
Sumber natrium:
2)berupa ikatan;
32
- natrium bicarbonat : soda kue
- Natrium benzoat : pada pengawet buah seperti buah kaleng, sirup buah
sehari pada penderita GGK adalah 20-40 gram. Kebutuhan kalori minimal
keluhan mual, menurunkan BUN dan akan memperbaiki gejala. Selain itu diet
Pada Tn S:
Pilihlah sumber protein ini sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
hewani.
33
Sumber protein ini sebaiknya dihindari
4. Pengelolaan hipertensi
ginjal secara serial perlu dilakukan pada awal pengobatnan hipertensi jika
Pada Tn S:
Pemberian captopril ini dirasa lebih efektif kare obat ini berkerja
pasien yang sebagian besar fluktuatif akibat kondisi ginjal pasien yang
telah menurun.
34
Menghindari buah (pisang, jeruk, tomat) serta sayuran berlebih
a. Gawat
gram glukosa
Furosemid
K-exchange resin
Dialisis
Pengendalian hiperphosphatemia
Paratiroidektomi
Anemia yang terjadi pada PGK terutama disebabkan oleh defisiensi hormon
eritropoetin. Selain itu juga bisa disebabkan oleh defisiensi Fe, asam folat atau
35
vitamin B12. Pemberian eritropoetin rekombinan pada penderita PGK yang
hiperkalemia.
a. Ensephalopat uremik
d. ODR progresif
medikamentosa
f. Sindroma overlaod
36
g. Infeksi yang mengancam jiwa
h. Keadaan sosial
Penderita PGK dan keluarganya sudah harus diberitahu sejak awal bahwa pada
Hemodialisis
mesin dialisis.
limbah (urea nitrogen dan kreatinin), sebuah koreksi kadar asam, dan
37
•Darah kemudian kembali ke tubuh.
Transplantasi Ginjal
38
Transplantasi ginjal menawarkan hasil terbaik dan kualitas terbaik dari
Transplantasi ginjal dapat berasal dari donor hidup terkait, donor hidup tidak
berhubungan, atau orang yang telah meninggal karena sebab lain (donor
Penerima dapat menerima hanya ginjal yang berasal dari donor yang cocok
hasil terbaik.
manusia. Efeknya adalah untuk secara signifikan lebih rendah dan hampir
39
menjanjikan sebagai agen imunosupresif perawatan baru untuk meningkatkan
12. . Prognosis
pengembangan yang lebih cepat dari gagal ginjal. Juga, serum albumin
rendah, kalsium, dan bikarbonat, dan fosfat serum yang lebih tinggi dapat
umum penerimaan rumah sakit 2 per pasien per tahun; pasien yang
tahun. Selain itu, pasien dengan ESRD yang menjalani transplantasi ginjal
40
hemodialisis nyata dipersingkat. Pada tahun 2003, lebih dari 69.000 pasien
DAFTAR PUSTAKA
2. Askandar T, Poernomo B S, Djoko S, Gatot s, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
3. Price SA, Wilson LM, 2003. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit, edisi 6.
41
4. Sukahatya M, Soewanto, Yogiantoro M, Pranawa, 1994. Gagal Ginjal Kronik.Pedoman
42