Kelompok 7 :
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
Subjek Pajak
Yayasan termasuk di dalam defenisi badan usaha sehingga merupakan Subjek Pajak Penghasilan, hal
ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 (b) UU PPh. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,
lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.
Objek Pajak
Penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis yang adalah bukan merupakan Objek Pajak, namun
penerimaan yayasan atau organisasi yang sejenis dapat dibedakan antara penerimaan yang bukan
Objek Pajak dan penerimaan yang merupakan Objek Pajak Penerimaan atau penghasilan yang bukan
merupakan Objek Pajak adalah sebagai berikut:
a) Bantuan atau sumbangan,
b) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dan
c) Bantuan atau sumbangan dari Pemerintah.
Sedangkan, penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis yang merupakan Objek Pajak terdiri
dari:
1. .Penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak
Penghasilan antara lain adalah: (a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha
pekerjaan, kegiatan atau jasa, (b) Bunga deposito bunga obligasi , diskonto SBI dan bunga
lain, (c) Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, dan (d)
Keuntungan dari pengalihan harta termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula
berasal dari bantuan sumbangan atau hibah.
2. Bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pendidikan termasuk
penghasilan pada butir 1 huruf a adalah: (a)Uang pendaftaran dan uang pangkal, (b)Uang
seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan, (c)Uang pembangunan
gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya dengan nama apapun yang
berkaitan dengan keberadaan siswa/ mahasiswa/peserta pendidikan, (d)Uang SPP, uang
SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar/lokakarya, dan sebagainya; (e)Penghasilan dari
kontrak kerja dalam bidang penelitian dan sebagainya; dan (f)Penghasilan lainnya yang
dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan pengajaran/pendidikan/pelatihan dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
3. Bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan
termasuk penghasilan pada butir 3.1 huruf a adalah : (a)Uang pendaftaran untuk
pelayanan kesehatan, (b)Sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat pelayanan
kesehatan, (c) Penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter,
operasi rontgent, scaning, pemeriksaan laboratorium, dan sebagainya, (d)Uang
pemeriksaan kesehatan termasuk "General Check Up", (e)Penghasilan dari penyewaan
alat-alat kesehatan, mobil ambulance dan sebagainya, (f)Penghasilan dari penjualan obat,
dan (g) penghasilan lainnya sehubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut UU PPh, Yayasan adalah subjek pajak. Yayasan menjadi wajib pajak jika menerima atau
memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Namun, meskipun tidak menerima atau
memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, Yayasan tetap menjadi wajib pajak jika
memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak. Sebagai contoh, Yayasan bertindak sebagai pemotong
PPh pasal 21 atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang dibayarkan kepada
karyawan/peserta kegiatan/pihak lain. Secara umum pelaksanaan hak dan kewajiban Yayasan sama
dengan bentuk usaha lain, kecuali hal-hal khusus yang diatur tersendiri. Hal umum yang perlu
diperhatikan yayasan dan organisasi nirlaba adalah sebagai berikut.
Mendaftar sebagai wajib pajak dan memberikan penjelasan tentang tujuan, kegiatan utama,
karakteristik yayasan. Hal ini untuk memastikan jenis pajak yang menjadi kewajiban kita.
Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Ketentuan ini dijalankan
apabila usaha pokoknya melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak
sesuai UU PPN.
Menyelenggarakan pembukuan sesuai kaidah pembukuan yang berlaku. Dalam menghitung
penghasilan netto diperkenankan mengurangkan biaya-biaya yang berhubungan langsung
dengan usaha (perhatikan pasal 6 ayat 1 dan pasal 9 ayat 1 UU PPh). Penyusutan/amortisasi
juga bisa menjadi faktor pengurang (perhatikan pasal 11 dan 11A UU PPh).
Yayasan atau organisasi nirlaba tidak serta merta dapat menikmati berbagai fasilitas
pengecualian oleh undang-undang perpajakn jika tidak memenuhi kriteria. Sebagai contoh,
sebuah “Yayasan” yang tidak mengindahkan undang-undang tentang Yayasan tentu saja
berdampak bahwa “Yayasan” menjadi sekadar nama bukan sebagai bentuk usaha dan
diperlakukan sebagaimana perusahaan pada umumnya.
PBB tidak dikenakan terhadap objek pajak yang digunakan untuk melayani kepentingan
umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, serta yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
Hal-hal Khusus yang Perlu Diperhatikan oleh Yayasan
Atas harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima bukan merupakan objek PPh, sepanjang
tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
Objek Pajak
Pasal 4 ayat (1) UU PPh Penghasilan, antara lain:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan, atau jasa
2. Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta
3. Keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula
berasal dari bantuan, sumbangan atau hibah
4. Pembagian keuntungan dari kerja sama usaha.
Contoh biaya-biaya yang boleh dikurangkan oleh yayasan/lembaga pendidikan antara lain :
1. Gaji / tunjangan / honorarium pimpinan / dosen / pengajar / karyawan;
2. Biaya umum / administrasi;
3. Biaya publikasi / iklan;
4. Biaya kendaraan;
5. Biaya kemahasiswaan;
6. Biaya ujian semester;
7. Biaya sewa gedung & utilities (telepon, air, listrik);
8. Biaya laboratorium;
9. Biaya penyelenggaraan asrama;
10. Bunga bank dan biaya bank lainnya;
11. Biaya pemeliharaan kampus;
12. Biaya penyusutan;
13. Kerugian karena penjualan / pengalihan harta;
14. Biaya penelitian dan pengembangan;
15. Biaya bea siswa dan pelatihan dosen/pengajar/karyawan;
16. Biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olahraga & peraga;
17. Subsidi/bea siswa yang kurang mampu;
18. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi yang terkena.
Untuk memperoleh penghasilan netto yayasan atau organisasi yang sejenis diperkenankan
mengurangkan :
a. Biaya – biaya yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan, kegiatan atau pemberian
jasa untuk mendapatkan menagih dan memeihara penghasilan atau biaya yang berhubungan
langsung dengan operasional penyelenggaran yayasan atau organisasi yang sejenis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 dan dengan memperhatikan Pasal 9 ayat (1) Undang- undang PPh.
b. Penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11 A Undang-
undang PPh.
c. Subsidi / bea siswa yang diberikan kepada siswa yang kurang mampu ataupun biaya pendidikan
siswa yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak
bergerak di bidang pendidikan biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu yang dipikul
oleh yayasan atau oraganisasi yang sejenis yang tidak bergerak di pelayanan kesehatan
1. Penghasilan Kena Pajak yayasan atau organisasi yang sejenis yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan adalah gunggungan penghasilan pada butir 3, kecuali
penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, dikurangi dengan butir 4
dan dengan memperhatikan butir 5. Atas selisih lebih dikenakan pajak penghasilan
berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994,
dan apabila menunjukkan selisih negatif tidak terutang pajak penghasilan
Yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pendidikan formal mulai dari taman
kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi dapat mengakui dana dana pembangunan gedung dan
prasarana pendidikan adalah dana yang akan digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana
pendidikan yang berasal dari sisa lebih, yaitu selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan obyek
Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan
pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari yayasan sebagai penghasilan pada tahun pajak
digunakannya, dan sebesar dana yang telah digunakan tersebut merupakan biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun pajak yang bersangkutan.
Dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan adalah dana yang akan digunakan untuk
pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari sisa lebih, yaitu selisih dari
seluruh penerimaan yang merupakan obyek Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan
Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari
yayasan.
Pembangunan gedung dan prasarana pendidikan adalah pembangunan fisik sarana pendidikan
seperti :
1.Pembelian tanah untuk pembangunan prasarana pendidikan
2.Gedung sarana pendidikan
3.Asrama mahasiswa
4.Rumah dinas guru, dosen, atau karyawan
5.Peralatan laboratorium, perpustakaan termasuk buku-buku
6.Sarana olah raga
7.inventaris kantor
Pelaksanaan ketentuan tersebut dilakukan sebagai berikut :
Sisa lebih yayasan setiap tahun yang akan digunakan untuk pembangunan gedung dan
prasarana pendidikan dialihkan ke rekening dana pembangunan gedung dan prasarana
pendidikan.
Pembukuan atas penggunaan dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan pada
tahun berjalan dilakukan dengan mendebet rekening aktiva dan rekening dana
pembangunan gedung dan prasarana pendidikan serta mengkredit rekening kas atau hutang
dan rekening modal yayasan.
Yayasan memberitahukan rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan gedung dan
prasarana pendidikan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan tindasan
kepada Direktur Jenderal Pendidikan tinggi dan/atau Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah atau yang ditunjuk, dan dilampiri dengan pernyataan.
Dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan wajibdigunakan untuk pembangunan gedung
dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun setelah berakhirnya tahun pajak
diterimanya dana tersebut.
Apabila pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dibiayai dengan dana pinjaman, maka
bunga atas pinjaman tersebut dapat dibebankan sebagai biaya yayasan. Apabila setelah lewat jangka
waktu 4 (empat) tahun setelah berakhirnya tahun pajak diterimanya dana tersebut. yayasan tidak
menggunakan dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dimaksud, maka
danapembangunan gedung dan prasarana pendidikan tersebut diakui sebagai penghasilan dan
dikenakan Pajak Penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat)
tahun tersebut.
Pengenaan Pajak Penghasilan atas dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang tidak
digunakan setelah lewat jangka waktu di atas ditambah dengan sanksi sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku.
Atas pengeluaran untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari
dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud di atas tidak
boleh dilakukan penyusutan berdasarkan UU PPh.
Jika Yayasan dalam operasinya tidak melakukan penyerahan barang atau jasa yang terutang PPN
maka yayasan tersebut tidak termasuk kriteria subjek PPN sehingga tidak perlu dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak (PKP). Namun sebaliknya jika Yayasan melakukan penyerahan barang atau jasa
yang terutang PPN maka harus mendaftarkan diri sebagai pengusaha kena pajak (PKP) jika omzetnya
sudah lebih dari Rp 4,8 Milyar setahun dan berlaku ketentuan yang diatur dalam UU PPN dan
peraturan pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/UU-PPh-001-13-UU%20PPh%202013-
00%20Mobile.pdf
http://www.jtanzilco.com/blog/detail/932/slug/aspek-pajak-dalam-yayasan
https://pajakku.com/page/thread/100/pajak-penghasilan-yayasan
http://keuanganlsm.com/pajak-bagi-yayasan-dan-organisasi-nirlaba-lainnya/