Anda di halaman 1dari 20

Program Profesi

Keperawatan Medikal Bedah II, 2019

LAPORAN PENDAHULUAN
“BATU GINJAL”

Oleh:

Ayu Asriyani
R014182043

CI Lahan CI Institusi

(_____________________ _) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... 2


BAB I KONSEP MEDIS................................................................................................................. 3
A. Definisi ................................................................................................................................... 3
B. Etiologi .................................................................................................................................. 5
C. Manifestasi Klinik ................................................................................................................ 6
D. Komplikasi ............................................................................................................................ 7
E. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................................... 7
F. Penatalaksanaan ................................................................................................................... 8
BAB II KONSEP KEPERAWATAN ............................................................................................. 9
A. Pengkajian Keperawatan .................................................................................................... 9
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................................... 10
C. Rencana/Intervensi Keperawatan .................................................................................... 11
BAB III WEB OF CAUTION (WOC).......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 19

2
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi

Kalkulus Renal/kalkulus ginjal adalah penyebab paling umumobstruksi saluran


kemih atas. Istilah litiasis berarti “pembentukan batu”. Ketika batuk terbentuk didalam
ginjal disebut nefrolitiasis, sedangkan ketika batu terbentuk dimana saja disaluran
kemih disebut urolitiasis (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016). Nefrolitiasis adalah
pembentukan dan penumpukan batu maupun kalkuli dalam saluran kemih mulai dari
ginjal hingga ke kandung kemih oleh kritalisasi dari substansi ekskersi di dalam urine
(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2017).

Nefrolitiasis dapat terbentuk dimana saja dalam traktur urinarius dan


umumnya ditemukan pada bagian pelvis renal. Nefrolitiasis memiliki ukuran yang
beragam serta dapat soliter maupun mutipel. Nefrolitiasis umunya terjadi pada laki-laki
dibanding wanita dan jarang ditemukan pada anak-anak. Batu kalsium umunya terjadi
pada laki-laki usia pertengahan dengan riwayat keluarga memiliki penyakit yang sama.
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat benda padat
yang dibentuk oleh prepitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih. Batu
dapat berasal dari kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, dan sistin (Grace &
Borley, 2006).
Terdapat beberapa jenis variasi dari batu ginjal, yaitu:
1. Batu Kalsium

3
Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal. Kandungan batu jenis ini
terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur
tersebut. Faktor-faktor terbentuknya batu kalsium adalah:
a. Hiperkalsiuri
Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal, dan hiperkasiuri
resorptif. Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus, hiperkalsiuri renal terjadi akibat adanya gangguan
kemampuan reabsorbsi kalsium melalu tubulus ginjal dan hiperkalsiuri
resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang.
b. Hiperoksaluri
Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram perhari.
c. Hiperurikosuria
Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi 850mg/24 jam.
d. Hipositraturia
Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau
fosfat sedikit.
e. Hipomagnesuria
Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium
kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah
penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi
2. Batu Struvit
Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
3. Batu Asam Urat
Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif,
pasien yang mendapatkan terapi anti kanker, dan yang banyak menggunakan obat
urikosurik seperti sulfinpirazon, thiazid, dan salisilat.
4. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthine, batu triamteran, dan batu silikat sangat jarang dijumpai.

4
B. Etiologi
Menurut Lina (2008), Terbentuknya batu secara garis besar dipengaruhi oleh

faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

1. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri.

Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat keluarga.

2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu
seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.
Di Amerika Serikat, insiden bervariasi menurut wilayah, dengan frekuensi
tertinggi di negara bagian selatan dan midewestern. Pria lebih banyak tersrang dibandig
wanita (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016). Kowalak, Welsh, & Mayer (2017)
menjelaskan bahwa nefrolitiasis belum memiliki penyebab yang pasti (idiopatik),
namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya
nefrolitiasis meliputi:
1. Dehidrasi
2. Infeksi saluran kemih. Infeksi ini akan meningkatkan terbentuknya zat organik. Zat
ini dikelilingi mineral yang mengendap. Pengendapan mineral ini (karena infeksi)
akan meningkatkan alkalinitas urine dan mengakibatkan pengendapan kalsium
fosfat dan magnesium aminium fosfat.
3. Perubahan pH urin (batu kalsium karbonat terdapat banyak pada pH yang tinggi,
dan batu asam urat banyak terdapat pada pH yang rendah).
4. Obstruksi pada saluran urin yang menyebabkan stasis dalam traktur urinarius
5. Imobilisasi yang menyebabkan kalsium terlepas ke dalam darah dan tersaring di
ginjal
6. Faktor metabolik
7. Faktor makanan yang dikonsumsi
8. Penyakit renal
9. Penyakit gout (penyakit dengan peningkatan produksi asam urat atau penurunan
eksresinya).
10. Faktor herediter

5
Brunner & Suddarth (2013) juga menjelaskam terdapat beberapa penyebab lain
dari terjadinya nefrolitiasis yang meliputi:
1. Terbentuknya batu bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang
dapat membentuk batu
2. Air kemih kekurangan penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80%
batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat,
sistin dan mineral struvit.
3. Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan fosfat) juga disebut batu
infeksi karena batu ini hanya terbentuk di dalam air kemih yang terinfeksi. Ukuran
batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sampai
yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih. Batu yang besar disebut kalkulus staghorn.
Batu ini bisa mengisi hampir keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi tirjadi akibat aliran urine tersumbat yang menyebabkan distensi dan
trauma jaringan yang disebabkan oleh keluarnya batu kristal bertepi kasar, manifestasi
tersebut yaitu seringkali asimtomatik, nyeri panggul hebat dan tumpul, hematuria
mikroskopik dan ISK (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul pada nefrolitiasis menurut
Kowalak, Welsh, & Mayer, (2017) meliputi:
1. Nyeri hebat yang dialami akibat obstruksi. Lokasi nyeri tergantung dari dimana
batu itu berada.
2. Nausea dan vomitus
3. Demam dan menggigil karena infeksi
4. Hematuria jika batu tersebut menyebabkan abrasi ureter. Darah dari ginjal
berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya trauma yang disebabkan oleh
adanya batu atau terjadi kolik.
5. Distensi abdomen
6. Anuria akibat obstruksi bilateral atau obstruksi pada satu-satunya ginjal yang
berfungsi
Smeltzer, & Bare (2002) juga menjelaskan beberapa tanda dan gejala yang juga
dapat muncul pada penderita nefrolitiasis yaitu keluhan yang disampaikan oleh klien
tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi.

6
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien adalah nyeri pada pinggang, menjalar ke
daerah panggul, bersifat terus-menerus pada daerah pinggang. batu yang terletak di
sebelah distal ureter dirasakan oleh klien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering
kencing,Urgency, Hematuria sering kali dikeluhkan oleh klien akibat trauma pada
mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu, batu ginjal menimbulkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal serta ureter proksimal yang
menyebabkan kolik, nyeri hilang setelah batu keluar, batu ureter yang besar
menimbulkan gejala atau sumbatan kolik, nyeri hilang setelah batu keluar, batu
kandung kemih menimbulkan gejala yang mirip sistitis.

Perbedaan gejala sumbatan dan gejala gastrointestinal yaitu gejala sumbatan:


batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih: demam dan
menggigil, sedangkan gejala gastrointestinal, meliputi mual, muntah, diare dan
perasaan tidak enak di perut berhubungan dengan refluks antara ureter dan intestin

D. Komplikasi
Batu saluran kemih dapat mengobstruksi aliran urin di berbagai titik saluran kemih,
dapat menyebabkan komplikasi seperti hidronefrosis dan stasis urine yang selanjutnya
menyebabkan infeksi (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) beberapa komplikasi yang dapat
muncul akibat nefrolitiasis adalah:
1. Kerusakan atau destruksi parenkim renal
2. Nekrosis tekanan
3. Obstruksi oleh batu
4. Hidronefrosis
5. Perdarahan
6. Rasa nyeri
7. Infeksi

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) hasil pemeriksaan berikut ini dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis nefrolitiasis.
1. Foto rontgen BNO untuk memperlihatkan sebagian batu ginjal

7
2. Urografi eksretori untuk membantu memastikan diagnosis dan menentukan ukuran
serta lokasi batu
3. Pemeriksaan USG ginjal untuk mendeteksi perubahan obstruksi, seperti
hidronefrosis unilateral atau bilateral dan melihat batu radiolusen yang tidak
tampak pada foto BNO
4. Kultur urin yang memperlihatkan piuria, yaitu tanda infeksi saluran kemih
5. Koleksi urin 24 jam untuk menentukan tingkat eksresi kalsium oksalat, fosfor, dan
asam dalam urin
6. Analisis batu untuk mengetahui kandungan mineralnya
7. Pemeriksaan serial kadar kalsium dan fosfor untuk mendiagnosis
hiperparatiroidisme dan peningkatan kalsium terhadap protein serum normal
8. Pemeriksaan kadar protein darah untuk menentukan kadar kalsium bebas yang
tidak terikat dengan protein.
F. Penatalaksanaan
Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) mengatakan beberapa penatalaksanaan yang
dapat dilakukan meliputi:
1. Penambahan asupan cairan hingga lebih 3L per hari untuk meningkatkan hidrasi
2. Preparat anti mikroba untuk mengatasi infeksi yang jenisnya dipilih menurut hasil
kultur mikroorganisme
3. Obat-obat analgetik sepertik meperidin (Demerol) atau morfin untuk meredakan
rasa nyeri
4. Obat-obat golongan diuretik untuk mencegah stasis urin dan pembentukan batu.
Preparat tiazida untuk menurunkan ekskresi kalsium ke dalam urin.
5. Methenamin untuk menekan pembentukan batu jika terdapat infeksi
6. Diet rendah kalsium untuk mencegah rekurensi
7. Kolestiramin yang dpaat mengikat fosfat untuk hiperkalsiuria absorptif
8. Paratiroidektomi untuk hiperparatiroidisme
9. Allopurinol untuk batu asam urat
10. Pemberian askorbat dosis kecil setiap hari untuk mengasamkan urin
11. Sistoskop dengan manipulasi kalkulus untuk mengeluarkan batu ginjal yang tidak
dapat keluar sendiri karena ukurannya terlalu besar

8
12. Litotripsi ultrasonik perkutaneus dan ESWL (Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy) atau terapi laser untuk memecahkan batu menjadi ukuran yang lebih
kecil agar dapat keluar sendiri atau dikeluarkan dengan melakukan pengisapan.
13. Operasi pengangkatan batu sistin atau batu besar atau pemasangan alat pengalih
aliran urin disekitar kalkulus untuk menghilangkan obstruksi.
14. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi (URS): Dengan memakai energi tertentu, batu
yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui
tuntunan uteroskopi ini. Alat ini dapat mencapai batu dalam kaliks ginjal dan dapat
diambil atau dihancurkan dengan sarana elektrohidraulik atau laser. URS dengan
EKL merupakan tindakan penghancuran batu pada saluran kemih dengan minimal
invasiv/sayatan minimal.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab,
status perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
c. Penrunan volume urine
d. Rasa terbakar, dorongan berkemih
e. Diare
f. Perhatikan tanda oliguria, hematuria, piouria, serta kaji perubahan pola
berkemih
g. Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan fosfat
h. Hidrasi yang tidak adekuat
3. Pemeriksaan fisik

9
a. Aktifitas dan istirahat
b. Sirkulasi: Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah
c. Eliminasi : nyeri tekan abdomen, distensi abdomen
d. Pola kebersihan diri
e. Nyeri/kenyamanan : nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri
tergantung lokasi batu
f. Keamanan: suhu yang naik turun
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto rontgen BNO untuk memperlihatkan sebagian batu ginjal
b. Urografi eksretori untuk membantu memastikan diagnosis dan menentukan
ukuran serta lokasi batu
c. Pemeriksaan USG ginjal untuk mendeteksi perubahan obstruksi, seperti
hidronefrosis unilateral atau bilateral dan melihat batu radiolusen yang tidak
tampak pada foto BNO
d. Kultur urin yang memperlihatkan piuria, yaitu tanda infeksi saluran kemih
e. Koleksi urin 24 jam untuk menentukan tingkat eksresi kalsium oksalat, fosfor,
dan asam dalam urin
f. Analisis batu untuk mengetahui kandungan mineralnya
g. Pemeriksaan serial kadar kalsium dan fosfor untuk mendiagnosis
hiperparatiroidisme dan peningkatan kalsium terhadap protein serum normal
h. Pemeriksaan kadar protein darah untuk menentukan kadar kalsium bebas yang
tidak terikat dengan protein.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2017-2020 (Herdman &
Kamitsuru, 2015) adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Retensi urin berhubungan dengan sumbatan saluran perkemihan
3. Resiko infeksi
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

10
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead, Jhonson, Maas, & Swanson (2013). dan Bulechek,
Butcher, Dochterman, & Wagner, (2013) adalah sebagai berikut:
Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial
dari intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi atau diprediksi
Batasan Karakteristik NOC NIC
a. Ekspresi wajah Setelah perawatan selama 2x24 jam, Manajemen Nyeri
meringis nyeri kronis klien berkurang dengan a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Keluhan tentang nyeri kriteria hasil: b. Observasi adanya petunjuk nonverbak terkait nyeri
menggunakan NRS maupun ketidaknyamanan terutama pada pasien
c. Keluhan tentang Kontrol Nyeri yang tidak dapat berbicara
karakteristik nyeri a. Klien dapat mengenali kapan nyeri c. Pastikan perawatan analgesik pada pasien
d. Laporan tentang terjadi dilakukan dengan tepat
perubahan aktivitas b. Klien mengetahui penyebab d. Gunakan strategi komunkasi terapeutik untuk
akibat nyeri terjadinya nyeri mengetahui pengalaman klien terkait nyeri dan
e. Perilaku distraksi c. Klien mampu mengurangi rasa nyeri penerimaan klien terhadap nyeri
f. Perubahan pada tanpa analgesik e. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat
parameter fisiologis d. Klien melaporkan perubahan gejala memperberat maupun mengurang nyeri
(tanda-tanda vital) nyeri f. Evaluasi bersama klien efektifitas tindakan
g. Perubahan posisi untuk e. Klien mengenali hal-hal yang pengurangan nyeri yang pernah dilakukan
menghindari nyeri berkaitan dengan nyeri. sebelumnya jika ada
Perubahan pola makan g. Bantu keluarga untuk menyediakan dukungan bagi
Tingkat Nyeri klien
a. Klien mengatakan rasa nyeri telah h. Berikan informasi mengenai nyeri seperti
berkurang penyebab nyeri dan berapa lama nyeri akan
b. Klien melaporkan panjang episode dirasakan
nyeri telah berkurang i. Kendalikan faktor lingkunan yang dapat
c. Tanda-tanda vital dalam rentang mempengaruhi nyeri dan ketidaknyamanan
normal j. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam
d. Tidak mengalami gangguan tidur. seperti farmakologis dan non farmakolois untuk
memfasilitasi penurunan nyeri

11
k. Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika
memilih strategi penurunan nyeri sesuai dengan
kebutuhan
l. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
m. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
seperti relaksasi nafas dalam, aplikasi panas/dingin
dan pijatan jika memungkinkan.
n. Kolaborasikan dengan tim kesehatan unntuk
menggunakan teknik farmakologi jika
memungkinkan
o. Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol
nyeri selama pengkajian nyeri dilakukan
p. Mulai modifikasi tindakan pengontrolan nyeri
berdasarkan respon klien
q. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri
Informasikan dengan tim kesehatan lain dan
keluarga tentang strategi nonfarmakologi yang
sedang digunakan untuk mendorong preventif
terkait dengan manajemen nyeri

Diagnosa : Retensi urin berhubungan dengan sumbatan saluran perkemihan


Definisi : inspirasi/ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat
Batasan Karakteristik NOC NIC
a. Bradipnea Setelah perawatan selama 3x24 jam, Perawatan retensi urin
b. Dyspnea diagnosa dapat teratasi dengan kriteria:
c. Penggunaan otot bantu a. Monitor intake dan output
pernafasan Eliminasi urin dan kontinensia urin b. Monitor penggunaan obat antikolinergik
d. Penurunan kapasitas a. Kandung kemih kosong secarapenuh c. Monitor derajat distensi bladder
vital b. Tidak ada residu urine >100-200 cc d. Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk
e. Penurunan tekanan c. Intake cairan dalam rentang normal mencatat output urine
ekspirasi d. Bebas dari ISK
f. Penurunan tekanan e. Sediakan privacy untuk eliminasi
e. Tidak ada spasme bladder

12
inspirasi f. Balance cairan seimbang f. Stimulasi reflek bladder dengan kompres dingin
g. Pernapasan bibir pada abdomen.
h. Pernapasan cuping g. Kateterisaai jika perlu
hidung
h. Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria,
i. Pola napas abnormal
perubahan bau dan konsistensi urine)

Dianosa : Risiko infeksi


Definisi : rentan mengalamai invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan
Faktor Risiko NOC NIC
a. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 Kontrol infeksi
untuk menghindari jam, diperoleh kriteria hasil : a. Alokasikan keseuaian luas ruang per pasien seperti
pajanan ogen yang diindikasikan oleh pedoman pusat
b. Gangguan integritas Kontrol risiko: proses infeksi pengendalian dan pencegahan penyakit
kulit a. Klien mampu mencari informasi b. Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai
c. Gangguan peristaltis terkait control risiko protokol institusi
d. Imunosupresi b. Klien mampu menindetifikasi faktor c. Batasi jumlah pengunjung
e. Leukopenia risiko infeksi d. Ajarkan cara cuci tangan yang tepat kepada klien
f. Penurunan hemoglobin c. Klien mampu mengenali perilaku maupun keluarga klien
yang berhubungan dengan risiko e. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
infeksi sebelum dan sesudah mengunjungi klien
d. Klien mampu mnegenali tanda dan f. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
gejala infeksi perawatan klien
e. Klien mampu memonitor perilaku diri g. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang
yang berkaitan dengan risiko infeksi bersifat universal
f. Klien mampu memonitor lingkungan h. Gunakan sarung tangan sesuai dengan kebijakan
yang berkaitan dengan risiko infeksi universal
g. Klien mampu mempraktikan strategi i. Gunakan sarung tangan steril dengan tepat
untuk mengontrol infeksi j. Bersihkan kulit klien dengan agen antibakteri yang
sesuai
k. pastikan teknik perawatan luka yang tepat
l. dorong batuk dan bernafas dalam yang tepat
m. tingkatkan intake nutrisi yang tepat

13
n. kolaborasi pemberian terapi antibiotik yang sesuai
o. ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan
gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya
pada tim kesehatan
p. ajarkan pasien dan keluarga mengenai tindakan
menghindari infeksi

Diagnosa : Gangguan pola tidur berhubungan dengna nyeri


Definisi : interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur
Batasan Karakteristik NOC NIC
a. Kesulitan tertidur Setelah perawatan selama 2x24 jam, Manajemen Nyeri
b. Ketidakpuasan pada diagnosa dapat teratasi dengan kriteria: a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
tidurnya b. Observasi adanya petunjuk nonverbak terkait
c. Menyatakan merasa Tidur nyeri maupun ketidaknyamanan terutama pada
tidak cukup istirahat a. Klien melaporkan jam tidur tidak pasien yang tidak dapat berbicara
d. Sering terjaga tanpa terganggu c. Pastikan perawatan analgesik pada pasien
sebab yang jelas b. Jam tidur yang diobservasi tidak dilakukan dengan tepat
e. Perubahan pola tidur terganggu d. Gunakan strategi komunkasi terapeutik untuk
c. Klien melaporkan pola tidur tidak mengetahui pengalaman klien terkait nyeri dan
terganggu penerimaan klien terhadap nyeri
d. Klien melaporkan kualitas tidur baik e. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat
e. Klien melaporkan merasa segar memperberat maupun mengurang nyeri
setelah tidur f. Evaluasi bersama klien efektifitas tindakan
f. Klien melaporkan tidak kesulitan pengurangan nyeri yang pernah dilakukan
memulai tidur sebelumnya jika ada
g. Bantu keluarga untuk menyediakan dukungan
bagi klien
h. Berikan informasi mengenai nyeri seperti
penyebab nyeri dan berapa lama nyeri akan
dirasakan
i. Kendalikan faktor lingkunan yang dapat
mempengaruhi nyeri dan ketidaknyamanan
j. Pilih dan implementasikan tindakan yang

14
beragam seperti farmakologis dan non
farmakolois untuk memfasilitasi penurunan nyeri
k. Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika
memilih strategi penurunan nyeri sesuai dengan
kebutuhan
l. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
m. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
seperti relaksasi nafas dalam, aplikasi
panas/dingin dan pijatan jika memungkinkan.
n. Kolaborasikan dengan tim kesehatan unntuk
menggunakan teknik farmakologi jika
memungkinkan
o. Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol
nyeri selama pengkajian nyeri dilakukan
p. Mulai modifikasi tindakan pengontrolan nyeri
berdasarkan respon klien
q. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri
r. Informasikan dengan tim kesehatan lain dan
keluarga tentang strategi nonfarmakologi yang
sedang digunakan untuk mendorong preventif
terkait dengan manajemen nyeri

Manajemen lingkungan
a. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam
mengelola lingkungan dan kenyamanan yang
optimal
b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
c. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
d. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan
seperti balutan yang lembab, posisi selang,
balutan yang tertekan, sprei kusut, maupun
lingkungan yang mengganggu

15
e. Sesuaikan suhu lingkungan yang dapat
meningkatkan kenyamanan bagi individu
f. Sesuaikan pencahayaan sesuai kebutuhan klien
g. Berikan klien posisi yang nyaman
Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon otonom.
Batasan Karakteristik NOC NIC
a. Gelisah Setelah perawatan 2x24 jam, diperoleh Pengurangan kecemasan
b. Kontak mata yang kriteria hasil: a. Kaji anda verbal dan nonverbal terhadap
buruk kecemasaan yang dialami klien
c. Mengekspresikan Tingkat kecemasan b. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
kekhawatiran karena a. Klien melaporkan dapat beristirahat c. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku
perubahan dalam b. Klien tidak tampak gelisah klien
peristiwa hidup c. Klien tidak menyampaikan rasa d. Jelaskan semua prosedur termasuk sesnasi yang
d. Gugup takut dan cemas secara lisan akan dirasakan dan mungkin dialami klien selama
e. Fokus pada diri sendiri d. Klien tidak berjalan mondar-mandir prosedur dilakukan
f. Putus asa dan ragu e. Klien tidak kesulitan berkonsentrasi e. Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
g. Tremor f. Klien tidak melaporkan adanya perawatan, dan prognosis
h. Peningkatan produksi gangguan tidur f. Anjurkan keluarrga klien untuk mneinkatkan rasa
keringat g. Klien melaporkan pola makan baik aman dan mengurangi kecemasan klien
i. Peningkatan h. Klien tidak menarik diri g. Lakukan usapan pada punggung leher dengan cara
ketegangan yang tepat
j. Suara bergetar Kontrol kecemasan diri h. Dengarkan keluhan klien
k. Wajah tegang a. Klien dapat mengurangi penyebab i. Puji dan kuatkan perilaku yang baik secara tepat
kecemasan j. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi, dan
b. Klien dapat memantau intensitas ketakutan
kecemasan k. Berikan aktivitas pengganti yang bertujuan untuk
c. Klien mampu merencanakan strategi mengurangi tekanan
koping untuk situasi yang l. Bantu klien mengidentifikasi situasi yang memicu
menimbulkan stress kecemasan
d. Klien mampu menggunakan strategi m. Dukung penggunaan mekanisme koping yang
koping yang efektif sesuai
e. Klien mampu menggunakan teknik n. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik

16
relaksasi untuk mengurangi relaksasi
kecemasan o. Kolaborasi terapi farmakologi jika diperlukan
f. Klien mampu mengendalikan respon
kecemasan
Terapi relaksasi
a. Kaji pengalaman penggunaan teknik relaksasi
klien di masa lalu
b. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi
serta jenis terapi relaksasi yang tersedia
c. Uji penurunan tingkat energi saat ini,
ketidakmampuan untuk konsentrasi, atau gejala
lain yang mengiringi yang mungkin
mempengaruhi kemampuan kognisi klien untuk
berfokus pada teknik relaksasi
d. Pertimbangkan keinginan dan kemampuan klien
untuk berpartisipasi sebelum memilih terapi
relaksasi yang tepat
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman
f. Beri posisi yang nyaman bagi klien
g. Berikan deskripsi detail terkait terapi yang akan
diberikan
h. Dapatkan perilaku yang menunjukkan terjadinya
relaksasi seperti menguap, bernafas dalam, atau
bayangan yang menyenangkan
i. Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada
klien
j. Gunakan suara yang tenang dan lembut
k. Dorong pengulangan teknik relaksasi secara
berkala
l. Evaluasi laporan individu terkait terapi relaksasi
yang digunakan

17
BAB III
WEB OF CAUTION (WOC)

Infeksi ginjal

Kerusakan
Konsumsi air pada nefron
Konsumsi
rendah ginjal
obat diuretik
Penurunan Gangguan
cairan ke ginjal fungsi ginjal
Koping tidak
Peningkatan
Urin pekat efektif
mineral di ginjal Ansietas
Nyeri AKut
Perubahan satus
Gangguan pola Kesulitan tidur Mineral mengendap
kesehatan
tidur akibat nyeri Nyeri Abdomen menjadi kristal
Prosedur bedah
Distensi abdomen Nefrolitiasis
Risiko Infeksi
Pemasangan
Obstruksi aliran urin
Urin menetes, kateter urin
sedikit, tiba-tiba
Peningkatan tekanan
berhenti Nyeri saat Nyeri akut
hidrostatik
berkemih
Retensi urin Endapan kristal
merobek uretra
Hematuria 18
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth .(2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2013).
Nursing Interventions Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia:
Elseviers
Grace, Pierce. (2006). At a Galance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.
Herdman, T.H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Huether., S.E., & McCance, K.L.(2017). Buku Ajar Patofisiologi. Singapore:
Elsevier.
Kowalak, J.P., Welsh, W., & Mayer, B. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
EGC.
LeMone, Burke, & Bauldoff (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta:EGC
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-
Surgical Nursing Ninth edition. Canada: Elsevier.
Moorhead, S., Jhonson , M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Smeltzer, S.C, & Bare, B.G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 2
. Jakarta : EGC.

19
20

Anda mungkin juga menyukai