Anda di halaman 1dari 42

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PRE-EKLAMSIA BERAT

DISUSUN OLEH:
Fauziyah Abidah, S.Ked
111 2017 2035

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Anna Sari Dewi, Sp. OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIANOBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR

1
2019

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama : Fauziyah Abidah, S.Ked
Stambuk : 111 2017 2035
Judul Laporan kasus : Pre-Eklamsia Berat
Rumah Sakit : RS Ibnu Sina Makassar

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Obstetri
dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Maret 2019

Supervisor Pembimbing

dr. Anna Sari Dewi, Sp. OG

2
PENDAHULUAN
Hipertensi sebagai komplikasi dalam kehamilan yang sering ditemukan
dan merupakan salah satu dari tiga besar penyebab utama kematian Ibu di
Amerika Serikat, selain perdarahan dan infeksi. Kaunitz dkk (1985) melaporkan
bahwa 20% dari 2067 kematian ibu pada tahun 1974-1978 disebabkan oleh
penyakit hipertensi.
Eklampsia termasuk dari tiga besar penyebab kematian ibu di Indonesia.
Menurut laporan KIA Provinsi tahun 2011, jumlah kematian ibu yang dilaporkan
sebanyak 5.118 jiwa. Penyebab kematian ibu terbanyak masih didominasi
Perdarahan (32%), disusul hipertensi dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus
lama (5%) dan abortus (1%). Penyebab lain –lain (32%) cukup besar, termasuk di
dalamnya penyebab penyakit non obstetrik
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini
merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua
di Indonesia bagi ibu hamil, Pada kasus ini akan dibahas tentang multigravida 36
minggu dengan preklamsi berat disertai dengan kematian janin dalam rahim.

3
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 36 tahun
Alamat : Jl. Rahmatullah 5 no. 6
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Medrek : 19-03-31
MRS : 23 Februari 2019

ANAMNESA
Dikirim oleh : datang sendiri.
Dengan Keterangan : G3P2A0 gravida 37 minggu + Inpartu Kala I Fase Laten +
Pre Eklamsia Berat Impending Eklamsia.
Keluhan utama : Nyeri perut

Anamnesa Khusus:
G3P2A0 merasa hamil 9 bulan, mengeluh nyeri perut tembus belakang sejak
+ 5 jam SMRS, keluhan disertai dengan keluar darah dan lendir dari jalan lahir,
tidak ada pelepasan air. Pasien juga merasakan nyeri kepala dan pusing disertai
pandangan kabur sejak + 1 hari SMRS. Ada nyeri ulu hati. Riwayat tekanan darah
tinggi sebelum kehamilan disangkal. Mules-mules yang semakin sering dan
bertambah kuat sudah dirasakan ibu. Keluar cairan banyak dari jalan lahir belum
dirasakan ibu. Riwayat trauma disangkal, riwayat minum obat-obatan disangkal.
Riwayat ANC 3x di puskesmas, riwayat suntik TT 1x selama kehamilannya.
Riwayat KB (+) suntik 3 bulan. Pasien menikah 2x.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


• Riwayat Asma (-)
• Riwayat Hipertensi (-)
• Riwayat Diabetes Mellitus (-)
• Riwayat Penyakit Jantung (-)

4
• Riwayat Penyakit Ginjal (-)
• Riwayat Menjalani Operasi (-)

RIWAYAT OBSTETRI
1. 2003/Perempuan/3900 gram/PPN/Bidan
2. 2004/Laki-laki/3700 gram/ PPN/ Bidan
3. 2019/ kehamilan sekarang

Keterangan Tambahan :
Menikah : ♀,(1) 2002 19 th
(2) 20018 35 th, SMA, IRT
♂,36 th, SMA, Wiraswasta
Kontrasepsi : suntik 3 bulan
Haid terakhir : 5 Juni 2018, siklus 28 hari
PNC : pasien memeriksakan kehamilannya 3x di puskesmas dan
mendapatkan suntik TT 1x selama kehamilannya.

STATUS PRAESENS
KU : komposmentis, sakit sedang, gizi cukup.
Tensi : 200/110 mmHg
Nadi : 92x/mnt
Pernaf : 22 x/mnt
Suhu : 36,70C
Jantung : BJ murni reguler
Paru : Sonor, VBS ki = ka
Refleks : Fisiologis +/+
BB : 59 kg.
TB : 155 cm
LLA : 24,5 cm
Edema : -/-
Varices : -/-

5
Hati dan limpa : Sulit dinilai

LABORATORIUM
Hb : 12,1 gr% Fibrinogen : Tidak diperiksa
Lekosit : 8.000/mm3 CT : 13,0”
Ht : 36,1 % BT : 3,0”
Trombosit : 183.000/mm3 SGOT : 44
D-Dimer : Tidak diperiksa SGPT : 9
Ur/Kreat : 16/1,0 mg/dL Proteiuria : negatif

PEMERIKSAAN LUAR
Abdomen : DM (-), PS(-), NT (-)
Fundus Uteri : 34 cm
Lingkar Perut : 89 cm
Letak Janin : Situs Memanjang
Punggung : kanan
Perlimaan : 5/5
Denyut Jantung Janin : 140 x/mnt
His : 1x10’ (5-10”)
Taksiran Berat Janin : 3026 gr
Anak kesan : Tunggal
Gerakan anak : (+) dirasakan ibu

PEMERIKSAAN DALAM
Inspekulo : Fluksus (+) dari OUE
v/v : t.a.k
P : Lunak,Tebal
 : 1 cm
Ketuban : (+) utuh
Bagian terbawah : Kepala
UUK : Sulit dinilai
Penurunan : BAP
Panggul : Kesan normal
Pelepasan : Darah (+), lender (+), air (-).

D/ G3P2A0 Gravida 37 minggu Inpartu kala I Fase laten + preeklamsi berat


impending Eklamsia.

T/ - Loading dose MgsO4 40 % 4 gr dalam 100 cc NaCL 0,9% 73 tpm habis


dalam 30 menit

6
- Maintenance dose MgSO4 40% 6 gr dalam 500 cc RL 28 tpm hingga 24
jam intravena.
- Nifedipin 10 mg/8 Jam/Oral
- Rencana SSTP (Sectio-secarean Transabdominal Profunda) Cito
- Informed Consent
- Lapor OK
- Konsul Anestesi
- Inj Cefotaxime 1 gr/IV sebelum operasi
- Cito Sectio-Secarean Transabdominal Profunda
- Siap darah Packed Red Cell 2 bag
- Puasa

Observasi
Jam 00.30 Pasien datang dan dilakukan pemeriksaan dalam.
v/v : t.a.k
P : Lunak,Tebal
 : 1 cm
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tensi : 200/110 mmHg
Nadi : 92x/mnt
Pernaf : 22 x/mnt
Suhu : 36,70C
Jam 01.35 Melapor ke dr. NA, Sp. OG dan dianjurkan untuk CITO SSTP.
Jam 01.45 Lapor OK dan konsul anestesi
Jam 03.30 Operasi dimulai.
Jam 03.45 Lahir bayi ♀ tanpa tanda-tanda kehidupan
BB : 3300 gr, PB: 48 cm, AS: 0/0 tampak maserasi tk II
Disuntikkan oksitosin 10 IU intramuskular. Kontraksi uterus baik
Jam 04.00 Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat
Tampak hematom retroplasenta + 800 cc (100%)
Berat : 250 gr, ukuran : 12 x 12 x 1,5 cm

7
Jam 04.30 Operasi selesai
Jumlah kasa selama operasi : 40 pcs

D/ Prabedah : G3P2A0 gravida 37 minggu Inpartu Kala I Fase Laten + Pre


Eklamsi Berat Impending Eklamsia.
D/ Pasca bedah : P3A0 PartSetelah dilakukan tindakan a dan antiseptik di daerah
abdomen dan sekitarnya.

LAPORAN OPERASI.
- Dilakukan insisi mediana inferior + 10 cm.
- Setelah peritoneum dibuka tampak dinding depan uterus berwarna kebiruan.
- Plika vesikouterina diidentifikasi, disayat konkaf di perlebar ke kanan dan kiri
ke arah ligamentum rotundum.
- Kandung kencing disisihkan ke bawah dan ditahan dengan retraktor abdomen.
- SBR disayat melintang, bagian tengahnya ditembus oleh jari penolong lalu
diperlebar ke kanan dan ke kiri secara tumpul.
- Jam 03.45 : Lahir bayi ♂ dengan menarik kaki, tanpa tanda-tanda kehidupan.
BB : 3070 gr, PB : 48 cm, A/S: 8/10
Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik.
- Jam 04.00 : Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Tampak hematom retroplasenta + 800 cc (100%)
Berat : 250 gram Ukuran : 12x12x1½ cm
- Luka operasi di jahit secara jelujur interlocking, lapisan kedua secara jelujur
kontinyu.
- Perdarahan dirawat, setelah yakin tidak ada perdarahan dilakukan
reperitonealisasi dengan peritoneum kandung kencing.
- Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah.
- Luka operasi dijahit lapis demi lapis.
- Fascia dijahit dengan Safil No. 1.0
- Kulit dijahit secara subkutikuler.
- Perdarahan selama operasi dengan kasa 40 pcs

8
- Diuresis selama operasi + 200 cc

9
PEMBAHASAN

2.1. Defenisi

Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/ atau


edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum. Sebelumnya, edema
termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang
tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, karena pada wanita hamil
umum ditemukan adanya edema, terutama di tungkai, karena adanya stasis
pembuluh darah.
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain.
Kenaikan tekanan sistolik > 30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140
mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik > 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg
dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah
dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang
kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+
atau 2+ atau 1gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter
atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya
proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang
serius.
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-
eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di
jaringan tubuh harus tetap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat
badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar
0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu
dicurigai timbulnya pre-eklampsia.
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi
eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia
dapat menyebabkan terjadinya Disseminated intravascular coagulation (DIC)

10
yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat
berakibat fatal.
Dikatakan sebagai preeklampsia-eklampsia apabila memiliki salah satu
atau lebih dari gejala dan tanda-tanda yang ada dibawah ini
1. Preeklampsia adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai kenaikan
tekanan darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan diastolik 15 mm/Hg
atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mm/Hg atau setelah 20 minggu
kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal dan adanya proteinuria
kuantitatif >3 gr perliter atau kuantitatif 1+ atau 2+ padaurin kateter atau
midstream
2. Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila
disertaikenaikan tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya
proteiunuria 5 gr atau lebih per liter dalam 24 jam atau kuantitatif 3+atau
kuantitatif 4+, adanya oliguria (jumlah urin kurang dari 500 cc per jam,
adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, rasa nyeri
diepigastrium, adanya tanda sianosis, edema paru, trombositopeni,
gangguan fungsi hati, serta yang terakhir adalah pertumbuhan janin
terhambat
3. Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul
dengan koma.

Terdapat empat jenis penyakit hipertensi, antara lain:


1. Hipertensi kronik, dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90
mm/Hgsebelum hamil atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu ,
atau bila terdapat hipertensi didiagnosa setelah usia gestasi 20 minggu dan
persisten 12 minggu setelah melahirkan.
2. Hipertensi gestasional dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90mm/Hg
untuk pertama kalinya ketika hamil, bila tidak terdapat proteinuria, dan
tekanan darah kembali normal kurang dari 12 minggu setelah melahirkan.
3. Preeklampsia-eklampsia dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90
mm/Hg setelah usia gestasi 20 minggu pada wanita yang
sebelumnyamemiliki tekanan darah yang bormal dan adanya proteinuria
(0,3 gr protein dalam specimen urin dalam 24 jam), sedangkan eklampsia

11
didefinisikan sebagai kejang yang tidak dapat dihubungkan dengan kasus
lain pada wanita dengan preeklampsia.
4. Superimposed Preeclampsia (preeklampsia pada pengidap
hipertensikronis) dengan gejala yaitu onset baru proteinuria dengan jumlah
proteinuria > 300 mg/24 jam pada ibu hamil dengan hipertensi, tetapi tidak
ada proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu.
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10%
dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda
awal dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeclampsia menjadi
lebih tinggi di negara berkembang.
Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara
Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per
10.000 kelahiran. Disisi lain kejadianeklampsia di negara berkembang
bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1 kasus
per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian preeklampsia-eklampsia di
negara berkembang seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir,
Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8%sampai 7,1%. Di Nigeria angka
kejadiannya berkisar antara 2% sampai 16,7% dan juga preeklampsia ini juga
dipengaruhi oleh ibu nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali
lebih tinggi dari pada ibu multipara.
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini
merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor
dua di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan nomor satu penyebab kematian
ibu diIndonesia adalah akibat perdarahan.
Berbagai penelitian menunjukkan adanya faktor risiko untuk terjadinya
hipertensi pada kehamilan/preeklampsia/eklampsia diantaranya adalah :
a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi
laten
b. Paritas

12
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida
tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat
c. Ras/golongan etnik
Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di
banyak negara
d. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai + 25%
e. Faktor gen diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip
ibu dan janin
f. Diet/ gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO).
Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka
kejadianyang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obesitas/ overweight.
g. Iklim/ musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
h. Tingkah laku/ sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah,
namunmerokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan
pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi.Aktifitas fisik selama
hamil : istirahat baring yang cukup selama hamilmengurangi
kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan
i. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
j. Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
k. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya
bukan preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/ vaskular
primer akibat diabetesnya
l. Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan
berperanmenyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan
proteinuriaterjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil
pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.
m. Riwayat pre-eklampsia.
n. Kehamilan pertama
o. Usia lebih dari 40 tahun dan remaja

13
p. Obesitas
q. Kehamilan multipler.Diabetes gestasional
r. Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis
2.3 Etiologi

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah:
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan
terjadinyaPreeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan
Molahidatidosa.Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa
keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa
pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap
antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat
respon imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan
Aldosteronantagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron
yangmenyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi hipertensi dan
edema
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/ eklampsia
bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang
menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia
antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.

14
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang
mengandungasam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai
precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin
Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotelvaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis,
yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombinakan
mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.Aktivasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) danserotonin,
sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2.4 Gejala Klinis


Gejala preeklampsia adalah:
1. Hipertensi
2. Edema
3. Gejala subjektif: sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.
4. Proteinuria
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan
kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat
hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini
merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan
edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai dua minggu
setelah persalinan apabila keadaan hipertensi menetap setelah
persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit vaskuler kronis.

2.5 Patogenesis
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia
terjadi perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973)
menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik

15
uteroplasenta, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta
yang meningkat denganaliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang
berkurang. Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia,
sehingga terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH) 2 dan Human Placental
Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari
saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin,
terjadi perangsangankelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid
hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan
peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke
dalam intra sel. Peningkatankadar kalsium intra sel mengakibatkan
peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah.

Gambar 1. Mekanisme terjadinya Preeklamsia yang melibatkan Bagian dari maternal maupun fetal

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat


menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas
vaskuler.Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya
akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II.

16
Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya
terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme.
Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang
menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya
hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan
aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel
pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Semua inimenyebabkan kebocoran antar
sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit
dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan
gangguan ke berbagai sistem organ.
Beberapa penelitian menyatakan kemungkinan maladaptasi
imunologis sebagai patofisiologi dari preeklampsia. Pada penderita
preeklampsia terjadi penurunan proporsi T-helper dibandingkan dengan
penderita yang normotensi yang dimulai sejak awal trimester II. Antibodi
yang melawan sel endotel ditemukan pada 50% wanita dengan
preeklampsia, sedangkan pada kontrol hanya terdapat 15%.
Maladaptasi sistem imun dapat menyebabkan invasi yang dangkal
dari arteri spiralis oleh sel sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi sel
endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan sitokin (TNF-α dan
IL-1), enzim proteolitik dan radikal bebas oleh desidua.
Sitokin TNF-α dan IL-1 berperanan dalam stress oksidatif yang
berhubungan dengan preeklampsia. Di dalam mitokondria, TNF-α akan
merubah sebagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebasoksigen
yang selanjutkan akan membentuk lipid peroksida dimana hal ini dihambat
oleh antioksidan.
Radikal bebas yang dilepaskan oleh sel desidua akan menyebabkan
kerusakan sel endotel. Radikal bebas-oksigen dapat menyebabkan
pembentukan lipid perioksida yang akan membuat radikal bebas lebih
toksik dalam merusak sel endotel. Hal ini akan menyebabkan gangguan
produksi nitrit oksida oleh endotel vaskuler yang akan mempengaruhi
keseimbangan prostasiklin dan tromboksan di mana terjadi peningkatan

17
produksi tromboksan A2 plasenta dan inhibisi produksi prostasiklin dari
endotel vaskuler.21
Akibat dari stress oksidatif akan meningkatkan produksi sel
makrofag lipid laden, aktivasi dari faktor koagulasi mikrovaskuler
(trombositopenia) serta peningkatan permeabilitas mikrovaskuler (oedem
dan proteinuria).21
Antioksidan merupakan kelompok besar zat yang ditunjukan untuk
mencegah terjadinya overproduksi dan kerusakan yang disebabkan oleh
radikal bebas. Telah dikenal beberapa antioksidan yang poten terhadap
efek buruk dari radikal bebas diantaranya vitamin E (α- tokoferol), vitamin
C dan β-caroten.21 Zat antioksidan ini dapat digunakan untuk melawan
perusakan sel akibat pengaruh radikal bebas pada preeklampsia.
Fungsi organ-organ lain :
a. Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-
eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan
suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi
serebral, faktor pentingterjadinya perdarahan otak dan kejang/
eklampsia.
b. Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia,
yang berhubungan dengan beratnya penyakit
c. Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%,
filtrasiglomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria,
uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis.
Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga
peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada
kehamilan”).
d. Sirkulasi uterus , koriodsidua
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah
patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan
faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.

18
 Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan
antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah
sirkulasi yang berkurang.
 Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di
uteroplasenta,yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah
itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat
vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) seh ingga terjadi
tonus pembuluh darah yanglebih tinggi.
 Karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan
suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari
gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.

2.6 Diagnosis
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala
berikut:
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik >
110 mmHg.
2. Proteinuri > 2 g/24 jam atau > 2 + dalam pemeriksaan kualitatif
(dipstick)
3. Kreatinin serum > 1,2 mg% disertai oliguria (< 400 ml/ 24 jam)
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)
6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)
7. Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral
8. Nyeri epigastrium yang menetap
9. Pertumbuhan janin terhambat
10. Edema paru disertai sianosis
11. Adanya "HELLP Syndrome" (H : Hemolysis; EL : Elevated liver
enzymes; LP : Low Platelet count)
Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut:
1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. Tekanan darah naik secara progresif
2.7 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui:

19
a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui
adanya retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan
yang memberat
d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau
peningkatan berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif
untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator
preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alatdiagnostik.
Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang menderita
hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia
superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada
wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari
pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, protein
total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan
dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu dilakukan
pemeriksaan USG. Semua pemeriksaan ini harus dilakukansesering mungkin
untuk memantau progresifitas penyakit.
2.9 Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi
janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses
bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-
25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.
3.0 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu:
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia

20
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis
periportal hati pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat
terjadi.Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda
gawatyang menunjukkan adanya apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme
arteriolumum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama
denganenzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakansitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya.Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila
telahmencapai tahap eklampsia.

3.1 Diagnosis Banding


Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :
1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
2. Kehamilan dengan payah jantung
3. Hipertensi Kronis
4. Penyakit Ginjal
5. Edema Kehamilan
6. Proteinuria Kehamilan,

3.2 Penatalaksanaan
1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka
secara prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus
dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih
lengkap. Persiapan-persiapan yangdilakukan dalam merujuk penderita
adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
b. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).

21
c. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi,
oksigen,cairan infus dextrose/ringer laktat.
d. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
e. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20
mg/iv,dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose
dalam maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama
saat kejang, danterpasang tongue spatel.

22
Gambar 2. Algoritme Penanganan Pre-Eklamisa

2. Penanganan di Rumah Sakit


Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre
eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
ditambah pengobatan medisinal. Perawatan aktif yang dilakukan,
yaitu :
a. Indikasi

23
- Keadaan Ibu : Kehamilan aterm (> 37 minggu), adanya gejala-
gejala impending eklampsia, perawatan konservatif gagal ( 6
jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD, 24 jam
setelah pengobatan medisinal gejala tidak berubah), adanya
Sindrom HELLP
- Keadaan Janin, adanya tanda-tanda gawat janin, adanya
pertumbuhan janin terhambat dalam Rahim

Gambar 3. Algoritme Penanganan Pre-Eklamsia Berat

24
b. Pengobatan Medisinal
1. Segera MRS
2. Tirah baring miring ke satu sisi
3. Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)
4. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
5. Antasida
6. Obat-obatan :
a. Anti kejang: Sulfas Magnesikus (MgSO4),
o Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif
dibanding fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji
klinik yang melibatkan 897 penderita eklampsia.
o Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin
pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium
pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi
(terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion
magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai
saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklampsia
o Cara Pemberian:
Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan
infusion pump):
a. Dosis Awal :
4 gram MgSO4 (10 cc MgSO4 40 %) dilarutkan kedalam 100 cc
ringer laktat, diberikan selama 15-20 menit. (Tetesan ± 50
gtt/menit
b. Dosis pemeliharaan :
10 gram (25cc MgSO4 40%) dalam 500 cc cairan RL, diberikan
dengan kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per menit)

o Syarat-syarat pemberian MgSO4


 Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10%
(1 gram dalam 10 cc) diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit.
 Refleks patella (+) kuat
 Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit

25
 Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg
bb/jam)
o Penghentian MgSO4 :
 Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot,
hipotensi,refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu,
depressi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan
kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada
serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7
mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10
mEq/liter. Kadar 12-15mEq terjadi kelumpuhan otot-otot
pernapasan dan lebih 15mEq/liter terjadi kematian jantung.
 Setelah 24 jam pasca persalinan
 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan
luminal 3x30-60 mg
o Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfata
 Hentikan pemberian magnesium sulfat
 Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
secara IV dalam waktu 3 menit.
 Berikan oksigen.
 Lakukan pernapasan buatan.

b. Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4
tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml,max. 120
mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di
ruang ICU.

c. Diuretik
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi ginjal.
Diberikan furosemid injeksi (Lasix 40 mg/im). Pemberian diuretikum
dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi
uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi
pada janin, dan menurunkan berat janin.

d. Anti hipertensi

26
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160
mmHgdiastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis< 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan
perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi
pada umumnya.
 Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),catapres
(clonidine) injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl
flash/ aquades masukkan 5 ml IV pelan 5 menit, 5 menit kemudian
TD diukur, jika tidak turun berikan sisanya (5ml pelan IV 5mnt).
 Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai tekanan darah
normotensif.
 Bila tidak tersedia anti hipertensi parenteral dapat diberikan tablet
anti hipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah
nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-100
mmHg.

e. Kardiotonika
 Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid.

f. Lain-lain :
 Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata
 Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5oC dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau
xylomidon 2 cc IM.
 Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
 Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi
uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
 Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari. Syarat:
Trombositopenia (<60.000/cmm)

Pengobatan Obstetric
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :

27
a. Induksi persalinan :
 Amniotomi
 Tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.

b. Seksio sesaria bila :


 Fetal assesment jelek
 Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5)
atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase
aktif.
 Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi
dengan seksio sesaria.
Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu:
 Kala I
 Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan
seksio sesaria.
 Fase aktif : Amniotomi saja, Bila 6 jam setelah amniotomi
belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio
sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).
 Kala II
 Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan
partus buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi.
 Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-
kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal.
 Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan,
terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin
dengan memberikan kortikosteroid.

2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah


pengobatan medisinal.
a. Indikasi perawatan konservatif
 Bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
 Tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia-keadaan
janin baik.
b. Pengobatan medisinal :

28
 Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan-bokong kiri
dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam
 Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
 Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka
pengobatan diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30
mg/p.o-Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110
mmHg.
c. Pengobatan obstetri :
 Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi
sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan
terminasi.
 MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda
pre eklampsia, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
 Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap
pengobatan konservatif gagal dan harus diterminasi.
 Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka
diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
d. Penderita dipulangkan bila :
 Penderita kembali ke gejala-gejala/ tanda-tanda
preeklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
 Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre
eklampsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan
dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama
perawatan 1-2 minggu).

3. Penatalaksanaan Eklampsia
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai
semakin tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan
gejala eklampsi aadalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma
dan terjadi konvulsi. Terapi eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk
mencegah terjadi konvulsi terlalulama, mencegah agar konvulsi
berkurang, menyelamatkan jiwa maternal dengan pengobatan
Magnesium sulfat.
Prinsip pengobatan :

29
 Menghentikan dan mencegah kejang-kejang
 Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
 Mencegah komplikasi
 Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal
mungkin pada ibu.
/
a. Obat untuk anti kejang
MgSO4
 Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2g
MgSO4 40% IV selama 2 menit, sekurangkurangnya 20 menit
setelah pemberian loading dose terakhir. Dosis tambahan 2 g
hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan
masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5
mg/kg/bb/IV pelan-pelan atau segera perawatan intensif.
 Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum
Glukonas Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3
menit.
 Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka :
diberikan MgSO4 secara hati-hati terutama jika ada kelainan
jantung.
Perawatan jika kejang :
 Kamar isolasi yang cukup terang
 Pasang sadep lidah ke dalam mulut
 Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap
 Oksigenisasi yang cukup
 Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan
fraktur Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan
 Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor
tanda vital
 Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan
penderita
 Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin
maka berikan dalam bentuk NGT
b. Memperbaiki keadaan umum ibu
 Infus D5%

30
 Pasang CVP untuk : pemantauan keseimbangan cairan,
pemberian kalori, koreksi keseimbangan asam basa, koreksi
keseimbangan elektrolit
c. Mencegah komplikasi
 Obat-obat antihipertensi; Diberikan pada penderita TD 160/110
mmHg atau lebih.
 Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan
kelainan fungsiginjal
 Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah
jantung, edema paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan
digitalis cepat.
 Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV
 Antipiretika
 Kortikosteroid Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema
paru akibat kardiogenik (payah jantung ventrikel kiri akibat
peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat
kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis
preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai
oligouria.
 Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin
tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34
minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom
HELLP.
d. Penanganan pada edema paru akut :
 Oksigen-Morfin-Furosemid
 Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi
e. Terminasi kehamilan
Stabilisasi: 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah
ini:
 Setelah kejang terakhir
 Setelah pemberian anti kejang terakhir
 Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir
 Penderita mulai sadar
 Untuk koma tentukan skor tanda vital STV > 10 boleh
terminas, STV <9 tunda 6 jam kalau ada
perubahanterminasi

31
 Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan
PEB
A. Luaran Maternal
 Komplikasi Maternal
1) Paru
Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai
eklampsia. Faktor penyebab atau sumber terjadinya edema adalah : (1)
Pneumonitis aspirasi setelah inhalasi isi lambung jika terjadi muntah pada saat
kejang; (2) Kegagalan fungsi jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi
akibat berat dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.
2) Otak
Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan
kejang atau segera setelahnya sebagai akibat perdarahan otak yang hebat.
Hemipelgia terjadi pada perdarahan otak yang sublethal. Perdarahan otak
cenderung terjadi pada wanita usia tua dengan hipertensi kronik. Yang jarang
adalah sebagai akibat pecahnya aneurisma arteri atau kelainan vasa otak (acute
vascular accident, stroke). Koma atau penurunan kesadaran yang terjadi
setelah kejang, atau menyertai preeklampsia yang tanpa kejang adalah sebagai
akibat edema otak yang luas. Herniasi batang otak juga dapat menyebabkan
kematian. Bila tidak ada perdarahan otak yang menyebabkan koma dan dengan
pemberian terapi suportif yang tepat sampai penderita kembali sadar umumnya
prognosis pada penderita adalah baik.

3) Mata
Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan bersama
dengan preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu:
a) Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringan sampai berat.
b) Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk kembalinya
penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu yang disebabkan oleh
kelainan retina maupun otak, dan akan kebali normal dalam waktu satu
minggu.

32
4) Psikosis
Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk, tapi keadaan ini
jarang terjadi. Biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai dua minggu,
tetapi prognosis untuk kembali normal umumnya baik, selama tidak ada
kelainan mental sebelumnya.
5) Sistem hematologi
Plasma daeah menurun, viskositas darah meningkat, hemokonsentrasi,
gangguan pembekuan darah, disseminated intravascular coagulation (DIC),
sindroma HELLP.

6) Ginjal
Filtrasi glomerulus menurun, aliran plasma ke ginjal meningkat, klirens
asam urat menurun, gagal ginjal akut.

7) Hepar
Nekrosis periportal, gangguan sel liver, perdarahan subkapsuler.

8) Uterus
Solusio plasenta yang dapat menyebabkan perdarahan pascapartum.
Abrutio plasenta yang dapat menyebabkan DIC.

9) Kardiovaskuler
Cardiac arrest, acute decompensatio cordis, spasme vascular menurun,
tahanan pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja ventrikel kiri naik,
tekanan vena sentral menurun, tekanan paru menurun.

10) Perubahan Metabolisme umum


Asidosis metabolik, gangguan pernapasan maternal.

11) Perdarahan
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan dari uterus dan terjadi
sebelum melahirkan. Perdarahan antepartum dapat terjadi karena robeknya
plasenta yang melekat didekat kanalis servikalis yang dikenal dengan plasenta

33
previa atau karena robeknya plasenta yang terletak di tempat lain di dalam
rongga uterus atau yang dikenal dengan solusio plasenta. Eklampsia
merupakan faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta walaupun lebih
banyak terjadi pada kasus hipertensi kronik.
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500ml atau lebih
darah pada persalinan pervaginam, 1000 ml pada seksio sesaria, 1400 ml pada
histerektomi secara elektif atau 3000 sampai 3500 ml pada histerektomi
saesarea darurat, setelah kala tiga persalinan selesai. Pada eklampsia sering
didapat adanya hemokonsentrasi atau tidak terjadinya hipervolemia seperti
pada kehamilan normal. Hal tersebut membuat ibu hamil pada kasus eklampsia
jauh lebih rentan terhadap kehilangan darah dibandingkan ibu normotensif.

12) Kematian Maternal


Kematian maternal adalah kematian setiap ibu dalam kehamilan,
persalinan, masa nifas sampai batas waktu 42 hari setelah persalinan, tidak
tergantung usia dan tempat kehamilan serta tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan tersebut dan bukan disebabkan oleh kecelakaan.
Kematian maternal pada eklampsia disebabkan karena beberapa hal
antara lain karena perdarahan otak, kelinan perfusi otak, infeksi, perdarahan
dan sindroma HELLP.

B. Luaran Perinatal
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga tonus
otot uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli
pada miometrium makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter makin
berkurang sehingga dampaknya pada denyut jantung janin (DJJ) seperti terjadi
takikardi, kompensasi takikardi dan selanjutnya diikuti bradikardi.
Rajasri dkk menyebutkan terjadinya komplikasi neonatal pada kasus
eklampsia seperti asfiksia neonatorum (26%), prematuritas (17%), aspirasi
mekoneum (31%), sepsis (4%), ikterus (22%).
George dkk dalam penelitiannya menyebutkan Sebanyak 64,1% bayi
dilaporkan harus mendapatkan perawatan di Special Care Baby Unit dengan

34
indikasi prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, asfiksia neonatorum berat
(skor Apgar 5 menit <7), ikterus neonatal, sepsis neonatal. Angka kematian
perinatal pada kasus eklampsia adalah 5411,1 per 1000 kelahiran hidup diaman
51,4% kematian intrauterin dan 48,6% kematian neonatal. Penyebab kematian
perinatal terbanyak adalah asfiksia (33,3%), sindrom distress respirasi (22,2%),
dan prematuritas (22,2%).
1) Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya tidak
sesuai dengan berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Berat lahir
kurang dibawah beratlahir yang seharusnya untuk masa gestasi tertentu
atau kecil untuk masa kehamilan (KMK) yaitu kalau berat lahirnya
dibawah presentil ke-10 menurut kurva pertumbuhan intrauterin Lubhenco
atau dibawah 2 SD menurut kurva pertumbuhan intrauterin Usher dan
Mc.Lean.
Pada preeklampsia atau eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis
desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan
plasenta normal sebagai akibatnya kehamilan, seperti menipisnya
sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi karena fibrosis
dan konversi mesoderm menjadijaringan fobrotik, dipercepat dprosesnya
pada preeklampsia atau eklampsia dan hipertensi. Menurunnya alrand arah
ke plasenta mengakibatkan gangguan fungdi plasenta. Pada hipertensi
yang agak lama pertumbuhan janin terganggu sehingga menimbulkan
dismaturitas, sedangkan pada hipertensi yang lebih pendek terjadi gawat
janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi.

Komplikasi dismaturitas :
a) Sindrom aspirasi mekonium
Kesulitan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur.
Keadaan hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengadakan
gaping dalam uterus,. Slelain itu mekoneum akan dilepaskan kedalam
liquor amnion, akibatnya cairan yang mengandung mekonium masuk
kedalam paru janin karena inhalasi. Pada saat bayi lahir akan
menderita gangguan pernapasan.

35
b) Hipoglikema simptomatik
Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekal disebabkan karena
persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas.
c) Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan kegawatan bayi karena
terjadinya kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir dan disertai dengan hipoksia dan hiperkapnea yang dapat
berlanjut menjadi asidosis. Asfiksia neonatorum dapat disebabkan
karena faktor ibu yaitu adanya gangguan aliran darah ke uterus.
Gangguan aliran darah ke uterus menyebabkan berkurangnya asupan
oksigen ke plasenta dan janin. Penilaian derajat asfiksia dapat
dilakukan dengan Apgar skor, yaitu dengan ketentuan sebagai berikut :

Tabel 1. Skor Apgar

36
d) Penyakit membran hialin
Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm,
disebabkan surfaktan belum cukup sehingga alveoli kolaps. Penyakit
ini terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu.

e) Hiperbilrubinema

2) Prematuritas
Partus prematuritas sering terjadi pada ibu dengan eklampsia karena
terjaadi kenakan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan yang
meningkat.
3) Sindroma Distress Respirasi
Yoon (1980) melaporkan insidens sindrom distres respirasi pada bayi
yang dilahirkan dari ibu preeklampsia-eklampsia sebanyak 26,1-40,8%.
Beberapa faktor yang berperan terjadinya gangguan ini adalah
hipovolemk, asfiksia, dan aspirasi meconium.
4) Trombositopenia
Trombositopenia pada bayi baru lahir dapat merupakan penyakit
sistemik primer sistem hemopoetik atau suatu transfer faktor-faktor yang
abnormal ibu. Kurang lebih 25-50% bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
trombositopenia juga mempunyai jumlah trombosit kurang dari

37
150.000/mm3 pada waktu lahir, tapi jumlah ini dapat segera menjaadi
normal.
5) Hipermagnesemia
Disebut hipermagnesemia bila kadar magnesium serum darah lebih
besar atau sama dengan 15 mEq/l. Hal ini dapat terjadi pada bayi baru
lahir dari ibu eklampsia dengan pengobatan magnesium. Pada keadaan ini
dapat terjadi depresi sususan saraf pusat, paralisis otot-otot skeletal
sehingga memerlukan pernapasan buatan.

6) Neutropenia
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia dan terutama
dengan sindroma HELLP dapat ditemukan neutropenia. Penyebabnya
tidak jelas, mungkin mempunyai hubungan dengan agent yang
menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah ibu melewati plasenta
janin

7) Kematian Perinatal
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam
kandungan adalah terjadinya kematian janin ketika masih berada dalam
rahim yang beratnya 500 gram dan atau usia kehamilan 20 minggu atau
lebih. Ada juga pendapat lain yang mengatakan kematian janin dalam
kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum proses
persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat
janin 1000 gram ke atas. Kematian perinatal bisa terjadi karena asfiksia
neonatorum berat, trauma saat kejang intrapartum, dismaturitas yang berat.
Beberapa kasus ditemukan bayi meninggal intrauterin.
Faktor Risiko
 Status sosial ekonomi rendah
 Tingkat pendidikan ibu yang rendah
 Usia ibu >30 tahun atau <20 tahun
 Partias pertama dan partias kelima atau lebih
 Kehamilan tanpa pengawasan antenatal
 Kehamilan tanpa riwayat pengawasan kesehatan ibu yang inadekuat
 Riwayat kehamilan dengan komplikasi medik atau obstetrik seperti
Preeklamsia
Klasifikasi

38
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
 Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20
minggu penuh
 Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
 Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late
fetal death)
 Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-
perubahan sebagai berikut :
 Rigor mostis (tegang mati)
 Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
 Stadium maserasi I: timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi
cairan jernih tapi kemudian menjadi merah. Stadium ini berlangsung
48 jam setelah mati.
 Stadium maserasi II: Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban
menjadi merah coklat, stadium ini berlangsung 48 jam setelah anak
mati.
 Stadium maserasi III : Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati.
Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat
longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.

Manifestasi Klinik
 DJJ tidak terdengar
 Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
 Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksa
 Palpasi anak menjadi tidak jelas
 Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati kurang lebih 10
hari
 Pada rontgen dapat dilihat adanya:
- Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding)
- Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)
- Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)
- Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin

Penatalaksanaan

39
 Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun
ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya
sebelum keputusan diambil.
 Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan
spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan
spontan akan terjadi tanpa komplikasi
 Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan,
lakukan penanganan aktif.
 Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu:
- Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
atau prostaglandin.
- Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi
- Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
 Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit
menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan
misoprostol:
- Tempatkan mesoprostol 25 mcg forniks posterior, dapat diulang
sesudah 6 jam
- Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan
dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50
mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis.
 Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
 Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah
pecah, waspada koagulopati
Komplikasi

Gangguan pembekuan darah ibu, disebabkan dari jaringan-jaringan mati yang


masuk ke dalam darah ibu.

3.3 Pencegahan
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan
agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.

40
2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan
mengobatinya segera apabila ditemukan
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu
keatas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga
dapatdihilangkan.
4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada
akhirnya menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga
untuk mencegahnya bisa diberikan antioksidan, yang dibagi menjadi 3
golongan :
a. Antioksidan primer
Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal
bebas baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya
menjadi produk yang lebihstabil. Contoh antioksidan primer, ialah
enzimsuperoksida dimustase (SOD), katalase,dan glutation
dimustase.
b. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta
mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder
diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten.
c. Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan
jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu
enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin
sulfoksida reduktase.8

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F.G., Leveno K.J, Gant N.F, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom
K.D: Obstetrical Hemorrhage.William’s Obstetric. New York: McGraw Hill,
2001 : 619-30
2. Cunningham, Roberts, Lindheimer: Hypertensive disorders in Pregnancy.
Stamford. Connecticut, 1999: 170-71
3. David KJ, Philip J, Carl P, Benard G, editors. Bleeding in late pregnancy.
High Risk pregnancy . London : WB saunders Company, 2000 : 91-111
4. H. Graeff, W. Khun. Coagulation Disorders in Obstetrics. London : WB
saunders Company, 1980 : 124-32
5. C.S. Claydon, Martin L. Pernoll. Third Semester Vaginal Bleeding. . Current
Obstetric & Gynecologic Diagnosis and Treatment. USA : McGraw-Hill, 2003
: 354-67.
6. Robert M.B., Barry M.B. Disorders of the Kidney and Urinary Tract.
Principles of Internal Medicine. USA : McGraw-Hill , 2001: 1535-50
7. Michael de Swiet, Chamberlain G., Phillip Bennett. Basic Science . Obstetrics
and Gynecology. London : Churchill-Livingstone, 2002 : 173-231.
8. Steven Angelo, M.D. Assistant Professor of Medicine, Yale School of
Medicine, New Haven, Acute Kidney Failure. Review. 2003. Available from
www. AllRefer.com
9. Sudha Rajavel, Rosana Yuk-Kuen Kao. Nephrology and Urology : Renal
Failure. University of Iowa Family Practice Handbook, 4th ed
http://www.vh.org/adult/provider/familymedicine/FPHandbook/Chapter08/13-
8.html

42

Anda mungkin juga menyukai