Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sains atau ilmu adalah serangkaian kegiatan manusia untuk menghasilkan
sekumpulan pengetahuan mengenai gejala alam, kemasyarakatan, dan perorangan
yang bertujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberi
penjelasan, dan melakukan penerapan. Apabila istilah sains dialihhurufkan ke
dalam bahasa Indonesia, sains merupakan ilmu kealaman, ilmu pengetahuan alam
yang membahas semua gejala alam baik berupa benda mati maupun benda hidup
(Gie, 1992).
Di Indonesia, sains merupakan mata pelajaran utama, mata pelajaran yang
wajib diikuti oleh seluruh siswa dari jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah
Menengah Pertama. Mata pelajaran ini mempunyai potensi untuk melatih siswa
agar berpikir dengan konsep logika dan membentuk kepribadian siswa. Namun,
dalam perkembangannya, kualitas pendidikan sains di Indonesia masih tergolong
rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti kurangnya kesadaran dari pendidik maupun siswa
mengenai esensi dari pendidikan sains yaitu pemahaman konsep, kurangnya
fasilitas bagi pendidik maupun siswa, ketidakkonsistenan pemerintah dalam
meregulasi kurikulum pendidikan, dan kesejahteraan ekonomi yang tidak merata.
Indonesia sebenarnya mempunyai potensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan
sains, terbukti dari survei Programme for International Student Assesment (PISA)
pada tahun 2015 yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara tercepat ke-
4 dalam hal kenaikan pencapaian murid secara menyeluruh dalam bidang sains,
matematika, dan membaca. Potensi tersebut harus dioptimalkan, agar kualitas
pendidikan sains di Indonesia dapat terus meningkat.
Kondisi pendidikan sains di Indonesia yang masih tergolong rendah ini
mendorong penulis untuk menyusun makalah yang berjudul “Kualitas Pendidikan
Sains di Indonesia”. Harapannya, apa yang penulis jabarkan dalam makalah ini
dapat diterapkan oleh pembaca sehingga penulis maupun pembaca dapat turut serta
dalam memperbaiki kualitas pendidikan sains di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut.
a. Bagaimana kondisi terkini pendidikan sains di Indonesia?
b. Apa penyebab rendahnya pendidikan sains di Indonesia?
c. Bagaimana metode yang tepat dalam menanggulangi rendahnya pendidikan
sains di Indonesia?

1.3 Tujuan
Makalah ini memiliki beberapa tujuan yakni sebagai berikut.
a. Menjelaskan kondisi terkini pendidikan sains di Indonesia.
b. Memaparkan penyebab rendahnya pendidikan sains di Indonesia.
c. Mendeskripsikan metode yang tepat dalam menanggulangi rendahnya
pendidikan sains di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Terkini Pendidikan Sains di Indonesia


Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman sumber daya alam
yang melimpah. Tanah yang subur, banyaknya pertambangan, serta luasnya alam
yang amat menguntungkan bagi masyarakat Indonesia. Dengan kekayaan alam
yang dimiliki, Indonesia seharusnya bisa menjadi negara maju dengan tingkat
perekonomian yang tumbuh secara pesat. Namun pada kenyataannya,
perekonomian Indonesia kini masih belum sebanding dengan kekayaan alam yang
dimilikinya. Minimnya teknologi dan pengetahuan dalam mengolah sumber daya
alam yang ada merupakan salah satu penyebabnya.
Pendidikan sains merupakan ilmu yang berperan dalam pengembangan
teknologi dan sumber daya alam. Di Indonesia, sains merupakan mata pelajaran
yang wajib diikuti oleh semua murid dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah
menengah pertama. Oleh karena itu, untuk mengetahui kondisi sesungguhnya dari
pendidikan sains di Indonesia dapat dilihat dari kondisi murid-murid di Indonesia.
Dengan mengetahui kondisi tersebut, kualitas pendidikan sains di Indonesia dapat
dievaluasi serta ditingkatkan sehingga kemampuan teknologi dan pengolahan
sumber daya alam di Indonesia dapat turut meningkat.
Berdasarkan survei yang diselenggarakan oleh Programme for International
Student Assesment (PISA) pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke-62
dari 70 negara dalam bidang matematika dan sains. Dari hasil survei tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kualitas pendidikan sains pada negara Indonesia masih berada
pada papan bawah, tertinggal jauh dari negara-negara lain.
Sains hingga kini masih menjadi momok menakutkan bagi banyak murid di
Indonesia. Banyaknya rumus yang harus dihafal merupakan salah satu penyebab
mengapa mereka kurang menyukai sains. Bila diamati, pendidikan sains di
Indonesia seringkali lebih menekankan pada penggunaan rumus maupun langkah-
langkah menjawab suatu tipe soal. Bila ditanya mengenai esensi dari rumus
tersebut, banyak murid yang kesulitan dalam menjawabnya. Rata-rata mereka hafal
rumus, namun tidak paham konsep. Beberapa dari mereka juga masih tidak berani
untuk bertanya. Selain karena malu, mereka tidak berani bertanya karena guru yang
cenderung membatasi permbelajaran sebatas kompetensi yang ada. Bila ditanya
mengenai pertanyaan yang mendalam, seringkali beberapa guru menjawab, “sudah
pelajari saja rumusnya, itu tidak keluar di ujian.”. Tidak heran mengapa murid-
murid Indonesia seringkali tidak berani untuk mengekspreksikan
keingintahuannya.
Peringkat Indonesia dalam bidang sains bila dibandingkan dengan negara-
negara lain memang masih tergolong rendah. Namun, pada survei PISA tersebut
diperoleh data juga bahwasanya Indonesia tergolong dalam 4 negara dengan
peningkatan poin terbanyak. Artinya, Indonesia sebenarnya masih memiliki
harapan untuk memperbaiki kondisi pendidikan sainsnya. Kondisi tersebut tidak
akan berubah bila tidak ada inovasi serta usaha dari berbagai pihak untuk
meningkatkan kualitas pendidikan sains di Indonesia.

2.2 Penyebab Rendahnya Pendidikan Sains di Indonesia


Kondisi pendidikan sains di Indonesia pada saat ini dapat dikatakan
tergolong rendah. Perlu adanya strategi serta metode untuk memperbaiki kondisi
ini. Agar dapat menentukan strategi dan metode yang tepat, kiranya perlu diketahui
terlebih dahulu apa saja penyebab atau faktor yang memengaruhi kondisi tersebut.
Dalam setiap permasalahan, pasti terdapat dua macam faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Pada permasalahan ini, faktor internal berkaitan
dengan kondisi dari murid dan guru. Faktor eksternal pada permasalahan ini
berkaitan dengan kurikulum yang ditetapkan oleh negara yang sering mengalami
perubahan.
Faktor internal pertama yaitu mengenai murid. Masih didapati murid yang
pasif dalam pembelajaran sains. Mereka cenderung bergantung pada guru. Padahal,
tujuan utama dalam pendidikan adalah untuk mengasah kemampuan dan kreativitas
murid bukan gurunya.
Faktor internal kedua adalah mengenai guru. Berdasarkan survei
permasalahan kualitas pendidikan MIPA oleh Priyanto (1990), persentase unsur
permasalahan yang paling mencolok adalah peranan guru. Kemampuan guru
dianggap kurang baik dalam mengajar, demikian pula visinya tentang sains dan
matematika. Pada saat ini, masih terdapat guru yang membatasi siswa untuk
mempelajari konsep lebih luas. Padahal, pemahaman konsep adalah esensi utama
dari pendidikan sains.
Faktor internal selanjutnya adalah tentang konsisi perekonomian yang tidak
merata. Kondisi ini menyebabkan kesenjangan sarana dan prasarana antara orang
yang ekonominya lebih dan orang yang ekonominya kurang. Orang yang memiliki
ekonomi lebih akan memberikan sarana dan prasarana yang terbaik untuk
mengoptimalkan pendidikan terhadap anaknya. Orang yang ekonominya kurang
akan cenderung apa adanya dalam memberikan sarana dan prasarana terhadap
anaknya.
Faktor eksternal penyebab rendahnya kualitas pendidikan sains di Indonesia
adalah kurikulum pendidikan itu sendiri. Kurikulum di Indonesia sering mengalami
perubahan. Hal ini menyebabkan pembelajaran yang tidak tuntas. Pada pendidikan
sains, pembelajaran yang tidak tuntas dapat menyebabkan pemahaman yang
ambigu, serta dapat menimbulkan kesulitan dalam pemahaman konsep pada
pembelajaran selanjutnya.

2.3 Metode untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Sains di Indonesia


Pada dasarnya, fenomena-fenomena sains terjadi disekitar kita. Namun,
sering kali murid kesulitan dalam menjelaskan fenomena-fenomena sains tersebut
menggunakan konsep sains yang benar. Hal itu yang menyebabkan rendahnya
kualitas pendidikan sains di Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan
sains di Indonesia dibutuhkan metode yang tepat dan akurat.
Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam pengajaran sains seperti;
ceramah, tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah, analogi, dan eksperimen
(Subiyanto, 1990). Metode konvesional yang sering digunakan adalah metode
ceramah dan pemecahan masalah. Kedua metode tersebut merupakan metode yang
bagus karena dapat menambah pengetahuan murid serta pemecahan masalah yang
umum. Namun pada kenyataannya, banyak murid yang kesulitan dalam mengikuti
pembelajaran dengan metode tersebut karena mereka mudah bosan ketika
mendengarkan guru yang berbicara panjang lebar. Untuk melengkapi kedua metode
tersebut, dapat digunakan beberapa metode yaitu metode analogi, eksperimen dan
diskusi.
Mengajar dengan analogi dapat lebih menyenangkan dan memotivasi murid.
Penelitian juga menunjukkan bahwa metode ini dapat meningkatkan pemahaman
murid terhadap konsep ilmiah. Daya tarik analogi dalam sains terletak pada
kemampuannya dalam menjelaskan gagasan yang abstrak dengan istilah-istilah
yang akrab. Guru menjelaskan pembuluh nadi dan vena seperti selang, mata bekerja
seperti kamera, dan bumi bulat seperti bola (Harison dan Coll, 2013).
Setelah murid mendapatkan konsep dari analogi tersebut maka, murid dapat
menerapkan konsepnya dalam melakukan eksperimen, eksperimen tersebut tidak
hanya dapat dilakukan di laboratorium dan menggunakan alat-alat yang sulit dicari,
tetapi dapat menggunakan bantuan teknologi seperti gadget, dengan gadget
tersebut, dapat diunduh aplikasi atau video pembelajaran yang dapat mempermudah
murid untuk melakukan eksperimen.
Setelah melakukan eksperimen, murid dapat mengetahui apakah konsep
yang telah dipahami sama dengan eksperimen yang telah dilakukan oleh para ahli.
Setiap murid memiliki perbedaan pemahaman maka dapat dilakukan diskusi secara
berkelompok dan klasikal.
Sebelum menerapkan metode-metode di atas sebaiknya guru memahami
karakteristik dari murid, karena tidak setiap metode dapat diterapkan secara mutlak.
Perlu adanya penyesuaian antara murid dan metode yang digunakan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kondisi dari pendidikan sains di Indonesia saat ini terbilang rendah apabila
dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu sikap murid yang cenderung pasif dan bergantung pada guru,
kemampuan guru yang kurang kompeten, kondisi perekonomian yang belum
merata, serta kurikulum yang sering berubah-ubah sehingga menyebabkan
pembelajaran yang tidak tuntas.
Indonesia sebenarnya masih memiliki kesempatan dan harapan untuk
memperbaiki kondisi tersebut. Salah satu cara untuk memperbaiki kondisi
rendahnya kualitas pendidikan sains di Indonesia adalah dengan memperbaiki
metode pembelajaran sains. Ada beberapa metode yang kiranya selaras dengan
kondisi murid serta tantangan zaman di era milenial ini. Metode tersebut ialah
metode analogi, eksperimen, dan diskusi.

3.2 Saran
Untuk memperbaiki kondisi pendidikan dengan skala nasional, tentunya
dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Berikut merupakan saran kepada
beberapa pihak demi terciptanya kondisi pendidikan sains yang berkualitas di
negeri kita tercinta.
Murid sebagai subjek utama dalam pendidikan hendaknya meningkatkan
semangat, rasa ingin tahu, serta kemandirian dalam dirinya. Murid yang unggul
akan memotivasi murid lain bahkan guru sehingga guru tersebut dapat mengajar
dengan maksimal.
Guru merupakan tokoh yang memberi pengaruh terbesar dalam dunia
pendidikan. Oleh karena itu, seyogyanya seorang guru bersungguh-sungguh dalam
mendidik serta memberantas kebodohan. Perlu adanya evaluasi terus-menerus
mengenai metode pembelajaran IPA di kelas.
Orang tua sebagai orang terdekat dari murid hendaknya turut
memperhatikan kondisi murid. Jangan memasrahkan mereka begitu saja pada
gurunya di sekolah.
Pemerintah sebagai penegak peraturan hendaknya meregulasi peraturan dan
kurikulum pendidikan dengan matang. Jangan sampai terjadi ketidakkonsistenan
dalam kurikulum yang mana akan sangat berpengaruh terhadap tuntasnya
pembelajaran serta kompetensi guru dalam pengajaran.
DAFTAR PUSTAKA

Gie, The Liang. 1992. Pendidikan Sains Bagi Pembangunan Nasional Indonesia.
Yogyakarta: Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi.
Harrison, Allan G dan Coll, Richard K. 2008. Analogi dalam Kelas Sains. Jakarta:
Penerbit Indeks.
Pengelola Web Kemdikbud. 2016. Hasil Survei PISA: Peningkatan Capaian
Indonesia Termasuk Empat Besar. (Online),
(https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/12/hasil-survei-pisa-
peningkatan-capaian-indonesia-termasuk-empat-besar), diakses 17 Oktober
2018.
Priyanto, Yuli. 1995. Beberapa Permasalahan Kualitas Pendidikan MIPA dan
Upaya Peningkatannya Menuju Literasi Sains dan Teknologi Untuk Semua
Orang. Cakrawala Pendidikan, no.1, hal: 127. (Online),
(https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/9169), diakses 23
Oktober 2018.
Subiyanto. 1990. Strategi Belajar-Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam. Malang:
Penerbit IKIP Malang.
Wadrianto, Glori K. Singapura Teratas, Indonesia di Papan Bawah. (Online),
(https://internasional.kompas.com/read/2016/12/08/09030551/singapura.ter
atas.indonesia.di.papan.bawah), diakses 17 Oktober 2018.

Anda mungkin juga menyukai