Anda di halaman 1dari 16

REFERAT April, 2019

RELAPSING PERIKONDRITIS

OLEH :

RAISHA TRIASARI

N 111 17 136

PEMBIMBING KLINIK:

dr. Christin R. Nayoan, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN KESEHATAN THT-KL

RSUD UNDATA DAN UNIVERSITAS TADULAKO

2019

0
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikondritis adalah radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi
apabila suatu trauma atau radang menyebabkan efusi atau serum atau pus diantara
lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar. Umumnya trauma berupa laserasi
atau akibat kerusakan yang tidak disengajakan pada pembedahan telinga.
Adakalanya perikondritis terjadi setelah suatu memar tanpa adanya hematoma.
Dalam stage awal infeksi, pinna dapat menjadi merah dan kenyal. Ini diikuti oleh
pembengkakan yang general dan membentuk abses subperikondrial dengan pus
terkumpul diantara perikondrium dengan tulang rawan dibawahnya.1

Bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi perikondritis adalah


Pseudomonas aeruginosa yang dapat ditemukan ditanah, air, dan paling banyak di
lingkungan buatan manusia di seluruh dunia. Bentuk paling umum dari
perikondritis adalah perikondritis aurikuler yang melibatkan infeksi pada cuping
telinga akibat infeksi luka traumatic atau luka pembedahan atau proses
peradangan yang menyebar. Bentuk yang jarang adalah perikondritis laryngeal.
Hal ini terjadi tiba-tiba akibat suatu cedera, organisme virulen, atau gangguan
system kekebalan tubuh manusia.2 Bila pengobatan dengan antibiotika gagal dapat
timbul komplikasi berupa mengkerutnya daun telinga akibat hancurnya tulang
rawan yang menjadi kerangka daun telinga (cauliflower).3 Pada kasus-kasus yang
sudah terjadi kerusakan berat, bagian dari telinga dapat mati dan memerlukan
pembedahan.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar
terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani; telinga
tengah terdiri dari membrane timpani, tulang-tulang pendengaran (maleus,
inkus, dan stapes), dan tuba eustachius; sedangkan telinga dalam terdiri dari
koklea (rumah siput) dan kanalis semisirkularis.1-2

Gambar 1. Anatomi telinga

2.1.1 Telinga luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari
tulang. Panjangnya kira-kira ±2,5 - 3cm.1-3

2
Kulit liang telinga
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen
dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada
dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Kanalis auricularis externus dilapisi oleh kulit yang terikat erat pada
tulang rawan dan tulang yang mendasarinya karena tidak adanya
jaringan subkutan di area tersebut. Dengan demikian daerah ini menjadi
sangat peka.1-3
Liang telinga sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama
dengan lapisan kulit pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel
skuamosa. Kulit liang telinga merupakan lanjutan kulit daun telinga dan
kedalam meluas menjadi lapisan luar membran timpani.3
Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulang
rawan dari pada bagian tulang. Pada liang telinga rulang rawan tebalnya
0,5 – 1 mm, terdiri dari lapisan epidermis dengan papillanya, dermis dan
subkutan merekat dengan perikondrium. Epidermis dari liang telinga
bagian tulang rawan biasanya terdiri dari 4 lapis yaitu sel basal,
skuamosa, sel granuler dan lapisan tanduk.3,4
Lapisan liang telinga bagian tulang mempunyai kulit yang lebih tipis,
tebalnya kira-kira 0,2 mm, tidak mengandung papilla, melekat erat
dengan periosteum tanpa lapisan subkutan, berlanjut menjadi lapisan
luar dari membran timpani dan menutupi sutura antara tulang timpani.1-4
Otot daun telinga terdiri dari 3 buah otot ekstrinsik dan enam buah
otot intrinsik. Otot ekstrinsik terdiri dari m. aurikularis anterior,
m.aurikularis superior dan m.aurikularis posterior. Otot-otot ini
menghubungkan daun telinga dengan tulang tengkorak dan kulit kepala.
Otot-otot ini bersifat rudimenter, tetapi pada beberapa orang tertentu ada
yang masih mempunyai kemampuan untuk menggerakan daun
telinganya keatas dan kebawah dengan menggerakan otot-otot ini. Otot
intrinsik terdiri dari m. helisis mayor, m. helisis minor, m. tragikus, m.

3
antitragus, m obliqus aurkularis, dan m.transpersus aurikularis. Otot-otot
ini berhubungan bagian-bagian daun telinga.1-4

Gambar2.Bagian-bagiandariauriculatelingaluar

Perdarahan
Arteri-arteri dari daun telinga dan liang telinga luar berasal dari cabang
temporal superfisial dan aurikular posterior dari arteri karotis eksternal.
Permukaan anterior telinga dan bagian luar liang telinga didarahi oleh
cabang aurikular anterior dari arteri temporalis superfisial. Suatu cabang
dari arteri auricular posterior mendarahi permukaan posterior telinga.
Banyak dijumpai anastomosis diantara cabang-cabang dari arteri ini.
Pendarahan kebagian lebih dalam dari liang telinga luar dan permukaan
luar membrana timpani adalah oleh cabang aurikular dalam arteri
maksilaris interna vena telinga bagian anterior, posterior dan bagian
dalam umumnya bermuara ke vena jugularis eksterna dan vena mastoid.
Akan tetapi, beberapa vena telinga mengalir kedalam vena temporalis
superficial dan vena aurikularis posterior.1-4

4
Sistem limfatik
Kelenjar limfa regio tragus dan bagian anterior dari auricula mengalir ke
kelenjar parotid, sementara bagian posterior auricular mengalir ke
kelenjar retro auricular. Regio lobulus mengalir kelenjar cervicalis
superior.3-5
Persarafan
Persarafan telinga luar bervariasi berupa tumpang tindih antara saraf-
saraf kutaneus dan kranial. Cabang aurikular temporalis dari bagian
ketiga saraf trigeminus (N.V) mensarafi permukaan anterolateral
permukaan telinga, dinding anterior dan superior liang telinga dan
segmen depan membrana timpani. Permukaan postero medial daun
telinga dan lobulus dipersarafi oleh pleksus servikal nervus aurikularis
mayor. Cabang aurikularis dari nervus fasialis (N.VII), nervus
glossofaringeus (N.IX) dan nervus vagus (N.X) menyebar kedaerah
konka dan cabang-cabang saraf ini menyarafi dinding posterior dan
inferior liang telinga dan segmen posterior dan inferior membrana
timpani.1-5

2.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah merupakan bangunan berbentuk kubus yang terdiri dari:
a. Membran timpani; yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna
kelabu mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.
Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars
flaccida (membrane Sharpnell) dimana lapisan luarnya merupakan
lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi
oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang
dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin.
b. Tulang pendengaran; yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes.
Tulang pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.

5
c. Tuba eustachius; yang menghubungkan rongga telinga tengah
dengan nasofaring.

Gambar3.Bagian-bagiandaritelinga tengah

2.1.3 Telinga Dalam

Gambar 4. Anatomi telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung

6
atau puncak koklea disebut helikotrema, yang berfungsi menghubungkan
perilimfa skala timpani denganskala vestibule. 1,2,5
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap
dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang
koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah
dan skala media (ductus koklearis) diantaranya. Skala vestibule dan
skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner
Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada
membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel
penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Pada skala media
terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria,
dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
Corti.3,5
2.2 Fisiologi
Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi
oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara
atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplikasikan melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan daya tingkap lonjong.
Energi getar yang diamplikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan
menggetarkan tingkap lonjong sehigga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak.Getaran ini diteruskan melalui membrane Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini proses ini merupakan
rangsang mekanik yang akan menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia
sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan lisrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga neurotransmitter ke dalam sinapsis yang

7
akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditoris sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.2,4,5

2.3 Histologi Telinga Luar


Liang telinga atau saluran telinga merupakan saluran yang
berbentuk seperti huruf S dengan panjang kira-kira 2,5 cm membentang
dari konka telinga sampai ke membran timpani. Pada 1/3 proksimal
memiliki kerangka tulang rawan dan 2/3 distal memiliki kerangka tulang
sejati. Saluran telinga mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar lilin.
Rambut-rambut halus berfungsi untuk melindungi liang telinga dari
kotoran, debu dan serangga, sementara kelenjar sebasea berfungsi
menghasilkan serumen yang berfungsi memerangkap atau mencegah
benda asing terutama serangga masuk ke dalam liang telinga menuju
telinga tengah. Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar
seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Kelenjar sebasea
terdapat pada kulit liang telinga. Pada 1/3 liang telinga luar terdapat
adneksa kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen
sedangkan pada 2/3 liang dalam sudah sedikit terdapat adneksa kulit dan
terdiri dari tulang sejati (osseus).
Folikel rambut banyak terdapat pada 1/3 bagian luar liang telinga
tetapi pendek dan tersebar secara tidak teratur dan tidak begitu banyak
pada 2/3 liang telinga bagian dalam. Kelenjar sebasea pada telinga
berkembang baik pada daerah konka, ukuran diameternya 0,5-2,2 mm.
Kelenjar ini banyak terdapat pada liang telinga luar bagian tulang rawan
(pars kartilaginosa), dimana kelenjar ini berhubungan dengan rambut.
2.4 Definisi Polychondritis

Relapsing polychondritis (RPC) adalah penyakit autoimun yang


ditandai dengan peradangan jaringan tulang rawan. Penyakit ini dapat
menyerang beberapa organ, termasuk jaringan kaya proteoglikan, terutama

8
telinga,hidung, saluran pernapasan, mata, dan sendi (1-3). Karena
keragaman manifestasi klinis yang luasdan kelangkaan penyakit,
mendiagnosisnya pada tahap awal mungkin menantang. Sekitar 30% dari
totalpasien dengan RPC tampaknya memiliki hubungan dengan penyakit
yang berbeda, sering beberapa bentuk penyakit reumatologis autoimun
atau sindrom myelodysplastic (MDS). Ulasan ini mengungkapkan
manifestasi klinis, patogenesis, diagnosis, dan pengobatan penyakit RPC
yang langka.

Perikondritis atau kondritis adalah infeksi bakterial dari


perikondrium infeksi bakterial dari perikondrium atau tulang rawan
(kondrium).

2. 5 Etiologi dan Faktor predisposisi

Etiologi Perikondritis dapat disebabkan oleh mikroorganisme.


Mikroorganisme penyebab tersering adalah Pseudomonas aeruginosa.

Faktor predisposisi nya ialah sebagai berikut :

9
1) Inadekuat pada terapi selulitis daun telinga (pinna) dan otitis eksterna
akut.

2) Accidental atau surgical (sesudah aspirasi atau insisi hematomadaun


telinga).

3) Infeksi sekunder dari laserasi atau hematoma.

4) Infeksi superfisialis meatus akustikus.

5) Luka abakar atau frostbite.

6) Penusukan anting-anting pada tulang rawan, dapat terjadi septicemia


Streptococcus beta hemoliticus.1

2. 6 Patofisiologi Perikondritis

Infeksi superfisial dari liang telinga luar atau dari daun telinga
menyebarlebih kedalam ke perikondrium. Pada keadaan ini disebut
stadium dini, daun telinga (pinna) merah dan nyeri kemudian mulai
terbentuk abses subperikondrial. Hal ini menyebabkan tulang rawan
kekurangan blood supply, sehingga terjadi nekrosis tulang rawan sehingga
dapat terjadi deformitas pada daun telinga yang disebut dengan
cauliflower.1

Gambaran Klinis

Penderita dengan perikondritis pada umumnya dating ke dokter


dengan keluhan daun telinga terasa sakit, berwarna merah, dan tegang.1,3,6

Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium

Pada keadaan perikondritis dapat ditemukan pinna merah dan


tender, kemudian bengkak, serta terdapat abses pada daun telinga.1,3,6

Tampak daun telinga membengkak, merah, panas, dirasakan nyeri,


dan nyeri tekan. Pembengkakan ini dapat menjalar ke bagian belakang

10
daun telinga sehingga sangat menonjol. Terdapat demam, pembesaran
kelenjar limfe regional, dan leukositosis. Serum yang terkumpul di lapisan
subperikondrial menjadi purulen, sehingga terdapat fluktuasi difus atau
terlokalisasi.1,3,6

Pada pemeriksaan laboratorium, dapat diambil sampel dari abses


daun telinga untuk dikultur, mengetahui jenis bakteri penyebab sehingga
dapat diberikan terapi yang adekuat.6

2. 7 Diagnosis Banding

 Othematoma Suatu hematom daun telinga akibat rudapaksa yang


menyebabkan timbulnya darah dalam ruangan antara perikondrium dan
kartilago. Mekanisme biasanya melibatkan gangguan traumatis pembuluh
darah perikondrial. Akumulasi darah dalam hasil ruang subperikondrial
dalam pemisahan perikondrium dari tulang rawan. Penanganan dengan
cara aspirasi dan dilanjutkan penekanan memakai gips sebagai fiksasi.3
 Pseudokista
Terdapat benjolan di daun telinga yang disebabkan oleh adanya kumpulan
cairan kekuningan diantara lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga.
Biasanya pasien dating ke dokter karena ada benjolan di daun telinga yang
tidak nyeri dan tidak diketahui penyebabnya.3

 Polikondritis
Berulang Suatu penyakit autoimun yang melibatkan struktur tulang rawan
secara generalisata, terutama telinga, hidung, dan laringotracheobrachial.
Tampak deformitas aurikula menyerupai perikondritis akut. Biasanya
terdapat serangan tunggal atau berulang. Untuk pengobatan diberikan pada
fase akut dengan salisilat dan steroid.3

2. 8 Penatalaksanaan

Pengobatan dengan antibiotic sering gagal karena bakteri


Pseudomonas aeruginosa sering resisten terhadap sebagian besar

11
antibiotik. Untuk pengobatan dapat diberikan antipseudomonas yaitu
golongan aminoglikosida (gentamicin), fluorkinolon (kuinolon) seperti
siprofloksasin.1,6

Sebaiknya dilakukan kultur dan tes sensitivitas sebelumnya. Pada


daun telinga diberikan kompres panas. Bila terdapat fluktuasi, dilakukan
insisi secara steril dan diberi perban tekan selama 48 jam.6

12
BAB III

KESIMPULAN

Perikondritis adalah radang pada tulang rawan daun telinga yang


terjadi apabila suatu trauma atau radang menyebabkan efusi atau serum
atau pus diantara lapisan perikondrium dan kartilago telinga luar.
Umumnya trauma berupa laserasi atau akibat kerusakan yang tidak
disengajakan pada pembedahan telinga. Adakalanya perikondritis terjadi
setelah suatu memar tanpa adanya hematoma. Dalam stage awal infeksi,
pinna dapat menjadi merah dan kenyal. Ini diikuti oleh pembengkakan
yang general dan membentuk abses subperikondrial dengan pus terkumpul
diantara perikondrium dengan tulang rawan dibawahnya.

Bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi perikondritis


adalah Pseudomonas aeruginosa yang dapat ditemukan ditanah, air, dan
paling banyak di lingkungan buatan manusia di seluruh dunia. Bentuk
paling umum dari perikondritis adalah perikondritis aurikuler yang
melibatkan infeksi pada cuping telinga akibat infeksi luka traumatic atau
luka pembedahan atau proses peradangan yang menyebar. Bentuk yang
jarang adalah perikondritis laryngeal.

Tampak daun telinga membengkak, merah, panas, dirasakan nyeri,


dan nyeri tekan. Pembengkakan ini dapat menjalar ke bagian belakang
daun telinga sehingga sangat menonjol. Terdapat demam, pembesaran
kelenjar limfe regional, dan leukositosis.

Untuk pengobatan dapat diberikan antipseudomonas yaitu


golongan aminoglikosida (gentamicin), fluorkinolon (kuinolon) seperti
siprofloksasin.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams L Goerge, Boeis L, dkk. Boeis Buku Ajar Penyakit THT edisi
6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 1997
2. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. 2007. FK UI
3. Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta 2004.
4. Sbaihat AS, Khatatbeh WJ. Treatment of Auricular Hematoma Using
Dental Rolls Splints. Journal of the Royal Medical Service.
2011;18(2):22-5.
5. Mudry A, Pirsig W. Auricula Hematoma and Cauliflower Deformation
of the Ear: From Art to Medicine. Otology and Neurootology.
2008;30:116-20.
6. Chang C. Cauliflower and Auricular Hematoma. Fauquier Ear Nose
and Throat Consultant of Virginia 2010 (diakses 20 Maret 2010).
Diunduh dari: URL: http:// www. fauquierent.net/ cauliflowerear.html.
7. Giles WC, Iverson KC, King JD, Hill FC, Woody EA, Bouknight AL.
Incision and Drainage followed by Mattress Suture Repair of Auricular
Hematoma. The Laryngoscope. 2007;117:2097- 9.
8. Jung TTK, Jin TH. Diseases of the External Ear: Trauma to the
External ear. Dalam: Snow JB, Ballenger JJ, penyunting. Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke16.
Philadelphia: BC Decker Inc; 2003. h. 231-2.
9. Greywoode JD, Pribitkin EA. Management of Auricular Hematoma
and the Cauliflower Ear. Facial Past Surg. 2010;26(6):451-5.
10. Gruinstein E, Santos F, Selesnick SH. Disease of the External Ear: Auricular
Hematoma. Dalam: Lalwani AK, penyunting. Current Diagnostic and
Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery. Edisi ke-2. New York: Mc
Graw-Hills Company; 2005. h. 628-9.

14
15

Anda mungkin juga menyukai