Anda di halaman 1dari 13

BRONKOPNEUMONIA

I. ANATOMI PARU

Struktur dasar jalan nafas sudah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan dewasa
menjadi sistem bronkopulonal. Jalan nafas pada setiap manusia tidak simetris. Apabila dibagi
menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya.
Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan
perbedaan resistensi terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel
yang terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan
kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran
udara dalam paru-paru.
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel kolumner
bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat pertukaran udara.
Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport
mukosilier ini penting untuk mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus
memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet
meningkat jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi
hipersekresi mukus dan peningkatan produksi sputum.
Unit pertukaran udara terdiri dari bronkiolus distal sampai terminal: bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, dan alveoli.
Paru-paru dextra lebih
pendek dan lebih berat dari
paru kiri. Paru kanan dan
kiri dipisahkan oleh alur yang disebut incissura interlobaris. Pulmo dextra dibagi menjadi 3
lobus:
1. Lobus superior
 Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior
2. Lobus medius
 Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis
3. Lobus inferior
 Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal,laterobasal,
posterobasal.
Lobus sinistra dibagi menjadi 2 lobus:

1. Lobus superior
 Apikoppsterior, anterior, lingualis suoerior, lingualis superior
2. Lobus inferior
 Apikal, anteromediobasal, laterobasal, posterobasal.
Perkembangan paru pascalahir dapat dibagi menjadi dua fase, tergantung pada
kecepatan perkembangan relatif berbagai komponen paru. Selama fase pertama, yang meluas
sampai umur 18 bulan sesudah lahir, ada kenaikan yang tidak seimbang pada permukaan dan
volume ruang yang terlibat dalam pertukaran gas. Volume kapiler meningkat lebih cepat
daripada volume ruangan udara dan selanjutnya bertambah lebih cepat daripada volume
jaringan padat. Proses ini terutama aktif selama awal masa bayi dan dapat menjadi sempurna
pada 2 tahun pertama.

Pada fase kedua semua ruangan tumbuh lebih proposional satu sama lain. Permukaan
alveolus dan kapiler meluas sejajar dengan pertumbuhan badan. Akibatnya individu yang
lebig panjang mempunyai paru paru yang lebih besar.
II. DEFINISI

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:

 Pneumonia lobaris
 Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
 Pneumonia intertisial (bronkiolitis)
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak infiltrat. ( Whalley and Wong,
1996).
Bronkopneumonia adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif
yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu tubuh meningkat, nadi dan petnafasan
meningkat. (Suzanne G. Bare,1993)
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru
yang disebakan oleh bakteri, jamur,virus, dan benda asing (Sylvia Anderson,1994)
Jika digabungkan dapat menjadi, bronkopneumonia disebut juga pneumonia
lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya
mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing.

III. ETIOLOGI
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia pada anak, terutama spektrum etiologi, gabaran klinis, dan strategi
pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil meliputi streptococcus grup B dan
Bakteri gram negatif seperti E.coli, Pseudomonassp, Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih
besar dan balita seringnya disebabkan oleh infeksi Streptococcus Pneumoniae,
Haemophillus influenzae tipe B dan Staphylococcus auereus.
Faktor lain yang mempengaruhi bronkopneumonia adalah menurunnya daya tahan tubuh,
seperti malnutrisi energi protein (MEP), penyakit kronis, pengobatan antibiotik yang
tidak adekuat.
Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju :

USIA ETIOLOGI YANG SERING ETIOLOGI YANG JARANG

Lahir – 20 hari BAKTERI BAKTERI


E. colli Bakteri anaerob

Streptococcus group B Streptococcus group D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

VIRUS

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu – 3 bulan BAKTERI BAKTERI

Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B

VIRUS Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1, 2, 3 VIRUS

Respitatory Syncytical Virus Virus Sitomegalo

4 bulan – 5 tahun BAKTERI BAKTERI

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis

VIRUS Staphylococcus aureus

Virus Adeno VIRUS

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Synncytial virus


5 tahun – remaja BAKTERI BAKTERI

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

VIRUS

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

IV. EPIDEMIOLOGI
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di
negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak meninggal setiap tahunnya akibat pneumonia.
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi, 22,8% kematian
balita di indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia.

V. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita
di negara berkembang, antara lain:
 Pneumonia yang terjadi pada masa bayi
 Berat badan lahir rendah
 Tidak mendapat imunisasi
 Tidak mendapat ASI yang adekuat
 Malnutrisi
 Defisiensi vitamin A
 Tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring
 Tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap
rokok)
 Imunodefisiensi dan imunosupresi : keadaan ini meningkatkan predisposisi
pneumonia.
 Adanya penyakit lain yang mendahului, seperti infeksi HIV, campak
 Tinggal di lingkungan padat penduduk
 Intubasi, trakeostomi, refleks batuk yang terganggu, dan aspirasi : keadaan
ini menyebabkan organisme infeksi lebih mudah masuk kedalam alveoli
dan ruang udara terminal
 Diskinesia silier, obstruksi bronkial, infeksi viral, merokok, dan bahan-
bahan kimia: kondisi ini menganggu kerja mukosiliar.
 Abnormalitas anatomi, aspirasi cairan lambung atau sebab lain dari
inflamasi nooninfeksius, penurunan aliran darah, dan edema pulmonal:
kondisi tersebut meningkatkan predisposisi dari pneumonia.

VI. KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi.
Pembagian secara anatomis :
• Pneumonia lobaris
• Pneumonia lobularis
• Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
Pembagian secara etiologi :

• Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,


Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.
• Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus,
Adenovirus
• Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis,
Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.
• Corpus Alienum
• Aspirasi
• Pneumonia hipostatik

VII. PATOGENESIS
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-
paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi
bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa
sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui
inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen.
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer (alveoli atau
bronkioli terminalis) melalui saluran respiratori. Awalnya terjadi edema akibat reaksi
jaringan yang mempermdah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya.
Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukan kuman pada alveoli atau pada bronkioli terminalis.
Reaksi ini lah yang membuat alveoli mengalami penurunan fungsi (perubahan anatomis
dan fisiologis) sebagai media dalam proses difusi, sehingga membuat karbon dioksida
yang seharusnya dibuang dari tubuh malah akan berbalik lg ke sirkulasi bukannya ditukar
dengan oksigen, lama kelamaan akan membuat banyak karbon dioksida yang terjebak di
dalam tubuh (air trapping) dan membuat penderita jatuh kedalam keadaan hiperkarbia.
Hal ini lah yang menyebabkan pada pasien dengan bronkopneumonia sering ditemukan
peningkatan PCO2 dan penurunan PO2. Gejala lain yang ditimbulkan adalah sesak
karena kompensasi tubuh atas keadaan hipoksia, ronkhi pada auskultasi paru.
Insiden tertinggi ditemukan pada anak kurang dari 4 tahun dan terus berkurang seiring
dengan bertambahnya usia.

VIII. GEJALA KLINIS


Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga sedang.
Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi
sehingga perlu dirawat.
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
• Gambaran infeksi umum :
o Demam  suhu bisa mencapai 39-40oC dan kadang dapat juga disertai
dengan kejang akibat demam yang tinggi.
o Sakit kepala
o Gelisah
o Malaise
o Penurunan nafsu makan
o Keluhan gastrointestinal  mual, muntah, diare
• Gambaran gangguan respiratori:
o Batuk  awalnya kering kemudian menjadi produktif
o Sesak nafas
o Retraksi dada
o Takipnea
o Napas cuping hidung
o Penggunaan otat pernafasan tambahan
o Air hunger
o Sianosis
o Merintih
Pada pemeriksaan fisik bronkopneumonia tergantung dari luasnya daerah yang
terkena. Inspeksi dapat terlihat nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan
mulut, retraksi dada. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Tetapi
kadang dapat juga bunyi pekak saat perkusi atau bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi ditemukan bunyi redup dan suara
nafas mengeras saat auskultasi.

Saat auskultasi terdapat ronki basah halus, mengi dan penurunan suara nafas. Tetapi
ronki dan mengi sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan pada anak
yang amat muda dengan dada hipersonor. Pada perkusi dan auskultasi paru
umumnya tidak ditemukan kelainan. ‘

IX. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
• Anamnesis terhadap manifestasi manifestasi klinis yang umumnya dijumpai pada
anak dengan bronkopneumonia
• Temuan pemeriksaan fisik yang sesuai
• Pemeriksaan penunjang seperti :
 Darah lengkap
Leukositosis berkisar antara 15.000-40.000/mm3 , dengan predominan
PMN. Leukopenia menunjukan prognosis buruk. Leukositosis hebat (>
30.000/mm3) hampir selalu menunjukan adanya infeksi bakteri, sering
ditemukan pada keadaan bakteriemi, dan resiko terjadi komplikasi lebih
tinggi. Kadang terdapat anemia ringan dan LED meningkat. Secara umum
hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat
membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.
 C reaktif protein
Suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan
 Uji serologis
Deteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Tetapi diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer
antibodi seperti antistreptolisin O, streptotozim.
 Pemeriksaan mikrobiologis
 Rontgen toraks
Posisi AP. Gambaran difus merata padakedua paru berupa bercak infiltrat
yang dapat meluas hingga daerah petifer paru, disertai denganpeningkatan
corakan peribronkial.

X. DIAGNOSA BANDING
• Pneumonia lobaris
 Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang
pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39-40 oC dan biasanya tipe
kontinua. Sesak nafas (+), nafas cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung
dan mulut dan nyeri dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang terkena.
Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
• Bronkioloitis
 Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas
cupung hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing,
ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas
normal, kimia darah menggambarkan asidosis respiratotik ataupun
metabolik.
• Aspirasi benda asing
 Ada riwayat tersedak
• Atelektasis
 Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang
seharusnya mengandung udara. Dispnoe dengan pola pernafasan cepat dan
dangkal, takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan
mediastinum akan bergeser dan letak diafragma mungkin meninggi.
• Tuberkulosis
 Demam > 2 minggu, batuk > 3 minggu, berat badan menurun, nafsi makan
menurun, malaise, diare persisten yang tidak membaik dengan pengobatan
baku diare. Dan biasanya terdapat kontak. Diagnosis TB pada anak
ditegakkan dengan skor TB, yaitu:

Parameter 0 1 2 3
Laporan keluarga
(BTA negatif atau
Kontak TB Tidak - BTA (+)
tdk jelas
jelas

Postif (≥ 10mm,
atau ≥5 mm pada
Uji Tuberkulin negatif - -
keadaan
imunosupresi

Berat badan/ BB/TB Klinis gizi buruk


keadaan gizi <90% atau BB/TB
- -
atau <70% atau
BB/U<80 BB/U<60%
%

Demam yg tdk
diketahui
- ≥ 2 - -
penyebabnya
minggu
Batuk kronik - ≥ 3 - -
minggu
Pembesaran - ≥ 1 cm
kelenjar limfe jumlah
kolli, aksila, > 1, tidak
inguinal nyeri

Pembengkakan Ada
tulang/sendi pembeng
- - -
panggul, lutut, kakan
falang

Foto toraks Normal/ Gambara - -


kelainan n sugestif
tdk jelas TB*

XI. PENATALAKSANAAN
o Oksigen
o Cairan intravena
o Koreksi keseimbangan asam basa, elektrolit, gula darah
o Analgetik/ antipirektik untuk demamnya
o Antibiotik  penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci keberhasilan
pengobatan. Pilihan lini pertama adalah golongan beta laktam atau kloramfenikol.
Jika tidak responsif, dapat diberikan antibiotik golongan gentamisin, amikasin,
sefalosporin sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi dilanjutkan
7-10 hari bila tidak ada komplikasi.

XII. KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pnemothorax, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Efusi pleura, abses
paru dapat juga terjadi.
Ilten F dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel
kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada
seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan
yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti
EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim

XIII. PROGNOSIS
Secara umum, prognosisnya adalah baik, Gangguan jangka panjang pada fungsi paru
jarang, bahkan pada anak dengan pneumonia yang telah terkomplikasi dengan empiema
dan abses paru. Sekuele yang signifikan muncul pada penyakit adenoviral, termasuk
bronkiolitis obliterans. Kematian dapat muncul pada anak dengan kondisi yang
mendasari, seperti penyakit paru kronik pada bayi prematur, penyakit jantung bawaan,
imunosupresi, malnutrisi energi. Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat,
mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Said M. Pneumonia. In: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar
Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. H. 350-65.
2. Jr william w.hay, Levin myron j, sondheimer judith m, Deterding robin R.Lange
current diagnosis and treatment in pediatric.United states of america: The
McGraw-Hill companies;2007.
3. http://emedicine.medscape.com/article/954506.accessed on 22 december 2010
4. http://www.scribd.com/doc/33659310/Askep-Bronkopneumonia-Pada-Anak-Roy.
Accessed on 14 December 2010
5. http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/anemia-defisiensi-
besi.html.accessed on 16 januari 2011.
6. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Bronkopneumonia.accessed on
15 januari 2011.
7. Sherwood L. Sistem Pernafasan. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.
8. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi ke 21.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2000.
9. Arvin ann, Kliegman Robert, Behrman waldo. Nelson Ilmu kesehatan
anak.EGC.Jakarta.2000.

10. McIntosh K. Community-Acqured Pneumonia in Children.


http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra011994?viewType=Print. Akses : 14
januari 2011

Anda mungkin juga menyukai