Anda di halaman 1dari 33

KARYA ILMIAH

KASUS GASTRITIS

DISUSUN OLEH :
YAN YERIMON MSEN
NIS. PO.71.20.7.16.074
DOSEN PA.KTI :
1. SOPHIAN ASWAR, S.Kep,Ns.,M.Kes
DAUD N. DUWIRI, SH.,SKM.,M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
KAMPUS BIAK
TAHUN
2018 / 2019

1
DISUSUN OLEH :

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

2012/2013

KATA PENGANGTAR

2
Bismillahi Rahmanirrahim

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah swt.yang telah melimpahkan
rahmat,taufik dan hidayah nya sehingga kami dapat menyusun makalah mata kuliah
EPIDEMIOLOGI sebagai salah satu kajian di bidang studi Fakultas Ilmu Kesehatan.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad saw.Yang telah berjasa mengantarkan umatnya ke pintu gerbang rahmat
kehidupan yang lebih mulia.
Kami juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya tugas tersebut.Dalam pembuatan makalah ini,kami sangat
menyadari bahwa banyak sekali terdapat kesalahan,baik itu dari segi kata,tulisan ataupun
penyajian makalah karena terbatasnya ilmu yang kami miliki.Untuk itu segala macam kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.

Akhirnya dengan Ridho Ilahi, semoga makalah ini ada manfaatnya dan berguna bagi
penulis dan pembacanya.

Parepare, 15 januari, 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................................... 3

BAB I LATAR BELAKANG............................................................................. 4


PENDAHULUAN...................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 8
TIUNJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 8
A. 1. PEKEMBANGAN TEORI TERJADINYA PENYAKIT ....................... 8

3
A. 2. HUBUNGAN PENYEBAB PENYAKIT.......................................... 10
A. 3. MODEL HUBUNGAN KAUSAL PENYAKIT ............................... 11
A. 4. FAKTOR AGENT PENYAKIT........................................................ 17
B. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT ........................................................ 17
 PRE PATOGENESIS.............................................................. 17
 PATOGENESIS....................................................................... 18
 PASCA PATOGENESIS........................................................... 20
C. 1. UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT................................................. 20
C. 2. BESAR KEMUNGKINAN PENCEGAHAN PENYAKIT........................27
D. TRANSISI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT.................................................. 27
E. ETIKA EPIDEMIOLOGI PENYAKIT .........................................................28
F. KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI........................................................ 28
1. SEGITA EPIDEMIOLOGI................................................................. 29
2. PORTAL OF ENTRI AND EXIT........................................................ 31
G. APLIKASI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ................................................ 31
 EPIDEMIOLOGI KESLING....................................................... 36
 EPIDEMIOLOGI KLINIK............................................................ 36

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 38

BAB I

LATAR BELAKANG

A. PENDAHULUAN

Penyakit merupakan salah satu gangguan kehidupan manusia yang telah dikenal orang
sejak dahulu. Pada mulanya, konsep terjadinya didasarkan pada adanya gangguan makhluk
halus atau karena kemurkaan dan yang maha pencipta. Hingga saat ml, masih banyak
kelompok masyarakat di negara berkembang yang meng anut konsep tersebut. Di bin pihak
masih ada gangguan kesehatan/ penyakit yang belum jelas penyebabnya, maupun proses
kejadian. Pada tahap berikutnya, Hippocrates telah mengembangkan teori bahwa timbulnya
penyakit disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang meliputi air, udara, tanah, cuaca, dan lain
sebagainya. Namun demikian dalam teori tidak dijelaskan bagaimana kedudukan manusia
dalam interaksi tersebut, serta tidak dijelaskan tentang faktor lingkungan bagaimana yang dapat
menimbulkan penyakit.Ditinjau dari sudut epidemiologi, konsep mengenai arti penyakit
digambarkan sebagai mal-adjusment atau ketidakmampuan manusia untuk menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya dan merupakan fenomena sosial dimana penyakit dapat timbul setiap
saat pada seluruh bagian masyarakat diatas permukaan bumi ini tanpa ada

4
pengecualian. Pengertian penyebab penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai
sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi manusia (pejamu)
dengan berbagai sifatnya, penyebab (agent), serta dengan lingkungan (environment).

Hipocrates (460-377 SM), yang dianggap sebagai Bapak Kedokteran Modern, telah
berhasil membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada zaman itu yang bersifat spekulatif
dan superstitif (tahayul) dalam memahami kejadian penyakit. Hippocrates mengatakan bahwa
penyakit timbul karena pengaruh Iingkungan terutama: air, udara, tanah, cuaca (tidak dijelaskan
kedudukan manusia dalam Iingkungan).Yang melatarbelakangi timbulnya pernyataan tersebut
yaitu karena di Yunani pada saat itu terjadi banyak penyakit menular dan menjadi epidemik dan
saat menyaksikan pasiennya meninggal, ia sangat frustasi dan putus asa sebagai seorang
dokter. Kemudian ia pun melakukan observasi tentang penyebab dan penyebaran penyakit di
populasi. Hippocrates belajar mengenai penyakit menggunakan tiga metode ; Observe, Record,
dan Reflect. Hippocrates melakukan pendekatan deskriptif sehingga ia benar-benar mengetahui
kondisi lingkungannya.

Ia kemudian mempelajari tentang istilah prepatogenesis, yaitu faktor yang mempengaruhi


seseorang yang sehat sehingga bisa menjadi sakit. Metode yang digunakan Hippocrates adalah
metode induktif, artinya data yang sekian banyak ia dapatkan, ia kumpulkan dan diolah menjadi
informasi. Informasi ini kemudian dikembangkan menjadi hipotesis.
Akhirnya pada abad-abad selanjutnya, terjadi perubahan yang cukup besar dalam konsep
terjadinya penyakit, dengan didapatkannya mikroskop. sehingga konsep penyebab penyakit
beralih ke jasad renik Perkembangan selanjutnya mengantar para ahli ke arah hormonal yang
semakin berkembang.

Pada saat itu, orang mulai optimis dalam menghadapi berbagai penyakit dengan
antibiotika, sistem imunitas, dan lain sebagainya.Ternyata setelah penyakit menular mulai dapat
di atasi pada negara-negara maju, muncullah masalah berbagai penyakit menahan/tidak
menular yang unsur dan faktor penyebabnya sangat berkaitan erat dengan faal tubuh, mutasi
dan sifat resistensi tubuh, dan pada umumnya terdiri dari berbagai faktor yang saling kiat
mengkait. Keadaan ini sangat erat hubungannya dengan berbagai pengamatan epidemiologi
terhadap gangguan kesehatan.
Dan pada saat ini, teori tentang faktor penyebab penyakit tidak dapat dipisahkan dengan
berbagai faktor yang berperan dalam proses kejadian penyakit yang dikembangkan melalui
teori ekologi lingkungan yang didasarkan pada konsep bahwa manusia berinteraksi dengan
berbagai faktor penyebab dalam lingkungan tertentu dan pada keadaan tertentu akan
menimbulkan penyakit yang tertentu pula.
pengaruh teori miasma adalah timbulnya penyakit malaria. Malaria berasal dari bahasa
Italia mal dan aria yang artinya udara yang busuk. Pada masa yang lalu malaria dianggap
sebagai akibat sisa-sisa pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-rawa.
Penduduk yang bermukim di dekat rawa sangat rentan untuk terjadinya malaria karena udara
yang busuk tersebut. Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma, maka
ia akan terjangkit penyakit, yang umumnya malaria . Tindakan pencegahan yang banyak

5
dilakukan adalah menutup rumah rapat-rapat terutama di malam hari karena orang percaya
udara malam cenderung membawa miasma,

Selain itu orang memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai salah satu upaya untuk
terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep miasma pada masa kini dianggap tidak masuk
akal, namun dasar-dasar sanitasi yang ada telah menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam
menurunkan tingkat kematian.

Dua puluh tiga abad kemudian, berkat penemuan mikroskop oleh Anthony van
Leuwenhoek, Louis Pasteur menemukan bahwa materi yang disebut miasma tersebut
sesungguhnya merupakan mikroba, sebuah kata Yunani yang artinya kehidupan mikro (small
living).
Siapa tak kenal makhluk bernama nyamuk?Serangga yang satu ini pasti sangat dikenal
oleh manusia.Antara nyamuk dan manusia, bisa dikatakan, hidup berdampingan, bahkan nyaris
tanpa batas.Hanya sayangnya, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam
makna positif, yakni terciptanya simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan.Yang terjadi,
kehadiran nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia.Meski jumlah nyamuk yang
dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk,
perang terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh
manusia.

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang
dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel
darah merah yang ditularkan oleh nyamuk malaria ( Anopheles ). Plasmodium ini merupakan
protozoa obligat intraseluler. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles
ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar serta dari
ibu hamil kepada janinnya.

Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk
berkembangbiak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit
malaria. Contoh faktor-faktor lingkungan itu antara lain hujan, suhu, kelembaban, arah dan
kecepatan angin, ketinggian. Salah satu faktor lingkungan yang juga mempengaruhi
peningkatan kasus malaria adalah penggundulan hutan, terutama hutan-hutan bakau di pinggir
pantai. Akibat rusaknya lingkungan ini, nyamuk yang umumnya hanya tinggal di hutan, dapat
berpindah di pemukiman manusia, kerusakan hutan bakau dapat menghilangkan musuh-musuh
alami nyamuk sehingga kepadatan nyamuk menjadi tidak terkontrol.

6
7
Lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.
Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps (kambuh).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah
dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang
dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini
disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar
akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan
membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.

SIKLUA PADA MANUSIA

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada
dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30
menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini
disebut siklus eksoeri trositer yang berlangsung selama kurang.

Malaria adalah penyakit infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan
oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali.

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria
disebabkan oleh parasit malaria / protozoa genus plasmodium bentuk aseksual yang masuk
kedalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk anopeles betina ditandai dengan demam,
muka nampak pucat dan pembesaran organ tubuh manusia, (WHO. 1981).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PEMBAHASAN
A.1. PERKEMBANGAN TERJADINYA PENYAKIT MALARIA

Sejarah perkembangan teori terjadinya malaria.

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium. Penyakit ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia,

8
parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah
merah. Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai penyakit
influenza, namun bila tidak diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian.
Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana parasit Plasmodium
dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles. Daerah selatan Sahara
di Afrika dan Papua Nugini di Oceania merupakan tempat-tempat dengan angka kejadian
malaria tertinggi.Berdasarkan data di dunia, penyakit malaria membunuh satu anak setiap 30
detik. Sekitar 300-500 juta orang terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena penyakit
ini setiap tahunnya. 90% kematian terjadi di Afrika, terutama pada anak-anak.Untuk
penemuannya atas penyebab malaria, seorang dokter militer Prancis Charles Louis Alphonse
Laveran Dengan hasil penelitian dari Alphonse Laverans seorang sarjana Perancis, maka
perkiraan yang mengenai malaria lambat laun mulai sirna. Pada mulanya orang mengira
penyakit malaria itu dikarenakan oleh keadaan udara buruk dan malaria itupun diambil dari
pengerian tersebut yaitu dari kata Mala dan Aria. Plasmodium termasuk kedalam kelas
Sporozoa, kelas sporozoa ini mempunyai ciri-ciri bersel satu ( berukuran mikroskopis ) dan
berkembangbiak dengan perantaraan spora-spora, dari anggota kelas sporozoa ini mempunyai
sifat yang sama yaitu :

1. hidup sebagai parasit


2. tidak mempunyai alat untuk bergerak.
3. Pembiakan dengan pembentukan spora.
4. Tidak ada Vakuola kontraktil

Bila dilihat dari ordonya, maka plasmodium ini termasuk kedalam Haemosporodia yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. mempunyai spora yang hidup didalam darah


2. jaringan parenkim pada burung dan mamalia.
3. Tidak membuat spora yang resisten.

Menurut Norman D. Levine ( 1990 : 83 ), anggota plasmodium ini serupa dengan coccidia
klasik, tetapi perbedaannya mereka memasuki eritrosit, bukan memasuki sel usus. Mereka
menghasilkan sejumlah mikrogamet yang tidak banyak (biasanya dengan flagella tunggal bukan
sejumlsh besar mikrogamet dengan 2/3 flagella. Merozoit mempunyai seluruh organel dari
kelompok apikal, kecuali homoid, tetapi 24-26 mikrotubulus sub pelikuler dan 2 roptri,generasi
merozoit terdapat dalam jumlah yang terhitung besarnya.

Plamodium berparasit bukanlah pada organ-organ tubuh, seperti tangan, kaki, telinga dan
organ lainnya, tetapi plasmodium ini berparasit pada darah manusia ( eritrosit ), plasmodium ini
mempunyai ukuran tubuh yang lebih kurang 5ų (mikron), reproduksi yang dilakukannya bisa

9
terjadi secara generatif dan juga bisa dilakukan secara vegetatif. Secara vegetatif / aseksual
plasmodium berkembangbiak dengan sporulasi dan terjadi pada insekta.Perkembangan fase
sporogoni hampir selalu terjadi pada tubuh nyamuk, tetapi pada beberapa kadal, ditularkan oleh
lalat pasir. Genus Plasmodium dapat dikelompokkan menjadi 11 sub genus dan beberapa sub
spesies terdapat dalam kelompok-kelompok ini, lebih dari 100 spesies plasmodium hidup
sebagai parasit pada vertebrata, terutama mamalia dan aves ( burung ). ( Elmer R. Noble dan
Glenn A. Noble, 1989 : 198 )
Plasmodium ini bukan hanya menyerang hewan pada daerah tertentu saja seperti
hanya didaerah sedang saja, di daerah panas saja, ataupun didaerah dingin saja, tetapi
plasmodium ini menyerang orang di semua daerah baik daerah panas, daerah sedang maupun
daerah dingin. Dari hasil penelitian Plasmodium sp yang menyerang orang-orang didaerah
subtropis dan derah sedang atau daerah dingin ternyata bersifat fatal daripada jika menyerang
orang-orang dari daerah tropik. .
Keparasitan Plasmodium bukan hanya pada sebagian dari hidupnya, seperti hanya pada
waktu mudanya saja, atau pada waktu dewasanya saja yang parasit tetapi plasmodium ini
berparasit pada inang selama hidupnya sebagai parasit.

Bila kita mengadakan pemeriksaan terhadap plasmodium ini yaitu dengan cara mengambil
darah orang yang terkena penyakit malaria, maka terlihat plasmodium ini berbentuk cincin
didalam eritrosit ( sel darah merah ) dan dipinggir cincin terlihat inti. Bentuk cincin adalah bentuk
malaria muda, tetapi kalau sudah dewasa bentuknya berubah menjadi bundar dengan inti
terdapat didalamnya. Kalau lebih tua lagi akan menjadi bentuk membagi diri, jika telah cukup
umurnya akan pecah menjadi beberapa bagian peristiwa ini dinamakan dengan sporulasi.
Dengan pecahnya bentuk membagi diri, eritrosit turut pecah dan akan tersebar racun-racun
kuman dalam peredaran darah.

A.2 HUBUNGAN PENYEBAB PENYAKIT (JARINGAN KAUSAL) MALARIA

 Penyebab kausal primer

a. Unsur ‘penyebab biologis

Penyebab Malaria adalah infeksi oleh parasit Plasmodium yang ditularkan dari satu
manusia yang lain dengan gigitan nyamuk malaria yang dikenal dengan nyamuk Anopheles.
Pada manusia, parasit tersebut bermigrasi ke hati di mana mereka melepaskan bentuk lain.
Jika ini terjadi, mereka dapat memasuki aliran darah dan menginfeksi sel-sel darah
merah.Parasit sebagai penyebab penyakit malaria berkembang biak di dalam sel darah merah,
yang kemudian pecah dalam waktu 48 sampai 72 jam, menginfeksi sel darah merah. Gejala
pertama biasanya terjadi 10 hari sampai 4 minggu setelah infeksi, meskipun mereka dapat
muncul pada awal 8 hari atau selama setahun kemudian. Kemudian gejala yang terjadi pada
siklus 48 sampai 72 jam. Mayoritas gejala disebabkan oleh rilis besar merozoit ke dalam aliran
darah, anemia akibat penghancuran sel darah merah, dan masalah yang disebabkan oleh
sejumlah besar hemoglobin bebas dilepaskan ke sirkulasi setelah sel darah merah pecah.
Malaria juga dapat menular sejak lahir (dari ibu ke bayi yang dikandungnya) dan transfusi

10
darah.Nyamuk malaria yang menjadi vektor penyebab malariadapat dibawa ke daerah beriklim
sedang, tetapi parasit hilang selama musim dingin

b. Unsur’ penyebab nutrisi

Penyebab malaria bukan dikarnakan kurang akan asupan gizi tetapi karena keadaan
lingkungan yang kurang bersih dan kekebalan tubuh (imun) yang tidak mampu melawan,
parasit penyebab terjadinya malaria tersebut. Keadaan gizi agaknya tidak menambah
kerentanan terhadap malaria.

Ada beerapa studi yang menunjukkan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering
mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Akan
tetapi, anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat
dibandingkan dengan anak bergizi buruk.

c. Unsur penyebab kimiawi

Kadar garam dari tempat perindukan mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk, seperti


Plasmodium vivax tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18% dan tidak
berkembang pada kadar garam 40% keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula
perindukan Plasmodium vivax dalam air tawar.(penyebab penyakit malaria Malaria tertian)

d. Unsur penyebab fisika

Teknologi nuklir merupakan salah satu teknologi yang mengalami kemajuan pesat dalam
pemanfaatannya pada berbagai sektor seperti bidang pertanian dan kesehatan. Teknologi nuklir
adalah teknologi yang memanfaatkan radiasi / radioisotop untuk memecahkan masalah melalui
penelitian dan pengembangan di berbagai bidang, khususnya bidang kesehatan. Teknik ini
memiliki banyak keunggulan karena isotop radioaktif yang digunakan memiliki sifat kimiawi dan
sifat fisis yang sama denga zat kimia biasa/non radioaktif namun mempunyai kelebihan sifat
fisis yaitu dapat memancarkan radiasi . Radiasi gamma, netron dan sinar X dapat dimanfaatkan
untuk pengendalian hama dan vektor penyakit, yaitu dapat digunakan untuk membunuh secara
langsung (direct killing) dengan teknik disinfestasi radiasi dan secara tidak langsung (indirect
killing) yang dikenal dengan teknik serangga mandul (TSM). Teknik ini relatif baru dan potensial
untuk pengendalian vektor malaria karena ramah lingkungan, efektif spesies dan kompartibel
dengan teknik lain. Prinsip dasar TSM sangat sederhana yaitu membunuh serangga dengan
serangga itu sendiri (autodical technique). Teknik ini meliputi radiasi koloni vektor / serangga di
laboratorium dengan berbagai dosis, kemudian secara periodik dilepas ke lapang sehingga
tingkat kebolehjadian perkawinan antara serangga mandul dengan serangga vertil menjadi
semakin besar dari generasi pertama ke generasi berikutnya, yang berakibat makin
menurunnya persentase fertilitas populasi vektor di lapang yang secara teoritis pada generasi
ke-4 akan mencapai titik terendah menjadi 0% atau jumlah populasi serangga penyebab
malaria pada generasi ke-5 menjadi nihil . Selain digunakan untuk dalam pemandulan vektor,
teknik nuklir juga bisa digunakan sebagai penanda vektor.

11
Karena salah satu sifat radioisotop (seperti P-32) dapat memancarkan sinar radioaktif, sehingga
dipakai sebagai penanda nyamuk Anopheles sp. di lapangan, sementara cara penandaan
dengan teknik lain dianggap sangat suilit

mengingat tubuh nyamuk terlalu rapuh serta stadium larva dan pupa yang hidup di air.
Penandaan serangga dianggap penting terutama utuk mempelajari bionomik nyamuk di
lapangan, seperti jarak terbang, pola pemencaran, umur nyamuk, pemilihan hospes, siklus
gonotrofi dan aspek bionomik yang lain.
Pelaksanaan TSM dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu
1. Metode yang meliputi pembiakan massal di laboratorium, pemandulan dan pelepasan
serangga mandul ke lapangan.

2. Metode pemandulan langsung terhadap serangga penyebab malaria di lapangan.


Metode pertama menerangkan bahwa jika ke dalam suatu populasi serangga penyebab
malaria di lapangan dilepaskan serangga mandul, maka kemampuan populasi tersebut untuk
berkembang biak akan menurun. Apabila nilai kemandulan serangga radiasi mencapai 100%
dan daya saing kawinnya mencapai nilai 1,0 (sama dengan jantan normal) dan jumlah serangga
radiasi yang dilepas sama dengan jumlah serangga normal (perbandingan 1:1), maka
kemampuan berkembang biak populasi tersebut akan turun sebesar 50%. Jika perbandingan
tersebut dinaikkan menjadi 9:1 (jumlah serangga radiasi yang dilepas 9 kali dari jumlah
serangga lapangan), maka kemampuan populasi tersebut untuk berkembang biak akan turun
sebesar 90%.

Metode kedua, yaitu metoda tanpa pelepasan serangga yang dimandulkan. Metoda ini
dilaksanakan dengan prinsip pemandulan langsung terhadap serangga lapangan yang dapat
dilakukan dengan menggunakan senyawa kemosterilan, baik pada jantan maupun betina.
Dengan metoda kedua ini akan diperoleh dua macam pengaruh terhadap kemampuan
kembangbiak populasi serangga. Kedua pengaruh tersebut adalah mandulnya sebagian
serangga lapangan sebagai akibat langsung dari kemosterilan dan pengaruh berikutnya dari
serangga yang telah mandul terhadap serangga sisanya yang masih fertil. Kemosterilan
merupakan senyawa kimia yang bersifat mutagenik dan karsinogenik pada hewan maupun
manusia sehingga teknologi ini tidak direkomendasikan untuk pengendalian vektor malaria
tersebut.

Pengendalian vektor malaria dengan cara konvensional menggunakan insektisida diketahui


kurang efektif karena timbul fenomena resisitensi bahkan sering terjadi resistensi silang (cross
resistancy) dan mengakitkan matinya flora maupun fauna non target, serta menimbulkan
pencemaran kingkungan., sehingga mengurangi efektivitas pengendalian itu sendiri.

e. Unsur penyebab psikis

Sebuah tim ilmuwan menemukan cara dengan menggunakan sampel darah untuk
mengidentifikasi perubahan genetik penting dalam parasit penyebab malaria. Analisa ini, yang

12
dijelaskan jurnal ilmiah Nature edisi 13 Juni, dapat membantu peneliti mengidentifikasi "hot
spot" di seluruh dunia di mana parasit berkembang paling cepat dan kebal terhadap obat anti
malaria konvensional. Malaria sering ditemui di daerah tropis. Lebih dari 200 juta orang
terjangkit penyakit ini setiap tahunnya, dan hampir 2.000 orang meninggal setiap hari -
kebanyakan anak-anak balita. Walaupun puluhan tahun dilakukan penelitian, dokter masih
belum memiliki vaksin malaria. Dan Plasmodium falciparum, parasit penyebab penyakit ini,
dengan cepat mengembangkan kekebalan terhadap obat yang dipakai untuk melawannya.
Berbagai varietas parasit malaria yang kebal obat berkembang di berbagai wilayah dunia, dan
para ilmuwan kesulitan melacak perubahan genetik yang cukup cepat untuk mencegah wabah
penyakit baru. Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Dominic Kwiatkowski dari Universitas
Oxford di Inggris mengembangkan metode untuk mengekstrak DNA parasit malaria langsung
dari darah manusia dan menentukan perubahan genetik menit ke menit untuk memahami
penyebabnya. Ini menghilangkan proses penumbuhan parasit yang lama di laboratorium
sebelum gen parasit itu dapat diuraikan.

 Penyebab non kausal (sekunder)

A. Pencarian penderita malaria


Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria
dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau
RDT (Rapid Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara malakukan pencatatan dan
pelaporan kunjungan kasus malaria.

B . Diagnosa dini

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang
keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,
diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu
ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria,
riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat mendapat transfusi darah.

A.3 MODEL HUBUNGAN KAUSAL PENYAKIT MALARIA

 Single Cause

Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk anopheles betina infektif. Sebagian besar nyamuk anopheles akan menggigit pada
waktu senja atau malam hari, pada beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah
malam sampai fajar Terdapat 4 jenis plasmodium yang sering menyebabkan malaria pada
manusia antaralain yaitu :

13
A. Plasmodium Falciparum ditemukan oleh Welch, 1897 sebagai penyebab Malaria tropika
yang sering menyebabkan Malaria yang berat.
B. Plasmodium vivax ditemukan Grosi dan Felati, 1890 sebagai penyebab Malaria Tertiana.

C. Plasmodium Malariae ditemukan oleh Laveran, 1888, sebagai penyebab Malaria Quartana.

D. Plasmodium ovale yang ditemukan oleh Stephens tahun 1922, namun jenis ini jarang
sekali dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan
PasifikBarat.
Pada penderita penyakit Malaria, kadang dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis
plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi
campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara plasmodium
falcifarum dengan plasmodium vivax atau plasmodium malariae. Infeksi campuran ini
biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya

 Multiple Cause

 Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang cukup ideal mendukung keberadaan penyakit malaria di
Indonesia, antara lain: lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian,
angin), lingkungan biologik dan lingkungan sosial-budaya. Penyakit merupakan outcome dari
adanya interaksi antara host, agent dan environment. Dalam ilmu epidemiologi sering disebut
dengan segitiga epidemiologi yakni hubungan timbal balik antara host (penjamu), agent
(penyebab penyakit) dan environment (lingkungan). Penyakit terjadi karena adanya ketidak-
seimbangan (inbalancing) dari ketiga komponen tersebut. Penyakit malaria sebagai salah satu
masalah kesehatan masyarakat tak lepas dari unsure segitiga epidemiologi tersebut, dimana
manusia sebagai host, parasit plasmodium sebagai agent dan kondisi lingkungan (environment)
yang mendukung. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara
tropis di dunia. Diperkirakan sekitar 40 persen penduduk dunia masih tinggal di daerah yang
memiliki risiko tinggi untuk terkena infeksi malaria dengan 500 juta kasus klinis per tahun dan 1
juta kematian karena malaria (WHO, 2007).

Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 237 (BPS, 2010) dan 40 persen diantaranya
tinggal di daerah dengan risiko penularan malaria atau lebih dari 100 juta orang hidup di daerah
endemi malaria. Diperkirakan 15 juta kasus baru terjadi setiap tahun, dan hanya 20 persen
diobati di sarana pelayanan kesehatan.Penyakit malaria berkaitan dengan keterbelakangan dan
kemiskinan serta berdampak pada penurunan produktifitas kerja dan penurunan tingkat
kecerdasan anak usia sekolah. Sampai saat ini malaria masih menjadi fokus perhatian utama
dalam upaya penurunan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh penyakit menular
baik regional maupun global dan penyakit ini masuk dalam kategori “re-emergency desease”.
Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya upaya pengendalian malaria sebagai salah satu issu
penting pencapaian millennium development goals (MDGs) atau tujuan pembangunan

14
millennium. Penyakit malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan tingkat endemisitas
yang berbeda-beda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah P.vivax dan P.falciparum.
Penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung
Sporozoit. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi penularan dengan bentuk Tropozoit, misalnya
melalui transfuse darah, melalui plasenta dari ibu kepada bayinya dan penularan melalui jarum
suntik yang terkontaminasi Dari aspek epidemiologi,

beberapa faktor yang berinteraksi dalam kejadian dan penularan penyakit malaria, antara
lain: Faktor host (manusia); Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat terkena
penyakit

malaria. Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin karena berkaitan dengan
perbedaan tingkat kekebalan dan frekuensi keterpaparan gigitan nyamuk. Faktor Agent
(plasmodium); Penyakit malaria adalah suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan
oleh parasit genus plasmodium (Class Sporozoa). Pada manusia hanya 4 (empat) spesies yang
dapat berkembang, yaitu P.falciparum, P.vivax, P.malariae, dan P.ovale (Bruce-Chwatt, 1980).
Faktor Lingkungan; beberapa faktor lingkungan yang cukup ideal mendukung keberadaan
penyakit malaria di Indonesia, antara lain: lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah
hujan, ketinggian, angin), lingkungan biologik dan lingkungan social-budaya.

 Virus/penyakit (penyebab)

Agen penyebab malaria dari genus plasmodium, familia flasmodidae, dari Orde
Coccidiidae. Penyebab malaria di indonisia sampai saat ini ada empat macam plasmodium,
yaitu :

1. Plasmodium falcifarum, penyebab penyakit malaria tropika

2. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertian

3. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria kuartana

4. Plasmodium ovale, penyebab penyakit tertian, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya
banyak di afrika

Seorang penderita dapat ditulari oleh lebuh dari satu jenis plasmodium, biasanya infeksi ini
disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis
parasit, yaiti campuran antara plasmodium falcifarum dengan plasmodium vivax atau
plasmodium malariae, campuran tiga jenis plasmodium jarang sekali terjadi.

Sifat-sifat spesifik agen penyebab berbeda-beda untuk setiap spesies malaria dan hal ini
mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan.

P. falcifarum mempunyai masa infeksi yang paling pendek, namun menghasilkan parasitemia
yang paling tinggi, gejala yang paling berat dan masa inkubasi yang paling pendek. Gamitosit P.

15
falcifarum baru berkembang setelah 8-15 hari sesudah masuknya agen parasit ke dalam darah.
Gamitosit P. falcifarum menunjukan peridisitas dan infektivitas yang berkaitan dengan kegiatan
menggigit vector. P. vivax dan P. ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah,
gejala yang lebih ringan dan mempunyai masa inkubasi yang lebih lama. Sporozoit P. vivax dan
P. ovale dalam hati berkembang menjadi sizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoid ini
yang menjadi sumber untuk terjadinya relaps.

 perilaku

Beberapa penelitian menyatakan bahwa buruknya kebiasaan dan sikap masyarakat


merupakan salah satu faktor pendukung penyebaran malaria. Contoh prilaku masyarakat yang
dapat mempermudah terjadinya kejadian malaria yaitu kebiasaan masyarakat berada diluar
rumah pada malam hari, kebiasaan tidur tidak menggunakan kelambu dan tidur tanpa
menggunakan obat anti nyamuk.

 Myltiple cause

Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk anopheles betina infektif. Sebagian besar nyamuk anopheles akan menggigit pada
waktu senja atau malam hari, pada beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah
malam sampai fajar Terdapat 4 jenis plasmodium yang sering menyebabkan malaria pada
manusia antaralain yaitu :

a.Plasmodium Falciparum ditemukan oleh Welch, 1897 sebagai penyebab Malaria tropika
yang sering menyebabkan Malaria yang berat.
b. Plasmodium vivax ditemukan Grosi dan Felati, 1890 sebagai penyebab Malaria Tertiana.

c.Plasmodium Malariae ditemukan oleh Laveran, 1888, sebagai penyebab Malaria Quartana.
d. Plasmodium ovale yang ditemukan oleh Stephens tahun 1922, namun jenis ini jarang sekali
dijumpai di Indonesia, karena umumnya banyak kasusnya terjadi di Afrika dan Pasifik Barat.

Pada penderita penyakit Malaria, kadang dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis
plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Dari kejadian infeksi
campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara plasmodium
falcifarum dengan plasmodium vivax atau plasmodium malariae. Infeksi campuran ini biasanya
terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya

 Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang cukup ideal mendukung keberadaan penyakit malaria di
Indonesia, antara lain: lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian,
angin), lingkungan biologik dan lingkungan sosial-budaya. Penyakit merupakan outcome dari
adanya interaksi antara host, agent dan environment. Dalam ilmu epidemiologi sering disebut
dengan segitiga epidemiologi yakni hubungan timbal balik antara host (penjamu), agent
(penyebab penyakit) dan environment (lingkungan). Penyakit terjadi karena adanya ketidak-

16
seimbangan (inbalancing) dari ketiga komponen tersebut. Penyakit malaria sebagai salah satu
masalah kesehatan masyarakat tak lepas dari unsure segitiga epidemiologi tersebut, dimana
manusia sebagai host, parasit plasmodium sebagai agent dan kondisi lingkungan (environment)
yang mendukung. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara
tropis di dunia. Diperkirakan sekitar 40 persen penduduk dunia masih tinggal di daerah yang
memiliki risiko tinggi untuk terkena infeksi malaria dengan 500 juta kasus klinis per tahun dan 1
juta kematian karena malaria (WHO, 2007).

Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 237 (BPS, 2010) dan 40 persen diantaranya
tinggal di daerah dengan risiko penularan malaria atau lebih dari 100 juta orang hidup di daerah
endemi malaria. Diperkirakan 15 juta kasus baru terjadi setiap tahun, dan hanya 20 persen
diobati di sarana pelayanan kesehatan.Penyakit malaria berkaitan dengan keterbelakangan dan
kemiskinan serta berdampak pada penurunan produktifitas kerja dan penurunan tingkat
kecerdasan anak usia sekolah. Sampai saat ini malaria masih menjadi fokus perhatian utama
dalam upaya penurunan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh penyakit menular
baik regional maupun global dan penyakit ini masuk dalam kategori “re-emergency desease”.
Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya upaya pengendalian malaria sebagai salah satu issu
penting pencapaian millennium development goals (MDGs) atau tujuan pembangunan
millennium. Penyakit malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan tingkat endemisitas
yang berbeda-beda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah P.vivax dan P.falciparum.

Penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung
Sporozoit. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi penularan dengan bentuk Tropozoit, misalnya
melalui transfuse darah, melalui plasenta dari ibu kepada bayinya dan penularan melalui jarum
suntik yang terkontaminasi Dari aspek epidemiologi, beberapa faktor yang berinteraksi dalam
kejadian dan penularan penyakit malaria, antara lain: Faktor host (manusia); Secara umum
dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat terkena penyakit malaria. Perbedaan prevalensi
menurut umur dan jenis kelamin karena berkaitan dengan perbedaan tingkat kekebalan dan
frekuensi keterpaparan gigitan nyamuk. Faktor Agent (plasmodium); Penyakit malaria adalah
suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium (Class
Sporozoa). Pada manusia hanya 4 (empat) spesies yang dapat berkembang, yaitu
P.falciparum, P.vivax, P.malariae, dan P.ovale (Bruce-Chwatt, 1980). Faktor Lingkungan;
beberapa faktor lingkungan yang cukup ideal mendukung keberadaan penyakit malaria di
Indonesia, antara lain: lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian,
angin), lingkungan biologik dan lingkungan social-budaya.

 Virus/penyakit (penyebab)

Agen penyebab malaria dari genus plasmodium, familia flasmodidae, dari Orde
Coccidiidae. Penyebab malaria di indonisia sampai saat ini ada empat macam plasmodium,
yaitu :

1. Plasmodium falcifarum, penyebab penyakit malaria tropika

17
2. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertian

3. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria kuartana

4. Plasmodium ovale, penyebab penyakit tertian, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya
banyak di afrika

Seorang penderita dapat ditulari oleh lebuh dari satu jenis plasmodium, biasanya infeksi ini
disebut infeksi campuran (mixed infection).

Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis parasit, yaiti campuran antara plasmodium
falcifarum dengan plasmodium vivax atau plasmodium malariae, campuran tiga jenis
plasmodium jarang sekali terjadi.

Sifat-sifat spesifik agen penyebab berbeda-beda untuk setiap spesies malaria dan hal ini
mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan. P. falcifarum mempunyai masa
infeksi yang paling pendek, namun menghasilkan parasitemia yang paling tinggi, gejala yang
paling berat dan masa inkubasi yang paling pendek. Gamitosit P. falcifarum baru berkembang
setelah 8-15 hari sesudah masuknya agen parasit ke dalam darah. Gamitosit P. falcifarum
menunjukan peridisitas dan infektivitas yang berkaitan dengan kegiatan menggigit vector. P.
vivax dan P. ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala yang lebih
ringan dan mempunyai masa inkubasi yang lebih lama. Sporozoit P. vivax dan P. ovale dalam
hati berkembang menjadi sizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoid ini yang menjadi
sumber untuk terjadinya relaps.

 perilaku

Beberapa penelitian menyatakan bahwa buruknya kebiasaan dan sikap masyarakat


merupakan salah satu faktor pendukung penyebaran malaria. Contoh prilaku masyarakat yang
dapat mempermudah terjadinya kejadian malaria yaitu kebiasaan masyarakat berada diluar
rumah pada malam hari, kebiasaan tidur tidak menggunakan kelambu dan tidur tanpa
menggunakan obat anti nyamuk.

A.4 FAKTOR AGENT PENYAKIT

 FAKTOR BIOLOGI

Kerajaan : Protista
Filum : Apicomplexa
Kelas : Aconoidasida
Ordo : Haemosporida
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Spesies : P. malaria

18
 FAKTOR FISIK

Teknologi nuklir merupakan salah satu teknologi yang mengalami kemajuan pesat
dalam pemanfaatannya pada berbagai sektor seperti bidang pertanian dan kesehatan.
Teknologi nuklir adalah teknologi yang memanfaatkan radiasi / radioisotop untuk memecahkan
masalah melalui penelitian dan pengembangan di berbagai bidang, khususnya bidang
kesehatan. Teknik ini memiliki banyak keunggulan karena isotop radioaktif yang digunakan
memiliki sifat kimiawi dan sifat fisis yang sama denga zat kimia biasa/non radioaktif namun
mempunyai kelebihan sifat fisis yaitu dapat memancarkan radiasi . Radiasi gamma, netron dan
sinar X dapat dimanfaatkan untuk pengendalian hama dan vektor penyakit, yaitu dapat
digunakan untuk membunuh secara langsung (direct killing) dengan teknik disinfestasi radiasi
dan secara tidak langsung (indirect killing) yang dikenal dengan teknik serangga mandul (TSM).
Teknik ini relatif baru dan potensial untuk pengendalian vektor malaria karena ramah
lingkungan, efektif spesies dan kompartibel dengan teknik lain. Prinsip dasar TSM sangat
sederhana yaitu membunuh serangga dengan serangga itu sendiri (autodical technique). Teknik
ini meliputi radiasi koloni vektor / serangga di laboratorium dengan berbagai dosis, kemudian
secara periodik dilepas ke lapang sehingga tingkat kebolehjadian perkawinan antara serangga
mandul dengan serangga vertil menjadi semakin besar dari generasi pertama ke generasi
berikutnya, yang berakibat makin menurunnya persentase fertilitas populasi vektor di lapang
yang secara teoritis pada generasi ke-4 akan mencapai titik terendah menjadi 0% atau jumlah
populasi serangga penyebab malaria pada generasi ke-5 menjadi nihil [9]. Selain digunakan
untuk dalam pemandulan vektor, teknik nuklir juga bisa digunakan sebagai penanda vektor.
Karena salah satu sifat radioisotop (seperti P-32) dapat memancarkan sinar radioaktif, sehingga
dipakai sebagai penanda nyamuk Anopheles sp. di lapangan, sementara cara penandaan
dengan teknik lain dianggap sangat suilit mengingat tubuh nyamuk terlalu rapuh serta stadium
larva dan pupa yang hidup di air. Penandaan serangga dianggap penting terutama utuk
mempelajari bionomik nyamuk di lapangan, seperti jarak terbang, pola pemencaran, umur
nyamuk, pemilihan hospes, siklus gonotrofi dan aspek bionomik yang lain.
Pelaksanaan TSM dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:
1. Metode yang meliputi pembiakan massal di laboratorium, pemandulan dan pelepasan
serangga mandul ke lapangan.

2. Metode pemandulan langsung terhadap serangga penyebab malaria di lapangan.


Metode pertama menerangkan bahwa jika ke dalam suatu populasi serangga penyebab
malaria di lapangan dilepaskan serangga mandul, maka kemampuan populasi

tersebut untuk berkembang biak akan menurun. Apabila nilai kemandulan serangga radiasi
mencapai 100% dan daya saing kawinnya mencapai nilai 1,0 (sama dengan jantan normal) dan
jumlah serangga radiasi yang dilepas sama dengan jumlah serangga normal (perbandingan
1:1), maka kemampuan berkembang biak populasi tersebut akan turun sebesar 50%. Jika
perbandingan tersebut dinaikkan menjadi 9:1 (jumlah serangga radiasi yang dilepas 9 kali dari
jumlah serangga lapangan), maka kemampuan populasi tersebut untuk berkembang biak akan
turun sebesar 90%.

19
Metode kedua, yaitu metoda tanpa pelepasan serangga yang dimandulkan. Metoda ini
dilaksanakan dengan prinsip pemandulan langsung terhadap serangga lapangan yang dapat
dilakukan dengan menggunakan senyawa kemosterilan, baik pada jantan maupun betina.
Dengan metoda kedua ini akan diperoleh dua macam pengaruh terhadap kemampuan
kembangbiak populasi serangga. Kedua pengaruh tersebut adalah mandulnya sebagian
serangga lapangan sebagai akibat langsung dari kemosterilan dan pengaruh berikutnya dari
serangga yang telah mandul terhadap serangga sisanya yang masih fertil. Kemosterilan
merupakan senyawa kimia yang bersifat mutagenik dan karsinogenik pada hewan maupun
manusia sehingga teknologi ini tidak direkomendasikan untuk pengendalian vektor malaria
tersebut. Pengendalian vektor malaria dengan cara konvensional menggunakan insektisida
diketahui kurang efektif karena timbul fenomena resisitensi bahkan sering terjadi resistensi
silang (cross resistancy) dan mengakitkan matinya flora maupun fauna non target, serta
menimbulkan pencemaran kingkungan., sehingga mengurangi efektivitas pengendalian itu
sendiri.

 FAKTOR KIMIAWI

Pemberantasan nyamuk anopheles secara kimiawi dapat dilakukan dengan


menggunakan larvasida yaitu zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk, yang termasuk
dalam kelompok ini adalah solar/minyak tanah, parisgreen, temephos, fention, altosid dll. Selain
zat-zat kimia yang disebutkan di atas dapat juga digunakan herbisida yaitu zat kimia yang
mematikan tumbuh–tumbuhan air yang digunakan sebagai tempat berlindung larva nyamuk.

 FAKTOR SOSIAL

Kebiasaan masyarakat berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vektor yang
bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat
untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan lingkungan,

menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan anti nyamuk.

Menurut penelitian Dasril (2005), masyarakat yang berpengetahuan rendah kemungkinan


risiko tertular malaria 3 kali dibandingkan masyarakat yang berpengetahuan baik, sedangkan
risiko penularan malaria pada masyarakat yang memiliki sikap kurang 2,7 kali dibandingkan
masyarakat yang memiliki sikap baik Masyarakat dengan kebiasaan bekerja di luar rumah
malam hari mempunyai risiko tertular malaria 4 kali dibandingkan masyarakat yang tidak
memiliki kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari.

20
Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi faktor penting untuk meningkatkan
malaria. Meningkatnya pariwisata dan perjalanan dari daerah endemic mengakibatkan
meningkatnya kasus malaria yang diimport.

B. TAHAP-TAHAP RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT MALARIA

 TAHAP PREPATOGENESIS

Tahap awal
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada
dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit.
Walaupun demikian pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara host dengan
bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti bibit penyakit
masih ada diluar tubuh host. Pada proses prepatogenesis penyakit malaria bisa terjadi
pada orang-orang yang tinggal didaerah malaria atau orang yang mengadakan
perjalanan kedarah malaria.

Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang diwaktu antara masuknya bibit penyakit ke
dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala
penyakit. Masa inkubasi ini bervariasi antara satu penyakit dengan penyakit lainnya.
Pada penyakit malaria, masa tunas / inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai
beberapa bulan yang kemudian barulah muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh
penderita seperti demam, menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah,
dll. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing species parasit
adalah sebagai berikut, Plasmodium Falciparum 12 hari. Plasmodium vivax dan
Plasmodium Ovate 13 -17 hari. Plasmodium malariae 28 -30 hari.

Tahap dini
Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang Kelihatannya ringan. Tahap
ini sudah mulai menjadi masalah dan perlu penanganan lebih lanjut. Tahap dini pada
penyakit malaria salah satunya yaitu stadium puncak demamdimulai pada saat
perasaan dingin sekali perlahan berganti menjadi panas sekali. Muka menjadi merahm
kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, skit kepala makin hebat, biasanya ada
mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut makin keras. Perasaan haus sekali pada
saat suhu naik sampai 41°C (106°F) atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2-6
jam.
Tahap Lanjut
Merupakan tahap di mana penyakit bertambah jelas dan mungkin tambah berat
dengan segala kelainan patologis dan gejalanya. Pada tahap ini penyakit sudah
menunjukkan gejala dan kelainan klinik yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif
mudah ditegakkan. Dan juga sudah memerlukan perlukan pengobatan. Pada penyakit
malaria tahap lanjut terjadi tergantung pada jenis atau tipe penyakit malarianya.

21
 TAHAP PATOGENESIS

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan.
Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah
daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka
akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya
kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit.

Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi
terhadap eritrosit.Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis
terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag. Pada malaria berat mekanisme
patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan
eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya
transport membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan
dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
2. Mediator endotoksin-makrofag
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka

 TAHAP PASCA PATOGENESIS

Tahap Akhir.
Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu:
1) Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat
kembali.

2) Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada,
tetapi tubuh tidak pulih sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen
berupa cacat.

3) Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namunpenyakit masih tetap ada dalam
tubuh tanpa memperlihatkan gangguan penyakit. 4)Penyakit tetap berlangsung secara
kronik.

5) Berakhir dengan kematian.

22
Pada tahap akhir penyakit malaria dapat sembuh sempurna, sembuh karier atau pembawa,
dan ada juga yang meninggal dunia dikarenakan plasmodium yang menyerang yaitu
plasmodium falcifarum. Jenis plasmodium ini bisa menimbulkan kematian dan merupakan
penyebab infeksi terbanyak , Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan
menimbulkan kerusakan seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung.

C.1 UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA

 Primodial pervention

Pencegahan penyakit malaria dapat dilakukan secara eksternal dan internal. Pencegahan
secara eksternal misalnya memasang kelambu saat hendak tidur, membersihkan lingkungan
dari sarang nyamuk, serta pemakaian obat nyamuk semprot dan obat nyamuk bakar.

Pencegahan secara internal, adalah dengan obat-obatan yang biasa digunakan untuk
mengobati penyakit malaria. Masing-masing obat memiliki aturan pemakaian yang berbeda-
beda. Demikian pula dengan pemakaiannya pada kondisi masing-masing pasien. Harap selalu
konsultasikan dengan dokter untuk memperoleh keterangan yang lebih akurat.

 Health promotion

 Promosi Kesehatan (Health Promotion)


Kegiatannya dapat berupa penyuluhan kesehatan langsung, pemasangan media
massa, konsultasi kesehatan, pengendalian lingkungan.

 Penyuluhan Kesehatan Langsung


Penyuluhan kesehatan diberikan secara langsung kepada individu yang berada
dalam kelompok rentan. Penyuluhan kesehatan yang diberikan menyampaikan
pemahaman kepada individu agar melakukan pencegahan. Fokus pencegahan yang
dilakukan adalah menghindari diri dari terinfeksi atau gigitan nyamuk malaria.

 PemasanganMediaMassa
Media massa yang digunakan dapat berupa poster atau spanduk atau billboard
yang ditujukan kepada masyarakat umum mengenai bahaya dan ancaman penyakit
malaria. Media massa juga dapat bermaterikan tindakan yang tepat agar terhindar dari
penyakit malaria.

 Menghilangkan tempat berkembang biak (eliminating breeding grounds)


Tindakan lain dalam menghindari nyamuk adalah membatasi tempat berkembang
biaknya. Melakukan 3 M (menutup, menguras, dan mengubur) dan melakukan
larvasiding (clorine) pada tempat penampungan air atau mempelihara ikan pemakan
jentik nyamuk.

23
 Generaland Specific Protection
Fokus dari upaya ini adalah memberikan perlindungan kepada host dengan
meningkatkan daya tahan tubuh dan mengurangi resiko terinfeksi malaria. Pencegahan yang
dilakukan, yaitu:
 Vaksinasi
Saat ini vaksin malaria masih dalam pengembangan. Ilmuwan dari University of
Edinburgh telah menciptakan vaksin malaria. vaksin ini diharapkan dapat memicu produksi
antibodi terhadap jenis parasit malaria. Vaksin ini sangat berguna bagi kelompok rentan.

 Menghindari gigitan (avoidingbite)


Cara pencegahan terbaik adalah menghindari gigitan nyamuk. Diperlukan pengetahuan
mengenai perilaku nyamuk dan menyesuaikan dengan perilaku nyamuk tersebut. Misalnya,
jika nyamuk paling aktif saat senja dan shubuh, maka sebaiknya menghindari aktivitas pada
saat-saat itu. Nyamuk malaria juga dapat memindai panas melalui inframerah, maka
sebaiknyalah menggunakan pakaian nyang berwarna terang, karena warna terang lebih sedikit
memancarkan inframerah dibandingkan warna gelap.

 Menggunakan pelindung (using protective barriers)


Pelindung nyamuk yang sering digunakan adalah menggunakan kasa jendela. Akan
tetapi, dalam waktu relatif lama, kasa sering rusak. Pelindung yang paling efektif digunakan
saat ini adalah kelambu, kelambu yang mengandung insektisida (permethrine insectiside).
Kelambu terbukti efektif dalam mengurangi kejadian dan jumlah kematian akibat malaria.

 Menggunakan repelen(usingrepellents)
Di daerah tertentu yang masih terdapat hutan, rawa, atau banyak semak belukar,
kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi dan penduduk setempat harus beraktivitas di saat
nyamuk sedang aktif menggigit, maka cara efektif digunakan adalah dengan menggunakan
repelent. Penggunaan obat nyamuk repelent atau obat nyamuk bakar digunakan untuk
mengusir nyamuk, obat tersebut dapat menimbulkan bau yang tidak nyaman dan berbahaya
bagi kulit jika digunakan langsung. Sedangkan permethrine sangat efektif dalam waktu lama,
akan tetapi mengandung racun.

 Profilaksis (malaria prophylaxis)


Pemberian OAM terhadap individu yang akan bepergian ke daerah endemis
malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama. Hal ini dilakukan dengan tujuan
mengurangi risiko terinfeksi dan kalaupun terinfeksi, maka klinisnya pun tidak berat.
OAM yang diberikan adalah doksisilin dengan dosis 100 mg/hari dan diberikan selama
1-2 hari sebelum bepergian, dan selama berada di daerah tersebut sampai 4 minggu
setelah kembali

 Sekunder prevention (Mengontrol faktor resiko)

24
Orang yang sering bepergian ketempat-tempat yang jauh dan asing, sangat dianjurkan
untuk selalu aware dengan pencegahan penyakit malaria. Kita tidak pernah tau kondisi obyektif
daerah yang dituju. Jadi tak ada salahnya mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan.
Bukankah pepatah bilang, lebih baik sedia payung sebelum turun hujan ?

Bila anda seorang backpacker, turis domestic, maupun seseorang yang bepergian karena
alasan pekerjaan dan lain-lain, sedang menuju daerah yang asing, ada baiknya menghubungi
kantor kesehatan ataupun pusat penanganan dan pencegahan malaria setempat. Mintalah
informasi tentang jenis-jenis malaria di wilayah geografis tersebut, obat-obatan pencegahan,
dan waktu musim untuk menghindari perjalanan wilayah endemik malari Pencegahan penyakit
adalah bagian penting dari pengelolaan penyakit malaria ini.

Karena itu, temuilah dokter sebelum bepergian maupun setelah kedatangan dari suatu
tempat. Beberapa obat biasanya akan direkomendasikan jika tempat tujuan adalah daerah

endemik malaria. Pencegahan penyakit malaria adalah langkah awal yang tepat untuk
mengurangi resiko terkena penyakit malaria.

 Specifik prevention / tertiary prevention

 Edukasi dalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada
setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama
edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan
yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria,
pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
 Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada
masyarakat tentang cara pencegahan malaria.
 Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan
menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak
nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
 Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai
subuh di saat nyamuk anopheles umumnya mengigit.

Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan dengan
nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan
upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit
nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini digunakan sebagai
kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin
dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untuk pengobatan pencegahan dengan klorokuin
pada orang dewasa adalah 100 gram basa.Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap
pendatang yang berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai
minum obat 1-2 minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan
setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4
minggu setelah kembali dari daerah tersebut.

Pengobatan pencegahan tidak diberikan dalam waktu lebih dari 12-20 minggu dengan
obat yang sama. Bagi penduduk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria dimana terjadi

25
penularan malaria yang bersifat musiman maka upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk
perlu ditingkatkan sebagai pertimbangan alternatif terhadap pemberian pengobatan profilaksis
jangka panjang dimana kemungkinan terjadi efek samping sangat besar.

C.2 BESAR KEMUNGKINAN PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah berlangsungnya penyebaran penyakit


malaria adalah dengan memasang penghambat pada alur penyebaran malaria dan
penyebabnya. Pencegahan dan penyebaran adalah kombinasi antara kebersihan lingkungan
dengan perilaku

Berikut ini diberikan tiga perilaku terpenting yang bisa menurunkan dengan cepat jumlah
kasus kejangkitan penyakit malaria:

 Pemberantasan sarang nyamuk, terutama kerja bakti rutin untuk menimbun genangan
air di sekitar rumah, baik di selokan maupun kubangan;
 Meniadakan tempat peristirahatan nyamuk, diusahakan tidak ada baju baju yang
digantung dan juga membersihkan semak semak di sekitar rumah:
 Menghindari gigitan nyamuk, baik di dalam rumah dengan memakai kelambu saat
tidur maoupun memakai baju tertutup saat keluar rumah pada malam hari. Sebaiknya
frekuensi keluar rumah di malam hari dikurangi.

D . TRANSISI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA

Sebuah tim ilmuwan menemukan cara dengan menggunakan sampel darah untuk
mengidentifikasi perubahan genetik penting dalam parasit penyebab malaria. Analisa ini, yang
dijelaskan jurnal ilmiah Nature edisi 13 Juni, dapat membantu peneliti mengidentifikasi "hot
spot" di seluruh dunia di mana parasit berkembang paling cepat dan kebal terhadap obat anti
malaria konvensional. Malaria sering ditemui di daerah tropis. Lebih dari 200 juta orang
terjangkit penyakit ini setiap tahunnya, dan hampir 2.000 orang meninggal setiap hari -
kebanyakan anak-anak balita. Walaupun puluhan tahun dilakukan penelitian, dokter masih
belum memiliki vaksin malaria.

Dan Plasmodium falciparum, parasit penyebab penyakit ini, dengan cepat


mengembangkan kekebalan terhadap obat yang dipakai untuk melawannya. Berbagai varietas
parasit malaria yang kebal obat berkembang di berbagai wilayah dunia, dan para ilmuwan
kesulitan melacak perubahan genetik yang cukup cepat untuk mencegah wabah penyakit baru.
Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Dominic Kwiatkowski dari

Universitas Oxford di Inggris mengembangkan metode untuk mengekstrak DNA parasit malaria
langsung dari darah manusia dan menentukan perubahan genetik menit ke menit untuk
memahami penyebabnya. Ini menghilangkan proses penumbuhan parasit yang lama di
laboratorium sebelum gen parasit itu dapat diuraikan.

D. ETIKA EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA

Kebiasaan untuk di luar rumah sampai larut malam, tanpa menggunakan busana(baju).
Disini lah kita bisa etika yang dilakukan masyrakat pada umumnya di pedesaan dan kurangnya

26
pengetahuan masyrakat akan bahaya yang mereka lakukan serta berdampak pada kesehatan
mereka sendiri utamanya resiko terkena penyakit malaria dll. Akan tetapi masyrakat pedesaan
sekarang meski mengetahui hal tersebut tetapi masih saja melakukan hal tersebut, disinilah
prilaku dan kebiasaan mereka harus dirubah dengan memberikan pendidikan akan petingnya
kesehatan dan bahaya kebiasaan dan prilaku mereka terhadap taraf hidup sehat dan terhindar
dari berbagai penyakit utamanya malaria yang semakin marak dikalangan atau lingkungan
pedesaan

F. KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA

 Segitiga epidemiologi penyakit malaria

(Individu/penjamu)

Environment agent
( lingkungan) ( penyebab/kuman/virus)

Keterangan.
Host : manusia
Agent: parasit plasmodium
Environment: kondisi lingkungan.

Faktor Host (Manusia)


Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat terkena penyakit malaria.
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin karena berkaitan dengan perbedaan
tingkat kekebalan dan frekuensi keterpaparan gigitan nyamuk. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kerentanaan seseorang adalah
1. Ras atau suku bangsa. Di Afrika, apabila prevalensi hemoglobin S (HbS) cukup rendah,
penduduknya lebih rentan terhadap infeksi p.malariae penyelidikan terakhir menunjukkan
bahwa HbS menghambat p.malariae baik sewaktu invasi maupun berkembang biak.
2. Kurangnya suatu enzim tertentu. Kurangnya enzim G6PD (Glucosa 6-Phosphat
Dehydrogenase) memberikan perlindungan terhadap infeksi p.malariae yang berat. Walaupun
demikian, kurangnya enzim ini merugikan ditinjau dari segi pengobatan dengan golongan
Sulfonamid dan Primakuin oleh karena dapat terjadi hemolisis darah. Defisiensi enzim G6PD ini
merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada perempuan.

3. Kekebalan pada manusia terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan Plasmodium yang
masuk atau menghalangi perkembangannya
Faktor Agent (Plasmodium)

27
Penyakit malaria adalah suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan oleh
parasit genus plasmodium (Class Sporozoa). Sifat-sifat spesifik parasit berbeda-beda untuk
setiap spesies malaria dan hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan.
Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang cukup ideal mendukung keberadaan penyakit malaria
di Indonesia, antara lain: lingkungan fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian,
angin), lingkungan biologik dan lingkungan sosial-budaya.
Penyakit merupakan outcome dari adanya interaksi antara host, agent dan environment.
Dalam ilmu epidemiologi sering disebut dengan segitiga epidemiologi yakni hubungan timbal
balik antara host (penjamu), agent (penyebab penyakit) dan environment (lingkungan).

Penyakit terjadi karena adanya ketidak-seimbangan (inbalancing) dari ketiga komponen


tersebut. Penyakit malaria sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat tak lepas dari
unsure segitiga epidemiologi tersebut, dimana manusia sebagai host, parasit plasmodium
sebagai agent dan kondisi lingkungan (environment) yang mendukung.

Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis di dunia.


Diperkirakan sekitar 40 persen penduduk dunia masih tinggal di daerah yang memiliki risiko
tinggi untuk terkena infeksi malaria dengan 500 juta kasus klinis per tahun dan 1 juta kematian
karena malaria (WHO, 2007). Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 237 (BPS, 2010) dan
40 persen diantaranya tinggal di daerah dengan risiko penularan malaria atau lebih dari 100 juta
orang hidup di daerah endemi malaria. Diperkirakan 15 juta kasus baru terjadi setiap tahun,
dan hanya 20 persen diobati di sarana pelayanan kesehatan.Penyakit malaria berkaitan dengan
keterbelakangan dan kemiskinan serta berdampak pada penurunan produktifitas kerja dan
penurunan tingkat kecerdasan anak usia sekolah. Sampai saat ini malaria masih menjadi fokus
perhatian utama dalam upaya penurunan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh
penyakit menular baik regional maupun global dan penyakit ini masuk dalam kategori “re-
emergency desease”. Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya upaya pengendalian malaria
sebagai salah satu issu penting pencapaian millennium development goals (MDGs) atau tujuan
pembangunan millennium. Penyakit malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan
tingkat endemisitas yang berbeda-beda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah P.vivax dan
P.falciparum.

Penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung
Sporozoit. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi penularan dengan bentuk Tropozoit, misalnya
melalui transfuse darah, melalui plasenta dari ibu kepada bayinya dan penularan melalui jarum
suntik yang terkontaminasi Dari aspek epidemiologi, beberapa faktor yang berinteraksi dalam
kejadian dan penularan penyakit malaria, antara lain: Faktor host (manusia); Secara umum
dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat terkena penyakit malaria. Perbedaan prevalensi
menurut umur dan jenis kelamin karena berkaitan dengan perbedaan tingkat kekebalan dan
frekuensi keterpaparan gigitan nyamuk. Faktor Agent (plasmodium); Penyakit malaria adalah
suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium (Class
Sporozoa).

Pada manusia hanya 4 (empat) spesies yang dapat berkembang, yaitu P.falciparum, P.vivax,
P.malariae, dan P.ovale (Bruce-Chwatt, 1980). Faktor Lingkungan; beberapa faktor lingkungan
yang cukup ideal mendukung keberadaan penyakit malaria di Indonesia, antara lain: lingkungan

28
fisik (suhu, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian, angin), lingkungan biologik dan
lingkungan social-budaya.

 Portal Of Entri And Exit

Tautan berikutnya dalam rantai penularan penyakit adalah portal keluar, rute
dengan dimana agen penyakit dapat melarikan diri dari reservoir manusia atau hewan.
Sementara agen penyakit yang hanya memiliki satu portal keluar, orang lain mungkin
meninggalkan oleh berbagai portal.Portal paling sering dikaitkan dengan penyakit
manusia dan hewan adalah:

• Pernapasan

• kemih

• pencernaan

• Kulit

 Kulit: Kulit dapat berfungsi sebagai portal keluar masuknya melalui lesi superfisial atau
melalui perkutan penetrasi. Keluar masuknya perkutan terjadi melalui gigitan nyamuk
(malaria, virus West Nile)

G. APLIKASI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA

 Kesehatan lingkungan (kesling)

Paradigma Kesehatan Lingkungan pada hakekatnya juga merupakan model patogenesis


kejadian penyakit. Tidak semua variabel dipengaruhi oleh perubahan iklim. Namun perubahan
iklim secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap model hubungan berbagai
variabel kependudukan dan lingkungan tersebut.

Cuaca dan iklim berpengaruh terhadap patogenesis berbagai penyakit yang berbeda dan
dengan cara berbeda satu sama lain pula. Salah satu pengaruh perubahan iklim adalah
terhadap potensi peningkatan kejadian timbulnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk seperti
Malaria, Radang Otak akibat West Nile Virus, Filariasis, Japanese Encephalitis, dan Demam
Berdarah.Malaria menyerang hampir 100 negara, dan 41% penduduk dunia berada dalam
kelompok at risk.

Penduduk miskin memiliki risiko tinggi terhadap penyakit malaria. Sebaliknya Malaria
merupakan salah satu penyebab kemiskinan sebuah wilayah. Dengan kata lain memberantas
kemiskinan merupakan investasi pengendalian malaria dan sebaliknya mengendalikan malaria
merupakan investasi pengentasan kemiskinan. Perubahan iklim akan mempengaruhi pola
penularan malaria. Peningkatan suhu akan mempengaruhi perubahan bionomik atau perilaku
menggigit dari populasi nyamuk, angka gigitan rata-rata yang meningkat (biting rate), kegiatan
reproduksi nyamuk berubah ditandai dengan perkembangbiakan nyamuk yang semakin cepat,
masa kematangan parasit dalam nyamuk akan semakin pendek. Untuk mengendalikan malaria,

29
harus belajar dari Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah dan Kota Ternate di Maluku Utara.
Kedua wilayah ini berhasil menekan kejadian malaria. Kuncinya ada pada komitmen Bupati
atau Walikota terhadap Gerakan Roll Back Malaria (RBM). Mereka mengangkat Juru Malaria
Desa yang bertugas mencari dan mengobati kasus sebagai sumber penularan secara pro aktif.
Serta menggerakkan seluruh komponen masyarakat dan kelembagaan baik pemerintah
maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat untuk mengendalikan faktor risiko penyakit
malaria. Dengan gerakan semacam itu Banjarnegara dan Ternate yang semula endemik
malaria kini terbebas dari malaria.

 Klinik

Dikenal beberapa kaadaan klinik dalam perjalan infeksi malaria yaitu :

 Serangan primer (Periode Klinis)

Yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksimal yang
terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksimal ini dapat pendek atau
panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita.

 Periode laten

Yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya
terjadi diantara dua keadaan paroksismal.

 Recrudescense

Yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya
serangan primer.

 Recurrence

Yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan
primer.

 Relapse atau “Rechute”

Ialah berlangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari wakti diantara serangan
periodik dari infeksi primer

30
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Setiap kali ibu memberikan suatu pelajaran kami semua tidak akan bosan melihat ibu
karena ibu mempunyai wajah yang cantik dan saya berharap agar cara mengajar ibu terus di
tingkatkan, dan kalau bisa cara memberikan materi sifat humorisnya jangan dihilangkan, karena
itu salah satu motivasi kita sebagai mahasiswa tidak bosan dan malas mengikuti mata kuliah
ibu…..

DAFTAR PUSTAKA

Bress,P,. 1998. Public Health Action in emergencies Causes by epidemic. World Health
Organization

Budiarto,E & Anggraeni, D. 2001. Pengantar epidemiologi edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGJ

31
Budioro B. 2001. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro

Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Bustan, M.N., Arsunan, A. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta

Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Depkes RI. Malaria Direktorat Jenderal Pencegahan dan pemberantasan Penyakit

Heru Subaris K dkk. 2006. Manajemen Epidemiologi. Yogyakarta: Media Pressindo

Kasjono, Heru Subaris. 2008. Intisari Epidemiologi. Jogjakarta : Mitra Cendekia

Martini. Modul Materi Dasar Epidemiologi semester 3.

Murti, Bhisma. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press

Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Timmreck, Thomas c. 2001. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Gilles. H.M. Management of Severe and Complicated Malaria. WHO Geneva 1991.

The Clinical Management of Acute Malaria, WHO Regional Publications, South -East

Asia Series No. 9. 1986. .

35

32
33

Anda mungkin juga menyukai