Anda di halaman 1dari 12

PETUNJUK PRAKTEK PEMBUATAN KOMPOS

BAB I PENDAHULUAN

Timbulan sampah dari permukiman di perkotaan dan pedesaan sebagian besar adalah

dari jenis sampah organik.(± 75 %)Sampah organik atau sering disebut sampah basah

adalah jenis sampahyang berasal dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan

dapat hancur secara alami. Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, ampas

perasan kelapa, dan potongan rumput /daun/ ranting dari kebun. Kehidupan manusia

tidak dapat lepas dari sampah organik setiap harinya. Pembusukan sampah organik

terjadi karena proses biokimia akibat penguraian materi organik sampah itu sendiri

oleh mikroorganime dengan dukungan faktor lain yang terdapat di lingkungan.

Metoda pengolahan sampah organik yang paling tepat tentunya adalah melalui

pembusukan yang dikendalikan, yang dikenal dengan pengomposan atau komposting

Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui proses pembusukan

yang terkontrol atau terkendali. Produk utama komposting adalah kebersihan

lingkungan, karena jumlah sampah organik yang dibuang ke TPA menjadi berkurang.

Adapun kompos sebagai produk komposting adalah hasil tambahan atau bonus yang

dapat kita gunakan untuk tanaman sendiri ataupun untuk dijual. Secara khusus

Kompos mempunyai kegunaan yaitu memperbaiki struktur tanah, memperbesar daya

ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai , meningkatkan daya ikat air,

memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, mempertinggi daya ikat tanah

terhadap zat hara , mengandung hara yang lengkap walaupun jumlahnya sedikit,

membantu proses pelapukan bahan mineral dan memberikan ketersediaan bahan

makanan bagi mikroba.

1
BAB II. TUJUAN PRAKTEK

1. Agar mahasiswa memahami prinsip komposting.


2. Agar mahasiswa dapat mengidentifikasi jenis sampah yang dapat dimanfaatkan
untuk kompos.
3. Agar mahasiswa memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan
dan menyiapkan alat dan bahan pembuatan kompos secara benar.
4. Agar mahasiswa dapat melakukan prosedur pembuatan kompos secara benar.
5. Agar mahasiswa dapat mengamati dan melakukan pengukuran parameter suhu,
kelembaban, pH dalam proses komposting
6. Agar mahasiswa dapat melakukan pengamatan indikator proses komposting telah
selesai.

BAB III. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBUATAN KOMPOS

Untuk mendapatkan kompos yang optimal maka perlu diperhatikan faktor-faktor


sebagai berikut :
1. Sampah bahan organik dengan ukuran C/N ratio (35-50),
2. Ukuran bahan 1-3 inci, campuran bahan , mis kotoran hewan,
3. Mikroorganisme yang cukup ,
4. Kelembaban optimum 60 %, cukup oksigen,
5. Suhu atau temperatur optimal 45 – 55º C,
6. pH 6,5 – 7.5,
7. bantuan aktivator mis EM4, dan lain-lain.
Penjelasan
 1. Mikroorganisme atau mikroba. Yaitu makhluk hidup berukuran mikro (sangat
kecil) yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop, misalnya bakteri dan jamur.
Mikroba inilah yang ’memakan’ sampah dan hasil pencernaannya adalah kompos.
Semakin banyak jumlah mikroba maka semakin baik proses komposting. Mikroba ini
dapat diperoleh dari kompos yang sudah jadi ataupun dari lapisan atas tanah yang
gembur (humus) atau yang sudah diproduksi mis EM4 (efective Microorganisme)

 2. Udara. Komposting adalah proses yang bersifat aerob (membutuhkan udara).
Aliran udara yang kurang baik selama komposting akan menyebabkan mikroba jenis

2
 lain (yang tidak baik untuk komposting) yang lebih banyak hidup, sehingga timbul
bau menyengat dan pembentukan kompos tidak terjadi. Oleh karena itu, wadah yang
berlubang ataupun, pembalikan dan pengadukan secara teratur sangat penting dalam
komposting.

l3. Kelembaban. Komposting berlangsung optimal dalam kelembaban antara 50 –
70%. Jika terlalu lembab maka udara akan terhambat masuk ke dalam materi organik
sehingga bakteri mati karena kekurangan udara. Maka simpanlah di tempat yang
cukup kering. Namun juga jangan terlalu kering karena mikroba membutuhkan air
sebagai media hidupnya. Maka siram atau percikkan lah air jika terlalu kering.

4. Suhu. Proses penguraian materi organik oleh mikroba menyebabkan suhu yang
cukup tinggi (fase aktif). Suhu akan turun secara bertahap yang menandakan fase
pematangan kompos. Kisaran suhu yang ideal untuk komposting adalah 45 – 70
derajat celcius.

5. Nutrisi. Seperti manusia, mikroba juga membutuhkan makanan atau nutrisi.


Kandungan karbon dan nitrogen yang ada dalam sampah organik merupakan sumber
makanan mikroba. Perbandingan kedua unsur ini akan berubah saat komposting
berakhir.

6. Faktor lainnya seperti waktu, pH (derajat keasaman), dan ukuran partikel sampah
organik. Rata-rata proses komposting membutuhkan waktu sekitar 6 – 8 minggu.
Variasi waktu tergantung pada jenis sampah organik dan ada tidaknya unsur tambahan
yang mempercepat proses komposting seperti EM4. Ukuran partikel sampah juga
perlu diperhatikan dalam pengomposan rumah tangga. Kulit pisang dan sayuran
dicacah terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam komposter.

BAB IV PELAKSANAAN PRAKTEK PEMBUATAN KOMPOS SISTIM WINDROW

3
A. BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN

1. Sampah organik dari rumah tangga (sisa makanan, buah2an)


2. Sampah daun-daunan
3. Kotoran ternak
4. Air
5. Gula
6. Dedak
7. EM4
8. Serbuk kapur
9. Soil tester (pH dan Kelembaban)
10. Thermometer
11. Parang/pisau
12. Sendok semen
13. Timbangan
14. Gelas Ukur.
15. Ayakan
16. Mesin pencacah.
17. Meja sortir.

B. PROSEDUR PRAKTEK PEMBUATAN KOMPOS SISTIM WINDROW



 1. SAMPAH ORGANIK

1. Sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah jenis sampah yang berasal
dari jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara alami.
Contohnya adalah sayuran, daging, ikan, nasi, ampas perasan kelapa, dan potongan
rumput /daun/ ranting dari kebun, kotoran
hewan.Bahanorganiktidakdapatlangsungdimanfaatkanolehtanaman karena C/N ratio
bahan lebih tinggi dari ratio C/N tanah, sekitar 10-12 .Prinsipkomposting adalah
menurunkan C/N ratio bahanorganikhingga sama dengan C/N tanah, yaitu lebih kecil
dari angka 20 . Makin tinggi C/N ratio bahansemakin lama waktu yang diperlukan
untuk prosespengomposan, tiaptiapbahan bahan organic mempunyai nilai C,N yang
bervariasi.

4
2. Misalkan kita tentukan dulu nilai C/N Ratio , misalnya 30,
3. Ambil bagian sampah dari kotoran ayam dan sampah buah, misalkan sampah buah5
bagian , kita hitung dari kotoran sapi berapa bagian?
4. Lihat tabel C/N Ratio (terlampir)
5. C/N = kadar C dari bahan sampah
6. Kadar N dari bahan sampah
Sampah buah = 5 bagian
Kotoran sapi = x bagian

30 = (5 kadar C sampah buah) + x kadar C dari kotoran sapi


( 5 kadar N sampah buah )+ Xkadar N dari kotoran sapi
30 = (5 x 8 ) + 20 X
(5 x 0.2) + 1.7 X
30 = 40+ 20X
1 + 1.7 X
30 + 51 X = 40 + 20 X
51 x – 20 x = 40 – 30
X = 10/31 = 0.33
Sehingga perbandingan sampah buah : kotoran sapi = 5 : 0.33 atau 15 : 1
Bila sampah buah 15 kg maka 1 kg kotoran sapi.

CONTOH CAMPURAN SISA MAKANAN : DAUN : FAECES AYAM = 5 : 4 : X

KITA AMBIL CONTOH C/N RATIO = 25

25 = ( 5 kadar C sampah makanan) + ( 4 kadar C daun) + X kadar C dari faeces ayam


( 5 kadar N sampah makanan )+ (4 kadar N daun) + X kadar N faeces ayam
25 = (5 x 8 ) + ( 4 x 24) + 25 X
(5 x 0.5) + (4 x 0.4) + 4.3X
25 = 40 + 96 + 25X
1 + 1.6 + 4.3 X
25 = 136+ 25 X
2.6 + 4.3 X
65 + 107.5 X = 136 + 25 X
107.5 X – 25X = 136 – 65 = 71
82,5 X = 71--
X= 71/82,5 = 0.86
Sehingga perbandingan= sampah makanan : daun : kotoran ayam
= 5 : 4 : 0.86
Bila sampah sisa makanan 5 kg, daun 4 kg maka faeces ayam = 0,86 kg.

5
2. Timbang bahan seperti contoh di atas , tergantung keperluan, bila total sampah
50 kg , maka perbandingan
- bahan sampah makanan 5/9.86 x 50 kg = 25,3 kg
- sampah daun = 4/9.86 x 50 kg = 20,28
- faeces ayaam = 0,86/9.86 x 50 kg = 4,36 kg.

3. Cincang bahan yang agak besar menjadi ukuran 2 – 3 Cm persegi (Kurang lebih)
4. Campurkan Bekatul/Dedak sebanyak 10 % dari berat Sampah, jadi dalam hal ini
dedak sebanyak 5 kg.
5. Siapkan EM4/ Biomol dengan perbandingan 1 ton sampah = 1 liter EM4( 1000
Ml) campurkan dengan Gula 5 Kg/ ton Sampah/bahan dan Air secukupnya, maka
dalam contoh tersebut maka cairan EM4 sebanyak 50 kg/1000 kg x 1000 ml = 50
ml. Sedangkan gula sebanyak 50 kg/1000 kg x 5 kg = 0,25 kg.
6. Aduk hingga rata/ homogen
7. Letakan di atas lantai Bambu, buat gundukan setinggi 20 Cm Ratakan bagian
atasnya , supaya ada udara .
8. Tutup Dengan Karung Goni/ Keset sabut /Tikar. ( Agar oksigen masih bisa masuk
melalui pori-pori penutup tersebut. Sedangkan lantai bambu , diharapkan oksigen
bisa masuk melalui celah dibagian bawah .
9. Kemudian ukur kelemban , pH dan suhu.
10. Pembalikan. Secara teratur tumpukan dibalik 1 – 2 kali seminggu secara manual
dengan memindahkan tumpukan atau digulirkan. Catat waktu / tanggal
pembalikan.
11. Penyiraman. Tumpukan perlu disiram secara rutin untuk menjaga kelembaban
proses, menggunakan selang spray agar perata. Hentikan penyiraman untuk
tumpukan yang telah berumur 5 minggu atau dua minggu sebelum panen.
12. Pemantauan. Agar masalah yang timbul dapat diantisipasi sedini mungkin,
pemantauan sangat penting. Terutama terhadap suhu, pH, tekstur, warna, bau, dan
populasi lalat. Gunakan alaat soil tester untuk kontrol pH dan kelembaban dan
termometer untuk kontrol suhu.Bila pH rendah taburi bubuk kapur untuk
menetralkan pH. Hasil pemantauan dicatat dengan rapi

6
.
13. Pemanenan dan pengayakan. Produk kompos matang perlu diayak agar berukuran
halus sesuai kemudahan penggunaan.
14. Pengemasan dan penyimpanan. Jika ingin dijual, kompos halus dapat dikemas
sesuai volume yang diinginkan dan diberi informasi tentang nama kompos, bahan
baku, produsen kompos, dan kegunaannya untuk tanaman. Setelah dilemas dapat
disimpan dalam gudang yang terlindung dari panas matahari dan hujan.
15. Pemantauan atau monitoring penting dilakukan untuk memastikan proses
komposting berjalan dengan baik, terutama pada 6 minggu pertama. Perlengkapan
yang diperlukan diantaranya termometer yang mampu mengukur hingga 100
derajat Celcius, sarung tangan karet, dan sekop.

16. PARAMETER YANG PERLU DIPANTAU DIANTARANYA:


Suhu
- Proses komposting ditandai dengan peningkatan suhu yang mampu mencapai
70ºC. Untuk memastikannya, gunakan termometer dengan hati-hati untuk
mengukur suhu sampah organik dalam komposter. Pengukuran sebaiknya
dilakukan sejak minggu pertama, dan dilanjutkan paling tidak dua kali
seminggu hingga minggu ke-6. Jika suhu tidak lebih dari 30 ºC, kemungkinan
besar proses komposting tidak terjadi. Hal ini dapat disebabkan kelembaban
yang berlebihan, atau jumlah sampah organik yang terlalu sedikit.

Kelembaban

- Memantau kelembaban dilakukan dengan mengambil segenggam sampah


organik dalam komposter yang sedang diproses lalu diremas, jika keluar air
dari sela-sela jari maka kadar airnya berlebih. Jika tanah yang digenggam
menjadi hancur berarti kompos terlalu kering. Untuk praktek ini memakai alat
Soil Tester

pH

pH selama proses pengomposan pun perlu dipantau. Kiaran pH kompos yang


optimal adalah 6,0-8,0. Jika pH terlalu tinggi atau terlalu basa, konsumsi

7
oksigen akan naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan,
selain itu pH yang tinggi juga akan menyebabkan unsur nitrogen dalam bahan
kompos berubah menjadi amonia (NH3). Sebaliknya dalam keadaan asam akan
menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Pemberian abu dapur, kapur,
serta pembalikan kompos mempunyai dampak netralisasi keasaman.

Larva dan bau

- Perhatikan kondisi sampah organik yang sedang diproses, apakah terdapat


larva atau belatung yang disertai bau yang tidak enak atau tidak. Jika ya, maka
mungkin kondisi terlalu lembab atau sampah yang masuk sudah dihinggapi
lalat. Bau yang timbal mungkin disebabkan kurangnya aerasi atau pembalikan
dan pengadukan sehingga proses biologis yang terjadi menghasilkan gas yang
berbau.
- Jangan lupa, setelah memantau kompos, cuci tangan pakai sabun! Untuk
melihat cara cuci tangan yang benar, serta waktu-waktu penting untuk cuci
tangan pakai sabun, lihatlah lampiran yang ada pada akhir buku ini.
- Pemantauan juga sebaiknya dilakukan terhadap kompos yang telah dihasilkan,
baik kualitasnya maupun kuantiítas atau jumlahnya. Kualitas kompos dari
sampah rumah tangga telah dibuat standard, yaitu Standar Nasional Indonesia
atau SNI No. 19-7030-2004. Untuk mengetahui kualitas kompos apakah sudah
sesuai standar atau belum, perlu dilakukan uji laboratorium.

BAB V PENUTUP

Akhir dari Praktek Pembuatan Kompos ini diharapkan mahasiswa memahami prinsip
komposting, memahami prosedur dan tata cara pembuatan kompos dan mampu
melakukan pembuatan kompos secara benar dan baik, sehingga mendapatkan
pengalaman belajar yang tuntas tentang pengolahan sampah.

8
1. Sumber kepustakaan
a. Ellina, S,Pandebesie, 2008, MT”Teknik Pengelolaan Sampah” (diktat)
b. Erni Damanhuri , Prof, dan DR.Tri Padmi,2010 Diktat Pengelolaan Sampah, Prodi
Teknik Lingkungan, Fak Tek Sipil dan Lingkungan , ITB, Bandung, 2010

c. Lubis, Padopotan ,1999, Teknis Pengelolaan Sampah Padat, Medan (unpublihed).


d. Madelan, M.Sc, 2009,Sistem Pengelolaan Sampah “, Poltekkes Makasar.
e. Pusdiknakes, 1985,”Pedoman Bid Studi Pengelolaan Sampah Padat bagi Mahasiswa
APK-TS Dep Kes RI.

f. Sukanto Hadisuwito, 2008, Membuat Kompos Cair, Agromedia.


g. Tchobanoglus, George, H.Theisen, R. Eliasesn, 1977 “ Solid Wastes Engineering
Priciples and Management Issusues, Mc Graw Hill, New York.

9
LAMPIRAN 1

DAFTAR : BAHAN DAN C/N RATIO

NO BAHAN C/N Ratio % Gram Gram


SAMPAH berat/berat Kelembaban C/100 gr N/100 gr
bahan bahan
sampah basah
1 Rumput Potong 20 85 6 0.3
2 Rumput liar 19 85 6 0.3
3 Daun 60 40 24 0.4
4 Kertas 170 10 86 0.2
5 Sampah buah 35 80 8 0,2
6 Sampah makanan 15 80 8 0.5
7 Serbuk gergaji 450 15 34 0.08
(kayu)
8 Kotoran ayam (tdk 7 20 30 4.3
termasuk feses)
9 Feses ayam 10 30 25 4,3
10 Jerami 100 10 36 0.4
11 Kotoran lembu 12 50 20 1.7
12 Urine manusia - - - 0.9 (per
100 ml)

10
LAMPIRAN 3
DAFTAR PENGAMATN RUTIN PROSES KOMPOSTING
TGL SUHU KELEMB pH Bau Warna Perlakuan
ABAN

4. Suhu

SUHU

pH

.
ProSUses pSraian materi organik oleh
mikroba menyebabkan suhu yang c

11
LAMPIRAN 4 OUT LINE LAPORAN

BAB I PENDAHULUAN.
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PRAKTIKUM
C. MANFAAT PRAKTIKUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.


A. JENIS SAMPAH
B. PROSES PENGOLAHAN SAMPAH
C. PRINSIP KOMPOSTING
D. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPOSTING

BABIII BAHAN DAN ALAT


A. ALAT UNTUK PEMBUATAN KOMPOS
B. BAHAN UNTUK PEMBUATAN KOMPOS
C. PROSEDUR PEMBUATAN KOMPOS

BAB IV HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN


A. HASIL PENGAMATAN KOMPOSTING
B. PEMBAHASAN.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

12

Anda mungkin juga menyukai