Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN

JUDUL PROGRAM
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN TANAMAN JARAK PAGAR
(JATROPHA CURCAS L.) TERHADAP RADANG MUKOSA
MULUT MENCIT

Diusulkan oleh:
Febriansyah Muh. Ashar C11116080

UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1.Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3.Tujuan Penelitian .................................................................................................. 3
1.4.Manfaat Penelitian ................................................................................................ 3
BAB II TINJAUN PUSTAKA ....................................................................................... 4
2.1.Radang Mukosa Mulut .......................................................................................... 4
2.2.Radang................................................................................................................... 4
2.2.1. Mekanisme radang .................................................................................... 4
2.2.2. Macam-Macam Sel Radang ...................................................................... 5
2.3.Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) .......................................................................... 8
2.3.1. Morfologi Tumbuhan ................................................................................ 8
2.3.2. Kandungan Kimia ..................................................................................... 9
2.4.Kerangka Teori.................................................................................................... 10
2.5.Kerangka Konsep ................................................................................................ 10
2.6.Hipotesis.............................................................................................................. 10
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 11
3.1. Desain Penelitian ................................................................................................ 11
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................ 11
3.3. Instrumen Penelitian........................................................................................... 11
3.4. Populasi dan Sample .......................................................................................... 11
3.5. Kriteria Inklusi ................................................................................................... 11
3.6. Kriteria Ekklusi .................................................................................................. 11
3.7. Metode Kerja...................................................................................................... 12
3.8. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................. 13
3.9. Cara Penafsiran Hasil ......................................................................................... 13
3.10. Penyimpulan Hasil ........................................................................................... 13
3.11. Alur Penelitian ................................................................................................ 14
BAB IV ANGGARAN DAN JADWAL KEGIATAN ................................................ 15
4.1. Anggaran dana ................................................................................................... 15
4.2. Jadwal Kegiatan ................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 16

ii
ABSTRAK
Radang mukosa mulut sering terjadi biasanya berupa bercak putih
kekuningan dengan permukaan agak cekung dan dikelilingi tepi kemerahan, serta
sakit. Terapi radang mukosa mulut pada dasarnya ditujukan untuk menekan
peradangan, mengurangi rasa perih dan mempercepat penyembuhan. Pada
pemeriksaan histopatologi ditemukan adanya infiltrasi sel-sel radang seperti sel
polimorfonuklear (PMN) dan sel-sel fagosit mononuclear. Tanaman jarak pagar
(Jatropha Curcas L.) mengandung bahan-bahan yang dapat mengobati radang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan jumlah makrofag pada
radang mukosa mulut tikus yang diberikan ekstrak daun jarak pagar.
Penelitian dilakukan dengan rancangan eksperimental (post only group
design), terdiri dari tiga kelompok, yaitu kelompok control positif, kelompok
control negatif dan kelompok perlakuan. Kelompok control negative mendapat
pemberian makan dan minum standar, kelompok control positif mendapat
pemberian hydrogen peroksida saja, dan kelompok perlakuan dengan pemberian
hydrogen peroksida dan ekstrak daun jarak pagar. Jumlah sel radang makrofag
akan diperiksa dengan mikroskop. Hasil penelitian ini akan dianalisis dengan uji
one way anova untuk mengetahui adanya perbedaan antara kelompok pada taraf
signifikan 95%. Apabila uji oneway anova menunjukkan perbedaan yang
bermakna maka dilanjutkan dengan uji lanjut post Hoc Duncan untuk mengetahui
kelompok perlakuan yang berbeda signifikan dibandingkan kelompok perlakuan
lainnya. Pengolahan data dilakukan menggunakan program software SPSS.

Kata Kunci: radang mukosa mulut, makrofag, daun jarak pagar

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional bukanlah hal yang baru, dan
telah dikenal masyarakat secara luas sejak zaman dahulu. Dewasa ini penggunaan
obat-obatan yang berasal dari tanaman, banyak diminati oleh kalangan
masyarakat, meskipun telah banyak beredar obat jadi yang merupakan senyawa
sintesis. Hal ini dibuktikan dengan adanya kecenderungan masyarakat global
untuk kembali ke alam (back to nature) dalam bidang penyediaan obat-obatan.
Obat Bahan Alam Indonesia dibedakan menjadi Jamu (obat tradisional), Obat
Herbal Terstandar (OHT), dan Fitofarmaka. Jamu (obat tradisional) adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. OHT adalah
sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik, dan bahan bakunya telah distandarisasi. Fitofarmaka
adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, dan bahan baku serta produk
jadinya, telah distandarisasi. Sebagian besar obat tradisional yang beredar masih
diragukan khasiat dan keamanannya, karena belum disertai dukungan penelitian
ilmiah, sehingga saat ini banyak dilakukan pengembangan dan penelitian obat-
obatan yang berasal dari bahan alam, dan pengembangan tersebut setidaknya
dilakukan ke arah OHT (BPOM RI, 2005).
Banyak tanaman yang digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit. Misalnya
untuk pengobatan sariawan. Masyarakat sering menggunakan getah pohon jarak
pagar (Jatropha curcas L.) sebagai obat untuk sariawan. Tanaman jarak pagar
termasuk famili Euphorbiaceae. Nama Jatropha curcas berasal dari bahasa
Yunani jatros (dokter) dan tropha (makanan), yang menyatakan kegunaan jarak
pagar dalam bidang pengobatan, sedangkan nama curcas adalah nama umum
untuk biji obat pencahar di Malabar, India. Jarak merupakan tanaman tahunan
yang tahan kekeringan, mampu tumbuh cepat dan kuat di lahan yang beriklim
panas, tandus, dan berbatu. Kondisi pH tanah yang sesuai dengan tanaman ini
berkisar antara 5 – 6,5. Jarak pagar dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian
0 – 800 m di atas permukaan laut, dan suhu rata-rata berkisar antara 25 – 350C.

1
Pada fase pertumbuhan vegetatif (pertumbuhan batang dan daun), tanaman
menghendaki suhu rendah, namun pada saat pembungaan dan pembuahan
menghendaki suhu tinggi (Sarimole dkk, 2009).
Di sisi lain, jarak pagar juga penting bagi kesehatan. Secara tradisional getah
jarak dipakai untuk obat sakit gigi. Selain itu, jarak pagar juga digunakan untuk
obat malaria, rematik, dan nyeri otot. Sedangkan akar jarak dapat digunakan
sebagai penawar racun ular (Anonim, 2010). Jika dilukai, setiap bagian tanaman
mengeluarkan getah yang tempo dulu dimanfaatkan untuk mencuci. Getah ini
mengandung alkaloid disebut jatrophine yang dimanfaatkan sebagai obat luka,
sakit kulit, dan rematik. Getah jarak bersifat antimikroba dan dapat digunakan
untuk mengatasi sakit gigi karena gigi berlubang (Hariyono dan Soenardi, 2005).
Selain itu, getah jarak pagar juga dapat digunakan sebagai obat sariawan (Sudirga,
2008).
Sariawan merupakan salah satu keadaan yang sering terjadi secara berulang pada
mukosa mulut seseorang, dapat dikatakan bahwa setiap orang pasti pernah mengalami
sariawan baik yang ringan maupun yang berat sampai sariawan tersebut mengganggu
fungsi fisiologis. Gangguan ini dapat menyebabkan seseorang penderita mengalami
gangguan bicara, mengunyah, menelan bahkan kelainan ini dapat mengakibatkan
menurunnya kondisi tubuh bila terjadi dalam waktu yang lama dengan frekuensi
kejadian yang sering (Fitriana dkk, 2005).
Di kalangan masyarakat terdapat sekelompok orang yang hampir secara rutin
mengalami sakit berupa luka-luka di dalam mulutnya. Kalangan masyarakat awam
menyebutnya dengan nama sariawan atau panas dalam. Sedangkan dari kalangan
medis penyakit ini dikenal dengan nama Stomatitis Aftosa Rekuren atau SAR
(Haikal, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh
ekstrak daun jarak pagar (Jatropha curcas L.) terhadap proses penyembuhan radang
mukosa mulut mencit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan adalah apakah ekstrak daun
jarak pagar (Jatropha curcas L.) mempunyai efek pada radang mukosa mulut mencit?

2
1.3 Tujuan Penelitian
 Tujuan umum
Untuk mengetahui efek ekstrak daun jarak pagar terhadap radang mukosa
mulut mencit
 Tujuan khusus
Untuk mengetahui efek ekstrak daun jarak pagar dalam menurunkan
jumlah makrofag terhadap radang mukosa mulut mencit
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan hasil penelitian pendahuluan ini dan setelah melalui penelitian lebih
lanjut, diharapkan dapat memberikan informasi efek dari daun jarak pagar
(Jatropha curcas L.) pada radang mukosa mulut dan mendorong penelitian lebih
lanjut terhadap tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) sehingga dapat
dikembangkan formulasi ke arah Obat Herbal Terstandar.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radang Mukosa Mulut
Radang mukosa mulut atau stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa
mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak ini dapat berupa bercak
tunggal maupun berkelompok. Radang mukosa mulut dapat menyerang selaput
lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi serta langit–langit dalam
rongga mulut (Scully, 2006). Munculnya radang mukosa mulut ini disertai rasa
sakit dan merupakan penyakit mulut yang paling sering ditemukan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% dari populasi menderita penyakit ini,
dan wanita lebih mudah terserang dibandingkan pria (Scully, 2006).
2.2 Radang
Radang adalah reaksi setempat dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu
rangsang atau injury (Sudiono dkk., 2003). Pada penelitian yang akan peneliti
lakukan, radang dibuat melalui iritasi dengan hidrogen peroksida yang
diaplikasikan ke mukosa mulut tikus. Dengan bantuan enzim tertentu bahan ini
akan memecahkan membran sel epitel sehingga dapat menyebabkan kematian sel.
Bila kematian sel yang terjadi tidak diimbangi oleh proses regenerasi, maka
lapisan sel akan mengalami penipisan. Hal ini akan memudahkan oksigen
menembus lapisan epitel dan masuk ke submukosa, sehingga proses kerusakan
jaringan akan berlanjut (Sulistiawati, 2011).
2.2.1Mekanisme Radang
Perubahan vaskuler pada radang yaitu dapat terjadi proses berupa perubahan
pembuluh darah dengan dilatasi arteri lokal sehingga aliran darah bertambah yang
disusul dengan perlambatan aliran darah sehingga sel darah putih akan berkumpul
sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Hal ini menyebabkan
dinding pembuluh darah semakin lama menjadi longgar sehingga memungkinkan
sel darah putih untuk keluar. Dan sel darah putih disini bertindak sebagai sistem
pertahanan untuk menghadapi serangan benda asing. Proses lain yang terjadi
adalah pembentukan cairan inflamasi yaitu dengan peningkatan permeabilitas
kapiler pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein
plasma ke dalam jaringan yang disebut eksudasi, cara ini yang menjadi dasar

4
pembengkakan sehingga terjadi tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga
terasa nyeri(Price &Wilson, 2005)
2.2.2Mediator Kimia Radang
Mediator kimia merupakan faktor–faktor kimia yang berhubungan dengan
radang. Perubahan pada vaskular dan selular yang terjadi dapat disebabkan oleh
efek langsung dari iritan, namun sebagian besar terutama karena adanya
bermacam–macam zat yang disebut mediator kimia. Ada beberapa kelompok
mediator kimia, antara lain:
1. Amina vasoaktif: histamin dan serotonin.
2. Protease: plasmin, kalikrein, dan bermacam–macam faktor permeabilitas.
3. Polipeptida: bradikinin, kalidin dan leukotaksin, kinin peptida lanilla, dan
polipeptida lain baik asam maupun basa.
4. Asam nukleat dan derivatnya: lymph node permeability factor (LNPF).
5. Asam lemak larut: lysolecithin, slow–reacting substance anaphilaxis (SRS–A),
dan prostaglandin.
6. Lisosom: enzim lisosom, dan protease
7. Toksin bakteri, kompleks antigen–antibodi, faktor–faktor dari sistem
komplemen, penghancuran produk−produk DNA dan RNA (Robbins &
Kumar, 2010).
2.2.3Macam–Macam Sel Radang
Sel eksudat yang terkumpul di daerah yang mengalami iritasi sebagian berasal
dari darah atau hematogen dan sebagian lagi berasal dari jaringan atau histogen.
Plasma darah yang keluar dari pembuluh darah memungkinkan terjadinya
pembentukan fibrin dan sel yang bergerak dari jaringan semuanya berkumpul
pada daerah yang mengalami iritasi. Komponen inilah yang membentuk eksudat
radang. Beberapa tipe sel yang mengambil bagian dalam proses radang yaitu sel
PMN atau granulosit yang terdiri dari neutrofil, eusinofil dan basofil, limfosit,
monosit atau makrofag, dan sel plasma. Jumlah normal sel leukosit di dalam darah
berkisar 5000−8000/ml3 (Avery & Chiego, 2006).
Neutrofil : 55−65% dari jumlah sel darah putih.
Limfosit : 20−35% dari jumlah sel darah putih.
Monosit : 3−7% dari jumlah sel darah putih.

5
Eusinofil : 1−3% dari jumlah sal darah putih.
Basofil : 0−1% dari jumlah sel darah putih.
Beberapa komponen diatas memiliki karakterisitik dan peran yang berbeda
diantaranya sebagai berikut:
1. Neutrofil
Ketiga sel polimorfonuklear leukosit dibedakan satu sama lain karena adanya
granula yang dijumpai dalam sitoplasmanya. Biasanya yang dimaksud dengan
polimorfonuklear (PMN) adalah sel neutrofil, walaupun basofil dan eosinofil
juga termasuk dalam sel PMN. Sel netrofil yang masih muda, tidak bersegmen
dan jumlahnya hanya sedikit, yaitu 3−6% dari seluruh leukosit dewasa. Sel
dewasa mempunyai inti bersegmen dengan bentuk bermacam–macam, seperti
kacang, tapal kuda dan lain–lain. Segmen atau lobus dari inti berkisar 2−4
buah. Granula di dalam sitoplasma berukuran kecil, nampak hanya sebagai
bintik–bintik kecil saja dengan ukuran 10−12 mikron. Dengan pewarnaan
metilen biru– eosin tidak memberikan warna merah maupun biru, karena itu
disebut neutrofil(Sudiono dkk., 2003; Sulistiawati, 2011)
2. Eosinofil
Disebut demikian karena sitoplasmanya mengandung granula yang kasar dan
berwarna merah terang. Bentuk dan besarnya mirip dengan neutrofil, tetapi
intinya lebih sederhana, sering hanya berlobus dua. Sel ini terlihat dalam
sirkulasi darah hanya beberapa jam dan cepat sekali tertarik untuk bermigrasi
ke jaringan dengan meningkatnya konsentrasi histamin yang terlepas. Sel ini
dibentuk dalam sumsum tulang dan dilepaskan dalam aliran darah jika
diperlukan. Peningkatan jumlah sel ini dalam darah dapat disebabkan karena
infeksi parasit. Sejumlah besar sel ini dapat dijumpai dalam jaringan di mana
terdapat parasit. Juga dapat dijumpai dalam jumlah besar pada penyakit asma
bronkial. Pada kedua keadaan ini, adanya eosinofilia mungkin karena adanya
reaksi terhadap protein asing. Eosinofilia yang terjadi dalam jaringan maupun
di dalam pembuluh darah sering berhubungan dengan reaksi alergi. Jika sel ini
pecah, akan melepaskan histamin yang menyebabkan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga banyak antibodi yang keluar dan berguna untuk
menetralisasi antigen. Fungsi eosinofil masih belum jelas, walaupun daya

6
kemotaksisnya dan fagositosisnya seperti neutrofil. Bila trombosit, basofil,
eosinofil, dan sel mast pecah akan mengeluarkan histamin (Sudiono dkk.,
2003; Sulistiawati, 2011).
3. Basofil
Dengan pewarnaan jaringan, sel ini nampak bergranula, kasar dan berwarna
biru kehitaman, karena itu disebut basofil. Mirip neutrofil dan jarang dijumpai
dalam sirkulasi darah, dapat berasal dari sel mast yang banyak dijumpai di
sekitar pembuluh darah dan merupakan sumber utama dari histamin atau
heparin. Kedua mediator kimia ini dilepaskan jika sel mast dan basofil hancur,
dan kedua zat ini memegang peranan dalam pengontrolan radang (Sudiono
dkk., 2003; Sulistiawati, 2011).
4. Limfosit
Sel limfosit lebih kecil dari sel PMN, tetapi lebih besar dari sel darah merah.
Besarnya sekitar 8−10 mikron, didominasi oleh nukleus yang besar dan bulat
yang mengandung kromatin padat, sedangkan sitoplasmanya hanya sedikit.
Nukleusnya pucat dan tidak bergranul. Sel ini dibentuk dalam limfonodus dan
kadang−kadang pada folikel limfoid yang kecil misalnya pada tonsil, usus
halus dan sumsum tulang. Di dalam jaringan sel ini terdapat pada radang
kronis dalam jumlah yang meningkat. Gerakannya jauh lebih lambat sehingga
baru terlihat jelas pada radang kronis. Umurnya hanya 4−5 hari. Jumlahnya
juga meningkat pada penyakit tertentu yang berhubungan dengan reaksi
radang, misalnya tuberkulosis dan infeksi mononukleosis. Fungsi utama sel ini
adalah melepaskan zat antibodi. Akan tetapi masih diperdebatkan apakah sel
ini memang memproduksi zat tersebut ataukah hanya mentransformasikan ke
daerah cidera. Sirkulasi dari sel ini juga dipengaruhi oleh hormon steroid
adrenal. Pada keadaan tertentu, sel ini dapat berubah menjadi mononukleus
dengan daya fagositosis yang besar seperti makrofag jaringan (Sudiono dkk.,
2003; Sulistiawati, 2011).
5. Mononuklear fagosit (monosit)
Dikenal dua golongan mononuklear fagosit yaitu:
a. Makrofag jaringan
b. Monosit darah.

7
Nama lain dari makrofag adalah histiosit, plasmatosit, sel retikuloendotelial.
Retikuloendotelial merupakan sel yang melapisi sinus dari kelenjar getah
bening, sumsum tulang, dan limfe. Makrofag yang melapisi sinus dari sel hati
disebut kupfer. Makrofag biasanya lebih panjang umurnya dibanding sel
PMN, yaitu beberapa minggu hingga beberapa bulan dan dijumpai pada
jaringan. Monosit darah juga dapat berubah menjadi makrofag. Dengan
pulasan darah kering, nukleusnya nampak seperti biji kacang atau bentuk
ginjal, disekitarnya ada granula kecil, sedang sitoplasmanya berwarna abu–
abu seperti tampak pada gambar 2. Besar monosit 17−20 mikron. Fungsi
utama kedua sel ini adalah fagositosis. Selain itu, morfologi kedua sel ini
saling berhubungan erat sekali, meski sumber dan pemunculannya berbeda
tempat. Kedua sel ini penting sebagai daya pertahanan tubuh. Baik monosit
maupun makrofag merupakan daya pertahanan tubuh dan munculnya lebih
lambat dari sel neutrofil leukosit. Sel–sel ini masih dapat aktif pada pH 6.8
dimana pada pH ini PMN sudah mati karena keasaman bertambah. Sel RES
juga aktif pada saat radang akan beralih dari akut menjadi kronis (Sudiono
dkk., 2003; Sulistiawati, 2011).

2.3 Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)


2.3.1Morfologi Tumbuhan
Jarak pagar berbentuk semak besar dengan tinggi dapat mencapai lebih 5 m
(Heller, 1996), sistem percabangan tidak teratur, batangnya berkayu berbentuk
silindris, dan bergetah (Henning, 2004). Kulit batangnya berwarna keabu-
abuan, apabila ditoreh, batang mengeluarkan getah seperti lateks yang
berwarna putih atau kekuning-kuningan. Daun jarak pagar cukup besar, panjang
helai daun berlisar antara 6 – 16 cm dan lebar 5 – 15 cm. Helaian daun
berbentuk bulat telur dengan pangkal berbentuk jantung, bersudut atau berlekuk
3 – 5, dan tepi daun gundul antara 3,5 – 15 cm. Bunga jarak pagar muncul saat
tanaman mulai berumur 3 – 4 bulan. Bunga tersusun pada malai yang bercabang
melebar berupa bunga-bunga tunggal. Panjang tangkai bunga antara 6 – 23 mm.
Daun kelopak berjumlah 5 helai, berbentuk bulat telur, dengan ukuran panjang 4
mm. Bunga berbentuk lonceng dengan mahkota bunga berjumlah 5 helai. Bunga
terdiri atas bunga jantan dan bunga betina (Sinaga, 2005).

8
2.3.2Kandungan Kimia
Selain minyak untuk bahan bakar (biofuel), jarak pagar juga mengandung
senyawa yang dapat dijadikan obat diantaranya senyawa fenol, flavonoid,
saponin, dan senyawa alkaloid. Sudibyo (1998) melaporkan bahwa daun jarak
pagar mengandung kaemfeserol, sitesterol, stimosterol, amirin, dan torakserol.
Kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam jarak menurut (Zasa,
2012), yaitu:
1. Biji mengandung zat kimia minyak jarak (oleum ricini/kastrolo) yang
mengandung berbagai macam trigliserida, asam palmitat, asam risinoleat,
asam oleat, dan asam linileat. Selain itu juga mengandung alkaloida risinin
dan beberapa macam enzim diantaranya enzim lipase dan β- glukosa yang
memiliki aktifitas antifungi, toksalbumin, dan curcin yang memiliki
aktivitas sebagai antifungi dan juga bermanfaat sebagai anti kanker.
Ampas dari bijinya juga diperas, minyaknya mengandung nitrogen, fosfat,
dan kalsium. Minyak jarak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat
biodiesel.
2. Daun mengandung saponin, senyawa flavonoida antara lain
kaempferol, nikotoflorin, kuersitin, astragalin, risinin, dan vitamin C.
3. Akar mengandung meta trans – 2 dekana – 4, 6, 8 – trinoat dan 1 –
tridekana 3, 5, 7, 9, 11 – pentin – beta – sitosterol.
4. Ekstrak kulit batang jarak juga banyak kandungannya, diantaranya
saponin, steroid, tannin, glikosida, alkaloida, dan flavonoid.
5. Getahnya mengandung tannin, saponin, dan flavonoid.

9
2.4 Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep

Ekstrak daun jarak Jumlah sel makrofag


pagar mukosa mulut mencit

2.6 Hipotesis
Pemberian ekstrak daun jarak pagar menurunkan jumlah makrofag pada
radang mukosa mulut mencit.

10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Tipe penelitian ini adalah eksperimental menggunakan metode post only
group design yang menggunakan mencit jenis Balb/c sebagai subjek penelitian
3.2 Waktu dan Tempat Penelitan
Dilakkan pertengahan tahun 2019 di Laboratorium Farmakologi Universitas
Hasunuddin.
3.3 Instrumen
3.3.1 Alat
Timbangan digital mencit, Kandang mencit, Pelumat (ulekan), oven, blender,
Microbrush (diameter 2 mm), cotton bud, Saringan, Mikroskop, Spoit 1cc.
3.3.2 Bahan
Mencit Balb/c berat 20 gram-25gram , Anastesi seperti Xylonor dan Chloroform,
daun jarak pagar 2,5 kg, Hidrogen peroksida (H2O2) 30%, air suling , Makan
strandar mencit dan minum ad libitum, etanol 70%, methanol 96%, methylin blue,
Cat Harris Hematoxcylin-Eosin.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi target dari penelitian ini adalah Mencit jenis Balb/c Semua tikus
diberi makanan standar setiap harinya, dengan periode waktu 12 jam
untuk setiap pergantian siang dan malam. Populasi terjangkau dari
penelitian ini adalah seluruh Mencit Balb/C yang telah dikumpulkan dan
ikut serta dalam proses percobaan.
3.4.2 Sample
Sampel dalam penelitian ini adalah mencit BALB/c yang memenuhi
kriteria inklusi , serta tidak memiliki kriteria eksklusi . Sampel penelitian akan
dipilih dengan menggunakan teknik no probabel sampel purposive . Penelitian
ini menetapkan 3 kelompok perlakuan. Menurut rumus Federer didapatkan r≥5
maka jumlah pengulangan yang diambil adalah 6. Dengan demikian, jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah : t x r : 6 x 3 = 18 sampel.
3.5 Kriteria Inklusi
1. Mencit betina
2. Umur 6 – 8 minggu
3. Berat badan 20 - 25 gram
3.6 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu sample tidak memenuhi criteria
inklusi dan sample mati dalam masa percobaan penelitian

11
3.7 Metode Kerja
3.7.1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Coba
Semua hewan coba diadaptasikan selama 7 hari di Laboratorium
Farmakologi Universitas Hasanuddin, kemudian dikelompokkan menjadi dua
kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit.
 Kelompok control negative → tidak diberikan perlakuan apapun, hanya
mendapatkan makan standar dan minum ad libitum
 Kelompok perlakuan → diolesi dengan hydrogen peroksida 30% dengan
menggunakan mikrobrush pada jaringan mukosa labial dan diberikan
ekstrak daun jarak pagar
 Kelompok control positive → diolesi dengan hydrogen peroksida 30%
dengan menggunakan mikrobrush pada jaringan mukosa labial saja.
1.7.2 Pengolahan dan Ekstraksi Daun Jarak
Komponen bioaktif yang terkandung dalam daun jarak didapatkan melalui
proses ekstraksi. Sebelum diolah, daun jarak terlebih dahulu dibuat dalam bentuk
tepung. Tahapan pengolahannya adalah sebagai berikut : daun jarak dibersihkan,
lalu dikeringanginkan selama 30-36 jam, kemudian dikeringkan dengan oven
selama 6 jam pada suhu 45°C. Daun yang telah dioven, digiling sehingga
menghasilkan serbuk yang berukuran 60 mesh. Sample yang telah berbentuk
serbuk itu diekstraksi dengan teknik maserasi. Pelarut yang digunakan adalah
metanol dan air. Perbandingan tepung daun jarak yang digunakan dengan metanol
adalah 1:3, sedangkan perbandingan tepung daun jarak dengan air adalah 1:7.
Campuran yang dihasilkan diaduk-aduk selama 2 jam kemudian didiamkan
selama 12 jam. Selanjutnya hasil ekstraksi dipisahkan dengan penyaringan. Hasil
saringan diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai metanol 96%
dan air yang terdapat di dalam campuran hilang, kemudian dikeringkan dengan
oven pada suhu 60°C sampai didapatkan bentuk ekstrak yang kering (Harborne,
1987). Kemudian dimaserasi dengan etanol 70% selama 3x24 jam . Maserat
yang didapat lalu diuapkan di atas penangas air (waterbath) sehingga
didapatkan ekstrak kental . Kemudian lakukan pengenceran dari esktrak kental
yang didapat dengan konsentrasi 40% ( 4 ml ekstrak dan 6 ml Aquades ).
3.7.3 Penentuan Kelompok
Mencit di adaptasikan terlebih dahulu selama 7 hari di Laboratorium
Farmakologi Universitas Hasanuddin. Setiap Mencit ditempatkan dalam satu
kandang. Kandang diletakkan pada ruangan dengan ventilasi udara yang cukup
dan suhu udaraberkisar 25-28°C. Mencit diberi makan berupa makanan standard
dan diberi minum air.
. Sehari sesudah adaptasi selesai, Mencit Balb/c mendapat pengolesan
hidrogen peroksida 30% dengan menggunakan mikrobrush pada jaringan mukosa
labial mulut 1 kali 5 menit sebanyak 2 kali tiap hari selama 6 hari berturut-turut
bertujuan untuk membuat radang.
3.7.4 Pemeliharaan Hewan Coba
1. Pemeliharaan hewan coba sebelum intervensi:

12
 Dilakukan fase adaptasi selama kurang lebih 7 hari, hal ini dilakukan
untuk membuat hewan coba dapat menyesuaikan diri dengan tempat
barunya agar hewan coba merasa nyaman. Diberikan makanan standar
setiap harinya, dengan periode waktu 12 jam untuk setiap pergantian
siang dan malam.
2. Pemeliharaan hewan coba selama intervensi:
 Dilakukan induksi menggunakan H2O2 selama 6 hari menggunakan
cotton buds dengan cara mengoleskan pada bibir hewan coba sebanyak 2
kali dengan interval 5 menit dalam satu hari.
 Dilakukan pemberian ekstrak daun jarak pada hari ke 7 selama 3 hari,
dengan cara yang sama namun pada pemberian ekstrak daun jarak
dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval 5 menit dalam satu hari.
 Selama perlakuan makan dan minum tetap diberikan seperti biasa.
3. Pemeliharaan hewan coba setelah intervensi:
 Pada hari ke 10 hewan coba di terminasi dengan cara pemberian anastesi
chloroform pada kapas yang telah disiapkan dalam wadah yang kedap
udara, di tutup selama 3 menit, setelah itu masukkan hewan coba ke dalam
wadah tersebut kurang lebih 2 menit sampai tidak lagi dapat mengangkat
tubuhnya atau berdiri dan terlihat pucat pada sekujur tubuhnya, kemudian
dilakukan cervical dislocation pada hewan coba. Namun pada kondisi
tertentu tanpa harus dilakukan cervical dislocation hewan coba dapat
langsung mati.
3.8 Teknik Pengumpulan Data
Pada hari ke 10 semua hewan percobaan dilakukan dislokasi servikal
dengan anastesi menggunakan chloroform. Kemudian dibuat spesimen mukosa
labial rahang bawah, selanjutnya jaringan difiksasi dengan formaldehid 10% dan
dibuat sediaan mikroskopik. Untuk semua spesimen, pemotongan dengan
mikrotom dilakukan dengan ketebalan 5 mikron, diambil untuk diwarnai dengan
Harris Hematoxcylin Eosin. Perbandingan antar kelompok dilakukan dengan
pemeriksaan mikroskopik dengan pembesaran 400x dan masing–masing sediaan
dinilai dengan menghitung jumlah sel radang makrofag pada lima lapang pandang
pada setiap sediaan mikroskopis.
3.9 Cara Menafsirkan Hasil
Selanjutnya data yang diperoleh dianalisa dengan uji One Way Anova
untuk mengetahui adanya perbedaan antara kelompok pada taraf signifikan 95%.
Apabila uji oneway anova menunjukkan perbedaan yang bermakna maka
dilanjutkan dengan uji lanjut post Hoc Duncan untuk mengetahui kelompok
perlakuan yang berbeda signifikan dibandingkan kelompok perlakuan lainnya.
Pengolahan data dilakukan menggunakan program software SPSS.
3.10 Penyimpulan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan kandungan daun jarak yang sudah
diekstrak dapat menurunkan jumlah makrofag pada radang mukosa mulut mencit.

13
3.11 Alur Penelitian

14
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1.Anggaran Biaya
No. Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
1. Peralatan Penunjang 3.050.000
2. Bahan Habis Pakai 1.500.000
3. Perjalanan 500.000
4. Lain-lain 500.000
Jumlah 5.550.000
4.2.Jadwal Penelitian
BULAN
No. Jenis Kegiatan 1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan alat
dan bahan
2. Pengambilan
sampel daun
jarak pagar
3. Ekstraksi
sampel daun
jarak pagar
4. Perlakuan
hewan uji
5. Pengambilan
dan analisa
data
6. Pembuatan
laporan

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2010. Jarak Pagar (Jatropha curcas L), Potensi dan
Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.
2. Avery, J.K. dan Chiego,D.J. 2006. Essentials of Oral Histology And
Embryology: A Clinical Aproach. 3 ed. By Mosby, Inc. Hal 177-183.
3. Badan POM RI. 2005. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan
Pangan. Jejaring Promosi Keamanan Pangan dan Keamanan Pangan
Jajanan Anak Sekolah. Disampaikan pada Lokakarya Jejaring Promosi
Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah, Jakarta, 12 Mei 2005.
4. Fitriana, dkk. 2006. Perawatan Kesehatan Gigi Anak. Meagdeburg.
Kharisma.
5. Haikal, Mohammad. 2009. Aspek Imunologi Stomatitis Aftosa Rekuren.
6. Hariyono Dan Soenardi, Tumbuhan Untuk Pengobatan 87 Jenis Penyakit
Dengan Penanganan Herbal, PT Grasindo, Jakarta, 2005
7. Harborne. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan: K. Padmawinata, I. Sudiro. Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
8. Heller, J. 1996. Physic Nut (Jatropha curcas L.). Promoting the
conservation and use of underutilised and neglected crops. 1. Institute of
Plant Genetics and Crop Plant Research.Gatersleben/International Plant
Genetic Resources Institute, Rome. 66 pp.
9. Henning, R.K. 2004. The Jatropha System. Economy and dissemination
strategy. International Conference of Renewable Energy. Bonn, Germany,
1-4 June 2004.
10. Price, S.A. Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Alih Bahasa Brahm U Pendit dkk. Jakarta: EGC. Hal
57-71.
11. Robbins, S.L. & Kumar, V. 1995. Buku ajar patologi I.4th ed.(Staf
pengajar laboratorium patologi anatomik FK UI, penerjemah). Jakarta:
EGC (Buku asli diterbitkan 1987).
12. Sarimole, E. 2014. Manfaat Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Sebagai
Obat Tradisonal. Salatiga : Prosiding Seminar Nasional Raja Ampat.
13. Scully, C. 2006. Clinical Practise.Aphthous Ulceration. N. Engl J. Med
355(2): 165-172.
14. Sinaga, E. 2005. Jatropha curcas L. jarak pagar. 4 : 3. [Terhubung
berkala]. http://www.apjii.or.id/artikel/ttg
tanamanobat/unas/jarakpagar.pdf. [18 Januari 2006].
15. Sudibyo, B.R.A.M. 1998. Alam sumber kesehatan, manfaat, dan
kegunaan. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.
16. Sudiono, J. Kurniadi, B. Hendrawan, A. Djimantoro,B. 2003. Ilmu
Patologi. Editor Janti Sudiono, Lilian Yuwono-Jakarta: EGC. Hal 81-96.
17. Sudirga, S. 2012. Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Obat Tradisional di
Desa Trunyan Kecematan Kintamani Kabupaten Bangli. Skripsi. Fakultas
MIPA. Universitas Udayana, Bali.

16
18. Sulistiawati, N. 2011. “Pemberian Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe Vera)
Konsentrasi 75% Lebih Menurunkan Jumlah Makrofag Daripada
Konsentrasi 50% Dan 25% Pada radang Mukosa Mulut Tikus Putih
Jantan”(penelitian pendahuluan). Denpasar. Universitas Udayana.
19. Zasa, M. 2012. Manfaat Tanaman Jarak Pagar.
http://www.jarakpagarsumba.com/p/manfaattanaman-pagar.html.Diakses
2 Juli 2013.

17

Anda mungkin juga menyukai