Bangda-Bangwil1 20091008103033 2165 1 PDF
Bangda-Bangwil1 20091008103033 2165 1 PDF
Oleh :
DR. Ir. Dedi M. Masykur Riyadi2
2. Untuk itu, berdasarkan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah
disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang ditetapkan melalui
Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 sebagai acuan perencanaan
pembangunan nasional. RTRWN berfungsi sebagai pedoman untuk :
a. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional
b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar
wilayah serta keserasian antar sektor pembangunan
c. Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan oleh pemerintah dan atau
masyarakat
d. Penataan ruang wilayah propinsi dan kabupaten/kota.
4. Berdasarkan fungsi, ruang dibagi atas kawasan lindung, yaitu kawasan yang dapat
menjamin kelestarian lingkungan; dan kawasan budidaya, yaitu kawasan yang
pemanfaatannya dioptimasikan bagi kegiatan budidaya. Berdasarkan kegiatannya,
ruang dibagi atas dominasi kegiatan perkotaan, perdesaan dan tertentu. Termasuk
dalam kawasan tertentu antara lain adalah kawasan cepat/berpotensi tumbuh,
kawasan kritis lingkungan, kawasan perbatasan, kawasan sangat tertinggal, dan
kawasan strategis. Sedangkan berdasarkan administrasi, ruang dibagi atas ruang
wilayah nasional, propinsi, dan kabupaten/kota.
5. Pada intinya, ruang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang digunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat yang perlu dipelihara kelestariannya. Untuk itu
diperlukan pendekatan wilayah sebagai strategi pengembangan ruang yang
mengatur hubungan yang harmonis antara sumber daya alam, buatan, dan manusia
agar kinerja ruang meningkat untuk kesejahteraan masyarakat.
6. Krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi sejak dua tahun
yang lalu telah semakin membuka berbagai masalah ketimpangan pembangunan
antar daerah. Masalah tersebut antara lain adalah :
1
Disampaikan pada Acara Diseminasi dan Diskusi Program-Program Pengembangan Wilayah dan
Pengembangan Ekonomi Masyarakat di Daerah, Hotel Novotel, Bogor, 15-16 Mei 2000.
2
Kepala Biro Kewilayahan, Deputi Regional dan Sumberdaya Alam, Bappenas.
1
• Kurang berkembangnya propinsi-propinsi di Kawasan Timur Indonesia,
sementara di kawasan- kawasan cepat berkembang seperti pantai Utara Jawa
dan pantai Timur Sumatera terjadi polarisasi penduduk dengan berbagai
implikasi ekonomi dan sosialnya.
• Di kawasan-kawasan yang cepat berkembang tersebut kemudian berkembang
berbagai masalah lingkungan
• Di sisi lain, terdapat variasi yang besar pada kemampuan perangkat pemerintah
daerah dalam beradaptasi dengan perubahan-perubahan kekuatan pasar dan
global serta sistem nilai sosial yang berkembang cepat.
• Kegagalan-kegagalan implementasi berbagai program pembangunan sering
disebabkan oleh karena lemahnya koordinasi antar institusi baik di tingkat pusat,
daerah maupun antar pusat dan daerah, dan kurang fleksibelnya perencanaan
yang sering bersifat top-down .
Berbagai masalah ketimpangan ini secara parsial telah disadari sebagai kegagalan
pendekatan pembangunan selama ini yang dinilai sering sentralistis dan kurang
memperhatikan kondisi dan aspirasi daerah setempat dimana pembangunan
dlaksanakan.
11. Ada tiga indikator keberhasilan pengembangan wilayah yang dapat dilihat sebagai
kesuksesan pembangunan daerah. Indikator pertama adalah produktivitas, yang
dapat diukur dari perkembangan kinerja suatu institusi beserta aparatnya. Indikator
kedua adalah efisiensi, yang terkait dengan meningkatnya kemampuan
tekhnologi/sistem dan kualitas sumber daya manusia dalam pelaksanaan
pembangunan. Terakhir adalah partisipasi masyarakat, yang dapat menjamin
kesinambungan pelaksanaan suatu program di suatu wilayah.
12. Ketiga indikator keberhasilan tersebut terkait erat dengan faktor-faktor yang menjadi
ciri suatu wilayah dan membedakannya dengan wilayah lainnya seperti kondisi politik
dan sosial, struktur kelembagaan, komitmen aparat dan masyarakat, dan tingkat
kemampuan/pendidikan aparat dan masyarakat. Pada akhirnya, keberhasilan
pengembangan suatu wilayah bergantung pula pada kemampuan berkoordinasi,
mengakomodasikan dan memfasilitasi semua kepentingan, serta kreativitas yang
inovatif untuk terlaksananya pembangunan yang aspiratif dan berkelanjutan.