Anda di halaman 1dari 18

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSUD Undata Palu


Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFERAT PSIKIATRI
“ Anoreksia Nervosa“

DISUSUN OLEH :
DEWI KURNIA SARASWATI
N 111 17 118

PEMBIMBING KLINIK
dr. Dewi Suryani Angjaya, Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSD MADANI PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik dengan akibat psikologis

dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anorexia nervosa (AN) dan

bulimia nervosa (BN), merupakan penyakit kronis yang didefinisikan sebagai

gangguan perilaku makan atau perilaku dalam mengkontrol berat badan.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV)

mengklasifikasikan ada tiga jenis gangguan makan yaitu anorexia nervosa (AN),

bulimia nervosa (BN), dan binge-eating disorder (BED). AN ditandai dengan

keengganan untuk menetapkan berat badan normal, penyimpangan pandangan

terhadap tubuh, ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan perilaku makan yang

sangat terganggu. BN ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah yang besar

yang sering dan berulang-ulang, kemudian cuba memuntahkan kembali,

penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan (National

Institute of Mental Health. [1]

Diketahui jumlah pasien dengan gangguan makan telah meningkat secara

global sejak 50 tahun yang lalu. Di Amerika Serikat, dilaporkan satu hingga dua

juta wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk BN, dan 500,000 wanita

memenuhi kriteria diagnostik untuk AN (Academy for Eating Disorder, 2006).

Peningkatan ini berkaitan dengan kesadaran ekstrim tentang berat badan dan

tampilan fisik, kebanyakan dikalangan generasi muda [1]

Banyak penelitian yang beranggapan bahwa masalah yang mendasari lebih

bersifat psikologis daripada biologis, sebagian pakar mencurigai bahwa pengidap


anoreksia nervosa mungkin kecanduan opiate endongen yaitu bahan mirip morpin

yang diproduksi sendiri oleh tubuh yang diperkirakan dikeluarkan selama

kelaparan jangka panjang. [2]


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN

Menurut DSM-IV-TR, anoreksia nervosa dicirikan sebagai gangguan

yaitu menolak untuk mempertahankan berat badan normal minimal, rasa takut

yang hebat akan kenaikan berat badan, dan kesalahan menginterpretasikan

tubuh dan bentuknya yang signifikan. DSM-IV-TR juga mencatat bahwa istilah

anoreksia (“tidak ada nafsu makan”) menyesatkan, karena hilangnya nafsu

makan jarang terjadi pada tahap awal gangguan ini. Lebih lanjut, anoreksia

nervosa ditandai dengan gangguan citra tubuh yang menonjol dan terus

menerus mengejar kekurusan, sering sampai titik kelaparan. [3]

Kira-kira setengah orang-orang ini kehilangan berat badan secara

drastis dengan menguragi asupan total makanan, dan beberapa di antara

mereka mengikuti program olahraga yang berlebihan. Setengahnya lagi

berusaha melakukan diet berlebihan tetapi kehilangan kendali dan terus-

menerus makan sangat berlebihan diikuti dengan perilaku mengeluarkan

kembali. Beberapa pasien secara rutin mengeluarkan makanannya kembali

setelah memakan sedikit makanan. [3]

Munculnya penilaian dikalangan remaja putri bahwa standart tubuh saat

ini yang mementingkan penampilan fisik dengan bentuk tubuh yang kurus,

telah membuat remaja putri saat ini memiliki kepercayaan diri yang kurang,

remaja putri selalu menilai dirinya melalui kaca mata orang lain yaitu teman-

teman sepergaulannya. Yang memandang bahwa seseorang dikatakan menarik


jika memiliki tubuh yang kurus, tinggi dan langsing. Remaja putri merasa

kurang mampu menerima diri apa adanya, anggapan bahwa dengan memiliki

tubuh kurus akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan pergaulan

disekitarnya, menjadikan sebagai tantangan untuk melakukan diet walaupun

dengan cara ekstrim yang dapat membahayakan kesehatannya dan

menimbulkan kecenderungan anorexia nervosa. [4]

2.2 EPIDEMIOLOGI

Gangguan makan dalam berbagai bentuk telah dilaporkan pada sampai

4 persen pelajar remaja dan dewasa muda. Anoreksia nervosa telah

dilaporkan lebih sering terjadi pada beberapa decade belakangan ini

dibandingkan di masa lalu, dengan meningkatnya laporan gangguan pada

anak perempuan prapubertas dan pada laki-laki. Usia yang tersering untuk

onset gangguan adalah pada awal 20 tahun. Anoreksia nervosa diperkirakan

terjadi pada kira-kira 0.5 sampai 1 persen gadis remaja. Gangguan ini terjadi

10 sampai 20 kali sering pada wanita dibanding laki-laki. Prevalensi wanita

muda yang memilki beberapa gejala anoreksia nervosa tetapi tidak memenuhi

kriteria diagnostic diperkirakan adalah mendekati 5 persen. [3]

Munculnya penilaian dikalangan remaja putri bahwa standart tubuh

saat ini yang mementingkan penampilan fisik dengan bentuk tubuh yang

kurus, telah membuat remaja putri saat ini memiliki kepercayaan diri yang

kurang, remaja putri selalu menilai dirinya melalui kaca mata orang lain yaitu

teman-teman sepergaulannya. Yang memandang bahwa seseorang dikatakan


menarik jika memiliki tubuh yang kurus, tinggi dan langsing. Remaja putri

merasa kurang mampu menerima diri apa adanya, anggapan bahwa dengan

memiliki tubuh kurus akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan

pergaulan disekitarnya, menjadikan sebagai tantangan untuk melakukan diet

walaupun dengan cara ekstrim yang dapat membahayakan kesehatannya dan

menimbulkan kecenderungan anorexia nervosa.[4]

2.3 ETIOLOGI

Faktor biologis, sosial, dan psikologi adalah terlibat dalam penyebab

anoreksia nervosa. Beberapa bukti menyatakan tingginya angka kesesuaian

pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Saudara

perempuan dari anoreksia nervosa kemungkinan terkena, tetapi hubungan

tersebut dapat lebih mencerminkan pemgaruh sosial dibandingkan faktor

genetik. Gangguan mood berat lebih sering ditemukan pada anggota keluarga

dibandingkan populasi umum. Secara neurokimiawi, turn over dan aktivitas

norepinefrin yang menurun diperkirakan oleh penunrunan 3 methoxy-4-

hydroxypnehylglycol (MHPG) pada urin dan cairan serebrospinalis beberapa

anoreksia nervosa. Suatu hubungan terbalik ditemukan antara MHPG dan

depresi pada pasien dengan anoreksia nervosa. Peningkatan MHPG

berhubungan dengan depresi.[3]

 Faktor Biologis

Opioid andogen dapat turut berperan dalam penyangkalan rasa lapar pada

pasien anoreksia nervosa. Kelaparan menimbulkan banyak perubahan


biokimia, beberapa diantaranya juga terdapat pada depresi, seperti

hiperkortisolemia dan nonsupresi oleh deksametason. Fungsi tiroid juga

ditekan. Kelaianan ini diperbaiki dengan pembeian asupan nutrisi

kembali. Kelaparan menyebabkan amenore, yang mencermin penurunan

kadar hormone (lutenizing, follicle-stimulating, dan gonadotropin-

releasing hormone). Namun, beberapa pasien anoreksia nervosa menjadi

amenorik sebelum menurunnya berat badan secara signifikan. [3]

Di yakini ada hubungan dengan gangguan makan. Keturunan pertama

wanita pada orang yang mengalami gangguan makan beresiko tinggi

daripada populasi umum. Model biologis etiologi gangguan makan

difokuskan kepada pusat pengatur nafsu makan di hipotalamus, yang

mengendalikan mekansisme neurokimia khusus untuk makan dan

kenyang. Serotonin dianggap terlibatdalam patofisiologi gangguan

makan walaupun model biologis ini masih dalam tahap perkembangan.[5]

Studi tentang anoreksia nervosa menunjukkan bahwa gangguan tersebut

cenderung terjadi dalam keluarga. Oleh karena itu, kerentangan genetik

muncul yang dipicu oleh diet yang tidak tepat atau stress emosional.

Kerentangan genetik ini mungkin muncul karena tipe kepribadian

tertentu atau kerentangan umum terhadap gangguan jiwa atau

kerentangan genetik mungkin secara langsung mencakup disfungsi

hipotalamus. [5]
 Faktor Sosial

Pasien anoreksia nervosa mendapat dukungan atas perbuatan mereka

melalui tekanan masyarakat akan olah raga dan kekurusan. Tidak ada

kelompok keluarga yng spesifik untuk anoreksia nervosa, tetapi beberapa

bukti menujukkan bahwa pasien ini memiliki hubungan yang dekat tetapi

bermasalah dengan orang tuanya. Di dalam keluarga dengan anak yang

memiliki ganguan makan, terutama makan berlebhan atau subtype

mengeluarkan kembali, mungkin terdapat tingkat permusuhan,

kekacauan dan isolasi yang tinggi, serta tingkat empati dan pengaushan

yang rendah. Seorang remaja dengan gangguan makan berat mungkin

cenderung menjauhkan perhatian dari hubngan perkawinan yang tidak

nyaman.[3]

 Faktor Psikologis dan Psikodinamik

Anoreksia nervosa tampak sebagai reaksi terhadap tuntutan yang

mengharuskan remaja untuk berperilaku lebih mandiri dan meningkatkan

fungsi sosialnya serta seksualnya. Pasien dengan gangguan ini mengganti

preokupasi mereka, yang menyerupai obsesi, terhadap makan dan

kenaikan berat badan untuk mengejar kesetaraan dengan remaja normal

lainnya. Pasien seperti ini khasnya tidak memiliki rasa autonomi dan

kemandirian. Banyak yang merasa tubuh mereka berada di bawah

kendali orang tua mereka, sehingga melaparkan diri mungkin menjadi

suatu upaya mendapatkan pengesahan sebagai orang yang unik dan


special. Hanya melalui tindakan disiplin diri yang luar biasa, pasien

aorektik dapat mengembangkan rasa autonimi dan kemandirian. [3]

2.4 DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS

Awitan anoreksia nervosa biasanya terjadi antara usia 10 dan 30 tahun,

walaupun menurut DSM-IV-TR, yang paling lazim adalah antara 14 dan 18

tahun. Krtieria diagnostik Anoreksia Nervosa menurut DSM-IV-TR adalah :

A. Penolakan mempertahankan berat badan pada atau di atas, berat badan

normal minimal sesuai dengan usia dan tinggi badan (cth., penurunan

berat badan untuk mempertahankan berat badan hingga di bawah 85%

dari yang diharapkan; atau kegagalan mencapai ebrat badan yang

diharapkan selama periode pertumbuhan, sehingga menyebabkan berat

badan di bawah 85% dari yang diharapkan.

B. Rasa takut yang hebat akan kenaikan berat badan atau menjadi gemuk

meskipun berat badannya kurang.

C. Gangguan cara menghayati berat atau bentuk tubuhnya, pengaruh yang

tidak semestinya pada evaluasi diri mengenai berat badan atau bentuk

tubuh, atau penyangkalan betapa seriusnya berat badan saat ini yang

rendah.

D. Pada perempuan pasca menstruasi, amenore, yi., tidak adanya sikus

menstruasi sedikitnya tiga bulan berturut-turut. (seorang peremouan

dianggap mengalami amenore jika periode menstruasinya terjadi hanya

setelah pemberian hormone, cth., estrogen)


Menentukan tipe :

Tipe membatasi (restricting type) :selama periode anoreksia nervosa saat

ini, orang tersebut tidak secara beratur melakukan kegiatan makan

berlebihan atau perilaku mengeluarkan kegiatan makan berlebihan atau

perilaku mengeluarkan kembali makanannya (yi., membuat diri sendiri

muntah atau penyalahgunaan laksatif, diuretic, atau enema).

Tipe makan berlebihaan/mengeluarkan makanan kembali (binge-

eatimg/purging type) :selama periode anoreksia nervosa saat ini, orang

tersebut melakukan kegiatan makan berlebihan atau perilaku

mengeluarkan kembali makanannya (yi., membuat diri sendiri muntah atau

penyalahgunaan laksatif, diuretic, atau enema) secara teratur.

Istilah anoreksia tidak tepat, karena hilangnya nafsu makan

biasanya jarang terjadi sapai saat gangguan sudah lanjut. Bukti bahhwa

pasien secara terus-menerus memikirkan makanan adalah hasrat mereka

untuk menumpulkan resep makanan. Beberapa pasien tidak dapat terus-

menerus mengendalikan secara sadar pembatasan asupan makanan

sehingga makan berlebihan. Perilaku ini biasanya terjadi diam-diam dan

sering di malam hari; membuat diri sendiri muntah sering mengikuti

makanan berelebihan ini. Pasien menyalahgunakan pencahar dan bahan

diuretk untuk menurunkan berat badan. Olah raga ritualistic dan


bersepeda, jalan, jogging, maupun lari jarak jauh merupakan aktivitas yang

lazim dilakukan.

Pasien dengan gangguan ini menunjukkan perilaku aneh terhadap

makanan. Mereka menyembunyikan makanan dimana saja di dalam rumah

dan sering membawa perms dengan jumlah banyak di kantong dan tasnya.

Saat sedang makan besar, mereka mencoba membuang makanan di dalam

serbet atau menyembunyikan di dalam kantong. Mereka memotong

makanannya hingga potongan-potongan yang sangat kecil dan

menghabiskan banyak waktu untu menyusun potongan-potongan tersebut

di atas piringnya. Jika pasien dihadapkan dengan perilaku anehnya mereka

sering menyangkal bahwa perilaku mereka tidak lazim atau dengan datar

menolak mendiskusikannya.

Perilaku obsesif kompulsif, depresi dan ansietas adalah gejala

psikiatrik anoreksia nervosa lainnya yamg paling sering dicantumka pada

literature. Pasien menjadi cenderung kaku dan perfeksionis, disertai

keluhan somatic, terutama ketidaknyamanan epigastrium, yang biasanya

ditemukan. Mencuri kompulsif, bisanya permen dan pencahar, tetapi

kadangkadang juga serta benda lainnya, lazim pada pasien ini.

Penyesuaian seksual yang buruk yaitu banyak remaja mengalami

keterlambatan perkembangan seksual psikososial; pada orang dewasa,

penurunan minat yang nyata terhadap seks sering menyertai awitan.

Pasien biasanta dating untuk mendapatkan perhatian medis ketika

berat badan mereka yang turun menjadi tampak jelas. Ketika penurunan
BB menonjol, tanda-tanda fisik seperti hipotermia (hingga 35oC), edema

dependen, bradikadia, hipotensi, dan lanugo (rambut mirip neonates)

muncul, dan pasien dengan berbagai perubahan metabolic. Sejumlah

pasien membuat dirinya muntah atau menyalahgunakan pencahar dan

diuretic sehingga terjadi alkalosis hipokalemik dan diuresis air yang

terganggu. Adanya perubahan EKG pad geombang PQRST akibat

kehilangan kalium yang dapat menyebabkan kematian. Dilatasi lambung

merupakan komplikasi anoreksia nervosa yang jarang terjadi. Pada

beberapa pasien, aortografi menunjukkan adanya sindrom arteria

mesenterika superior.[3]

Komplikasi Medis dan Gangguan Makan

Berhubungan dengan penurunan berat badan :

 Kaheksia : hilangnya lemak, massa otot, penurunan metabolisme

tiroid (sindrom T3 rendah), intoleransi dingin, dan sulit

mempertahankan temperatur inti tubuh.

 Jantung : hilangnya otot jantung, jantung kecil, aritmia jantung,

termasuk kontraksi premature atrium dan ventrikel, perpanjangan

transmisi berkas HIS (perpanjangan interval QT, bradikardia,

takikardia ventricular, kematian mendadak.

 Pencernaan-gastrointestinal: perlambatan pengosongan lambung,

kembunng, konstiopasi, nyeri abdomen.

 Reproduktif : Amenore, kadar leutenizing hormone (LH) dan follicle

stimulating hormone (FSH) yang rendah.


 Dermatologis: lanugo (rambut halus tumbuh di seluruh tubuh), edema.

 Neuropsikiatri : sensasi kecap yng abnormal ( mungkin karena

defesiensi dari seng ), depresi apatetik, gangguan kognitif ringan.

 Rangka osteoporosis.Berhubungan dengan mencahar ( muntah dan

penyalahgunaan laksatif).

 Metabolisme : kelainan elektrolit, terutama alkalosis hipokalemik,

hipokloremik, dan hipomagnesimia.

 Pencernaan-gastrointestinal : peradangan dan pembesaran kelenjar liur

dan pancreas, dengan peningkatan amylase serum, erosi esophagus

dan lambung, usus disfungsional dengan dilatasi haustra.

 Gigi: erosi enamel gigi, terutama bagian depan, dengan dengan

kerusakan gigi yang bersangkutan.

 Neuropsikiatrik : kejang (berhubungan dengan pergeseran cairan yang

besar dan gangguan elektrolit), neuropati ringan, kelelahan, dan

kelemahan, gangguan kognitif lainnya.

2.5 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari pasien anoreksia nervosa adalah klinisi harus

memastikan bahwa pasien tidak memiliki penyakit medis yang dapat

menyebabkan penurunnan berat badan (cth., tumor atau kanker otak). Gejala

serupa juga bias terjadi pada gangguan depresif, gangguan somatisasi,

skizofrenik dan bulimia nervosa. Semua kelainan ini mempunyai geajala yang

menyerupai tetapi tetap mempunyai perbedaan secara garis besar. [3]


1. Anoreksia nervosa harus dibedakan dengan dengan kekurusan pada

umumnya, terlalu kurus, tetapi penurunan berat badannya kurang dari

15% berat badan normal. Pemikiran sekarang diperkirakan, bahwa

anoreksia nervosa adalah gangguan yang khusus, dan tidak

mencerminkan penurunan berat badan yang berlanjut.

2. Gangguan organic, seperti tumor otak yang melibatkan jaras

hypothalamus-pituitary, penyakit Addison, Diabetes Mellitus, dan

gangguan gastrointestinal.

3. Gangguan psikologi, pada umumnya pasien depresi mengalami suatu

penurunan nafsu makan, sedangkan pada anoreksia nervosa mengaku

memiliki nafsu makan yang normal dan merasa lapar. Pada agitasi

depresif, hiperaktifitas yang ditemukan pada anoreksia nervosa adalah

direncanakan dan merupakan ritual. Preokupasi dengan makanan yang

mengandung kalori, resep makanan dan persiapan pesta pencicipan

makanan adalah tipikal pada pasien anoreksia nervosa dan tidak

ditemukan pada penderita gangguan depresif. Dan pada pasien dengan

gangguan depresif tidak memiliki ketakutan yang kuat akan kegemukan

atau gangguan citra tubuh, seperti yang dimiliki oleh pasien anoreksia

nervosa.

4. Sekitar 50% penderita anoreksia nervosa ditemui ktiteria untuk diagnosis

tersangka bulimia, dinamakan bullimarexia atau bulimia nervosa sebagai

variasi dari penyakit.[4]


2.6 PERJALANAN GANGGUAN DAN PROGNOSIS

Perjalanan gangguan anoreksia nervosa sangat beragam mulai dari

pemulihan spontan tanpa terapi, pemulihan setelah berbagai terapi, perjalanan

kenaikan berat badan yang berfluktuasi disertai kekambuhan, perjalanan gangguan

yang secara bertahap memburuk sehingga terjadi kematiian yang disebabkan

komplikasi kelaparan. Sebuah studi terkini mengatakan bahwa anoreksia tipe

membatasi tampak lebih kecil kemungkinan untuk pulih dari pada mereka yang

memiliki tipe makan berlebihan/mengeluarkan makanan kembali. Meskipun

demikian, pada mereka yang kembali mendapatkan berat badan yang cukup,

perokupasi terhadap makanan dan berat badan sering berlanjut, hubungan sosial

sering buruk, dan depresi kadang terjadi. Umumnya prognosis tidak baik. Studi

menunjukkan suatu kisaran angka mortalitas dari 5 hingga 18 persen. [3]

2.7 TERAPI

Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia nervosa yang rumit,

disarankan melakukan rencana terapi yang komperhensif termasuk rawat inap

di rumah sakit , jika diperlukan, dan terapi individual maupun keluarga.

Pendekatan kognitif, interpersonal, dan perilaku, serta pada beberapa kasus,

obat-obatan, harus dipertimbangkan. [3]

 Rawat inap di rumah sakit untuk mengembalikan keadaan gizi pasien;

dehidrasi, kelaparan dan ketidakseimbangan elektrolit dapat

menyebabkan masalah kesehatan yang serius serta, pada beberapa


kasus, kematian. Tindakan ini di dasarkan pada keadaan medis pasien

dan derajat keberadaan struktur yang diperlukan untuk memastikan

pasien bekerja sama. Program psikiatri rawat inap untuk pasien

anoreksia nervosa umumnya menggunakan kombinasi pendekatan

pengelolaan perilaku, psikoterapi individual, edukasi dan terapi

keluarga, dan pada beberapa kasus, obat psikotropik.

 Psikoterapi

Terapi perilaku kognitif ternyata efektif dan ampuh untuk

mencetuskan peningkatan BB. Pemantauan adalah pasien diajarkan

untuk mengawasi asupan makanan, emosi dan perasaan, perilaku

makanan berlebiihan dan mengeluarkan kembali serta masalah mereka

dalam hubungan interpersonal. Pembentukan struktur kognnitif adalah

pasien harus mengidentifiikasi pikiran autonom dan untuk menentang

keyakinan inti mereka dan membuat strategi untuk menghadapi

masalah interpersonal merekamasalah yang berkaitan dengan makan.

Psikoterapik Dinamik, psikioterapi ekspresif suportif yang dinamik

kadang-kadang digunakan untuk terappi pasien anoreksia nervosa,

teta[i resistensi pasien dapat membuat proses menjadi sulit dan harus

dilakukan secara seksama. Terapis harus membangun hubungan

terapeutik dan memandanga gejala ini merupakan keistiewaan dari

mereka tetapi harus menghindari upaya yang berlebihan untuk

mengubah perilaku makan pasien.


Terapi Keluarga, merupakan jenis terapi yang palung disarankan

pada anoreksia nervosa. Terpai ini disarnakn unuk menyelesaikan

masalah hubungan keluarga.

 Farmakoterapi dimana studi farmakologis berhasil menemukan obat

yang menghasilkan perbaikan yang pasti untuk gejala inti yaitu

penggunaan cyproheptadine (periactin), suatu obat dengan sifat

antihistaminik dan antiserotonergik, untu pasien dengan tipe anoreksia

yang membatasi.amitriptyline (elavil), clomipramine ( anafranil),

pimozide (orap), dan chlorpromazin (thorazine). Pemberian fluoxetin

dalam beberapa laporan dapat meningkatkan BB. [3]


DAFTAR PUSTAKA

1. Krisnani H, Santoso MB, Putri D. Gangguan Makan Anorexia Nervosa

dan Bulimia Nervosa Pada Remaja. Prosiding Penelitian dan Pengabdian

Kepala Masyarakat: 2017: hal 401-405

2. Joel Yager, M.D., and Arnold E. Andersen, M.D.: Clinic Practice

ANOREXIA NERVOSA: The new england journal of medicine: 2010: hal

1481-8.

3. Sadock Benjamin James, M. D. and Sadock Virginia Alcott, M. D. :

KAPLAN and SADOCK Buku Ajar Psikiatri Klinis: Edisi 2: 2014:

Chapter 20 gangguan Makan: hal 329-36.

4. Ratnawati V, Sonah D. Percaya Diri, Body Image dan kecendurungan

Anorexia Nervosa Pada Remaja Putri. Persona Jurnal Psikologi Indonesia:

hal 130-131

Anda mungkin juga menyukai