PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Genetika disebut juga ilmu keturunan, berasal dari kata genos (bahasa latin),
artinya suku bangsa-bangsa atau asal-usul. Secara “Etimologi” kata genetika berasal
dari kata genos dalam bahasa latin, yang berarti asal mula kejadian. Namun, genetika
bukanlah ilmu tentang asal mula kejadian meskipun pada batas-batas tertentu memang
ada kaitannya dengan hal itu juga. Genetika adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
alih informasi hayati dari generasi ke generasi. Oleh karena cara berlangsungnya alih
informasi hayati tersebut mendasari adanya perbedaan dan persamaan sifat diantara
individu organisme, maka dengan singkat dapat pula dikatakan bahwa genetika adalah
ilmu tentang pewarisan sifat. Dalam ilmu ini dipelajari bagaimana sifat keturunan
(hereditas) itu diwariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin timbul
didalamnya.
Genetika perlu dipelajari, agar kita dapat mengetahui sifat-sifat keturunan kita
sendiri serta setiap makhuk hidup yang berada di lingkungan kita. Kita sebagai manusia
tidak hidup autonom dan terinsolir dari makhuk lain tetapi kita menjalin ekosistem dengan
mereka, karena itu selain kita harus mengetahui sifat-sifat menurun dalam tubuh kita.
Genetika bisa sebagai ilmu pengetahuan murni, bisa pula sebagai ilmu pengetahuan
terapan. Sebagai ilmu pengetahuan murni ia harus ditunjang oleh ilmu pengetahuan dasar
lain seperti kimia, fisika dan metematika juga ilmu pengetahuan dasar
dalam bidang biologi sendiri seperti bioselluler, histologi, biokimia, fiosiologi, anatomi,
embriologi, taksonomi dan evolusi. Sebagai ilmu pengetahuan terapan menunjang banyak
bidang kegiatan ilmiah dan pelayanan kebutuhan masyarakat.
Perkembangan bioteknologi secara drastis terjadi sejak ditemukannya struktur helik
ganda DNA dan teknologi DNA rekombinan di awal tahun 1950-an. Ilmu pengetahuan
telah sampai pada suatu titik yang memungkinkan orang untuk memanipulasi suatu
organisme di taraf seluler dan molekuler. Bioteknologi mampu melakukan perbaikan
galur dengan cepat dan dapat diprediksi, juga dapat merancang galur dengan bahan
genetika tambahan yang tidak pernah ada pada galur asalnya. Memanipulasi organisme
hidup untuk kepentingan manusia bukan merupakan hal yang baru. Bioteknologi
molekuler menawarkan cara baru untuk memanipulasi organisme hidup. Perkembangan
teknologi mutakhir diiringi dengan perkembangan dibidang biokimia dan biologi
molekuler melahirkan teknologi enzim dan rekayasa genetika. Rekayasa genetika
menandai dimulainya era bioteknologi modern.
Penemuan struktur double heliks DNA oleh Watson dan Cricks (1953) telah
membuka jalan lahirnya bioteknologi modern dalam bidang rekayasa genetika yang
merupakan prosedur dasar dalam menghasilkan suatu produk bioteknologi. Tahap-tahap
penting berikutnya adalah serangkaian penemuan enzim restriksi (pemotong) DNA,
regulasi (pengaturan ekspresi) gen (diawali dari penemuan operon laktosa pada
prokariota), perakitan teknik PCR, transformasi genetik, teknik peredaman gen (termasuk
interferensi RNA), dan teknik mutasi terarah (seperti Tilling)
Saat ini sudah ada teknologi untuk mengetahui kelainan janin sejak dini bahkan
ketika organ bayi belum terbentuk, melalui pemeriksaan air ketuban atau disebut
Aminosintesis. Dimana pemeriksaan yang dilakukan untuk untuk mengetahui kelainan
pada kromosom pada janin. Pemeriksaan tersebut bisa dilakukan pada saat usia
kandungan 12-14 minggu, dimana saat itu organ janin bahkan belum terbentuk. Dengan
pemeriksaan air ketuban, para ibu bisa mengetahui lebih awal apakah janinnya mengalami
kelainan atau tidak
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan rekayasa genetika ?
2. Bagaimana teknik rekayasa genetika ?
3. Apa manfaat rekayasa genetika pada bidang kesehatan ?
4. Apa yang dimaksud dengan amniosintesis ?
5. Bagaimana amniosintesis dini ?
6. Bagaimana amniosintesis kedua ?
7. Apakah tujuan dilakukan amniosintesis ?
8. Bagaimana prosedur melakukan amniosintesis ?
9. Bagaimana hasil test amniosintesis ?
10. Apa saja resiko dari amniosintesis ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dan tujuan dari rekayasa genetika
2. Mengetahui dan memahami teknik dasar rekayasa genetika
3. Mengetahui manfaat dan aplikasi teknik rekayasa genetika pada bidang
kesehatan
4. Mengetahui pengertian amniosintesis
5. Memahami amniosintesis dini
6. Mengerti pengertian dari amniosintesis kedua
7. Mengetahui tujuan dilakukan amniosintesis
8. Mengetahui prosedur dilakukan amniosintesis
9. Mengetahui hasil test amniosintesis
10. Mengetahui resiko dari amniosintesis
BAB II
PEMBAHASAN
Rekayasa Genetika adalah teknik yang dilakukan manusia dalam mentransfer gen
(DNA) yang dianggap menguntungkan dari satu organisme kepada susunan gen dari
organisme lain. Rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen
ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen sehingga mampu
menghasilkan produk. Rekayasa genetika juga diartikan sebagai perpindahan gen.
Teknologi Rekayasa Genetika merupakan inti dari bioteknologi didefinisikan sebagai
teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung DNA ke
dalam sel atau organel; atau fusi sel di luar keluarga taksonomi yang dapat menembus
rintangan reproduksi dan rekombinasi alami,dan bukan teknik yang digunakan dalam
pemuliaan dan seleksi tradisional.
Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan
perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam
struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat
berasal dari organisme apa saja. Misalnya, gen dari sel penkresa manusia yang
kemudian dikloning dan dimasukkan ke dalam sel E. Coli yang bertujuan untuk
mendapatkan insulin.
Setiap gen mengandung ribuan rantai basa yang tersusun menjadi sebuah rangkaian
dimana gen tersebut berada dalam kromosom sebuah sel. DNA mudah diekstraksi dari
sel-sel, dan kemajuan biologi molekuler sekarang memungkinkan ilmuwan untuk
mengambil DNA suatu spesies dan kemudian menyusun konstruksi molekuler yang dapat
disimpan di dalam laboratorium. DNA rekombinan ini dapat dipindahkan ke makhluk
hidup lain bahkan yang berbeda jenisnya. Hasil dari perpaduan tersebut menghasilkan
makhluk hidup rekombinan yang memiliki kemampuan baru dalam melangsungkan
proses hidup dan bersaing dengan makhluk hidup lainnya. Dengan kata lain makhluk
hidup rekombinan memiliki sifat unggul bila dibandingkan dengan makhluk asalnya.
Perkembangan rekayasa genetika sebagai bagian dari perkembangan bioteknologi.
Bioteknologi ini semakin mencapai puncaknya ketika diciptakannya ‘rekayasa genetika’
sekitar tahun 70-an, dengan ditemukannya cara pencangkokan sepotong
‘informasi’genetika asing ke dalam mikroba. Penemuan ini memberikan sentuhan
baruterhadap pandangan Haldane yaitu; apabila tidak dapat menemukan mikroorganisme yang
dapat membuat apa yang Anda inginkan maka ciptakanlah makhluk tersebut dengan cara perekayasaan
genetika.
b. Manipulasi DNA
Untuk memanipulasi DNA, diperlukan beberapa perangkat penting meliputi
“gunting” untuk memotong molekul DNA, “lem/perekat” untuk menggabungkan molekul
DNA, dan “gergaji” untuk membelah molekul DNA.
Hingga saat ini, sudah ribuan enzim restriksi yang diperoleh dari mikroorganisme.
Beberapa diantaranya yang terkenal dan sering digunakan adalah enzim
EcoRV, Hindll, Sacl, Taql, BamHI, Mspl dan lain-lain
Tabel 1. macam-macam enzim restriksi
2). Penggabungan molekul DNA Proses penggabungan (ligasi) antara dua molekul DNA
menggunakanlem/perekat berupa enzim, yang dikenal dengan nama enzim ligase.
Enzim ini berfungsi mensintesis pembentukan ikatan fosfodiester yang
menghubungkan nukleotida yang satu dengan nukleotida di sebelahnya. Berikut
adalah contoh penggabungan dua molekul DNA (A dan B) menjadi molekul AB :
Jadi, fungsi DNA ligase hanya membuat ikatan fosfodiester yang menghubungkan
basa G dan basa C pada urutan DNA bagian atas, dan basa C dengan basa A pada
urutan DNA bagian bawah.
Urutan nukleotida DNA dari sebagian besar organisme masih tidak diketahui.
Mengetahui urutan dari DNA suatu oganisme atau suatu klon fragment DNAmemberikan
informasi yang sangat berharga untuk studi lanjutan. Urutan dari suatu gen dapat
digunakan untuk memprediksi fungsi dari gen, untuk membandingkannya dengan urutan
yang sama dari organisme yang berbeda, dan untuk mengidentifikasi mutasi atau
keselahan dalam urutan DNA. Hal ini karena genom dari sebagian besar organisme terdiri
dari milyaran nukleotida sehingga molekul DNA yang digunakan untuk reaksi sekuensing
harus dipotong terlebih dahulu menjadi fragmen yang lebih kecil dengan menggunakan
enzim restriksi.
Gambar 9 merupakan proses untuk memahami bagaimana DNA disekuensing.
Kita mencampurkan suatu fragment DNA yang tidak dketahui,DNA polimerase, dan 4
jenis nukelotida yaitu A, C, G, T dalam suatu tabung.
15
Masing-masing nukelotida dalam jumlah sedikit diberi pewarna fluorescen (berpendar)
yang juga memodifikasi struktur nukleotida. Apabila sebuahnu kelotida modifikasi
berfluorescent bergabung dalam rantai sintesis baru, maka reaksi akan berhenti. Hal ini
akan menghasilkan rantai DNA dengan panjang yang berbeda-beda . Reaksi sekuensing
sudah lengkap, jika fragment DNA dipisahkan dengan menggunakan elektroforesis gel.
Gel kemudian dianalisis dalam suatu mesin sekuensing otomatis untuk mendeteksi warna
dari masing-masing nukelotida bertanda. Urutan dari cetakan DNA asal akan terlihat dari
perbedaan fragmen bertanda.
d. DNA rekombinan
Secara alami, proses rekombinasi dapat terjadi sehingga memungkinkan suatu gen
dapat berpindah dari satu organisme ke organisme lain. Persitiwa tersebut biasanya terjadi
diantara organisme yang memiliki kekerabatan yang dekat. Dengan kemajuan teknologi
molekuler, perpindahan gen dapat terjadi meskipun antara organisme yang tidak memiliki
hubungan kekerabatan. Misalnya gen manusia yang dipindahkan ke bakteri atau ke hewan
seperti babi. Teknik penggabungan molekul DNA tersebut dikenal sebagai Teknik
rekombinan DNA.
Gambar 10. DNA rekombinan terjadi karena ada penguapan DNA dari sumber yang
berbeda
Untuk membuat DNA rekombinan digunakan dua macam enzim yaitu enzim res
restriksi yang berfungsi memotong molekul DNA dan enzim ligase yang
berfungsi menggabungkan molekul DNA. Biasanya DNA rekombinan merupakan
gabungan antara DNA vektor dan DNA asing yang merupakan gen target. Selanjutnya
adalah memasukkan DNA vektor yang mengandung DNA asing ke dalam sel bakteri.
Proses masuknya DNA rekombinan ke sel bakteri disebut transformasi, dan proses ini
dapat menyebabkan fenotip sel bakteri mengalami perubahan . Untuk mengetahui sel
bakteri telah mengandung DNA rekombinan, maka sel bakteri ditumbuhkan dalam
medium padat yang mengandung antibiotik, X-gal ( zat kimia yang berfungsi sebagai
indikator) dan IPTG (zat kimia yang berfungsi sebagai inducer). Jika sel bakteri tersebut
mengandung DNA rekombinan, maka terdapat koloni berwarna putih pada kultur medium
padat. Adanya perubahan yang terjadi pada koloni digunakan untuk memastikan
keberhasilan membuat DNA rekombinan dan penggandaan jumlah gen yang disisipkan ke
dalam plasmid. Penggunaan teknik DNA rekombinan untuk diagnosis penyakit dengan
memanfaatkan sifat polimorfisme DNA. Seperti diketahui bahwa polimorfisme dalam
genom berfungsi sebagai dasar bagi penggunaan teknik DNA rekombinan dalam
diagnostik penyakit. Polimorfisme adalah variasi dalam urutan DNA.Dalam genom
manusia terdapat jutaan polimorfisme yang berlainan. Yang pertama kali diindentifikasi
adalah mutasi titik, substitusi (penggantian) satu basa oleh basa lain. Penelitian
selanjutnya menunjukkan bahwa delesi (penghilangan) dan insersi (penyisipan) juga
bertanggung jawab atas variasi dalam urutan DNA. Sebagian polimorfisme terjadi di
dalam daerah pengkode gen. Untuk mendeteksi adanya polimorfisme menggunakan
polimorfisme panjangfragmen restriksi (RFLP : restriction fragment length
polymorphism). Mutasi titik bias terjadi ditempat pengenalan enzim restriksi
sehingga enzim restriksi dapat melakukan pemotongan di tempat pengenalan restriksi
yang lain tetapi tidak di tempat mutasi. Akibatnya, fragmen restriksi yang dihasilkan
untuk individu dengan mutasi akan berukuran lebih besar dibandingkan dengan individu
normal. Mutasi juga dapat menciptakan tempat restriksi yang tidak terdapat di dalam gen
normal, sehingga fragmen restriksi yang dihasilkan akan lebih pendek pada individu
mutasi dibandingkan dengan individu normal. Variasi dari panjang fragmen restriksi
dinamakan dengan restriction fragment length polymorphism (RFLP).
Teknologi kloning kelak dapat membantu manusia dalam menemukan obat kanker,
menghentikan serangan jantung dan membuat tulang, lemak, jaringan penyambung
atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien untuk tujuan bedah penyembuhan
dan bedah kecantikan. Dalam hal ini, perlu ditegaskan bahwa pengujian tentang ada
tidaknya penyakit keturunan pada janin-janin hasil cloning guna menghancurkan janin
yang terdeteksi menngandung penyakit, hal tersebut dapat melanggar hak hidup
manusia.
2). Infertilitas
Kloning manusia memang dapat memecahkan problem ketidaksuburan, namun kita
tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E. Schnieke,J. McWhir, A.J.
Kind dan K.H.S. Campbell harus melakukan 277 kali percobaan sebelum akhirnya
berhasil mengkloning Dolly. Kloning manusia tentu akan melewati prosedur yang
jauh lebih rumit. Pada eksperimen awal untuk menghasilkan sebuah klon yang mampu
bertahan hidup, akan terjadi banyak sekali keguguran dan kematian. Lebih jauh, dari
sekian banyak embrio yang dihasilkan, hanya ada satu embrio yang akhirnya ditanam
ke rahim wanita pengandung, sehingga embrio-embrio lainnya dibuang dan
dihancurkan. Hal ini tentu akan menimbulkan problem serius karena penghancuram
embrio adalah sebuah kejahatan. Selain itu, teknologi kloning melanggar
prosesnormal penciptaan manusia, yaitu bereproduksi tanpa pasangan seks dan hal
iniakan membutuhkan unstitusi perkawinan.
b. Pembuatan insulin
Pasien penderita kencing manis (diabetes mellitus) tidak mampu membentuk
hormon insulin dalam jumlah tertentu yang diperlukan untuk mengatur kadar gula dalam
darah. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin tambahan. Insulin ini dibuat dari
kelenjar pankreas sapi atau babi. Untuk mendapatkan 0,45 kg insulin bagi 750 pasien
diabetes selam setahun, diperlukan 3.600 kg kelenjar pankreas dari 23.500 ekor hewan.
Melalui teknik rekayasa genetika, para peneliti berhasil memaksa mikroorganismee
(bakteri) untuk membentuk insulin yang sangat mirip dengan insulin yg dihasilkan oleh
manusia.
c. Terapi Gen
Satu-satunya cara untuk menyembuhkan penyakit genetik pada manusia adalah
menggantikan gen penyebab penyakit tersebut dengan salinannya yang dapat berfungsi
normal. Terapi penggantian gen sekarang sedang dikembangkan untuk mengobati
sejumlah penyakit genetik. Saat ini, terapi gen sedang diupayakan dalam tahap
eksperimental dalam biakan sel atau hewan dan, pada beberapa kasus, pada subjek
manusia. Namun, pertimbangan moral dan etis tidak memungkinkan penggunaan terapi
gen pada embrio manusia. Oleh karena itu, para ilmuwan memutuskan untuk mencari
cara memasukkan gen ke dalam sel-sel pada jaringan yang paling dipengaruhi oleh suatu
penyakit. Misalnya, karena penyakit sistik fibrosis paling mempengaruhi paru-paru dan
organ paru-paru itu sendiri cukup mudah dijangkau, maka organ tersebut menjadi kandidat
yang cukup menjanjikan untuk terapi gen. Terapi gen merupakan teknik-teknik yang
disempurnakan untuk manipulasi gen yang dikombinasikan dengan pemahaman yang
mendalam atas fungsi gen dalam tubuh, mungkin suatu ketika membuat para saintis
kedokteran dapat memperbaiki kelainan genetik dalam suatu individu. Percobaan terapi
gen pertama dimulai pada tahun 1990 oleh French Anderson dariUniversity of Southern
California. Ia mengobati anak-anak yang menderita severe combined immune deficiency
(SCID) (Brookes, 2005). Upaya-upaya pada terapigen manusia belum menghasilkan
manfaat pada pasien yang bias dibuktikan, bertentangan dengan beberapa pengakuan
dalam media populer. Akan tetapi, untuk setiap kelainan genetik yang bisa ditelusuri
hingga ke alel rusak tunggal, seharusnya secara teoretis ada kemungkinan untuk
mengganti atau melengkapi alel rusak itu dengan alel yang masih berfungsi normal dengan
menggunakan teknik DNA rekombinan. Alel baru dapat diselipkan ke dalam sel somatic
dari jaringan yang dipengaruhi, kelainan tersebut dalam diri seorang anak atau orang
dewasa , atau bahkan mungkin juga ke dalam sel germinal atau sel embrionik.
Dari percobaan terapi gen yang sekarang sedang dilakukan pada manusia , terapi
yang paling menjanjikan ialah terapi yang melibatkan sumsum tulang tetapi tidak harus
ditujukan untuk memperbaiki kelainan genetic, Terapi gen dapat diterapkan dalam
beberapa kasus seperti :
1. Virus influenza menyerang paling banyak orang, pada saluran pernafasan .
siRNA pentarget gen untuk nucleocapsid atau RNA transcriptase menghilangkan
akumulasi mRNA tersebut dan RNA virion. Hal ini memberi peluang kepada
penggunaan siRNA sebagai inhibitor infeksi virus Influenza.
2. Di seluruh dunia, hepatitis menjangkiti lebih dari 270 juta orang. Penelitiansi RNA
pada virus ini, membungkam (80%) mRNA (namun bukan genomicRNA) yang terlibat
dalam replikasi HDV. Percobaan yang mirip namun mentarget daerah tidak tertranslasi
ujung 5’ genom HCV, hanya dengan 2.5nM siRNA membungkam replikasi HCV 80%.
siRNA juga telah dipakai untuk membungkam ekspresi lamin A/C dan RNA-RNA
HCV pada galur selhepatoma Huh-7, mengurangi produksi RNA HCV 80 kali dalam 4
hari,menghambat produksi virion infektif virus hepatitis C (HCV), sehingga
memulihkan 98% sel-sel terinfeksi.
3. siRNA juga telah digunakan sebagai adjuvant bahan yang meningkatkan respons-
dalam pembunuhan sel-sel kanker oleh terapi radiasi dan kemoterapi. Dalam hal ini,
siRNA (yang mentarget gen-gen yang terlibat dalam sistem proteksi kerusakan DNA,
sehingga menyebabkan sel-sel tersebut menjadi sangat sensitif terhadap radiasi pengion
dan alkylating agents) ditransfeksi ke dalam sel-sel yang akan diradiasi dan dikemoterapi.
4. Demikian pula, siRNA sintetik sedang dikembangkan sebagai obat untuk terapi kanker.
Bahkan, siRNA sintetik membungkam p53 mutan, yang perbedaannya hanya
satu pasang basah, dan memulihkan fungsi p53 asli, dan memproteksi sel-sel dari
instabilitas genom sebagai penyebab ±50% kanker pada manusia.Dan karena begitu
spesifik, maka terapi antitumor yang bersifat orang perorang dapat dikembangkan.
Sering pula dalam pengobatan kanker, sel-selnya mengembangkan mekanisme
kekebalan terhadap obat kanker. Ekspresi berlebihanThymidylate synthase adalah salah
satu penyebabnya. Pembungkaman (dengan siRNA) terhadap gen ini memulihkan
sensitifitas sel-sel kanker terhadap obat kanker.
d. Antibodi Monoklonal
Setiap saat tubuh kita dapat terkena serangan virus, bakteri, jamur dan zat-zat lain
dari lingkungan sekitarnya. Zat-zat tersebut dapat membahayakan tubuh.Secara alami,
manusia dapat menghasilkan antibodi bagi kuman atau antigen tersebut. Namun, agar
sistem kekebalan tubuh aktif, tubuh harus pernah diserang kuman tersebut. Terkadang jika
tubuh tidak mampu bertahan, akibatnya akan fatal. Untuk memicu kekebalan tubuh, dapat
dilakukan dengan menyuntikkan vaksin yang mengandung antigen penyakit tersebut.
Dengan demikian, dapat terbentuk antibodi pada tubuh yang dapat melawan patogen.
Oleh karena kemampuan melawan patogen ini, antibodi monoklonal dikembangkan
untuk mengatasi penyakit spesifik Cara yang umum digunakan untuk menghasilkan
antibodi monoklonal adalah dengan menyuntikkan sedikit antigen pada tikus atau kelinci.
Tubuh kelinci atau tikus akan merespon antigen dengan menghasilkan antibodi yang
secara langsung dapat diambil dari darahnya. Akan tetapi, biasanya antigen direspon oleh
beberapa macam sel. Antibodi yang dihasilkan adalah antibodi poliklonal, yaitu campuran
berbagai antibodi yang dihasilkan oleh berbagai sel. Sekitar tahun 1970,
sebuah teknik dikembangkan untuk menghasilkan antibodi monoklonal. Antibodi
monoklonal adalah antibodi yang dihasilkan darisatu sel yang sama dan spesifik terhadap
satu antigen. Antibodi monoklonal ini didapat dari kultur sel. Pembuatan antibodi
monoklonal adalah melalui fusi selantara sel B dari hati dan sel penghasil tumor. Sel B
hati digunakan karena sel inilah yang menghasilkan antibodi. Adapun sel tumor
digunakan karena dapat membelah diri terus-menerus Langkah pertama untuk membuat
antibody monoklonal adalah hewan disuntikkan antigen sel B tersebut. Kemudian, sel B
hewan diisolasi dan difusikan dengan sel tumor. Hasilnya adalah sel hibrid yang
menghasilkan satu antibodi tertentu dan terus membelah. Keuntungan dari antibodi
monoklonal antara lain:
-Untuk mendeteksi hormone chorionic gonadotropin (HCG) dalam urin wanita hamil
BAB III
Amniosintesis
A. Pengertian Amniosintesis
Amniosintesis adalah pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji abnormalitas
kromosom, penyakit genetik dan infeksi pada fetus. Waktu pelaksanaan amniosintesis ini
adalah usia kehamilan 15-18 minggu. Di US biasa dilakukan amniosintesis dini, yaitu
pada usia kehamilan 10-14 minggu. Namun, karena potensial tinggi untuk menjadi PROM
(Prematur Ruptur Of Membran), infeksi dan pendarahan, sehingga amniosintesis jarang
dilakukan pada usia ini. Amniosintesis yang dilakukan pada trimester II tidak
menunjukkan resiko yang signifikan terhadap terjadinya ELBW (Extremely Low Birth
Weight, Less Than 1000 gr) maupun VLBW ( Very Low Birth Weight, Less Than 1500
gr).
Secara teknis, pelaksanaan amniosintesis ini adalah dengan cara memasukkan
jarum menembus perut ibu, kemudian diambil 20 ml amnion. Selanjutnya dari amnion
tersebut dilakukan pemeriksaan sesuai dengan tujuannya. (Bayu Irianti, 2014: 231-232)
E. Pemeriksaan Amniosintesis
Adapun pemeriksaan tersebut menurut Henderson (2004) adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan kultur sel yang ada di dalam amnion, kemudian diobservasi
pertumbuhannya (biasanya selama 2-3 minggu), selanjutnya dilakukan penilaian
terhadap sel tersebut. Jika sel tidak dapat tumbuh, maka amniosintesis ini gagal.
Tingkat keberhasilan dari kultur sel ini adalah 1:500. Tingginya resiko kegagalan
ini, maka sebelum dilakukan amniosintesis sangat perlu dilakukan Informed
Consent yang telah didahului dengan penjelasan yang jelas.
b. Diagnosis neural tube deffect, namun penggunaan amniosintesis untuk diagnosis
ini sudah banyak ditinggalkan, karena ada metode deteksi lain yang minim
intervensi, yaitu melalui USG.
c. Menilai maturasi paru dengan menilai ratio lestin: spingomielin.
d. Tindakan amniosintesis untuk pemeriksaan DNA dapat memberikan hasil yang
cepat.
e. Dalam Fanzylbera (2010), amniosintesis dikombinasikan dengan Chorionic Villus
Sampling (CVS) dapat digunakan sebagai metode diagnosis Down Syndrome dan
kelainan genetik lainnya. CVS adalah pengamblan sampel sel janin yang berasal
dari vili korionik. Keakuratan kombinasi kedua pemeriksaan ini untuk
mendiagnosa Down Syndrome lebih dari 99%. Mekanisme pemeriksaannya
adalah sel yang diperoleh dari kedua metode tersebut dilakukan pemeriksaan
mikroskopis terhadap ukuran kromosom dan model ikatannya. Terdapatnya extra
copy dari kromosom 21 pada kariotip dapat digunakan sebagai penanda
terjadinya Down Syndrome (kelainan genetik yang paling sering terjadi) (Bayu
Irianti, 2014, Hal; 232-233)
G. Resiko Amniosentesis
1. Keguguran
Ada kemungkinan kecil risiko keguguran di setiap kehamilan, baik dengan menjalani
amniosentesis/CVS atau tidak. Amniosentesis meningkatkan sedikit risiko keguguran,
terutama jika dilakukan sebelum usia kehamilan 15 minggu. Untuk menurunkan
risiko ini, amniosentesis dilakukan oleh dokter yang berkompetensi dan
berpengalaman.
Tidak bisa dipastikan mengapa bisa terdapat sedikit kemungkinan amniosentesis
mengarahkan kepada keguguran. Bisa jadi disebabkan oleh infeksi, perdarahan, atau
kerusakan membrana amniotik yang disebabkan oleh prosedur.
Jika keguguran memang terjadi, biasanya terjadi dalam 72 jam pasca amniosentesis.
Namun, keguguran masih bisa terjadi hingga dua minggu sesudahnya. Keguguran
yang terkait prosedur jarang terjadi setelah 3 minggu pasca amniosentesis.
2. Infeksi
Infeksi bisa, jarang, terjadi setelah amniosentesis. Sekitar 1 dari 1.000 ibu hamil yang
menjalani amniosentesis mengalami infeksi serius di dalam cairan amniotik. Infeksi
bisa disebabkan oleh beberapa hal, semisal:
a. Perlukaan pada usus dengan jarum yang digunakan pada prosedur, sehingga
kuman yang biasanya ada di usus masuk ke cairan amniotik.
b. Kuman yang ada di kulit (perut) ikut masuk bersama jarum ke dalam rongga
perut atau rahim.
c. Kuman yang ada di alat USG atau jeli USG, ikut masuk ke dalam rongga perut.
Gejala bisa termasuk demam, nyeri pada perut, konstraksi rahim. Namun, infeksi
biasanya tidak terjadi jika prosedur untuk mencegah infeksi dilakukan dengan
benar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amaluddin, ahmad 2012. Obat-obatan rekayasa genetika (online)
(http://denagis.wordpress.com/2009/04/20/obat-obatan-rekayasa-genetika diakses
tanggal 30 april 2012) Damayanti, novita. Dkk. 2011.
2. Antibodi monoklonal Depok : FMIPA UIKandar, A.Y., 2010,
3. REKAYASA GENETIKA
(online)(http://id.shvoong.com/exact-sciences/1999578-rekayasa-genetika/,
diakses padatanggal 11 Mei 2011 )Mimin, euis. 2011.
4. Rekayasa genetika pada tanaman
(online)(http://sceonitybaleendah.wordpress.com/ diakses pada tanggal 3 mei
2012)
5. Muladno, 2002.Seputar Teknologi Rekayasa Genetika Bogor : Penerbi
PustakaWirausaha Muda.Purnama, 2010,
6. Irianti, Bayu, Dkk. 2014. Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta: CV Sagung
Seto.
7. Kusmiyanti, Yuni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitra Maya.
8. Leven, Kenneth J, dkk. 2013. Obstetri William. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
9. http://dokter.legawa.com/?p=290 (dr. I Putu Cahya Legawa) (diakses pada tgl 16
Februari 2016 pukul 16:25 WIB)
10. http://www.infosehatkeluarga.com/amniosentesis-diagnosa-kelainan-dan-
gangguan-kesehatan-janin-dalam-kandungan/ ((Summase, S.pd) (Diakses pada
tanggal 16 Februari 2016 pukul 16:40 WIB)
MAKALAH
KELOMPOK I