Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Genetika disebut juga ilmu keturunan, berasal dari kata genos (bahasa latin),
artinya suku bangsa-bangsa atau asal-usul. Secara “Etimologi” kata genetika berasal
dari kata genos dalam bahasa latin, yang berarti asal mula kejadian. Namun, genetika
bukanlah ilmu tentang asal mula kejadian meskipun pada batas-batas tertentu memang
ada kaitannya dengan hal itu juga. Genetika adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk
alih informasi hayati dari generasi ke generasi. Oleh karena cara berlangsungnya alih
informasi hayati tersebut mendasari adanya perbedaan dan persamaan sifat diantara
individu organisme, maka dengan singkat dapat pula dikatakan bahwa genetika adalah
ilmu tentang pewarisan sifat. Dalam ilmu ini dipelajari bagaimana sifat keturunan
(hereditas) itu diwariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin timbul
didalamnya.
Genetika perlu dipelajari, agar kita dapat mengetahui sifat-sifat keturunan kita
sendiri serta setiap makhuk hidup yang berada di lingkungan kita. Kita sebagai manusia
tidak hidup autonom dan terinsolir dari makhuk lain tetapi kita menjalin ekosistem dengan
mereka, karena itu selain kita harus mengetahui sifat-sifat menurun dalam tubuh kita.
Genetika bisa sebagai ilmu pengetahuan murni, bisa pula sebagai ilmu pengetahuan
terapan. Sebagai ilmu pengetahuan murni ia harus ditunjang oleh ilmu pengetahuan dasar
lain seperti kimia, fisika dan metematika juga ilmu pengetahuan dasar
dalam bidang biologi sendiri seperti bioselluler, histologi, biokimia, fiosiologi, anatomi,
embriologi, taksonomi dan evolusi. Sebagai ilmu pengetahuan terapan menunjang banyak
bidang kegiatan ilmiah dan pelayanan kebutuhan masyarakat.
Perkembangan bioteknologi secara drastis terjadi sejak ditemukannya struktur helik
ganda DNA dan teknologi DNA rekombinan di awal tahun 1950-an. Ilmu pengetahuan
telah sampai pada suatu titik yang memungkinkan orang untuk memanipulasi suatu
organisme di taraf seluler dan molekuler. Bioteknologi mampu melakukan perbaikan
galur dengan cepat dan dapat diprediksi, juga dapat merancang galur dengan bahan
genetika tambahan yang tidak pernah ada pada galur asalnya. Memanipulasi organisme
hidup untuk kepentingan manusia bukan merupakan hal yang baru. Bioteknologi
molekuler menawarkan cara baru untuk memanipulasi organisme hidup. Perkembangan
teknologi mutakhir diiringi dengan perkembangan dibidang biokimia dan biologi
molekuler melahirkan teknologi enzim dan rekayasa genetika. Rekayasa genetika
menandai dimulainya era bioteknologi modern.
Penemuan struktur double heliks DNA oleh Watson dan Cricks (1953) telah
membuka jalan lahirnya bioteknologi modern dalam bidang rekayasa genetika yang
merupakan prosedur dasar dalam menghasilkan suatu produk bioteknologi. Tahap-tahap
penting berikutnya adalah serangkaian penemuan enzim restriksi (pemotong) DNA,
regulasi (pengaturan ekspresi) gen (diawali dari penemuan operon laktosa pada
prokariota), perakitan teknik PCR, transformasi genetik, teknik peredaman gen (termasuk
interferensi RNA), dan teknik mutasi terarah (seperti Tilling)

Gambar 1. Struktur Double heliks DNA

Saat ini sudah ada teknologi untuk mengetahui kelainan janin sejak dini bahkan
ketika organ bayi belum terbentuk, melalui pemeriksaan air ketuban atau disebut
Aminosintesis. Dimana pemeriksaan yang dilakukan untuk untuk mengetahui kelainan
pada kromosom pada janin. Pemeriksaan tersebut bisa dilakukan pada saat usia
kandungan 12-14 minggu, dimana saat itu organ janin bahkan belum terbentuk. Dengan
pemeriksaan air ketuban, para ibu bisa mengetahui lebih awal apakah janinnya mengalami
kelainan atau tidak
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan rekayasa genetika ?
2. Bagaimana teknik rekayasa genetika ?
3. Apa manfaat rekayasa genetika pada bidang kesehatan ?
4. Apa yang dimaksud dengan amniosintesis ?
5. Bagaimana amniosintesis dini ?
6. Bagaimana amniosintesis kedua ?
7. Apakah tujuan dilakukan amniosintesis ?
8. Bagaimana prosedur melakukan amniosintesis ?
9. Bagaimana hasil test amniosintesis ?
10. Apa saja resiko dari amniosintesis ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dan tujuan dari rekayasa genetika
2. Mengetahui dan memahami teknik dasar rekayasa genetika
3. Mengetahui manfaat dan aplikasi teknik rekayasa genetika pada bidang
kesehatan
4. Mengetahui pengertian amniosintesis
5. Memahami amniosintesis dini
6. Mengerti pengertian dari amniosintesis kedua
7. Mengetahui tujuan dilakukan amniosintesis
8. Mengetahui prosedur dilakukan amniosintesis
9. Mengetahui hasil test amniosintesis
10. Mengetahui resiko dari amniosintesis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Rekayasa Genetika

Rekayasa Genetika adalah teknik yang dilakukan manusia dalam mentransfer gen
(DNA) yang dianggap menguntungkan dari satu organisme kepada susunan gen dari
organisme lain. Rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen
ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen sehingga mampu
menghasilkan produk. Rekayasa genetika juga diartikan sebagai perpindahan gen.
Teknologi Rekayasa Genetika merupakan inti dari bioteknologi didefinisikan sebagai
teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung DNA ke
dalam sel atau organel; atau fusi sel di luar keluarga taksonomi yang dapat menembus
rintangan reproduksi dan rekombinasi alami,dan bukan teknik yang digunakan dalam
pemuliaan dan seleksi tradisional.
Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan
perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam
struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat
berasal dari organisme apa saja. Misalnya, gen dari sel penkresa manusia yang
kemudian dikloning dan dimasukkan ke dalam sel E. Coli yang bertujuan untuk
mendapatkan insulin.
Setiap gen mengandung ribuan rantai basa yang tersusun menjadi sebuah rangkaian
dimana gen tersebut berada dalam kromosom sebuah sel. DNA mudah diekstraksi dari
sel-sel, dan kemajuan biologi molekuler sekarang memungkinkan ilmuwan untuk
mengambil DNA suatu spesies dan kemudian menyusun konstruksi molekuler yang dapat
disimpan di dalam laboratorium. DNA rekombinan ini dapat dipindahkan ke makhluk
hidup lain bahkan yang berbeda jenisnya. Hasil dari perpaduan tersebut menghasilkan
makhluk hidup rekombinan yang memiliki kemampuan baru dalam melangsungkan
proses hidup dan bersaing dengan makhluk hidup lainnya. Dengan kata lain makhluk
hidup rekombinan memiliki sifat unggul bila dibandingkan dengan makhluk asalnya.
Perkembangan rekayasa genetika sebagai bagian dari perkembangan bioteknologi.
Bioteknologi ini semakin mencapai puncaknya ketika diciptakannya ‘rekayasa genetika’
sekitar tahun 70-an, dengan ditemukannya cara pencangkokan sepotong
‘informasi’genetika asing ke dalam mikroba. Penemuan ini memberikan sentuhan
baruterhadap pandangan Haldane yaitu; apabila tidak dapat menemukan mikroorganisme yang
dapat membuat apa yang Anda inginkan maka ciptakanlah makhluk tersebut dengan cara perekayasaan
genetika.

B. Tujuan Rekayasa Genetika


Rekayasa genetika mempunyai tujuan meningkatkan efektivitas kerja sel dalam tubuh
manusia , memperbaiki sifat-sifat dengan menambahkan sifat-sifat ketahanan terhadap
cekaman mahluk hidup pengganggu maupun cekaman lingkungan yang kurang
menguntungkan serta memperbaiki kualitas nutrisi makanan. Dalam tujuan paling luas
merupakan penerapan genetika untuk kepentingan manusia akan tetapi masyarakat ilmiah
sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-
teknik genetika molekuler untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau
mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu

C. Teknik Rekayasa Genetika


Proses rekayasa genetika terjadi tingkat molekuler yaitu DNA. Tahapan yang harus
dilakukan dalam teknik rekayasa genetika adalah sebagai berikut :
a. Isolasi DNA
Belakangan ini kita sering mendengar kata DNA di berbagai media, baik
cetak maupun elektronik. Setelah terjadinya peristiwa peledakan bom, kasus pemerkosaan
ataupun pembunuhan maka biasanya tim penyelidik dari kepolisian akan mengirimkan
sampel untuk analisa DNA yang dikenal dengan istilah uji sidik DNA. DNA
((DeoxyriboNucleic Acid ) yang merupakan asam nukleat pembawa pesan genetic dalam
kehidupan terletak di dalam sel dan tersusun rapi membentuk kromosom.
Pola DNA penyusun kromosom inilah yang menentukan jenis rambut,warna kulit
dan sifat-sifat khusus yang berbeda antara satu individu dengan lainnya. Karena
perbedaan DNA yang dimiliki oleh seseorang inilah metode sidik DNA menjadi salah satu
alat pembuktian yang cukup handal. Namun karena letaknya yang ada didalam sel maka
untuk mendapatkan DNA diperlukan tahap-tahap khusus yang biasanya dilakukan
dilaboratorium tertentu. DNA ditemukan pertama kali pada tahun 1869, kemudian dengan
menggunakan teknologi X-ray diketahui bahwa DNA memiliki struktur yang tertata
secara rapi. Adanya publikasi model rantai ganda DNA oleh Watson dan Crick di jurnal
Nature pada tahun 1953, teknik pemurnaian DNA mengalami perkembangan yang pesat
menjadi prosedur rutin dilakukan dalam penelitian bioteknologi. DNA dapat diisolasi dari
semua bagian tubuh misalnya dari daging, darah, sperma, ginjal, jantung, hati, dan lain-
lain. Begitu pun untuk tanaman,DNA dapat diambil dari semua bagian. DNA juga bisa
diperoleh dari specimen yang berumur ratusan tahun atau fosil
Untuk mengeluarkan DNA dari sel maka teknik pemurnian DNA secara biokimia
dilakukan dengan merusak dinding sel yang telah dilarutkan dalam larutan penyangga
tertentu dengan menggunakan berbagai jenis deterjen. Dengan terbukanya lapisan sel
maka DNA dapat dikeluarkan dan diendapkan dengan penambahan alcohol

Gambar 2. Tahapan Isolasi DNA

b. Manipulasi DNA
Untuk memanipulasi DNA, diperlukan beberapa perangkat penting meliputi
“gunting” untuk memotong molekul DNA, “lem/perekat” untuk menggabungkan molekul
DNA, dan “gergaji” untuk membelah molekul DNA.

1). Pemotongan Molekul DNA


Pada proses pemotongan molekul DNA, “gunting” yang dimaksud bukanlah
gunting yang biasa kita pakai untuk memotong sesuatu, tetapi merupakan suatu enzim
yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu. Enzim ini dikenal dengan nama enzim
restriksi. Setiap enzim restriksi mempunyai tempat pemotongan yang spesifik pada
suatu urutan molekul DNA. Sebagai contoh adalah enzim EcoRI yang selalu
memotong DNA pada posisi G !AATTC (tanda ! merupakan tempat pemotongan),
seperti terlihat pada molekul di bawah ini

Mekanisme pemotongannya adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Mekanisme pemotongan enzim EcoR1

Hingga saat ini, sudah ribuan enzim restriksi yang diperoleh dari mikroorganisme.
Beberapa diantaranya yang terkenal dan sering digunakan adalah enzim
EcoRV, Hindll, Sacl, Taql, BamHI, Mspl dan lain-lain
Tabel 1. macam-macam enzim restriksi
2). Penggabungan molekul DNA Proses penggabungan (ligasi) antara dua molekul DNA
menggunakanlem/perekat berupa enzim, yang dikenal dengan nama enzim ligase.
Enzim ini berfungsi mensintesis pembentukan ikatan fosfodiester yang
menghubungkan nukleotida yang satu dengan nukleotida di sebelahnya. Berikut
adalah contoh penggabungan dua molekul DNA (A dan B) menjadi molekul AB :

Jadi, fungsi DNA ligase hanya membuat ikatan fosfodiester yang menghubungkan
basa G dan basa C pada urutan DNA bagian atas, dan basa C dengan basa A pada
urutan DNA bagian bawah.

3). Polymerase Chain Reaction (PCR)


PCR merupakan suatu reaksi enzimatis untuk melipatgandakan suatu urutan
nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Kary B.
Mulis pada tahun 1985. Dengan menggunakan metode PCR, akan diperoleh pelipat
gandaan suatu fragmen DNA sebesar 200.000 kali melalui 20 siklus reaksi selama 220
menit. Pembelahan molekul DNA sangat penting dalam proses amplifikasi DNA
melalui teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polymerase.
Seperti telah diketahui bahwa molekul DNA selalu dalam keadaan
berpasangan (double stranded DNA), dan untuk membelah molekul DNA digunakan
“gergaji” yang bisa berupa pemanasan (suhu ≥ 90°C) atau dengan larutan
NaOH (konsentrasi 0,4 M). Empat komponen utama dalam proses PCR adalah :
1. DNA cetakan yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan
2. Oligo nukleotida primer, yaitu suatu urutan nukleotida pendek ( 15-25 basa
nukleotida), digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA
3. Deoksiribo nukleotida trifosfat (dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dandCTP
4. Enzim DNA polimerase, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi sintesis DNA
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing mempunyai tiga tahapan
berulang yaitu denaturasi DNA cetakan pada suhu 94-100 °C, annealing (penempelan)
pasangan primer pada DNA target pada suhu 37-60 °C, dan extension (pemanjangan)
primer pada suhu 72 °C

Gambar 4. Proses replikasi melalui PCR


Beberapa keuntungan PCR adalah memerlukan waktu yang relative lebih singkat bila
dibandingkan dengan memperbanyak dengan menggunakan vector dan hanya
memerlukan sejumlah kecil DNA target. Sedangkan kerugiannya antara lain kita
harus mengetahui urutan nukleotida dari segmen DNA yang diinginkan (untuk
mensintesis primer), dan hanyadapat diaplikasikan pada fragmen DNA yang pendek,
berukuran kurang dari 5 kb.
4). Elektroforesis
Untuk menganalisis hasil manipulasi DNA dapat dilihat melalui elektroforesis.
Elektroforesis adalah suatu teknik yang menggunakan medan listrik untuk
memisahkan molekul berdasarkan ukuran. Karena mengandung fosfat yang
bermuatan negatif, DNA akan bergerak menuju elektroda positif dalam medan listrik.
Prinsip alat ini adalah : kecepatan migrasi molekul DNA berbeda-beda tergantung
pada beberapa faktor diantaranya ukuran molekul. DNA bermigrasi di dalam gel
padat yang terletak di dalam larutan penyangga yang dialiri arus listrik.

Gambar 5. Migrasi DNA dalam Gel


Molekul yang lebih pendek akan bermigrasi lebih cepat melalui pori-pori gel daripada
molekul yang lebih panjang. Ada dua jenis gel yang sering digunakan untuk proses
elektroforesis, yaitu gel agarose dan gel polyacrilamida. Gel agarosa, digunakan untuk
memisahkan molekul-molekul DNA yang perbedaan panjangnya hanya satu
nukleotida dan digunakan untuk menentukan urutan basa DNA. Gel poliakrilamid
digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang memiliki perbedaan ukuran lebih
besar. Pita DNA pada gel dapat dilihat dengan menggunakan berbagai teknik.
Pemberian zat warna ethidium bromide, memungkinkan visualisasi langsung semua
pita DNA di bawah sinar UV dengan menggunakan alat transiluminator dan dilakukan
pada ruangan khusus yang gelap. Hasil visualisasi DNA kemudian difoto. Urutan yang
spesifik biasanya dapat dideteksi dengan probe berlabel.Probe adalah DNA untai
tunggal yang dapat membentuk pasangan basa denganuruan komplementer pada
polinukleotida untai tunggal lain yang tersusun dari DNA atau RNA.

Gambar 6 . Visualisasi pita Gambar 7. Pita DNA


DNAmenggunakan Ethidium Bromida

c. Pengurutan DNA (DNA Sekuensing)

Urutan nukleotida DNA dari sebagian besar organisme masih tidak diketahui.
Mengetahui urutan dari DNA suatu oganisme atau suatu klon fragment DNAmemberikan
informasi yang sangat berharga untuk studi lanjutan. Urutan dari suatu gen dapat
digunakan untuk memprediksi fungsi dari gen, untuk membandingkannya dengan urutan
yang sama dari organisme yang berbeda, dan untuk mengidentifikasi mutasi atau
keselahan dalam urutan DNA. Hal ini karena genom dari sebagian besar organisme terdiri
dari milyaran nukleotida sehingga molekul DNA yang digunakan untuk reaksi sekuensing
harus dipotong terlebih dahulu menjadi fragmen yang lebih kecil dengan menggunakan
enzim restriksi.
Gambar 9 merupakan proses untuk memahami bagaimana DNA disekuensing.
Kita mencampurkan suatu fragment DNA yang tidak dketahui,DNA polimerase, dan 4
jenis nukelotida yaitu A, C, G, T dalam suatu tabung.

Gambar 9. Sekuensing/ proses pengurutan DNA

15
Masing-masing nukelotida dalam jumlah sedikit diberi pewarna fluorescen (berpendar)
yang juga memodifikasi struktur nukleotida. Apabila sebuahnu kelotida modifikasi
berfluorescent bergabung dalam rantai sintesis baru, maka reaksi akan berhenti. Hal ini
akan menghasilkan rantai DNA dengan panjang yang berbeda-beda . Reaksi sekuensing
sudah lengkap, jika fragment DNA dipisahkan dengan menggunakan elektroforesis gel.
Gel kemudian dianalisis dalam suatu mesin sekuensing otomatis untuk mendeteksi warna
dari masing-masing nukelotida bertanda. Urutan dari cetakan DNA asal akan terlihat dari
perbedaan fragmen bertanda.

d. DNA rekombinan
Secara alami, proses rekombinasi dapat terjadi sehingga memungkinkan suatu gen
dapat berpindah dari satu organisme ke organisme lain. Persitiwa tersebut biasanya terjadi
diantara organisme yang memiliki kekerabatan yang dekat. Dengan kemajuan teknologi
molekuler, perpindahan gen dapat terjadi meskipun antara organisme yang tidak memiliki
hubungan kekerabatan. Misalnya gen manusia yang dipindahkan ke bakteri atau ke hewan
seperti babi. Teknik penggabungan molekul DNA tersebut dikenal sebagai Teknik
rekombinan DNA.

Gambar 10. DNA rekombinan terjadi karena ada penguapan DNA dari sumber yang
berbeda

Untuk membuat DNA rekombinan digunakan dua macam enzim yaitu enzim res
restriksi yang berfungsi memotong molekul DNA dan enzim ligase yang
berfungsi menggabungkan molekul DNA. Biasanya DNA rekombinan merupakan
gabungan antara DNA vektor dan DNA asing yang merupakan gen target. Selanjutnya
adalah memasukkan DNA vektor yang mengandung DNA asing ke dalam sel bakteri.
Proses masuknya DNA rekombinan ke sel bakteri disebut transformasi, dan proses ini
dapat menyebabkan fenotip sel bakteri mengalami perubahan . Untuk mengetahui sel
bakteri telah mengandung DNA rekombinan, maka sel bakteri ditumbuhkan dalam
medium padat yang mengandung antibiotik, X-gal ( zat kimia yang berfungsi sebagai
indikator) dan IPTG (zat kimia yang berfungsi sebagai inducer). Jika sel bakteri tersebut
mengandung DNA rekombinan, maka terdapat koloni berwarna putih pada kultur medium
padat. Adanya perubahan yang terjadi pada koloni digunakan untuk memastikan
keberhasilan membuat DNA rekombinan dan penggandaan jumlah gen yang disisipkan ke
dalam plasmid. Penggunaan teknik DNA rekombinan untuk diagnosis penyakit dengan
memanfaatkan sifat polimorfisme DNA. Seperti diketahui bahwa polimorfisme dalam
genom berfungsi sebagai dasar bagi penggunaan teknik DNA rekombinan dalam
diagnostik penyakit. Polimorfisme adalah variasi dalam urutan DNA.Dalam genom
manusia terdapat jutaan polimorfisme yang berlainan. Yang pertama kali diindentifikasi
adalah mutasi titik, substitusi (penggantian) satu basa oleh basa lain. Penelitian
selanjutnya menunjukkan bahwa delesi (penghilangan) dan insersi (penyisipan) juga
bertanggung jawab atas variasi dalam urutan DNA. Sebagian polimorfisme terjadi di
dalam daerah pengkode gen. Untuk mendeteksi adanya polimorfisme menggunakan
polimorfisme panjangfragmen restriksi (RFLP : restriction fragment length
polymorphism). Mutasi titik bias terjadi ditempat pengenalan enzim restriksi
sehingga enzim restriksi dapat melakukan pemotongan di tempat pengenalan restriksi
yang lain tetapi tidak di tempat mutasi. Akibatnya, fragmen restriksi yang dihasilkan
untuk individu dengan mutasi akan berukuran lebih besar dibandingkan dengan individu
normal. Mutasi juga dapat menciptakan tempat restriksi yang tidak terdapat di dalam gen
normal, sehingga fragmen restriksi yang dihasilkan akan lebih pendek pada individu
mutasi dibandingkan dengan individu normal. Variasi dari panjang fragmen restriksi
dinamakan dengan restriction fragment length polymorphism (RFLP).

3. Aplikasi Rekayasa Genetika pada bidang kesehatan/ kedokteran.


a. Kloning
Kloning merupakan suatu teknik untuk menghasilkan banyak salinan dari satu gen
tunggal, kromosom, atau keseluruhan individu. Klon (clone) berasal darikata Yunani yang
berarti ranting. Jaringan-jaringan non reproduktif digunakan untuk pengklonan keseluruh
individu. Kloning DNA adalah memasukkan DNA asing ke dalam plasmid suatu sel
bakteri, DNA yang dimasukkan ini akan bereplikasi dan diturunkan pada sel
anak pada waktu sel tersebut membelah. Jadi gen asing ini tetap melakukan fungsi seperti
sel asalnya, walaupun berada dalam sel bakteri. Pembentukan DNA rekombinan ini
disebut juga rekayasa genetika. Perekayasaan genetika terhadap satu sel dapat dilakukan
dengan hanya menghilangkan, menyisipkan atau menularkan satu atau beberapa pasang
basa nukleotida penyusun molekul DNA tersebut. Untuk kloning ini diperlukan plasmid
dan enzim untuk memotong DNA, serta enzim untuk menyambungkan gen yang
disisipkan itu ke plasmid. Teknik cloning memang masih menjadi kontroversi, namun
dibalik semua itu, kita harus mengetahui bahwa kloning dapat menjadi solusi dari masalah
kesehatan.seperti:

1). Mengobati penyakit

Teknologi kloning kelak dapat membantu manusia dalam menemukan obat kanker,
menghentikan serangan jantung dan membuat tulang, lemak, jaringan penyambung
atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien untuk tujuan bedah penyembuhan
dan bedah kecantikan. Dalam hal ini, perlu ditegaskan bahwa pengujian tentang ada
tidaknya penyakit keturunan pada janin-janin hasil cloning guna menghancurkan janin
yang terdeteksi menngandung penyakit, hal tersebut dapat melanggar hak hidup
manusia.

2). Infertilitas
Kloning manusia memang dapat memecahkan problem ketidaksuburan, namun kita
tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E. Schnieke,J. McWhir, A.J.
Kind dan K.H.S. Campbell harus melakukan 277 kali percobaan sebelum akhirnya
berhasil mengkloning Dolly. Kloning manusia tentu akan melewati prosedur yang
jauh lebih rumit. Pada eksperimen awal untuk menghasilkan sebuah klon yang mampu
bertahan hidup, akan terjadi banyak sekali keguguran dan kematian. Lebih jauh, dari
sekian banyak embrio yang dihasilkan, hanya ada satu embrio yang akhirnya ditanam
ke rahim wanita pengandung, sehingga embrio-embrio lainnya dibuang dan
dihancurkan. Hal ini tentu akan menimbulkan problem serius karena penghancuram
embrio adalah sebuah kejahatan. Selain itu, teknologi kloning melanggar
prosesnormal penciptaan manusia, yaitu bereproduksi tanpa pasangan seks dan hal
iniakan membutuhkan unstitusi perkawinan.

3). Organ-organ untuk transplantasi


Ada kemungkinan bahwa kelak manusia dapat mengganti jaringan tubuhnya yang
terkena penyakit dengan jaringan tubuh embrio hasil cloning atau mengganti organ
tubuhnya yang rusak dengan organ tubuh manusia hasil kloning. Manipulasi teknologi
untuk mengambil manfaat dari manusia hasil kloning ini dipandang sebagai kejahatan
karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap hidup manusia. Namun, jika
penumbuhan kembali organ tubuh manusia benar-benar dapat dilakukan, maka
pelaksanaan prosedur ini diperbolehkan untuk dilakukan dalam rangka menumbuhkan
kembali organ yang hilang dari tubuh seseorang, misalnya pada korban kecelakaan
kerja di pertambangan atau kecelakaan-kecelakaan lainnya. Tetapi akan muncul
pertanyaan mengenai kebolehan menumbuhkan kembali organ tubuh seseorang yang
telah dipotong akibat kejahatan yang pernah ia lakukan.

b. Pembuatan insulin
Pasien penderita kencing manis (diabetes mellitus) tidak mampu membentuk
hormon insulin dalam jumlah tertentu yang diperlukan untuk mengatur kadar gula dalam
darah. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin tambahan. Insulin ini dibuat dari
kelenjar pankreas sapi atau babi. Untuk mendapatkan 0,45 kg insulin bagi 750 pasien
diabetes selam setahun, diperlukan 3.600 kg kelenjar pankreas dari 23.500 ekor hewan.
Melalui teknik rekayasa genetika, para peneliti berhasil memaksa mikroorganismee
(bakteri) untuk membentuk insulin yang sangat mirip dengan insulin yg dihasilkan oleh
manusia.

c. Terapi Gen
Satu-satunya cara untuk menyembuhkan penyakit genetik pada manusia adalah
menggantikan gen penyebab penyakit tersebut dengan salinannya yang dapat berfungsi
normal. Terapi penggantian gen sekarang sedang dikembangkan untuk mengobati
sejumlah penyakit genetik. Saat ini, terapi gen sedang diupayakan dalam tahap
eksperimental dalam biakan sel atau hewan dan, pada beberapa kasus, pada subjek
manusia. Namun, pertimbangan moral dan etis tidak memungkinkan penggunaan terapi
gen pada embrio manusia. Oleh karena itu, para ilmuwan memutuskan untuk mencari
cara memasukkan gen ke dalam sel-sel pada jaringan yang paling dipengaruhi oleh suatu
penyakit. Misalnya, karena penyakit sistik fibrosis paling mempengaruhi paru-paru dan
organ paru-paru itu sendiri cukup mudah dijangkau, maka organ tersebut menjadi kandidat
yang cukup menjanjikan untuk terapi gen. Terapi gen merupakan teknik-teknik yang
disempurnakan untuk manipulasi gen yang dikombinasikan dengan pemahaman yang
mendalam atas fungsi gen dalam tubuh, mungkin suatu ketika membuat para saintis
kedokteran dapat memperbaiki kelainan genetik dalam suatu individu. Percobaan terapi
gen pertama dimulai pada tahun 1990 oleh French Anderson dariUniversity of Southern
California. Ia mengobati anak-anak yang menderita severe combined immune deficiency
(SCID) (Brookes, 2005). Upaya-upaya pada terapigen manusia belum menghasilkan
manfaat pada pasien yang bias dibuktikan, bertentangan dengan beberapa pengakuan
dalam media populer. Akan tetapi, untuk setiap kelainan genetik yang bisa ditelusuri
hingga ke alel rusak tunggal, seharusnya secara teoretis ada kemungkinan untuk
mengganti atau melengkapi alel rusak itu dengan alel yang masih berfungsi normal dengan
menggunakan teknik DNA rekombinan. Alel baru dapat diselipkan ke dalam sel somatic
dari jaringan yang dipengaruhi, kelainan tersebut dalam diri seorang anak atau orang
dewasa , atau bahkan mungkin juga ke dalam sel germinal atau sel embrionik.
Dari percobaan terapi gen yang sekarang sedang dilakukan pada manusia , terapi
yang paling menjanjikan ialah terapi yang melibatkan sumsum tulang tetapi tidak harus
ditujukan untuk memperbaiki kelainan genetic, Terapi gen dapat diterapkan dalam
beberapa kasus seperti :
1. Virus influenza menyerang paling banyak orang, pada saluran pernafasan .
siRNA pentarget gen untuk nucleocapsid atau RNA transcriptase menghilangkan
akumulasi mRNA tersebut dan RNA virion. Hal ini memberi peluang kepada
penggunaan siRNA sebagai inhibitor infeksi virus Influenza.
2. Di seluruh dunia, hepatitis menjangkiti lebih dari 270 juta orang. Penelitiansi RNA
pada virus ini, membungkam (80%) mRNA (namun bukan genomicRNA) yang terlibat
dalam replikasi HDV. Percobaan yang mirip namun mentarget daerah tidak tertranslasi
ujung 5’ genom HCV, hanya dengan 2.5nM siRNA membungkam replikasi HCV 80%.
siRNA juga telah dipakai untuk membungkam ekspresi lamin A/C dan RNA-RNA
HCV pada galur selhepatoma Huh-7, mengurangi produksi RNA HCV 80 kali dalam 4
hari,menghambat produksi virion infektif virus hepatitis C (HCV), sehingga
memulihkan 98% sel-sel terinfeksi.
3. siRNA juga telah digunakan sebagai adjuvant bahan yang meningkatkan respons-
dalam pembunuhan sel-sel kanker oleh terapi radiasi dan kemoterapi. Dalam hal ini,
siRNA (yang mentarget gen-gen yang terlibat dalam sistem proteksi kerusakan DNA,
sehingga menyebabkan sel-sel tersebut menjadi sangat sensitif terhadap radiasi pengion
dan alkylating agents) ditransfeksi ke dalam sel-sel yang akan diradiasi dan dikemoterapi.

4. Demikian pula, siRNA sintetik sedang dikembangkan sebagai obat untuk terapi kanker.
Bahkan, siRNA sintetik membungkam p53 mutan, yang perbedaannya hanya
satu pasang basah, dan memulihkan fungsi p53 asli, dan memproteksi sel-sel dari
instabilitas genom sebagai penyebab ±50% kanker pada manusia.Dan karena begitu
spesifik, maka terapi antitumor yang bersifat orang perorang dapat dikembangkan.
Sering pula dalam pengobatan kanker, sel-selnya mengembangkan mekanisme
kekebalan terhadap obat kanker. Ekspresi berlebihanThymidylate synthase adalah salah
satu penyebabnya. Pembungkaman (dengan siRNA) terhadap gen ini memulihkan
sensitifitas sel-sel kanker terhadap obat kanker.

d. Antibodi Monoklonal
Setiap saat tubuh kita dapat terkena serangan virus, bakteri, jamur dan zat-zat lain
dari lingkungan sekitarnya. Zat-zat tersebut dapat membahayakan tubuh.Secara alami,
manusia dapat menghasilkan antibodi bagi kuman atau antigen tersebut. Namun, agar
sistem kekebalan tubuh aktif, tubuh harus pernah diserang kuman tersebut. Terkadang jika
tubuh tidak mampu bertahan, akibatnya akan fatal. Untuk memicu kekebalan tubuh, dapat
dilakukan dengan menyuntikkan vaksin yang mengandung antigen penyakit tersebut.
Dengan demikian, dapat terbentuk antibodi pada tubuh yang dapat melawan patogen.
Oleh karena kemampuan melawan patogen ini, antibodi monoklonal dikembangkan
untuk mengatasi penyakit spesifik Cara yang umum digunakan untuk menghasilkan
antibodi monoklonal adalah dengan menyuntikkan sedikit antigen pada tikus atau kelinci.
Tubuh kelinci atau tikus akan merespon antigen dengan menghasilkan antibodi yang
secara langsung dapat diambil dari darahnya. Akan tetapi, biasanya antigen direspon oleh
beberapa macam sel. Antibodi yang dihasilkan adalah antibodi poliklonal, yaitu campuran
berbagai antibodi yang dihasilkan oleh berbagai sel. Sekitar tahun 1970,
sebuah teknik dikembangkan untuk menghasilkan antibodi monoklonal. Antibodi
monoklonal adalah antibodi yang dihasilkan darisatu sel yang sama dan spesifik terhadap
satu antigen. Antibodi monoklonal ini didapat dari kultur sel. Pembuatan antibodi
monoklonal adalah melalui fusi selantara sel B dari hati dan sel penghasil tumor. Sel B
hati digunakan karena sel inilah yang menghasilkan antibodi. Adapun sel tumor
digunakan karena dapat membelah diri terus-menerus Langkah pertama untuk membuat
antibody monoklonal adalah hewan disuntikkan antigen sel B tersebut. Kemudian, sel B
hewan diisolasi dan difusikan dengan sel tumor. Hasilnya adalah sel hibrid yang
menghasilkan satu antibodi tertentu dan terus membelah. Keuntungan dari antibodi
monoklonal antara lain:

-Dapat digunakan untuk keperluan diagnosa.

-Untuk mendeteksi hormone chorionic gonadotropin (HCG) dalam urin wanita hamil

.-Mengikat racun dan menonaktifkan racun.

-Mencegah penolakan jaringan terhadap hasil transplantasi jaringan lain

BAB III

Amniosintesis
A. Pengertian Amniosintesis
Amniosintesis adalah pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji abnormalitas
kromosom, penyakit genetik dan infeksi pada fetus. Waktu pelaksanaan amniosintesis ini
adalah usia kehamilan 15-18 minggu. Di US biasa dilakukan amniosintesis dini, yaitu
pada usia kehamilan 10-14 minggu. Namun, karena potensial tinggi untuk menjadi PROM
(Prematur Ruptur Of Membran), infeksi dan pendarahan, sehingga amniosintesis jarang
dilakukan pada usia ini. Amniosintesis yang dilakukan pada trimester II tidak
menunjukkan resiko yang signifikan terhadap terjadinya ELBW (Extremely Low Birth
Weight, Less Than 1000 gr) maupun VLBW ( Very Low Birth Weight, Less Than 1500
gr).
Secara teknis, pelaksanaan amniosintesis ini adalah dengan cara memasukkan
jarum menembus perut ibu, kemudian diambil 20 ml amnion. Selanjutnya dari amnion
tersebut dilakukan pemeriksaan sesuai dengan tujuannya. (Bayu Irianti, 2014: 231-232)

B. Amniosintesis Dini ( Trimester Pertama)


Amniosintesis disebut dini jika dilakukan antara 11 dan 14 minggu. Tekniknya
sama dengan teknik amniosentesis tradisional, meskipun tidak adanya fusi
membran ke dinding uterus menyebabkan fungsi kantong amnion menjadi lebih sulit,
lebih sedikit cairan yang didapat dikeluarkan (biasanya 1ml untuk setiap minggu gestasi).
Karena sebab-sebab yang belum sepenuhnya dipahami, amniosintesis dini menimbulkan
angka kematian janin dalam angka penyulit yang secara bermakna lebih tinggi dari
amniosintesis biasa. Pada sebuah uji coba acak multisentra baru-baru ini, angka abortus
spontan setelah amniosintesis dini adalah 2,5 persen dibandingkan dengan 0,7 persen pada
amniosintesis trimester kedua. Komplikasi lainnya adalah clubfoot (tapiles) janin, yang
terjadi pada 1 hingga 1,4 persen setelah amniosintesis tradisional. Oleh karena itu, banyak
sentra tidak lagi menawarkan amniosintesis sebelum 15 minggu. (Kenneth J Leven 2013
Hal: 96)

C. Amniosintesis Trimester Kedua


Amnionsintesis adalah metode yang aman dan akurat untuk diagnosis pranatal dan
biasanya dilakukan antara 15 hingga 20 minggu gestasi. Ultrasound digunakan sebagai
penuntun untuk memasukan jarum spinal ukuran 20 atau 22 kedalam kantong amnion,
sembari menghindari plasenta, tal pusat dan janin. Aspirat awal 1 sampai 2 ml cairan
dibuang untuk mengurangi kemungkinan pencemaran oleh sel-sel ibu, kemudian diambil
sekitar 20 ml cairan untuk analisis, dan jarum dikeluarkan. Tempat pungsi diamati apakah
ada perdarahan, dan pasien diperlihakan denyut jantung janinnya. Angka kematian janin
setelah amniosintesis adalah 0,5 persen atau kurang (1 dari 200). Komplikasi minor jarang
terjadi dan mecakup kebocoran air ketuban dan bercak perdarahan pervaginam yang
sifatnya sementara pada 1 hingga 2 prsen dan korioaminionitis pada kurang dari per 1000
wanita diperiksa. Cedera akibat jarum pada janin jarang terjadi. (Kenneth J Leven, 2013
Hal: 96)

D. Tujuan Dilakukannya Amniosentesis


Tujuan dilakukannya amniosentesis yaitu:
1. Menetukan maturitas janin yaitu dengan memeriksa bilirubin, kreatinin, sel yang
tercat lipid dan analisis surfaktan.
a. Pada kehamilan lebih dari 37 minggu, bilirubin dalam air ketuban sudah
lenyap kecuali terdapat penyakit hemolitik.
b. Konsentrasi kreatinin lebih dari atau sama dengan 1,8 mg/dl.
c. Jumlah sel-sel yang tercat lipid (berwarna orange pada pengecatan nile blue
sulfate) lebih dari atau sama dengan 15%.
2. Monitoring penyakit hemolitik.
3. Determinasi seks.
4. Diagnosis kelainan genetik. (Yeni kusmiyati, 2009:43)

E. Pemeriksaan Amniosintesis
Adapun pemeriksaan tersebut menurut Henderson (2004) adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan kultur sel yang ada di dalam amnion, kemudian diobservasi
pertumbuhannya (biasanya selama 2-3 minggu), selanjutnya dilakukan penilaian
terhadap sel tersebut. Jika sel tidak dapat tumbuh, maka amniosintesis ini gagal.
Tingkat keberhasilan dari kultur sel ini adalah 1:500. Tingginya resiko kegagalan
ini, maka sebelum dilakukan amniosintesis sangat perlu dilakukan Informed
Consent yang telah didahului dengan penjelasan yang jelas.
b. Diagnosis neural tube deffect, namun penggunaan amniosintesis untuk diagnosis
ini sudah banyak ditinggalkan, karena ada metode deteksi lain yang minim
intervensi, yaitu melalui USG.
c. Menilai maturasi paru dengan menilai ratio lestin: spingomielin.
d. Tindakan amniosintesis untuk pemeriksaan DNA dapat memberikan hasil yang
cepat.
e. Dalam Fanzylbera (2010), amniosintesis dikombinasikan dengan Chorionic Villus
Sampling (CVS) dapat digunakan sebagai metode diagnosis Down Syndrome dan
kelainan genetik lainnya. CVS adalah pengamblan sampel sel janin yang berasal
dari vili korionik. Keakuratan kombinasi kedua pemeriksaan ini untuk
mendiagnosa Down Syndrome lebih dari 99%. Mekanisme pemeriksaannya
adalah sel yang diperoleh dari kedua metode tersebut dilakukan pemeriksaan
mikroskopis terhadap ukuran kromosom dan model ikatannya. Terdapatnya extra
copy dari kromosom 21 pada kariotip dapat digunakan sebagai penanda
terjadinya Down Syndrome (kelainan genetik yang paling sering terjadi) (Bayu
Irianti, 2014, Hal; 232-233)

F. Hasil Tes Amniosentesis


Setelah proses amniosentesis sudah selesai dilakukan, sampel cairan ketuban yang
diambil selama prosedur amniosentesis akan diuji di laboratorium. Kebanyakan hasil tes
amniosentesis akan negatife dan dapat disimpulkan bahwa janin atau bayi dalam
kandungan tersebut tidak memiliki kelainan dan gangguan kesehatan. Sebaliknya, apabila
ditemukan bahwa tes amniosentesis menghasilkan nilai positif, itu berarti janin atau bayi
mungkin memiliki kelainan dan gangguan ksehatan sehingga harus mendapat penanganan
lebih serius. (Summase, 2014)

G. Resiko Amniosentesis
1. Keguguran
Ada kemungkinan kecil risiko keguguran di setiap kehamilan, baik dengan menjalani
amniosentesis/CVS atau tidak. Amniosentesis meningkatkan sedikit risiko keguguran,
terutama jika dilakukan sebelum usia kehamilan 15 minggu. Untuk menurunkan
risiko ini, amniosentesis dilakukan oleh dokter yang berkompetensi dan
berpengalaman.
Tidak bisa dipastikan mengapa bisa terdapat sedikit kemungkinan amniosentesis
mengarahkan kepada keguguran. Bisa jadi disebabkan oleh infeksi, perdarahan, atau
kerusakan membrana amniotik yang disebabkan oleh prosedur.
Jika keguguran memang terjadi, biasanya terjadi dalam 72 jam pasca amniosentesis.
Namun, keguguran masih bisa terjadi hingga dua minggu sesudahnya. Keguguran
yang terkait prosedur jarang terjadi setelah 3 minggu pasca amniosentesis.

2. Infeksi
Infeksi bisa, jarang, terjadi setelah amniosentesis. Sekitar 1 dari 1.000 ibu hamil yang
menjalani amniosentesis mengalami infeksi serius di dalam cairan amniotik. Infeksi
bisa disebabkan oleh beberapa hal, semisal:
a. Perlukaan pada usus dengan jarum yang digunakan pada prosedur, sehingga
kuman yang biasanya ada di usus masuk ke cairan amniotik.
b. Kuman yang ada di kulit (perut) ikut masuk bersama jarum ke dalam rongga
perut atau rahim.
c. Kuman yang ada di alat USG atau jeli USG, ikut masuk ke dalam rongga perut.
Gejala bisa termasuk demam, nyeri pada perut, konstraksi rahim. Namun, infeksi
biasanya tidak terjadi jika prosedur untuk mencegah infeksi dilakukan dengan
benar.

3. Cedera pada janin


Terdapat juga risiko cedera pada janin dengan jarum yang digunakan melakukan
amniosentesis. Namun, dengan panduan USG tak terputus selama amniosentesis telah
menurunkan kemungkinan komplikasi ini dan saat ini sangat jarang. Cedera pada
plasenta juga dimungkinkan, namun ini umumnya tidak menyebabkan masalah
apapun dan sembuh dengan sendirinya.

4. Berkembangnya penyakit rhesus pada bayi


Jika golongan darah ibu adalah rhesus negatif, dan golongan darah bayi rhesus positif,
maka ada risiko kemungkinan ibu akan membentu antibodi terhadap sel-sel darah bayi
setelah prosedur amniosentesis. Ini berarti ada kemungkinan bayi akan mengalami
penyakit rhesus. Sehingga, jika Anda memiliki rhesus negatif, maka Anda akan
disarankan disuntik dengan immunoglobulin anti-D setelah amniosentesis guna
mencegah hal ini. (I Putu Cahya Legawa 2015)

DAFTAR PUSTAKA
1. Amaluddin, ahmad 2012. Obat-obatan rekayasa genetika (online)
(http://denagis.wordpress.com/2009/04/20/obat-obatan-rekayasa-genetika diakses
tanggal 30 april 2012) Damayanti, novita. Dkk. 2011.
2. Antibodi monoklonal Depok : FMIPA UIKandar, A.Y., 2010,
3. REKAYASA GENETIKA
(online)(http://id.shvoong.com/exact-sciences/1999578-rekayasa-genetika/,
diakses padatanggal 11 Mei 2011 )Mimin, euis. 2011.
4. Rekayasa genetika pada tanaman
(online)(http://sceonitybaleendah.wordpress.com/ diakses pada tanggal 3 mei
2012)
5. Muladno, 2002.Seputar Teknologi Rekayasa Genetika Bogor : Penerbi
PustakaWirausaha Muda.Purnama, 2010,

6. Irianti, Bayu, Dkk. 2014. Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta: CV Sagung
Seto.
7. Kusmiyanti, Yuni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta: Fitra Maya.
8. Leven, Kenneth J, dkk. 2013. Obstetri William. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
9. http://dokter.legawa.com/?p=290 (dr. I Putu Cahya Legawa) (diakses pada tgl 16
Februari 2016 pukul 16:25 WIB)
10. http://www.infosehatkeluarga.com/amniosentesis-diagnosa-kelainan-dan-
gangguan-kesehatan-janin-dalam-kandungan/ ((Summase, S.pd) (Diakses pada
tanggal 16 Februari 2016 pukul 16:40 WIB)
MAKALAH

REKAYASA GENETIKA DAN AMNIOSINTESIS

KELOMPOK I

Dessi Melda Nailati Azhara


Dewi Anggraini Noliwati
Elsa Susanti Siti Khodijah
Faradilla Trio Supriadi
Jefri Meko Yetnawilis

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AL - INSYIRAH PEKANBARU

Anda mungkin juga menyukai