Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN KASUS

ABSES HATI

Oleh:

Beverly Ann D Silva, S.Ked 04084841820005


Muhammad Hanif Prasetyo, S.Ked 04084821921060

Pembimbing:

dr. Novadian, SpPD, KGH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus

SIROSIS HEPATIS

Oleh:

Beverly Ann D Silva, S.Ked 04084841820005


Muhammad Hanif Prasetyo, S.Ked 04084821921060

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 12 Maret s.d. 11
Mei 2019.

Palembang, Maret 2019

dr. Novadian, SpPD, KGH

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
BAB II STATUS PENDERITA ..........................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................17
BAB IV ANALISIS MASALAH ........................................................................53
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................57

3
iii
BAB I
PENDAHULUAN

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati.

Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang
berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya
berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk.
Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah
perkotaan.

Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati
piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati piogenik.

Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica


sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae, Streptococci,
Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan lainnya. Abses hati sering timbul sebagai
komplikasi dari peradangan akut saluran empedu.

Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali ditemukan
oleh Hipppocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.

Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah


terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan gejala.
Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun. Individu yang mudah terinfeksi
adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik di mana
laki – laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur
tersering pada dekade empat.

Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah berupa
nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan atau
disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual muntah,
berat badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak darah. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.

1
Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan
pemberian antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses, drainase
perkutan dan operasi reseksi hati.

2
BAB II
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS
Nama : Ny. Rosmala Batubara
Umur : 65 tahun
No. RM : 044078
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal MRS : 16 Februari 2017 : 10.47

II. ANAMNESA
Autoanamnesa/Alloanamnesa
Keluhan Utama : Sakit perut kanan atas
Telaah : Seorang perempuan berusia 65 tahun, datang ke
IGD RS. Royal Prima dengan keluhan sakit perut
kanan atas. Sakit perut kanan atas dirasakan lebih
kurang 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Dan
memberat 1 hari ini, nyeri dirasakan terus-menerus
dan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan menjalar
sampai ke bahu kanan dan punggung. Nyeri sangat
menggangu saat aktivitas, dan Os lebih nyaman saat
tidur dengan posisi terlentang. Os juga mengalami
demam (+) 1 minggu ini. Demam tidak terus-
menerus disertai menggigil (+), kejang (-). Os
mengaku demam turun dengan obat penurun
demam. Sakit kepala (+) bersamaan jika os demam.

3
Os juga mengeluhkan mual (+) dan rasa menyesak
(+), namun tidak sampai menimbulkan muntah (-).
Os juga mengaku nafsu makan menurun karena
mual. Perut kembung bila sehabis makan. BAK (+)
lancar berwarna kuning jernih. BAB (+) normal, 1x
sehari, warna kuning, konsistensi lunak, tidak
disertai dengan lendir dan darah. Os sudah berobat
namun keluhan tidak membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat mengeluhkan hal yang sama tahun 2014 dan dirawat
- Riwayat Hipertensi
- Riwayat Diabetes Mellitus
- Riwayat liver abses
Riwayat Pemakaian Obat :
- Obat gula dan obat darah tinggi (os. lupa nama obatnya)
- Sudah pernah dilakukan Punksi tahun 2014
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Keluhan serupa (-)
Riwayat Alergi :
- Pasien menyangkal adanya alergi makanan dan obat-obatan tertentu

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis GCS : 15 (E=4, V=5, M=6)
Tekanan Darah : 179/92 mmHg RR : 24/menit
HR : 88x/menit T : 38,5oC
Berat Badan : 60 kg TB : 155 cm

4
B. Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam dan distribusi merata,
tidak terdapat jejas

Mata : Pupil : Isokor Sklera : Ikterik -/-


Konjungtiva : Anemis -/- Refleks Cahaya : +/+

Telinga : Bentuk telinga simetris, tidak ada massa, tidak ada


benda asing, tidak ada sekret, pendengaran baik,
tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-).

Hidung : Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum nasi


simetris, discharge (-/-), mukosa lembab,
pernafasan cuping hidung (-), tidak ada massa.

Mulut : Mulut bersih, bibir kering (+), luka(-), Sariawan


(-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah
pucat (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis
(-).

Leher
Inspeksi : Jejas (-), pembesaran KGB (-), massa (-)
Palpasi : Deviasi trakhea (-), Nyeri tekan (-), TVJ dalam
batas normal, TVJ R-2 mH2O. Pembesaran kelenjar
getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-),
kaku kuduk (-)

5
Thorax (Paru)
a. Depan
Inspeksi : Bentuk simetris fusiformis, pergerakan nafas
dinding dada kanan dan kiri sama, retraksi sela iga
(-) , spider nevi (-).
Palpasi : Stem fremitus normal ki = ka, nyeri tekan (-)
Perkusi : Batas Paru Hati Relatif ICS V LMCD/Absolut ICS
VI LMCD, Sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Suara tambahan: (-)
b. Belakang
Inspeksi : Simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Suara tambahan: (-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Batas jantung kanan: linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri: sesuai ictus cordis terletak pada
ICS 5-6 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 normal
Bunyi tambahan (-)

6
Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk : Simetris kiri = kanan
Gerakan Lambung/usus : Tidak terlihat
b. Auskultasi
Peristaltik usus : + normal
c. Palpasi
Dinding abdomen : massa (-), hepar teraba, lien tidak teraba.
Nyeri tekan (+) daerah perut kanan atas
Hati
Pembesaran :-
Permukaan :-
Pinggir :-
Nyeri Tekan :+
Ludwig sign :+
Limfa
Pembesaran : Schuffner (-) , Haecket (-)
Ginjal
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
d. Perkusi : Bunyi timpani (+) pada regio abdomen,
asites (-)

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
a. Superior : Akral hangat +/+
b. Inferior : Edema (-/-), akral hangat +/+

7
Kesimpulan Pemeriksaan : Mukosa mulut kering (+), nyeri tekan regio abdomen
kuadran kanan atas, palpasi hepar permukaan hpear licin, ludwig sign (+). Pada
perkusi didapatkan peningkatan batas paru-hati relatif/absolut tanpa peranjakan.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Laboratorium
- Darah lengkap
- Glukosa ad random
- Ureum dan kreatinin
- SGOT, SGPT
- Bilirubin
- EKG
- USG upper-lower abdomen
- Liver function
- Cancer marker

V. DIAGNOSA BANDING
Abdominal Pain ec Susp. Liver abses + Hipertensi + DM tipe II
Abdominal Pain ec Susp. Cholelitiasis + Hipertensi + DM tipe II
Abdomimal Pain ec. Susp. Hepatoma + Hipertensi + DM tipe II

VI. DIAGNOSA KERJA : Abdominal Pain ec Susp. Liver abses + Hipertensi +


DM II

VII. TERAPI : Bed rest


Diet MB
IVFD Ringer Lactat 20 gtt/i makro
Drip Metronidazole 500 mg/ 8 jam
Injeksi ranitidine 1 amp/ 12 jam
Paracetamol 3 x 500 mg
8
Micardis 1 x 80 mg
Natrium diclofenac 2 x 50 mg

VIII. RENCANA : USG Abdominal

9
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 16 Februari 2017


Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Hematologi
Hemoglobin 13.3 mg/dl 12.5 - 14.5
Leukosit 12750 /mm3 5.000 - 11.000
Laju Endap Darah 35 mm/jam 0 - 20
Trombosit 303000 /mm3 150000 - 450000
Hematocrit 39 % 30.5 - 45.0
Eritrosit 4.75 10^6/mm3 3.50 - 5.50
MCV 82.1 fL 75.0 - 95.0
MCH 28 pg 27.0 - 31.0
MCHC 34.1 g/dl 33.0 - 37.0
RDW 13.5 % 11.50 - 14.50
PDW 53.6 fL 12.0 - 53.0
MPV 9.1 fL 6.50 - 9.50
PCT 0.28 % 0.100 - 0.500
Hitung jenis leukosit
Eosinofil 0.6 % 1-3
Basofil 0.3 % 0-1
Monosit 4.3 % 2–8
Neutrofil 59.7 % 50 – 70
Limfosit 31.7 % 20-40
LUC 3.5 % 0–4

DIABETIC

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

10
Glukosa ad 392 mg/dl < 200
random

LIVER FUNCTION
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Bilirubin Total 0.9 mg/dL 0.2 - 1.5

Bilirubin Direct 0.2 mg/dL 0.0 - 0.5

SGOT 20 U/L 0 – 31

SGPT 42 U/L 14 – 59

Bilirubin Indirect 0.7 mg/dL 0.0 - 1.0

Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 17 Februari 2017


CANCER MARKER
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Alpha Feto Protein/AFP 2.3 ng/ml < = 15

11
Hasil Pemeriksaan USG Upper-Lower Abdomen tanggal 16 Februari 2017
Hepar : Ukuran tidak membesar, tekstur parenkim inhomogen,
tampak area hipoekhoik ukuran +/- 3,7x3,8 cm di hepar
lobus kanan. Duktus biliaris intra/extrahepatal tidak
melebar.

Kandung empedu : Besar normal, dinding tidak menebal, tidak tampak


echostone.

Pankreas dan limpa : Tidak tampak kelainan.

Ginjal kanan dan kiri : Ukuran normal, parenkim homogen. Batas tekstur
parenkim dengan central echocomplek jelas. Sistem
pelvokalises tidak melebar. Tidak tampak echostone.

Vesica urinaria : Terisi penuh, dinding tidak menebal, tidak tampak


echostone.

Uterus : Besar, bentuk dan posisi normal, parenkim homogen.

Adnexa : Ovarium kanan dan kiri tidak tampak massa.

Cavum Douglasi : Tidak tampak koleksi cairan.

Kesimpulan :
Lesi hipoekhoik dihepar lobus kanan ec suggestive hepatoma DD/ Abses.

12
Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 19 Februari 2017

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal


Hematologi
Hemoglobin 11.4 mg/dl 12.5 - 14.5
Leukosit 9260 /mm3 5.000 - 11.000
Laju Endap Darah 16 mm/jam 0 - 20
Trombosit 367000 /mm3 150000 - 450000
Hematocrit 34 % 30.5 - 45.0
Eritrosit 4.08 10^6/mm3 3.50 - 5.50
MCV 83.3 fL 75.0 - 95.0
MCH 27.9 Pg 27.0 - 31.0
MCHC 33.5 g/dl 33.0 - 37.0
RDW 13.6 % 11.50 - 14.50
PDW 43.3 fL 12.0 - 53.0
MPV 8.4 fL 6.50 - 9.50
PCT 0.31 % 0.100 - 0.500
Hitung jenis leukosit
Eosinofil 3 % 1-3
Basofil 0.1 % 0-1
Monosit 4.1 % 2–8
Neutrofil 57.1 % 50 – 70
Limfosit 33.7 % 20-40
LUC 1.9 % 0–4

13
FOLLOW-UP

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


16 Februari Nyeri perut Pasien tampak Susp. Liver Bed rest
2016 kanan atas (+), lemah dan abses DD Diet MB
nyeri menjalar kesakitan, cholelitiasis IVFD Ringer Lactat
ke bahu dan Nyeri tekan abd. + Hipertensi 20 gtt/i makro
punggung atas Regio Drip Metronidazole
(+), mual (+), hipocondrium 500 mg/ 8 jam
menyesak (+), dextra (+), sakit Injeksi ranitidine 1
nafsu makan ↓ kepala (-), batuk amp/ 12 jam
(+) (-), BAK (+) N, Paracetamol 3 x 500
BAB (-) 2 hari mg
ini, peristaltik Micardis 1 x 80 mg
(+) N Natrium diclofenac 2
TD = 179/92 x 50 mg
mmHg Terapi tambahan:
HR= 80x/i Gluquidon 2 x 30 mg
RR= 20x/i AC
T=38,5oC Metformin 2 x 500
KGD = 392 mg
Rencana : USG
Upper-Lower
Abdomen (hasil
terlampir)
17 Februari Nyeri perut KU: Masih Liver abses Bed rest
2017 kanan atas (+) lemah, nyeri + Hipertensi Diet MB
↓, nyeri ke tekan abd. Regio + DM II IVFD Ringer Lactat
arah bahu ↓ hipocondrium 20 gtt/i makro
14
mual (+), dextra (+) ↓, Drip Metronidazole
menyesak (+) BAK (+) N, 500 mg/ 8 jam
↓, nafsu makan BAB (-) hari ini, Injeksi ranitidine 1
(+) peristaltik (+) N amp/ 12 jam
TD= 160/90 Paracetamol 3 x 500
mmHg mg
HR= 78 x/i Micardis 1 x 80 mg
RR= 20 x/i Natrium diclofenac 2
T=37,8oC x 50 mg
Gluquidon 2 x 30 mg
AC
Metformin 2 x 500
mg
Rencana : cek AFP
(hasil terlampir)
18 Februari Nyeri perut KU: membaik, Liver abses Bed rest
2017 kanan atas ↓↓, nyeri tekan abd. + Hipertensi Diet MB
nyeri ke arah Regio + DM II IVFD Ringer Lactat
bahu (-), mual hipocondrium 20 gtt/i makro
(+), menyesak dextra (+) ↓↓, Drip Metronidazole
(+) ↓, nafsu BAK (+) N, 500 mg/ 8 jam
makan (+) BAB (+), Injeksi ranitidine 1
peristaltik (+) N amp/ 12 jam
TD= 170/90 Paracetamol 3 x 500
mmHg mg
HR= 82x/i Micardis 1 x 80 mg
RR= 22x/i Gluquidon 2 x 30 mg
T=36oC AC

15
Metformin 2 x 500
mg
Terapi tambahan:
Inj. Ondansetron 4
mg/ 8 jam
Natrium diclofenac
stop
Enystin drop 4 gtt II
Rencana: cek DL
ulang (hasil terlampir)
19 Februari Nyeri perut KU: baik, nyeri Liver abses Metronidazole tab 500
2016 kanan atas ↓↓, tekan abd. Regio + Hipertensi mg
sesekali (+), hipocondrium + DM II Gliquidone tab
mual (+) ↓, dextra ↓↓, BAB Metformin 500 mg tab
menyesak ↓, (+) N, BAK (+) Ondansetron 4 mg tab
nafsu makan cukup, Omeprazole tab
(+) peristaltik (+)
TD= 150/90
mmHg
HR= 84x/i
RR= 20x/i
T=36,7oC
20 Februari Os. PBJ
2017

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Hati


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rat-rata sekitar 1.500 gr.
2 % berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan
tercetak oleh struktur sekitar. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan
terletak di bawah kubah merupakan atap dari ginjal, lambung, pankreas dan usus.
Hati memiliki dua lobus yaitu kiri dan kanan. Setiap lobus hati terbagi menjadi
struktur-struktur yang disebut lobulus, yang merupakan unit mikroskopi dan
fungsional organ.

Gambar 1. Permukaan Anterior Hati

Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum

17
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan
hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan
posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum
terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang
meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi mulai dari hilus atau porta
hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk
rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu.

Gambar 2. Permukaan Posterior Hati

Hati memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara lempengan sel hati


terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel
fagostik dan sel kupffer. Sel kupffer fungsinya adalah menelan bakteri dan benda
asing lain dalam darah. (Sylvia a. Price, 2006).

18
Hati terbagi menjadi 8 segmen
berdasarkan percabangan arteri
hepatis, vena porta dan duktus
pankreatikus sesuai dengan segi
praktisnya terutama untuk
keperluan reseksi bagian pada
pembedahan. Pars hepatis
dekstra dibagi menjadi divisi
medialis dekstra (segmentum
Gambar 1. Pembagian Segmen Hati anterior medialis dekstra dan
segmentum posterior medialis dekstra) dan divisi lateralis dekstra (segmentum
anterior lateralis dekstra dan segmantum posterior lateralis dekstra). Pars hepatis
sinistra dibagi menjadi pars post hepatis lobus kaudatus, divisio lateralis sinistra
(segmantum posterior lateralis sinistra dan segmantum anterior lateralis sinistra)
dan divisio medialis sinistra (segmentum medialis sinistra).
Hati dipersarafi oleh:
1. Nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh
darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis
2. Nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri
kurvatura minor gaster dalam omentum.

3.2. Fisiologi Hati


Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada
hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih
dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang besar,
dan hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan
kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan kematian dalam
19
10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada sebagian besar
kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau sakit, akan
diganti dengan jaringan hati yang baru.

Tabel 1. Fungsi Utama Hati


Fungsi Keterangan
Pembentukan dan ekskresi Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi
empedu lemak dan vitamin yang larut dalam lemak di usus.
 Metabolisme garam
empedu
 Metabolisme pigmen Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir
empedu metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua;
proses konjugasinya.

Metabolisme karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan


 Glikogenesis kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi
 Glikogenolisis untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai
 Glukoneogenesis glikogen.

Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin
 Sintesis protein serta α dan β globulin (γ globulin tidak).
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah
fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX,
dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada
sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
 Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang
 Penyimpanan protein kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.
(asam amino)

20
NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja
bakteri usus terhadap asam amino.

Metabolisme lemak Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan


lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan
gliserol.
 Ketogenesis
 Sintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol,
sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai
kolesterol atau asam kolat.
 Penyimpanan lemak

Penyimpanan vitamin dan Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam
mineral hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.

Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron,


glukokortikoid, estrogen, dan testosteron.

Detoksifikasi Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat


berbahaya menjadi zat-zat tidak berbahaya yang
kemudian dieksresi oleh ginjal (misalnya obat-obatan)

Ruang penampung dan fungsi Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir
penyaring kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja
fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari
darah.

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati; saluran


empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan

21
mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1
liter empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit,
garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu
(terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan
absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka
sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi ke
hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu)
merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun
merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena
bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya.
Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan
yang dikirimkan oleh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut
adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah
menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini,
glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk
menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan disimpan
dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein dan lemak
(glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting untuk
kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin, disintesis
oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk mempertahankan
tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-faktor pembekuan
lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai dalam hati melalui
proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH3). Amonia yang dilepaskan
kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi oleh ginjal dan usus. Amonia yang
terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada protein juga diubah menjadi urea
dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak,
penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal
dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat endogen dan eksogen. Fungsi
detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim-enzim hati melalui oksidasi,
22
reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya
menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Zat-zat seperti indol, skatol, dan fenol
yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada asam amino dalam usus besar dan zat-zat
eksogen seperti morfin, fenobarbital, dan obat-obat lain, didetoksifikasi dengan
cara demikian.
Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan karena
letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada sinusoid
menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan dengan cara
fagositosis.

3.3. Vaskularisasi Hati


Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah
yang masuk adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah vena porta. Saat
mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus
hati. Cabang-cabang ini kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang
berjalan di antara lobulus-lobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid
yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis.
Vena sentralis dari beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang
selanjutnya kembali menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang
terhalus dari arteria hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid,
sehingga terjadi campuran darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari
vena porta. Peningkatan tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi
gangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana
darah portal berasal. Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis
yang penting. Pada obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena
sistemik.

23
Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml
dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara
pada vena kava inferior. (Sylvia a. Price, 2006).

3.4. Histologi Hati


Setiap lobus hati terbagi
menjadi struktur-struktur yang
dinamakan lobulus, yang
merupakan unit mikroskopis dan
fungsional organ. Setiap lobulus
merupakan badan heksagonal
dengan diameter antara 0,8-2 mm
yang terdiri atas lempeng-
Gambar 4. Struktur Dasar Lobulus Hati
lempeng sel hati berbentuk kubus,
tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat
kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan
arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinosoid dibatasi oleh sel fagositik atau
sel Kupffer.
Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya
adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Hanya sumsum tulang
yang mempunyai massa sel monosit-makrofag yang lebih banyak daripada yang
terdapat dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan
terhadap invasi bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan
arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran
empedu.
Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil
yang dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu
yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu
membentuk saluran empedu yang semakin lama semakin besar (duktus koledokus).

24
Gambar 5. Pola Lobular Hati Normal

Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati,
sisanya adalah sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non parenkim yang
termasuk di dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk
seperti bintang. Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena
hepatika dan duktus hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan
sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain
sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan
sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan
desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan
lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang
perisinusoidal).

3.5. Regenerasi Hati


Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai
kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah
25
terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-
duktulus empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan
sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi.
Dari penelitian model binatang ditemukan bahwa hepatosit tunggal dari
tikus dapat mengalami pembelahan hingga ± 34 kali, atau memproduksi jumlah sel
yang mencukupi sel-sel untuk membentuk 50 hati tikus. Dengan demikian dapat
dikatakan sengatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hingga 2/3 dari
seluruh hati.

3.6. Definisi Abses Hati


Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar yang disebabkan oleh bakteri,
parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam
parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran
empedu.

3.7. Etiologi Abses Hati


Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan
hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat
mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intra-abdomen ini
biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan
pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh
bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.
Berikut merupakan etiologi abses hepar berdasarkan bakteri penyebab
antara lain:

Tabel 2. Etiologi Hepar berdasarkan Bakteri Penyebab


Bakteri Gram Negatif %

26
Escherichia coli 20,5
Klebsiella pneumonia 16,0
Pseudomonas aeruginosa. 6,1
Proteus spp. 1,3
Others 7,4
Bakteri Gram Positif
S. milleri 12,2
Enterococcus sp. 9,3
S. aureus / S. Epidermidis 7,7
Streptococcus sp. 1,1
Organisme Anaerob
Bacteroides sp 11,2
Anaeorobic / Microaerophilic Streptococci 6,1
Fusobaterium 4,2
Anaerob lainnya 1,9
Lainnya
Actinomyces 0,3
C. albicans 0,3

Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic


streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes,
Fusobacterium, Staphilococcus aereus, Staphilococcus milleri, Candida albicans,
Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis enterolitica, Salmonella thypii, Brucella
melitensis dan fungal.
Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu
obstruksi ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris.
Anastomosis anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau
choledochojejunostomy) juga dilaporkan sebagai penyebab abses hepar di samping
komplikasi biliaris dan transplantasi hati.

27
Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama
laparaskopi cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.

Tabel 3. Penyebab Tersering Abses Hati Pyogenik


Hepatobiliary Portal
1. Benign 1. Benign
 Lithiasis  Diverculitis
 Colecystitis  Anorectal suppuration
 Billiary enteric  Pelvic suppuration
anastomosis  Postoperative sepsis
 Endoscopic billiary  Intestinal perforation
procedures  Pancreatic abscess
 Percutaneous billiary  Appendicitis
procedures  Inflamatory bowel
2. Malignant disease
 Common bile dust 2. Malignant
 Gall blader  Colonic cancer
 Ampulla  Gastric cancer
 Head of pancreas
Arterial Traumatic
1. Endocarditis 1. Benign
2. Vascular sepsis  Open/closed abdominal
3. ENT infection trauma
4. Dental infection 2. Malignant
 Chemoembolization
 Percutaneous ethanol
injection or
radiofrequency
Cryptogenic

28
3.8. Klasifikasi Abses Hati
Abses hepar dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hepar amoeba dan
abses hepar pyogenik.
1. Abses amebik
Abses hati amebik disebabkan
oleh strain virulen Entamoeba hystolitica
yang tinggi. Sebagai host definitif,
individu-individu yang asimptomatis
mengeluarkan tropozoit dan kista
bersama kotoran mereka. Infeksi
biasanya terjadi setelah meminum air
atau memakan makanan yang
terkontaminasi kotoran yang
mengandung tropozoit atau kista
tersebut.
Gambar 6. Etiologi Abses Hati

Dinding kista akan dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit


imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar terutama sekum. Strain
Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi dinding kolon. Strain ini
berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop tampak menelan
sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan
dalam terjadinya amubiasis invasif.
Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar,
perforasi, dan pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari
daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempat-tempat yang jauh meliputi
paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi
sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau penjalaran melalui
intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-tempat
mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan pencairan, suatu
29
proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung
maka terjadilah abses amuba.

2. Abses pyogenik
Abses hati pyogenik dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem
porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari
abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta.
Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis,
inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara
hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis
urinarius, dan intravenous drug abuse.

Gambar 7. Klasifikasi Abses Hati


30
3.9. Epidemiologi Abses Hati
Hampir 10% penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi E.
Hystolitica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens amubiasis hati
di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17% sedangkan di berbagai rumah sakit
di Indonesia berkisar antara 5-15 pasien/tahun. Penelitian di Indonesia
menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang
tersering pada dekade keempat. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah
pria dengan rasio 3-4-8,5 kali lebih sering dari wanita.
Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda
dan lebih jarang pada anak. Infeksi E. Hystolitica memiliki prevalensi yang tinggi
di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang padat penduduk, sanitasi
serta gizi yang buruk.

3.10. Faktor Risiko Abses Hati


Berikut dibawah ini merupakan faktor risiko yang menyebabkan
perkembangan dan peningkatan mortalitas abses hati, antara lain:

Tabel 4. Faktor Risiko Abses Hati


Faktor Risiko yang Menyebabkan Faktor Risiko yang Menyebabkan
Perkembangan Abses Hati Peningkatan Mortalitas Abses Hati
1. Diabetes Mellitus*  Keganasan
2. Sirosis hepatis*  Diabetes Mellitus*
3. Status imuno-compromised  Sirosis Hepatis*
4. Penggunaan PPI  Jenis kelamin laki-laki*
5. Usia  Infeksi mikroorganisme
6. Jenis kelamin laki-laki* campuran
 Abses hati yang ruptur
 Abses ukuran > 5 cm

31
 Distress pernapasan
 Jaundice
 Hipotensi
 Keterlibatan ekstra-hepatik

3.11. Patofisiologi Abses Hati

Gambar 8. Rute Infeksi Abses Hati

a. Abses Hati Amebik


Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica.
Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi
gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu
strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain
E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi
pada hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada

32
beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi
parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor
resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen
permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. (Arief Mansjoer, 2001)

Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : (Arief Mansjoer, 2001)


1. Strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2. Secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi
tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan
lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.

Mekanisme terjadinya amebiasis hati:


1. Penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2. Pengerusakan sawar intestinal.
3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons
imun cell- mediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga
dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4. Penyebaran amoeba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati
sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi
neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti
dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul
tipis seperti jaringan fibrosa.

Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah


terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa
didahului riwayat disentri amebiasis. (Aru W Sudoyo, 2006)

33
Gambar 9. Skema Patofisiologi Abses Hati Amebik

b. Abses Hati Pyogenik


Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa
menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.
2. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering.
Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu
seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun
anomali saluran empedu kongenital.
3. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan
seperti abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
4. Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.

34
5. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
organ lanjut usia.(Aru W Sudoyo, 2006).

Gambar 10. Pathway Abses Hati

Penjelasan :
1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga
mengakibatkan infeksi
2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan
tidur atas pola tidur.
4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi
menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.
35
3.12. Manifestasi Klinis Abses Hati
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan
proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah hepar dengan abses meningkat.
b. Suhu daerah hepar dengan abses meningkat karena meningkatnya pasokan
darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Kemerahan setempat daerah hepar dengan abses.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Tanda peradangan : panas, bengkak, kemerahan, dan sakit

Manifestasi sistemik abses hati pyogenik biasanya lebih berat daripada


abses hati amubik. Sindrom klinis abses hati pyogenik berupa:
a. Nyeri spontan perut kanan atas, ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dengan kedua tangan ditaruh diatasnya,
b. Demam tinggi disertai keadaan syok
Sedangkan pada abses hati amubik berupa:
a. Malaise
b. Demam tidak terlalu tinggi
c. Nyeri tumpul pada abdomen memberat jika terdapat pergerakan.
d. Iritasi diafragma muncul gejala seperti nyeri bahu kanan, batuk, ataupun
atelektasis
e. Gejala sitemik lainnya seperti mual, muntah, anoreksia, berat badan yang
turun untentional, badan lemah, ikterus, BAB seperti kapur, dan urine
berwarna gelap.

36
3.13. Diagnosis Abses Hati
Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar
sulit ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan
arti yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya
dapat disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitasnya.

3.13.1. Anamnesis Abses Hati


Keluhan awal abses hati dapat berupa:
1. Demam/menggigil T > 38oC,
2. Nyeri abdomen seperti tertusuk dan ditekan kadang didapatkan penjalaran
ke bahu dan lengan kanan,
3. Anokresia/malaise,
4. Batuk disertai rasa sakit pada diafragma,
5. Mual/muntah,
6. Penurunan berat badan,
7. Keringat malam,
8. Diare maupun riwayat disentri beberapa bulan sebelumnya.

Dicurigai adanya abses hati pyogenik apabila ditemukan sindrom klinis


klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas
tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran
kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila abses hati
pyogenik letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga
terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual
dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan.

37
Hal lainnya yang perlu dinilai dalam anamnesis abses hati adalah riwayat
hepatitis sebelumnya dan riwayat keluarnya proglottid (lembaran putih di pakaian
dalam) dengan tujuan menyingkirkan diagnosa banding.

3.13.2. Pemeriksaan Fisik Abses Hati


Tabel 5. Pemeriksan Fisik pada Abses Hati
Inspeksi  Pada beberapa pasien mungkin ditemukan abses yang
telah menembus kulit.
 Anemis dan ikterus (jarang) 25% kasus
Palpasi  Ludwig sign (+)
 Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
 Nyeri tekan regio epigastrium bila abses di lobus kiri,
hati-hati efusi perikardium
 Nyeri tekan menjalar ke lumbal kanan abses di
postoinferior lobus kanan hati
 Nyeri pada bahu sebelah kanan
 Hepatomegali teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di
bawah arcus-costa, permukaan hepar licin dan tidak
jarang teraba fluktuasi
Perkusi  Peningkatan batas paru-hati relatif/absolut tanpa
peranjakan
Auskultasi  Friction rub bila ruptur abses ke perikardium
 Bising usus menghilang kemungkinan perforasi ke
peritoneum

3.13.3. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dan foto polos abdomen
digunakan untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh

38
amebiasis hati. Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan yang
sensitivitasnya sekitar 85-95%.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu
kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan
percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar
albumin dan glubulin dalam darah. Banyak penderita abses hepar tidak
mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya. Pada penderita
akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang
bermakna sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan
alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin,
berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang
menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses
hati.

Tabel 6. Kelainan Laboratorium pada Abses Hati

39
2. Pemeriksaan Fungsi Hati
Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses
hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan
hanya pada 10 % penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik
terjadi proses destruksi parenkim hati, maka PPT (plasma protrombin time)
meningkat.

3. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-
linked Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect
immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan
prosedur yang paling sering digunakan.
a. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128.
Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang,
sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk
amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai
20 tahun setelah infeksi mereda.
b. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba.
Juga mendeteksi colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini
sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun
demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif
sampai 6 bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada
pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space occupying" di hepar,
GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut
disebabkan amuba.

40
4. Pemeriksaan radiologis
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam
mengidentifikasi abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi
membuat USG menjadi pilihan untuk mendiagnosis abses hepar. Abses
hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut Middlemiss (I964)
gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :
 Peninggian dome dari diafragma kanan.
 Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
 Pleural efusion.
 Kolaps paru.
 Abses paru.

a. CT scan:

Gambar 11. Hasil CT Scan pasien dengan Abses Hati

 Hipoekoik
 Massa oval dengan batas tegas
 Non-homogen

41
b. USG

Gambar 12. Hasil USG pasien dengan Abses Hati

 Bentuk bulat atau oval


 Tidak ada gema dinding yang berarti
 Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
 Bersentuhan dengan kapsul hati
 Peninggian sonik distal (distal enhancement)

c. MRI

Gambar 13. Hasil MRI Pasien dengan Abses Hati

 Hiperintens pada bagian abses

Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :


 Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa.
 Respons yang baik terhadap obat anti amoeba.
 Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.

42
 Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
 Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.
 "Scintiscanning" hati adanya "filling defect".
 "Amoeba Hemaglutination" test positif

3.14. Kriteria Diagnosis Abses Hati


Berikut dibawah ini merupakan kriteria diagnosis abses hati, antara lain:
Tabel 7. Kriteria Diagnosis Abses Hati
Kriteria Sherlock Kriteria Ramachandran Kriteria Lamont &
Pooler
1. Hepatomegali 1. Hepatomegali 1. Hepatomegali
dengan nyeri disertai dengan disertai dengan
tekan nyeri nyeri
2. Respon yang baik 2. Riwayat disentri 2. Kelainan
terhadap obat 3. Leukositosis hematologis
amebisid 4. Kelainan 3. Kelainan
3. Leukositosis radiologis radiologis
4. Peninggian 5. Respon terhadap 4. Pus amebic
diafragma kanan obat amebisid 5. Tes serologis (+)
5. Pada USG 6. Respon terhadap
didapatkan obat amebisid (+)
rongga di dalam
hati
6. Tes
hemaglutinasi (+)
Bila terdapat 3 atau lebih Bila terdapat 3 atau lebih
Bila terdapat 3 atau lebih dari gejala di atas. dari gejala di atas.
dari gejala di atas.

43
3.15. Differential Diagnosis Abses Hati
Tabel 8. Differential Diagnosis Abses Hati
Differential Diagnosis Manifestasi Klinis
Hepatoma Anamnesis :
Merupakan tumor ganas hati primer 1. Penurunan berat badan,
2. Nyeri perut kanan atas
3. Anoreksia
4. Malaise
5. Benjolan perut kanan atas
Pemeriksaan fisik :
1. Hepatomegali berbenjol-benjol
2. Stigmata penyakit hati kronik
Laboratorium :
1. Peningkatan AFP
2. PIVKA II
3. Alkali fosfatase
USG : lesi lokal/difus di hati
Kolesistitis Akut Anamnesis :
Merupakan reaksi inflamasi kandung 1. Nyeri epigastrium atau perut
empedu akibat infeksi bakterial akut kanan atas yang dapat menjalar
yang disertai keluhan nyeri perut ke daerah skapula kanan
kanan atas, nyeri tekan, dan rasa 2. Demam
panas. Pemeriksaan fisik :
1. Teraba massa kandung empedu
2. Nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritotis lokal
3. Murphy sign (+)

44
4. Ikterik biasanya menunjukkan
adanya batu di saluran empedu
ekstrahepatik
Laboratorium : leukositosis
USG : penebalan dinding kandung
empedu, sering pula ditemukan sludge
atau batu.

3.16. Penatalaksanaan Abses Hati


Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka
secara operasi dan antibiotika spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses
terdapat di dalam cairan abses yang sulit dicapai dengan antibiotika tunggal tanpa
aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan drainase perkutaneus
abses intraabdominal dengan tuntutan abdomen ultrasound atau tomografi
komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intra
abdominal dan infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam penempatan kateter
drainase. Kadang pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati.

Gambar 14. Algoritma Penatalaksanaan Abses Hati

45
Terapi Non-Farmakologi
1. Makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Karbohidrat 40-50 kkal/kgBB
 Protein 1-1,5 g/kgBB
2. Makanan dalam bentuk lunak
3. Bed rest
4. Menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi
alkohol.

Terapi Farmakologi
Terapi pada pasien dengan abses hati, dapat diberikan:
1. Pemberian antibiotik
Tabel 9. Farmakoterapi Abses Hati pada Dewasa dan Anak
Jenis Obat Dosis Dewasa Dosis Anak- Efek Samping
anak
Agen amoebisid
Metronidazole PO 750 mg 3x1 PO 30-50 Psikosis, kejang,
selama 5-10 hari mg/kg/hari 3x1 neuropati perifer
selama 5-10 hari
IV 500 mg 4x1
selama 5-10 hari IV 15 mg/kg
diikuti dengan
7,5 mg/kg 4x1
(dosis
maksimum 2250
mg/hari)
Chloroquine PO 600 mg/hari 10 mg/kg Diare, kram
(terapi adjuvan) selama 2 hari, abdomen

46
300 mg/hari cardiotoxicity,
selama 14 hari kejang, dan
hipotensi
Tinidazole 2 mg/hari selama
3-5 hari
Agen luminal
Paromomycin PO 25-30 PO 25 Diare
mg/kg/hari 3x1 mg/kg/hari 3x1
selama 7 hari selama 7 hari
(dosis
maksimum 2
gr/hari)
Iodoquinol PO 650 mg 3x1 PO 30-40 Kontraindikasi
selama 20 hari mg/kg/hari 3x1 pada pasien dengan
(dosis insufisiensi hepatik
maksimum 2 atau hipersensitif
gr/hari) terhadap iodine
Diloxanide PO 500 mg 3x1 PO 20
furoate (indikasi selama 10 hari mg/kg/hari 3x1
mutlak pada
pasien yang tidak
respon iodoquinol
dan
paromomycin)

Antibiotik

47
Meropenem IV 500-1000 mg IV 10-40 mg/kg Nyeri lokasi
(Merrem) 3 x 1 pada 3x1 injeksi, gangguan
keadaan berat gastrointestinal,
dosis dapat gangguan liver,
ditingkatkan pusing, kejang
hingga 2000 mg
Iminipenem dan IV 500-1000 mg IV 15-25 mg/kg Nyeri lokasi
cilastatin na 3-4 x 1 2-4 x 1 injeksi, gangguan
(Primaxin) (dosis maksimum gastrointestinal,
4 gr/hari) gangguan liver,
gangguan renal,
gangguan
hematologi
Cefuroxime PO 250-500 IV/IM 50-100 Gangguan
(Ceftin) mg/hari pada mg/kg/hari 3x1 hematologi,
keadaan berat gangguan
dapat gastrointestinal,
ditingkatkan reaksi lokal injeksi
hingga 1000 mg
2x1
IV/IM 750 mg
3x1
Cefaclor (Ceclor) PO 750 mg/hari PO 10-15 Gangguan
mg/kg/ 2-3 x 1 gastrointestinal,
gangguan
hematologi
Klindamisin PO 150-300 mg PO 8-16 Gangguan
(Cleocin) 4x1 pada infeksi mg/kg/hari 3-4 gastrointestinal,
gangguan liver,

48
serius PO 300- x1 pada infeksi gangguan renal,
450 mg 4x1 serius gangguan
PO 16-20 hematologi
mg/kg/hari 3-4
x1
Agen Anti-jamur
Amfoterisin B PO 0,3-0,5 Demam,
(AmBisome) mg/kg selama 6 menggigil, toksik
minggu atau pada ginjal
dapat dilanjutkan
hingga 3-4 bulan
Flukonazol PO 150 mg dosis IV 3-12 Hepatotoksisitas,
(Diflucan) tunggal mg/kg/hari gangguan
(dosis maksimum (dosis gastrointestinal,
600 mg/hari) maksimum 600 gangguan
mg/hari) hematologi

2. Pemberian antibiotik dengan kombinasi:


a. Aspirasi tertutup, dengan indikasi:
 Abses dikhawatirkan akan pecah (bila diameter > 5 cm
untuk abses tunggal, dan > 3 cm untuk abses multipel)
 Respon terhadap medikamentosa setelah 7 hari tidak ada
 Abses di lobus kiri, warning pecah dan menyebar ke rongga
perikardium maupun peritoneum

Aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan


menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga
mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari 250
ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma.

49
Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol
merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa
dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi
dapat dilakukan secara berulang-ulang secara tertutup atau
dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada semua
tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk
mencegah infeksi sekunder.

b. Drainase kateter perkutan


Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum, dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses
amuba memerlukan kateter dengan diameter yang besar untuk
drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.

c. Drainase pembedahan – laparoskopi, dengan indikasi:


 Abses disertai komplikasi infeksi sekunder
 Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang
interkostal
 Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
 Ruptur abses ke dalam rongga intra-
peritoneal/pleural/perikardial
Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:
 Abses multipel
 Infeksi poli-mikrobakteri
 Immunocompromise disease

50
d. Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati
yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses
tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien dengan
penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari
luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan
perdarahan lobus hati.

3.17. Komplikasi Abses Hati


Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5-
15,6%, perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium,
usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama
setelah aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998).
Dapat juga komplikasi seperti:
1. Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus. Kuman
penyebab terserung staphylococcus dan streptococcus.
2. Ruptur akut dengan penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi
paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum
(terutama amubiasis hati di lobus kiri), selanjutnya pericardium dan
amubiasis kutis maupun organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur ke dalam v. porta (trombosis vena porta), saluran empedu (trombosis
vena hepatica) atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ
lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal
intrakranial.

51
5. Ileus obstruktif
6. Koma hepatikum.

3.18. Prognosis Abses Hati


Prognosis dari abses hepar tergantung:
1. Virulensi parasit
2. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak
dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau
multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole,
dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam.Sebab kematian biasanya
karena sepsis atau sindrom hepatorenal.

Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan


pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial
organisme multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain.

52
BAB IV

ANALISIS MASALAH

NO. KASUS TEORI


1. Identitas
- Nama : Ny. Rosmala Batubara
- Umur : 65 tahun
2. Keluhan utama : Manifestasi klinis yang sering
Seorang perempuan berusia 65 dikeluhkan pada pasien dengan abses
tahun, datang ke IGD RS. Royal hati :
Prima dengan keluhan sakit - Nyeri tumpul pada abdomen
perut kanan atas. Sakit perut memberat jika terdapat
kanan atas dirasakan lebih pergerakan.
kurang 1 minggu sebelum - Iritasi diafragma muncul
masuk rumah sakit. Dan gejala seperti nyeri bahu
memberat 1 hari ini, nyeri kanan, batuk, ataupun
dirasakan terus-menerus dan atelektasis
seperti ditusuk-tusuk. Nyeri - Demam tidak terlalu tinggi
dirasakan menjalar sampai ke - Gejala sitemik lainnya seperti
bahu kanan dan punggung. mual, muntah, malaise,
Nyeri sangat menggangu saat anoreksia, berat badan yang
aktivitas, dan Os lebih nyaman turun untentional, badan
saat tidur dengan posisi lemah, ikterus, BAB seperti
terlentang. Os juga mengalami kapur, dan urine berwarna
demam (+) 1 minggu ini. gelap.
Demam tidak terus-menerus
disertai menggigil (+), kejang
(-). Os mengaku demam turun

53
dengan obat penurun demam.
Sakit kepala (+) bersamaan jika
os demam. Os juga
mengeluhkan mual (+) dan rasa
menyesak (+), namun tidak
sampai menimbulkan muntah
(-). Os juga mengaku nafsu
makan menurun karena mual.
Perut kembung bila sehabis
makan. BAK (+) lancar
berwarna kuning jernih. BAB
(+) normal, 1x sehari, warna
kuning, konsistensi lunak, tidak
disertai dengan lendir dan
darah.
3. Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran : Compos
mentis
- GCS : 15 (E=4, V=5,
M=6)
- TD : 179/92 mmHg
- RR : 24/menit
- HR : 88x/menit
- T : 38,5oC
- Bibir kering (+)
- Nyeri tekan daerah
hipocondrium dextra
(+)
- Ludwig sign (+)

54
4. Pemeriksaaan Penunjang Glukosa ad random : < 200 (normal)
- Leukosit : 12750 /mm3
- Laju Endap Darah : 35
mm/jam
- Glukosa ad random :
392 mg/dl
- USG Upper-Lower
Abdomen : Lesi
Gambar 12. Hasil USG pasien
hipoekhoik dihepar
dengan Abses Hati
lobus kanan

- Bentuk bulat atau oval


- Tidak ada gema dinding yang
berarti
- Ekogenitas lebih rendah dari
parenkim hati normal.
- Bersentuhan dengan kapsul
hati
- Peninggian sonik distal (distal
enhancement)
5. Penatalaksanaan Terapi Non-Farmakologi
- Bed rest 1. Makan makanan tinggi kalori
- Diet MB dan tinggi protein
- IVFD Ringer Lactat 20  Karbohidrat 40-50
gtt/i makro kkal/kgBB
- Drip Metronidazole 500  Protein 1-1,5 g/kgBB
mg/ 8 jam 2. Makanan dalam bentuk lunak
- Injeksi ranitidine 1 amp/ 3. Bed rest
12 jam
- Paracetamol 3 x 500 mg Terapi Farmakologi
55
- Micardis 1 x 80 mg 1. Kebutuhan cairan IVFD RL
- Natrium diclofenac 2 x 20 gtt/i macro
50 mg 2. Simptomatis sesuai dengan
- Gluquidon 2 x 30 mg keluhan :
AC  Nyeri  Natrium
- Metformin 2 x 500 mg diclofenac 2 x 50 mg
 Mual  ranitidine 1
amp/12 jam
3. Abses hepar  Metronidazole
(golongan anti amubik) PO
750 mg 3x1 selama 5-10 hari
atau IV 500 mg 4x1 selama 5-
10 hari dapat dikombinasikan
dengan Paramomycin
(golongan agen luminal) PO
25-30 mg/kg/hari 3x1 selama
7 hari.
4. Hipertensi  lanjutan obat
yang dikonsumsi sebelumnya,
micardis (golongan ARB) 1 x
80 mg
5. DM  lanjutan obat yang
dikonsumsi sebelumnya,
kombinasi glukuidon
(golongan SU) 2 x 30 mg dan
metformin (golongan
biguanid) 2 x 500 mg

56
DAFTAR PUSAKA

Aru, W. Sudoyo, dkk.(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi
Empat.Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI.
Iida H, Aihara T, Ikuta S, Yamanaka N. Risk of abscess formation after liver tumor
radiofrequency ablation: A review of 8 cases with a history of enterobiliary
anastomosis. Hepatogastroenterology 2014;61:1867–1870.
Keshav, Satish. Structure and function. In : The Gastrointestinal System at A
Glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter
27-28.
Lardière-Deguelte S, Ragot E, Armoun K, Piardi T, Dokmak S, Bruno O, et al.
Hepatic abscess: diagnosis and management. J Visc Surg 2015;152: 231–
243. doi: 10.1016/j.jviscsurg.2015.01.013
Lin YT, Liu CJ, Chen TJ, Chen TL, Yeh YC, Wu HS, et al. Pyogenic liver abscess
as the initial manifestation of underlying hepatocellular carcinoma. Am J
Med 2011;124:1158–1164. doi: 10.1016/j.amjmed.2011.08.012
Malik AA, Bari SVL, Rouf KA, Wani KA. Pyogenic liver abscess: changing
patterns and approach. World J Gastrointes Surg. 2010;2(12):395e401.
Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum
dan Muskuloskeletal. Penerjemah Brahm U. Penerbit EGC : Jakarta
Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
Jakarta 2006 ; 462 – 463
Salahi R, Dehghani SM, Salahi H, Bahadur A, Abbasy HR, Salahi F. Liver abscess
in children: a large single centre experience. Saudi J Gastroenterol.
2011;17(3):199e202.
Sherwood, Lauralee. Sistem Pencernaan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.

57
Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:
www.pubmedcentral.nih.gov 2005
Sylvia a. Price.(2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku
Patofiologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-
474.
Wenas, Nelly Tandean. Wa;e;eng, B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati,
Siti. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461
Yu Y, Guo L, Hu C, Chen K. Spectral CT imaging in the differential diagnosis of
necrotic hepatocellular carcinoma and hepatic abscess. Clin Radiol
2014;69: e517–e524. doi: 10.1016/j.crad.2014.08.018
Zhu X, Wang S, Jacob R, Fan Z, Zhang F, and Ji G. A 10-Year Retrospective
Analysis of Clinical Profiles, Laboratory Characteristics and Management
of Pyogenic Liver Abscesses in a Chinese Hospital. Gut Liver 2011;5:221-
7.

58

Anda mungkin juga menyukai