ABSES HATI
Oleh:
Pembimbing:
1
HALAMAN PENGESAHAN
SIROSIS HEPATIS
Oleh:
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 12 Maret s.d. 11
Mei 2019.
ii
DAFTAR ISI
3
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan
adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati.
Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara yang
berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi biasanya
berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk.
Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah
perkotaan.
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan abses hati
piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding abses hati piogenik.
Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali ditemukan
oleh Hipppocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah berupa
nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan atau
disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai adalah anoreksia, mual muntah,
berat badan menurun, batuk, ikterus ringan sampai sedang dan berak darah. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan anemia ringan sampai sedang.
1
Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan
pemberian antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses, drainase
perkutan dan operasi reseksi hati.
2
BAB II
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Rosmala Batubara
Umur : 65 tahun
No. RM : 044078
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal MRS : 16 Februari 2017 : 10.47
II. ANAMNESA
Autoanamnesa/Alloanamnesa
Keluhan Utama : Sakit perut kanan atas
Telaah : Seorang perempuan berusia 65 tahun, datang ke
IGD RS. Royal Prima dengan keluhan sakit perut
kanan atas. Sakit perut kanan atas dirasakan lebih
kurang 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Dan
memberat 1 hari ini, nyeri dirasakan terus-menerus
dan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan menjalar
sampai ke bahu kanan dan punggung. Nyeri sangat
menggangu saat aktivitas, dan Os lebih nyaman saat
tidur dengan posisi terlentang. Os juga mengalami
demam (+) 1 minggu ini. Demam tidak terus-
menerus disertai menggigil (+), kejang (-). Os
mengaku demam turun dengan obat penurun
demam. Sakit kepala (+) bersamaan jika os demam.
3
Os juga mengeluhkan mual (+) dan rasa menyesak
(+), namun tidak sampai menimbulkan muntah (-).
Os juga mengaku nafsu makan menurun karena
mual. Perut kembung bila sehabis makan. BAK (+)
lancar berwarna kuning jernih. BAB (+) normal, 1x
sehari, warna kuning, konsistensi lunak, tidak
disertai dengan lendir dan darah. Os sudah berobat
namun keluhan tidak membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat mengeluhkan hal yang sama tahun 2014 dan dirawat
- Riwayat Hipertensi
- Riwayat Diabetes Mellitus
- Riwayat liver abses
Riwayat Pemakaian Obat :
- Obat gula dan obat darah tinggi (os. lupa nama obatnya)
- Sudah pernah dilakukan Punksi tahun 2014
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Keluhan serupa (-)
Riwayat Alergi :
- Pasien menyangkal adanya alergi makanan dan obat-obatan tertentu
4
B. Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam dan distribusi merata,
tidak terdapat jejas
Leher
Inspeksi : Jejas (-), pembesaran KGB (-), massa (-)
Palpasi : Deviasi trakhea (-), Nyeri tekan (-), TVJ dalam
batas normal, TVJ R-2 mH2O. Pembesaran kelenjar
getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-),
kaku kuduk (-)
5
Thorax (Paru)
a. Depan
Inspeksi : Bentuk simetris fusiformis, pergerakan nafas
dinding dada kanan dan kiri sama, retraksi sela iga
(-) , spider nevi (-).
Palpasi : Stem fremitus normal ki = ka, nyeri tekan (-)
Perkusi : Batas Paru Hati Relatif ICS V LMCD/Absolut ICS
VI LMCD, Sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Suara tambahan: (-)
b. Belakang
Inspeksi : Simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Suara tambahan: (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Batas jantung kanan: linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri: sesuai ictus cordis terletak pada
ICS 5-6 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 normal
Bunyi tambahan (-)
6
Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk : Simetris kiri = kanan
Gerakan Lambung/usus : Tidak terlihat
b. Auskultasi
Peristaltik usus : + normal
c. Palpasi
Dinding abdomen : massa (-), hepar teraba, lien tidak teraba.
Nyeri tekan (+) daerah perut kanan atas
Hati
Pembesaran :-
Permukaan :-
Pinggir :-
Nyeri Tekan :+
Ludwig sign :+
Limfa
Pembesaran : Schuffner (-) , Haecket (-)
Ginjal
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
d. Perkusi : Bunyi timpani (+) pada regio abdomen,
asites (-)
Ekstremitas
a. Superior : Akral hangat +/+
b. Inferior : Edema (-/-), akral hangat +/+
7
Kesimpulan Pemeriksaan : Mukosa mulut kering (+), nyeri tekan regio abdomen
kuadran kanan atas, palpasi hepar permukaan hpear licin, ludwig sign (+). Pada
perkusi didapatkan peningkatan batas paru-hati relatif/absolut tanpa peranjakan.
V. DIAGNOSA BANDING
Abdominal Pain ec Susp. Liver abses + Hipertensi + DM tipe II
Abdominal Pain ec Susp. Cholelitiasis + Hipertensi + DM tipe II
Abdomimal Pain ec. Susp. Hepatoma + Hipertensi + DM tipe II
9
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIABETIC
10
Glukosa ad 392 mg/dl < 200
random
LIVER FUNCTION
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Bilirubin Total 0.9 mg/dL 0.2 - 1.5
SGOT 20 U/L 0 – 31
SGPT 42 U/L 14 – 59
11
Hasil Pemeriksaan USG Upper-Lower Abdomen tanggal 16 Februari 2017
Hepar : Ukuran tidak membesar, tekstur parenkim inhomogen,
tampak area hipoekhoik ukuran +/- 3,7x3,8 cm di hepar
lobus kanan. Duktus biliaris intra/extrahepatal tidak
melebar.
Ginjal kanan dan kiri : Ukuran normal, parenkim homogen. Batas tekstur
parenkim dengan central echocomplek jelas. Sistem
pelvokalises tidak melebar. Tidak tampak echostone.
Kesimpulan :
Lesi hipoekhoik dihepar lobus kanan ec suggestive hepatoma DD/ Abses.
12
Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 19 Februari 2017
13
FOLLOW-UP
15
Metformin 2 x 500
mg
Terapi tambahan:
Inj. Ondansetron 4
mg/ 8 jam
Natrium diclofenac
stop
Enystin drop 4 gtt II
Rencana: cek DL
ulang (hasil terlampir)
19 Februari Nyeri perut KU: baik, nyeri Liver abses Metronidazole tab 500
2016 kanan atas ↓↓, tekan abd. Regio + Hipertensi mg
sesekali (+), hipocondrium + DM II Gliquidone tab
mual (+) ↓, dextra ↓↓, BAB Metformin 500 mg tab
menyesak ↓, (+) N, BAK (+) Ondansetron 4 mg tab
nafsu makan cukup, Omeprazole tab
(+) peristaltik (+)
TD= 150/90
mmHg
HR= 84x/i
RR= 20x/i
T=36,7oC
20 Februari Os. PBJ
2017
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum
17
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan
hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan
posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum
terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang
meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi mulai dari hilus atau porta
hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam massa hati, membentuk
rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu.
18
Hati terbagi menjadi 8 segmen
berdasarkan percabangan arteri
hepatis, vena porta dan duktus
pankreatikus sesuai dengan segi
praktisnya terutama untuk
keperluan reseksi bagian pada
pembedahan. Pars hepatis
dekstra dibagi menjadi divisi
medialis dekstra (segmentum
Gambar 1. Pembagian Segmen Hati anterior medialis dekstra dan
segmentum posterior medialis dekstra) dan divisi lateralis dekstra (segmentum
anterior lateralis dekstra dan segmantum posterior lateralis dekstra). Pars hepatis
sinistra dibagi menjadi pars post hepatis lobus kaudatus, divisio lateralis sinistra
(segmantum posterior lateralis sinistra dan segmantum anterior lateralis sinistra)
dan divisio medialis sinistra (segmentum medialis sinistra).
Hati dipersarafi oleh:
1. Nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh
darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis
2. Nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis menyusuri
kurvatura minor gaster dalam omentum.
Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin
Sintesis protein serta α dan β globulin (γ globulin tidak).
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah
fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII, IX,
dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada
sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang
Penyimpanan protein kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.
(asam amino)
20
NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja
bakteri usus terhadap asam amino.
Penyimpanan vitamin dan Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam
mineral hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.
Ruang penampung dan fungsi Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir
penyaring kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja
fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari
darah.
21
mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1
liter empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit,
garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu
(terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan
absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka
sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi ke
hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu)
merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun
merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena
bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya.
Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan
yang dikirimkan oleh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut
adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah
menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini,
glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk
menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan disimpan
dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein dan lemak
(glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting untuk
kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin, disintesis
oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk mempertahankan
tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-faktor pembekuan
lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai dalam hati melalui
proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH3). Amonia yang dilepaskan
kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi oleh ginjal dan usus. Amonia yang
terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada protein juga diubah menjadi urea
dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak,
penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal
dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat endogen dan eksogen. Fungsi
detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim-enzim hati melalui oksidasi,
22
reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya
menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Zat-zat seperti indol, skatol, dan fenol
yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada asam amino dalam usus besar dan zat-zat
eksogen seperti morfin, fenobarbital, dan obat-obat lain, didetoksifikasi dengan
cara demikian.
Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan karena
letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada sinusoid
menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan dengan cara
fagositosis.
23
Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml
dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara
pada vena kava inferior. (Sylvia a. Price, 2006).
24
Gambar 5. Pola Lobular Hati Normal
Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati,
sisanya adalah sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non parenkim yang
termasuk di dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk
seperti bintang. Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena
hepatika dan duktus hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan
sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain
sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan
sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan
desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan
lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang
perisinusoidal).
26
Escherichia coli 20,5
Klebsiella pneumonia 16,0
Pseudomonas aeruginosa. 6,1
Proteus spp. 1,3
Others 7,4
Bakteri Gram Positif
S. milleri 12,2
Enterococcus sp. 9,3
S. aureus / S. Epidermidis 7,7
Streptococcus sp. 1,1
Organisme Anaerob
Bacteroides sp 11,2
Anaeorobic / Microaerophilic Streptococci 6,1
Fusobaterium 4,2
Anaerob lainnya 1,9
Lainnya
Actinomyces 0,3
C. albicans 0,3
27
Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama
laparaskopi cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.
28
3.8. Klasifikasi Abses Hati
Abses hepar dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hepar amoeba dan
abses hepar pyogenik.
1. Abses amebik
Abses hati amebik disebabkan
oleh strain virulen Entamoeba hystolitica
yang tinggi. Sebagai host definitif,
individu-individu yang asimptomatis
mengeluarkan tropozoit dan kista
bersama kotoran mereka. Infeksi
biasanya terjadi setelah meminum air
atau memakan makanan yang
terkontaminasi kotoran yang
mengandung tropozoit atau kista
tersebut.
Gambar 6. Etiologi Abses Hati
2. Abses pyogenik
Abses hati pyogenik dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem
porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari
abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta.
Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis,
inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara
hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis, sepsis
urinarius, dan intravenous drug abuse.
31
Distress pernapasan
Jaundice
Hipotensi
Keterlibatan ekstra-hepatik
32
beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi
parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor
resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen
permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. (Arief Mansjoer, 2001)
33
Gambar 9. Skema Patofisiologi Abses Hati Amebik
34
5. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
organ lanjut usia.(Aru W Sudoyo, 2006).
Penjelasan :
1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga
mengakibatkan infeksi
2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan
tidur atas pola tidur.
4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi
menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.
35
3.12. Manifestasi Klinis Abses Hati
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan
proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah hepar dengan abses meningkat.
b. Suhu daerah hepar dengan abses meningkat karena meningkatnya pasokan
darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Kemerahan setempat daerah hepar dengan abses.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Tanda peradangan : panas, bengkak, kemerahan, dan sakit
36
3.13. Diagnosis Abses Hati
Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar
sulit ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan
arti yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya
dapat disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitasnya.
37
Hal lainnya yang perlu dinilai dalam anamnesis abses hati adalah riwayat
hepatitis sebelumnya dan riwayat keluarnya proglottid (lembaran putih di pakaian
dalam) dengan tujuan menyingkirkan diagnosa banding.
38
amebiasis hati. Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan yang
sensitivitasnya sekitar 85-95%.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu
kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan
percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar
albumin dan glubulin dalam darah. Banyak penderita abses hepar tidak
mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya. Pada penderita
akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan leukositosis yang
bermakna sementara penderita abses hepar kronis justru sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan
pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan
alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin,
berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang
menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan abses
hati.
39
2. Pemeriksaan Fungsi Hati
Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses
hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan
hanya pada 10 % penderita abses hepar. Karena pada abses hepar amebik
terjadi proses destruksi parenkim hati, maka PPT (plasma protrombin time)
meningkat.
3. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-
linked Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect
immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan
prosedur yang paling sering digunakan.
a. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128.
Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang,
sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk
amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai
20 tahun setelah infeksi mereda.
b. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba.
Juga mendeteksi colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes ini
sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun
demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif
sampai 6 bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada
pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space occupying" di hepar,
GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut
disebabkan amuba.
40
4. Pemeriksaan radiologis
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam
mengidentifikasi abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi
membuat USG menjadi pilihan untuk mendiagnosis abses hepar. Abses
hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut Middlemiss (I964)
gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :
Peninggian dome dari diafragma kanan.
Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
Pleural efusion.
Kolaps paru.
Abses paru.
a. CT scan:
Hipoekoik
Massa oval dengan batas tegas
Non-homogen
41
b. USG
c. MRI
42
Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.
"Scintiscanning" hati adanya "filling defect".
"Amoeba Hemaglutination" test positif
43
3.15. Differential Diagnosis Abses Hati
Tabel 8. Differential Diagnosis Abses Hati
Differential Diagnosis Manifestasi Klinis
Hepatoma Anamnesis :
Merupakan tumor ganas hati primer 1. Penurunan berat badan,
2. Nyeri perut kanan atas
3. Anoreksia
4. Malaise
5. Benjolan perut kanan atas
Pemeriksaan fisik :
1. Hepatomegali berbenjol-benjol
2. Stigmata penyakit hati kronik
Laboratorium :
1. Peningkatan AFP
2. PIVKA II
3. Alkali fosfatase
USG : lesi lokal/difus di hati
Kolesistitis Akut Anamnesis :
Merupakan reaksi inflamasi kandung 1. Nyeri epigastrium atau perut
empedu akibat infeksi bakterial akut kanan atas yang dapat menjalar
yang disertai keluhan nyeri perut ke daerah skapula kanan
kanan atas, nyeri tekan, dan rasa 2. Demam
panas. Pemeriksaan fisik :
1. Teraba massa kandung empedu
2. Nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritotis lokal
3. Murphy sign (+)
44
4. Ikterik biasanya menunjukkan
adanya batu di saluran empedu
ekstrahepatik
Laboratorium : leukositosis
USG : penebalan dinding kandung
empedu, sering pula ditemukan sludge
atau batu.
45
Terapi Non-Farmakologi
1. Makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Karbohidrat 40-50 kkal/kgBB
Protein 1-1,5 g/kgBB
2. Makanan dalam bentuk lunak
3. Bed rest
4. Menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi
alkohol.
Terapi Farmakologi
Terapi pada pasien dengan abses hati, dapat diberikan:
1. Pemberian antibiotik
Tabel 9. Farmakoterapi Abses Hati pada Dewasa dan Anak
Jenis Obat Dosis Dewasa Dosis Anak- Efek Samping
anak
Agen amoebisid
Metronidazole PO 750 mg 3x1 PO 30-50 Psikosis, kejang,
selama 5-10 hari mg/kg/hari 3x1 neuropati perifer
selama 5-10 hari
IV 500 mg 4x1
selama 5-10 hari IV 15 mg/kg
diikuti dengan
7,5 mg/kg 4x1
(dosis
maksimum 2250
mg/hari)
Chloroquine PO 600 mg/hari 10 mg/kg Diare, kram
(terapi adjuvan) selama 2 hari, abdomen
46
300 mg/hari cardiotoxicity,
selama 14 hari kejang, dan
hipotensi
Tinidazole 2 mg/hari selama
3-5 hari
Agen luminal
Paromomycin PO 25-30 PO 25 Diare
mg/kg/hari 3x1 mg/kg/hari 3x1
selama 7 hari selama 7 hari
(dosis
maksimum 2
gr/hari)
Iodoquinol PO 650 mg 3x1 PO 30-40 Kontraindikasi
selama 20 hari mg/kg/hari 3x1 pada pasien dengan
(dosis insufisiensi hepatik
maksimum 2 atau hipersensitif
gr/hari) terhadap iodine
Diloxanide PO 500 mg 3x1 PO 20
furoate (indikasi selama 10 hari mg/kg/hari 3x1
mutlak pada
pasien yang tidak
respon iodoquinol
dan
paromomycin)
Antibiotik
47
Meropenem IV 500-1000 mg IV 10-40 mg/kg Nyeri lokasi
(Merrem) 3 x 1 pada 3x1 injeksi, gangguan
keadaan berat gastrointestinal,
dosis dapat gangguan liver,
ditingkatkan pusing, kejang
hingga 2000 mg
Iminipenem dan IV 500-1000 mg IV 15-25 mg/kg Nyeri lokasi
cilastatin na 3-4 x 1 2-4 x 1 injeksi, gangguan
(Primaxin) (dosis maksimum gastrointestinal,
4 gr/hari) gangguan liver,
gangguan renal,
gangguan
hematologi
Cefuroxime PO 250-500 IV/IM 50-100 Gangguan
(Ceftin) mg/hari pada mg/kg/hari 3x1 hematologi,
keadaan berat gangguan
dapat gastrointestinal,
ditingkatkan reaksi lokal injeksi
hingga 1000 mg
2x1
IV/IM 750 mg
3x1
Cefaclor (Ceclor) PO 750 mg/hari PO 10-15 Gangguan
mg/kg/ 2-3 x 1 gastrointestinal,
gangguan
hematologi
Klindamisin PO 150-300 mg PO 8-16 Gangguan
(Cleocin) 4x1 pada infeksi mg/kg/hari 3-4 gastrointestinal,
gangguan liver,
48
serius PO 300- x1 pada infeksi gangguan renal,
450 mg 4x1 serius gangguan
PO 16-20 hematologi
mg/kg/hari 3-4
x1
Agen Anti-jamur
Amfoterisin B PO 0,3-0,5 Demam,
(AmBisome) mg/kg selama 6 menggigil, toksik
minggu atau pada ginjal
dapat dilanjutkan
hingga 3-4 bulan
Flukonazol PO 150 mg dosis IV 3-12 Hepatotoksisitas,
(Diflucan) tunggal mg/kg/hari gangguan
(dosis maksimum (dosis gastrointestinal,
600 mg/hari) maksimum 600 gangguan
mg/hari) hematologi
49
Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol
merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan. Aspirasi bisa
dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi sehingga dapat mencapai ssaran yang tepat. Aspirasi
dapat dilakukan secara berulang-ulang secara tertutup atau
dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada semua
tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik untuk
mencegah infeksi sekunder.
50
d. Hepatektomi
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati
yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses
tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien dengan
penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi tergantung dari
luas daerah hati yang terkena abses juga disesuaikan dengan
perdarahan lobus hati.
51
5. Ileus obstruktif
6. Koma hepatikum.
52
BAB IV
ANALISIS MASALAH
53
dengan obat penurun demam.
Sakit kepala (+) bersamaan jika
os demam. Os juga
mengeluhkan mual (+) dan rasa
menyesak (+), namun tidak
sampai menimbulkan muntah
(-). Os juga mengaku nafsu
makan menurun karena mual.
Perut kembung bila sehabis
makan. BAK (+) lancar
berwarna kuning jernih. BAB
(+) normal, 1x sehari, warna
kuning, konsistensi lunak, tidak
disertai dengan lendir dan
darah.
3. Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran : Compos
mentis
- GCS : 15 (E=4, V=5,
M=6)
- TD : 179/92 mmHg
- RR : 24/menit
- HR : 88x/menit
- T : 38,5oC
- Bibir kering (+)
- Nyeri tekan daerah
hipocondrium dextra
(+)
- Ludwig sign (+)
54
4. Pemeriksaaan Penunjang Glukosa ad random : < 200 (normal)
- Leukosit : 12750 /mm3
- Laju Endap Darah : 35
mm/jam
- Glukosa ad random :
392 mg/dl
- USG Upper-Lower
Abdomen : Lesi
Gambar 12. Hasil USG pasien
hipoekhoik dihepar
dengan Abses Hati
lobus kanan
56
DAFTAR PUSAKA
Aru, W. Sudoyo, dkk.(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi
Empat.Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI.
Iida H, Aihara T, Ikuta S, Yamanaka N. Risk of abscess formation after liver tumor
radiofrequency ablation: A review of 8 cases with a history of enterobiliary
anastomosis. Hepatogastroenterology 2014;61:1867–1870.
Keshav, Satish. Structure and function. In : The Gastrointestinal System at A
Glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter
27-28.
Lardière-Deguelte S, Ragot E, Armoun K, Piardi T, Dokmak S, Bruno O, et al.
Hepatic abscess: diagnosis and management. J Visc Surg 2015;152: 231–
243. doi: 10.1016/j.jviscsurg.2015.01.013
Lin YT, Liu CJ, Chen TJ, Chen TL, Yeh YC, Wu HS, et al. Pyogenic liver abscess
as the initial manifestation of underlying hepatocellular carcinoma. Am J
Med 2011;124:1158–1164. doi: 10.1016/j.amjmed.2011.08.012
Malik AA, Bari SVL, Rouf KA, Wani KA. Pyogenic liver abscess: changing
patterns and approach. World J Gastrointes Surg. 2010;2(12):395e401.
Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum
dan Muskuloskeletal. Penerjemah Brahm U. Penerbit EGC : Jakarta
Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
Jakarta 2006 ; 462 – 463
Salahi R, Dehghani SM, Salahi H, Bahadur A, Abbasy HR, Salahi F. Liver abscess
in children: a large single centre experience. Saudi J Gastroenterol.
2011;17(3):199e202.
Sherwood, Lauralee. Sistem Pencernaan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
57
Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:
www.pubmedcentral.nih.gov 2005
Sylvia a. Price.(2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku
Patofiologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-
474.
Wenas, Nelly Tandean. Wa;e;eng, B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati,
Siti. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461
Yu Y, Guo L, Hu C, Chen K. Spectral CT imaging in the differential diagnosis of
necrotic hepatocellular carcinoma and hepatic abscess. Clin Radiol
2014;69: e517–e524. doi: 10.1016/j.crad.2014.08.018
Zhu X, Wang S, Jacob R, Fan Z, Zhang F, and Ji G. A 10-Year Retrospective
Analysis of Clinical Profiles, Laboratory Characteristics and Management
of Pyogenic Liver Abscesses in a Chinese Hospital. Gut Liver 2011;5:221-
7.
58