Anda di halaman 1dari 11

UJIAN AKHIR SEMESTER KBBN

WUJUD BELA NEGARA DALAM MENGHADAPI FENOMENA


PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS DIBIDANG ENERGI
DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI NASIONAL

Dosen Pembimbing:

NUGROHO ADI SASONGKO, S.T., M.Sc.,Ph.D

Disusun oleh:

KHOIRUN NAIMAH 120180202011

PRODI KETAHANAN ENERGI


FAKULTAS MANAJEMEN PERTAHANAN
UNIVERSITAS PERTAHANAN INDONESIA
2018
WUJUD BELA NEGARA DALAM MENGHADAPI FENOMENA
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS DIBIDANG ENERGI
DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI NASIONAL

Bela negara menurut UU No. 3 Tahun 2002 adalah sikap dan prilaku warga
negara yang dijiwai oleh kecintaanya kepada NKRI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan
bernegara. Sikap dan prilaku tersebut tercermin melalui Karakter Bangsa
Indonesia yang merupakan jatidiri bangsa yang membedakan dari negara lain.
Bentuk bela negara dapat dilakukan dengan 2 cara yakni secara fisik dan non
fisik. Bela negara secara fisik dilakukan dengan cara mengangkat senjata oleh
TNI untuk menghadapi ancaman militer, sedangkan bela negara non fisik
dilakukan dengan tidak mengangkat senjata melainkan sesuai dengan profesi
masing-masing, dalam hal ini bela negara diwujudkan untuk menghadapi
fenomena perkembangan lingkungan strategis khususnya dibidang Energi.

Energi merupakan salah satu modal pembangunan bangsa. Tanpa energi,


maka kegiatan pembangunan dalam negeri tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Energi sudah menjadi kebutuhan primer yang senantiasa harus
terpenuhi. Seperti Bahan Bakar Minyak (BBM). Tanpa adanya BBM maka
transportasi dan pembangkit listrik tidak dapat berjalan. Apabila keduanya tidak
berfungsi, maka pembangunan negara tersebut akan terhambat. Ekonomi
negara akan memburuk dan ketahanan nasional juga menurun. Kebutuhan
energi berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi
pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan energi juga semakin tinggi. Namun,
kondisi yang terjadi saat ini adalah adanya potensi krisis energi. Hal ini
dikarenakan cadangan energi minyak semakin lama semakin habis.
Diperkirakan, apabila tidak ditemukan cadangan sumur minyak baru, maka
minyak yang ada saat ini akan habis dalam waktu 8 tahun kedepan. Produksi
Pertamina saat ini tidak bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri. Dalam sehari
pertamina hanya mampu memproduksi sekitar 800 ribu barrel per hari,
sedakngkan kebutuhannya adalah 1,1 juta barrel per hari. Alhasil, untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah melakukan impor.

Menurut International Energy Agency (IEA), pada tahun 2020 penduduk dunia
diperkirakan mencapai 7,8 miliar jiwa dan pada tahun 2035 penduduk dunia
mencapai 8,7 miliar jiwa. Dengan populasi yang terus naik, sementara SDA
semakin terbatas, maka persaingan penduduk dunia akan semakin keras demi
melanjutkan kelangsungan hidup.

Gambar 1. Perkiraan Kebutuhan Energi Dunia


Sumber: IEA World Energi Outlook, 2013

Dari gambar 1. diatas dapat dilihat bahwa kebutuhan energi dimasa mendatang
semakin tinggi, dan penggunaan EBT semakin meningkat sedangkan untuk
minyak berkurang. Namun, melihat kondisi sumber energi fosil saat ini yang
menuju krisis, maka dimasa mendatang, dikhawatirkan konflik-konflik yang
terjadi adalah atas dasar pemenuhan kebutuhan energi. Pemenuhan kebutuhan
pasokan energi tak hanya dilakukan melalui transaksi di pasar energi global,
tetapi juga bergerak ke arah penguasaan sumber-sumber energi di negara-
negara yang memiliki sumber daya energi. Perilaku ini dalam praktiknya banyak
didominasi oleh aktor di suatu negara. Pergeseran pola ini juga telah
meningkatkan tensi politik dan ketegangan yang berkepanjangan, baik
antarnegara maupun kawasan, terutama dalam memperebutkan wilayah-
wilayah yang diperkirakan kaya sumber energi. Kondisi ini semakin rawan
bilamana kolaborasi dalam memperebutkan sumber energi tersebut melibatkan
pula perusahaan-perusahaan yang memiliki kekuatan modal yang sangat
besar. Salah satu bentuk pencegahan adalah kerja sama antarnegara dan
kawasan dalam rangka menjaga keamanan bersama terhadap kepastian
pasokan energi.

Saat ini, telah terjadi perubahan dalam konsep geopolitik yang dipengaruhi oleh
perkembangan dan transformasi ekonomi serta teknologi informasi. Arus
modal, perdagangan, dan transaksi keuangan telah berkembang melampauii
batas ruang dan waktu. Untuk menguasai sumber-sumber energi dunia saat inii
dapat dilakukan melalui kekuatan informasi. Kekuatan membangun informasii
sangat terkait dengan tersedianya data yang memiliki akurasi tinggi dan
disampaikan pada waktu yang tepat. Kekuatan ini dapat dilihat dari IEA dan
OPEC serta lembaga energi dunia lainnya yang dapat mempengaruhi pasar
energi dunia dan pola kebijakan energi suatu negara melalui kekuatan
informasi.

Secara mendasar, fenomena yang akan terus mewarnai, mempengaruhi, &


memberi dampak terhadap lingkungan strategis yang menjadi kewaspadaan
nasional adalah sebagai berikut:

1. Fluktuasi Harga Minyak Dunia. Hal ini disebabkan karena


ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, yang akhirnya
diikuti dengan peningkatan harga minyak dunia. Fluktuasi harga minyak
mentah seringkali dikaitkan pula dengan peristiwa besar skala dunia,
seperti perang, ketegangan politik, perubahan kebijakan OPEC, bencana
alam dan perekonomian nasional yang dapat mengimbas pada sektor
lainnya. Penyebab lainnya diantaranya yakni adanya kecenderungan
banyak negara untuk meningkatkan volume cadangan penyangga energi
secara signifikan, adanya masalah keamanan jalur transportasii dari
negara produsen ke konsumen karena sekitar 20 % perdagangan
minyak dunia melalui selat Hormuz, adanya spekulan yang akan
meningkatkan kerentanan pasokan minyak bumi. Pusat-pusat
perdagangan internasional minyak bumi sekarang ini lebih didominasi
perdagangan paper oil yang menampung uang non commercial daripada
perdagangan fisik. Perdagangan jenis ini yang sifatnya spekulatif, bisa
dalam sekejap menyebabkan melonjaknya/terjunnya harga minyak di
luar fundamental perdagangan minyak itu sendiri, seperti yang terjadi
pada krisis finansial 2008. Dan adanya kolaborasii spekulan dengan
pejabat (eksekutif dan/atau legislatif) yang akibatnya dapat
mengintervensi kebijakan energi dalam negeri.
2. Perubahan iklim. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) dalam 10 tahun terakhir suhu bumi telah naik sekitar 0,7 oC. Jika
peningkatan suhu terus berlanjut maka diperkirakan pada tahun 2040
lapisan es di kutub-kutub bumi akan mencair yang secara langsung
menyebabkan permukaan air laut akan naik. Akibat selanjutnya akan
terjadi punahnya flora fauna, cuaca dan curah hujan yang ekstrim,
masalah kesehatan akibat munculnya penyakit-penyakit baru, hingga
masalah kedaulatan negara. Kedaulatan tersebut sebagai akibat dari
potensi tenggelamnya wilayah negara yang lebih cepat dari perkiraan.
Dalam konteks ini, permasalahan lingkungan hidup akan menjadi salah
satu isu global yang mempengaruhi situasi politik dan keamanan global
untuk jangka panjang. Potensi meningkatnya harga karbon dan tekanan
politik terhadap negara tertentu perlu diambil kebijakan preventif, agar
mengurangi emisi yang cenderung semakin besar. Hal itu dilakukan
karena berkaitan dengan kepentingan mitigasi perubahan iklim.
3. Dominasi negara super power. Walaupun minyak dunia hanya dapat
memenuhi kebutuhan 53,3 tahun ke depan, namun tetap dijadikan
sebagai sumber energi utama dunia bagi negara-negara maju. Hal
tersebut terlihat dari langkah AS yang akan terus menggantungkan
minyak dunia, walaupun memiliki cadangan minyak yang sangat besar.
Selain itu, dalam kebijakan produksi energi nasionalnya, AS berupaya
untuk mencadangkan ladang minyak yang berada di wilayah Amerika
Utara dan sekitarnya, mengambil pasokan minyak dunia yang berada di
Timur Tengah, bahkan di wilayah Asia. Hal tersebut diindikasikan
dengan kehadiran armada militer AS di penjuru dunia termasuk di
kawasan Asia Pasifik untuk mengamankan kepentingannya. Kawasan
Asia Pasifik telah menjadi pasar impor terbesar pertama dan merangkap
penyedia terbesar bagi sumber energi AS dan ekspor terbesar kedua
setelah Amerika Utara. Volume ekspor dan impor AS ke negara kawasan
Asia Pasifik mencapai lebih dari 20% dari total volume ekspor impor AS
di dunia.
4. Peran minyak timur tengah sebagai centre of gravity dunia. Hubungan
AS dengan Timur Tengah merupakan hubungan yang interdependensi.
AS sangat membutuhkan pasokan minyak untuk pertumbuhan
industrinya. Arab Saudi sangat tergantung pada keterlibatan AS dalam
bidang ekonomi, pertahanan dan keamanan. AS tidak mempersoalkan
sistem politik Arab Saudi yang tidak mempraktikkan nilai-nilai demokrasi
dan berstatus negara monarkhi. Pertimbangan AS dilatarbelakangi oleh
kapasitas produksi minyak harian Arab Saudi, mampu menggoyang atau
mengamankan pasar minyak global. Alasan lainnya adalah pertaruhan
politik AS terlalu besar jika rezim Saudi runtuh. Indonesia termasuk
negara yang mengimpor minyak dari Saudi Arabia memiliki kerawanan
terhadap kebutuhan energinya. Bila pemenuhan minyak dari Timur
Tengah dimonopoli, maka akan berdampak pada situasi nasional yaitu
terjadi krisis minyak. Kerjasama bilateral antara Indonesia dengan salah
satu negara Timur Tengah, Arab Saudi telah berlangsung sejak 1971 di
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan. Hubungan
bilateral tersebut memungkinkan Indonesia menjalin kerjasama yang
berkelanjutan, terutama berkaitan dengan bidang energi. Kerjasama
kedua negara ini akan terus berjalan, mengingat Indonesia merupakan
negara yang memberikan devisa terbesar bagi Arab Saudi di bidang
keagamaan.
5. Konflik laut china selatan. Makin langkanya sumber energi di wilayah
daratan mendorong banyak negara mengeksplorasi dan mengeksploitasi
energi di wilayah lautan. Hal ini terlihat pada konflik laut China selatan.
Klaim China atas penguasaan Laut China Selatan merujuk secara
historis yang dikenal Nine Dotted Line. Kebijakan ini yang bertentangan
dengan hukum UNCLOS 1982 tersebut ditentang keras oleh Taiwan,
Vietnam, Filiphina, Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalam serta
negara-negara yang berkepentingan di kawasan, seperti Amerika
Serikat. China bahkan pernah menyatakan klaim terhadap sebagian Laut
Natuna, sehingga sebagian ZEE Indonesia di wilayah Pulau Natuna
dikhawatirkan terkena klaim China. Menanggapi hal tersebut China
belum secara tegas menentukan batas-batas klaim yang dimaksud.
Indonesia memiliki komitmen kuat untuk menahan diri dan
mengedepankan diplomasi, menghormati hukum internasional, dan
mengesampingkan penggunaan kekuatan (use of force). Pemerintah
tetap harus mempertimbangkan beberapa alternatif solusi, seandainya
China mengklaim wilayah Kepulauan Natuna.
6. Peranan selat malaka dalam akses energi di asia tenggara. Strategis
Selat Malaka dan meningkatnya perhatian terhadap keamanan
internasional terkait dengan kemungkinan keamanan akses energi
mengakibatkan kebutuhan akan hadirnya keamanan yang kuat di Selat
Malaka. Tiga tantangan utama yang dihadapi kawasan tersebut untuk
membangun kerja sama yang kuat dalam mengatasi terorisme dan
kejahatan transnasional lainnya yaitu:
1) Isu kedaulatan. Masalah kedaulatan yang belum selesai akan
menghalangi kerja sama, khususnya mengenai isu yang sedang
hangat.
2) Kapabilitas dan kapasitas angkatan laut yang tidak seimbang di
antara tiga negara pesisir (littoral states) yaitu Indonesia, Malaysia,
dan Singapura. Tantangan ini dapat mengakibatkan implementasi
kerja sama tidak berjalan semestinya. Lebih lanjut, kepercayaan diri
di antara negara-negara pesisir.
3) Munculnya kekuatan negara-negara super powers yang ingin
mengontrol Selat Malaka karena memiliki kepentingan akses energi
dan kepentingan meluaskan pengaruhnya. Rasa saling curiga di
antara anggota negara-negara pesisir tersebut tidak dapat
membantu mengatasi masalah keamanan di tahun mendatang.
7. Konflik ambalat. Isu perbatasan nasional terkait dengan perebutan
energi adalah kasus Ambalat. Pasalnya, disana terdapat kandungan
Migas yang cukup besar. Penyelesaian isu Ambalat harus memerankan
upaya diplomasi, mengingat tingkat sensitifitas isu tersebut cukup tinggi
dan selalu mengancam secara laten timbulnya ketegangan dan
permusuhan hubungan kedua negara wilayah perbatasan. Isu tersebut
umumnya sangat rentan karena mengandung persoalan keamanan,
pertahanan, kejahatan lintas Negara, termasuk kepentingan kedaulatan
dalam arti ekonomi yaitu penguasaan sumber energi. Keseriusan
pemerintah dalam mengamankan kedaulatannya perlu dilakukan dengan
jalan patroli di perairan laut Indonesia, membangunan sarana dan
prasarana pada pulau-pulau/wilayah perbatasan perbatasan serta
kepedulian terhadap kehidupan masyarakatnya. Gelar kekuatan dan
gelar persenjataan merupakan langkah awal dalam mengamankan
Wilayah Ambalat. Upaya lainnya adalah dengan pembangunan fasilitas
sarana dan prasarana, seperti mercusuar atau menara pengawas
sebagai sebagai tanda kepemilikan wilayah NKRI.
8. Kenaikan harga BBM. Banyak aktor negara berkolaborasi dengan
spekulan dalam melakukan penyimpangan penggunaan dan distribusi
minyak karena banyak keuntungan yang dapat diperoleh, seperti
penyelundupan minyak mentah, penimbunan BBM bersubsidi, dan
penjualan BBM bersubsidi ke sektor industri. Selama masih ada
perbedaan disparitas harga antara BBM subsidi dan BBM untuk industri,
peluang berbagai kebocoran tetap timbul. Kondisi ini akan semakin
mengkhawatirkan bila ada aktor negara yang berwenang dalam
pengaturan kebijakan energi ikut bermain. Kenaikan harga BBM subsidi
diiringi dengan reaksi-reaksi yang bersifat politis karena seringkali
diwarnai dengan gejolak penolakan oleh masyarakat. Kenaikan harga
BBM akan mengakibatkan inflasi dan menurunkan daya beli, sehingga
akan mengakibatkan jumlah orang miskin bertambah. Namun, hal ini
hanya akan berlangsung dalam jangka pendek saja. Di lain pihak,
pengalihan subsidi harga ke subsidi langsung berupa bantuan langsung
tunai (BLT), perbaikan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan dapat
mengimbangi akibat negatif kenaikan harga BBM tersebut.
9. Belum adanya kepastian batas laut teritorial dengan negara tetangga
akan menjadi persoalan tersendiri di masa mendatang. Sengketa
Ambalat muncul karena wilayah ini diduga mengandung cadangan
minyak dan gas bumi.
10. Masih adanya gejala radikalisme di tanah air, mengindikasikan masih
besarnya potensi ancaman terorisme dan sabotase. Sabotase dan
perusakan fasilitas dan infrastruktur energi berakibat pada terhambatnya
produksi dan distribusi energi.
11. Masih adanya embargo energi yang merupakan salah satu senjata bagi
negara yang memiliki cadangan energi sangat besar. Ancaman embargo
BBM oleh Singapura masih mungkin terjadi, karena ketergantungan
impor BBM sebagian besar berasal dari negara tersebut.
12. Masih cukup menonjolnya aktivitas transnasional, seperti penyelundupan
barang, minyak mentah, BBM bersubsidi, dan senjata, drugs dan human
trafficking, illegal logging, illegal mining, illegal fishing.
13. Pemerintah Indonesia pada tahun 2017 mengubah sistem pengolahan
migas dari cost recovery menjadi gross split. Dimana sistem gross split
ini memberikan kebebasan kepada kontraktor untuk melakukan
eksploitasi terhadap wilayah yang sudah ditentukan oleh Negara. Disisi
lain masih banyak wilayah potensi migas di Indonesia yang belum
tereksplorasi, mengingat biaya eksplorasi yang sangat tinggi dan
membutuhkan teknologi yang mumpuni. Sehingga Negara Indonesia
menyerahkan proses produksi sepenuhnya kepada kontraktor. Namun
hal ini membuat peluang kepada kontraktor asing untuk menguasai
sumber migas Indonesia.

sikap bela negara yang menjadi solusi/langkah kongkret sebagai wujud rasa
cinta tanah air adalah:
1. Dari sisi pemerintah:
a. Harus membuat kebijakan yang mendorong pengembangan EBT
yang komprehensif dari hulu sampai hilir.
b. Mengadakan hubungan kerjasama dalam skala bilateral maupun
multilateral dengan tujuan menstabilkan harga minyak dunia. Forum
kerjasama merupakan upaya solutif, mengingat negara-negara dunia
memiliki interdependensi terhadap pemenuhan kebutuhan energinya.
2. Dari sisi penyedia BBM
a. Memenuhi kebutuhan BBM di semua wilayah yang ada di Indonesia
b. Menggunakan teknologi pengolahan BBM yang hemat energi
c. Mendukung kebijakan pemerintah untuk mengembangkan EBT,
terutama untuk sector transportasi
d. Menggalakkan produksi Bahan Bakar Nabati, sehingga dapat
menurunkan penggunaan energy fosil dan emisi Gas Rumah Kaca
3. Daris sisi pengguna BBM
a. Mentransformasikan kebiasaan yang semula boros BBM menjadi
hemat BBM
b. Tidak melakukan kegiatan mengoplos BBM
c. Menggunakan kendaraan yang hemat BBM
d. Tidak menggunakan kendaraan motor dan atau mobil yang sudah
tidak layak pakai
e. Menggunakan BBM yang berbasis Nabati
f. Tidak melakukan kegiatan penyelundupan BBM
4. Dari sisi Industri Batubara
a. Melakukan reklamasi lingkungan pada area bekas penambangan
batubara sistem open pit (tambang terbuka)
b. Meningkatkan DMO (Domestic Market Obligation) yaitu
mengutamakan keperluan dan pemenuhan dalam negeri
c. Meningkatkan TKDN dan mengutamakan sumberdaya lokal
5. Dari sisi Penyedia Listrik
a. Memperluas pembangkitan tenaga listrik terutama untuk daerah 3T
(Terluar, Terpencil, dan Terdepan)
b. Menerapkan konservasi energi listrik secara efektif
c. Menggunakan sumber energi terbarukan sebagai bahan bakar
pembangkit listrik seperti B20 untuk membantu menurunkan
konsumsi bahan bakar fosil dan emisi Gas Rumah kaca.
6. Dari sisi Pengguna Listrik
a. Pengembangan kurikulum green education melalui materi konservasi
energi
b. Pengembangan kebiasaan hidup hemat energi
c. Penggunaan listrik sesuai dengan kebutuhan
d. Penggunaan produk-produk hemat energi berlogo SNI
e. Arah pembangunan berorientasi pada system konservatif seperti
konsep green building
f. Ikut berkontribusi dalam menggunakan energi terbarukan, yaitu
menggunakan solar home system, dan pv-offgrid

Kesimpulan
Melihat foenomena perkembangan lingstra energi saat ini, maka pemerintah
Indonesia harus mencermati dan menganalisa dari perkembangan lingstra yang
terjadi, sehingga kita bisa mempersiapkan langkah-langkah guna
mengantisipasi dampak lingstra yang akan merugikan bangsa indonesia melalui
sikap Bela Negara mulai dari Akademisi, Pemerintah, Industri, dan Rakyat dan
jika berdampak positif maka harus mempersiapkan strategi pengembangan
kedepannya. Dengan demikian, diharapkan sikap Bela Negara dapat
berkontribusi dalam meningkatkan Ketahanan Energi sekaligus ketahanan
Nasional.

Referensi
Hikam, MuhammadAS. 2014. Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025. Jakarta
Pusat: cv.rumah buku

Kementerian Negara Riset dan Teknologi RI, Indonesia 2005-2025, Buku Putih
Energi; Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Bidang EBT untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi
Tahun 2025, hlm. 31.

Risdihanto, Agung. 2015. Dampak Krisis Energi terhadap kedaulatan NKRI.


Kajian Triwulan II TA 2015

UU No.3 tahun 2002 tentang Bela Negara

UU No.30 tahun 2007 tentang Energi

Anda mungkin juga menyukai