Anda di halaman 1dari 12

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kandidiasis Vulvovaginalis


2.1.1. Definisi Kandidiasis Vulvovaginalis
Kandidiasis adalah infeksi dengan berbagai manifestasi klinis yang
disebabkan oleh kandida, khususnya Candida albicans dan ragi (yeast) lain dari
genus kandida. Kandidiasis pada wanita umumnya infeksi pertama timbul di
vagina yang disebut vaginitis dan dapat meluas sampai vulva (vulvitis), jika
mukosa vagina dan vulva keduanya terinfeksi disebut kandidiasis vulvovaginalis
(KVV) (Daili, Makes, et al., 2009). KVV didefinisikan sebagai salah satu
penyebab tersering dari vaginitis, sebuah gangguan ginekologis dengan
manifestasi cairan putih, kental, tidak berbau (“cottage cheese”) yang terdapat
pada saluran bawah reproduksi wanita. Disertai gatal, iritasi, dysuria atau
dyspareunia (Nwadioha, Egah, et al., 2010).

2.1.2. Etiologi dan Epidemiologi Kandidiasis Vulvovaginalis

Penyebab terbanyak KVV adalah spesies Candida albicans (80-90%)


sedangkan penyebab terbanyak ke dua adalah Candida glabrata (10%),
sedangkan 3% lainnya oleh spesies Candida lain seperti Candida tropicalis,
Candida pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida stellatoidea (Daili,
Makes, et al., 2009).

Tiga dari empat (75%) wanita pernah mengalami episode KVV sepanjang
hidupnya dan 10-20% wanita merupakan karier asimtomatik untuk spesies
Candida. (Parveen, Munir, et al., 2008). Paling banyak terjadi pada usia muda 15-
30% (Monalisa, Bubakar, et al., 2012). Menurut Nwadioha (2010), spesies
Candida biasa berasal dari endogen dan ditularkan melalui pasangan seksual.

Universitas Sumatera Utara


5

2.1.3. Faktor Risiko Kandidiasis Vulvovaginalis

Beberapa faktor yang merupakan predisposisi atau faktor risiko, khususnya


yang berkaitan dengan dua hal, yaitu meningkatnya karbohidrat, termasuk
peningkatan dan penurunan pH. Hal ini erat hubungannya dengan :

a. Kehamilan
b. Obesitas
c. Lingkungan yang hangat dan lembab
d. Pakaian atau pakaian dalam yang ketat
e. Pemakaian oral kontrasepsi
f. Pemasangan IUD (Intra Uterine Device)
g. Pemakaian antibiotika spektrum luas
h. Menderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol
i. Pemakaian obat yang mengandung kortikosteroid
j. Pemakaian pencuci vagina
k. Penyakit infeksi dan keganasan yang menekan daya tahan tubuh (Pudjiati,
Soedarmadi. 2009)

Kandida vulvovaginalis rekuren (KVVR) didefinisikan sebagai infeksi yang


mengalami kekambuhan 4 kali atau lebih dalam setahun (Akah, Nnamani, et al,.
2010). Perubahan hormonal seperti kehamilan dapat memicu kekambuhan KVV.
Penggunaan larutan pembersih organ kewanitaan atau douching juga dapat
menyebabkan KVVR. Diduga mekanismenya melalui reaksi hipersensitivitas
yang mengakibatkan meningkatnya kerentanan terhadap kandida. Faktor lain
penyebab KVVR adalah kontak seksual yang terlalu sering. Diduga hal ini
disebabkan karena abrasi vagina dan alergi terhadap semen pria (Pudjiati dan
Soedarmadi, 2009).

2.1.4. Patofisiologi Kandidiasis Vulvovaginalis pada Ibu Hamil


Mekanisme terjadinya KVV terutama pada kehamilan berlangsung sangat
kompleks. Selama kehamilan, terjadi peningkatan kedua hormon yaitu
progesteron dan estrogen. Progesteron memiliki efek supresi terhadap anti-

Universitas Sumatera Utara


6

kandida pada aktivitas neutrofil. Sedangkan estrogen bekerja mengurangi


kemampuan sel epitel vagina untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans
dan juga menurunkan immunoglobin pada sekret vagina. Kondisi ini mendukung
terjadinya kolonisasi dari kandida tersebut. Sehingga meningkatkan kerentanan
pada ibu hamil mengalami KVV (Aslam, Hafeez, et al., 2008).
Selain itu, KVV umumnya terjadi karena perubahan pH dan kandungan gula
pada sekret vagina. Peningkatan hormon estrogen selama kehamilan
menyebabkan produksi glikogen lebih banyak pada vagina. Hal ini memiliki efek
langsung pada sel ragi dikarenakan pertumbuhannya yang cepat dan mudah
lengket pada dinding vagina (Parveen, Munir, et al., 2008).

2.1.5. Diagnosis Kandidiasis Vulvovaginalis


Diagnosis cepat dan tepat dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
didukung pemeriksaan mikroskopik langsung, bila perlu dilakukan biakan
(kultur). Berikut ini beberapa pemeriksaan untuk mendeteksi KVV :
• Pemeriksaan klinis
Pada gambaran klinis, keluhan khas dari KVV adalah gatal/iritasi vulva
dan duh tubuh vaginal/keputihan Vulva bisa terlihat tenang, tetapi bisa juga
kemerahan, udem dengan fisura, dan dijumpai erosi dan ulserasi. Kelainan
lain yang khas adalah adanya pseudomembran, berupa plak-plak putih seperti
sariawan (thrush), terdiri dari miselia yang kusut (matted mycelia), leukosit
dan sel epitel yang melekat pada dinding vagina.
Pada vagina juga dijumpai kemerahan, sering tertutup pseudomembran putih
keju. Jika pseudomembran diambil akan tampak mukosa yang erosif. Cairan
vagina biasanya mukoid atau cair dengan butir-butir atau “gumpalan keju”
(cottage cheese). Namun, duh tubuh biasanya amat sedikit dan cair, vagina
dapat tampak normal. Pada pemeriksaan kolposkopi, terdapat dilatasi atau
meningkatnya pembuluh darah pada dinding vagina atau serviks sebagai
tanda peradangan (Daili, Makes, et al., 2009).

Universitas Sumatera Utara


7

• Pemeriksaan laboratorium
Menurut Daili (2009), pemeriksaan mikroskopik dapat dipakai sebagai standar
emas (gold standard) untuk membuktikan adanya bentuk ragi dari kandida.
Terutama sensitivitasnya pada penderita simtomatik sama dengan biakan. Di
bawah ini terdapat beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya kandida
1. Pemeriksaan mikroskopik : pulasan dari pseudomembran atau cairan vagina
dijadikan sampel lalu dilakukan pewarnaan Gram atau KOH 10% kemudian di
letakkan di bawah mikroskop cahaya. Candida albicans akan terlihat dimorfik
dengan ragi sel-sel tunas berbentuk lonjong dan hifa. Serta dalam bentuk yang
invasif kandida tumbuh sebagi filamen, miselia, atau pseudohifa (Schorge,
Schaeffer, et al., 2008).

Gambar 2.1. Yeast Pseudohyphae


(Sumber : Steece, 2011)

2. Kultur : sampel dibiakkan pada agar Sabouraud’s dextrose atau agar Nutrient.
Piring agar diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-72 jam (Yousif, Hussien. 2010).
Biakan jamur (kultur) dari sekret vagina dilakukan untuk konfirmasi terhadap
hasil pemeriksaan mikroskopik yang negatif (false negative) yang sering
ditemukan pada KVV kronis dan untuk mengindentifikasi spesies non-Candida
albicans. Kultur mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi sampai 90%, tetapi hasil

Universitas Sumatera Utara


8

postif kultur saja tidak dapat dijadikan indikasi seseorang menderita KVV jika
tidak ditemukan simtom pada vagina karena 10-15% wanita normal dijumpai
kolonisasi pada vaginanya (Daili, Makes, et al., 2009). Hal ini didukung oleh
Schorge (2008), kultur secara rutin tidak direkomendasikan kecuali pada wanita
yang telah terinfeksi kandida sebelumnya serta gagal dalam pemberian
pengobatan empiris.

2.1.6 Efek Kandidiasis Vulvovaginalis pada Ibu Hamil


Komplikasi KVV pada ibu hamil dapat terjadi dengan cara penyebaran
infeksi ke bagian atas saluran reproduksi (ascending infection) melalui diseminasi
hematogen. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita KVV dapat terinfeksi secara
langsung dari kontaminasi cairan amnion atau melalui jalan lahir (Monalisa,
Bubakar. 2012). Komplikasi tersebut adalah prematuritas, aborsi spontan,
chorioamnionitis, dan beberapa infeksi yang dapat diderita bayi pada saat
persalinan. Neonatus prematur mudah terinfeksi jamur dikarenakan sistem imun
yang belum matang. Selama persalinan, transmisi dapat terjadi melalui vagina ibu
yang telah terinfeksi dengan bayi yang baru lahir dan meningkatkan resiko
kejadian infeksi kandida kongenital. Bayi dengan oral thrush yang mendapatkan
air susu ibu (ASI) dapat meningkatkan risiko kandidiasis pada puting susu ibu
tersebut (Parveen, Munir, et al., 2008).

2.1.7 Tata Laksana Kandidiasis Vulvovaginalis pada Ibu Hamil


Butoconazole 2% krim, 5 gram secara intravaginal selama 3 hari atau
fluconazole 150 mg secara oral dengan dosis tunggal (Hacker, Gambone, et al.,
2010).

2.2. Vaginosis Bakterial


2.2.1. Definisi Vaginosis Bakterial
Dalam pengertiannya, Vaginosis Bakterial (VB) adalah keadaan abnormal
pada ekosistem vagina yang ditandai dengan perubahan konsentrasi hirogen
peroksida (H2O2) hasil produksi flora normal Lactobacillus di vagina. Penurunan

Universitas Sumatera Utara


9

konsentrasi H2O2 digantikan oleh peningkatan konsentrasi bakteri anaerob


(Mobiluncus, Provetella, Peptostreptococcus, Bacteroides, dan Eubacterium) dan
bakteri fakultatif (Gardnella vaginalis, Mycoplasma hominis, Enterococcus dan
grup β Streptococcus). Perubahan ini umumnya ditandai dengan produksi sekret
vagina yang banyak, berwarna abu-abu, tipis, homogen, berbau amis, dan
terdapat peningkatan pH dari nilai < 4,5 sampai 7,0. (Anggraini, Maryuni, et al.,
2012). Hal ini bisa timbul dan remisi secara spontan pada wanita dengan seksual
aktif dan wanita yang buka seksual aktif (Adam, Zainuddin, et al., 2009).

2.2.2. Etiologi dan Epidemiologi Vaginosis Bakterial


Secara epidemiologi, kumpulan gejala yang timbul pada VB berhubungan
dengan aktivitas seksual. VB merupakan infeksi vagina yang tersering pada
wanita dengan seksual aktif. Penyebab VB bukan organisme tunggal. Pada suatu
analisis dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 4 jenis bakteri vagina
yang berhubungan dengan VB yaitu Gardnella vaginalis, Bacteroides Sp,
Mobiluncus Sp, Mycoplasma hominis.
• Gardnella vaginalis
Berbagai kepustakaan selama 30 tahun terakhir membenarkan observasi Gardner
dan Dukes’ bahwa Gardnella vaginalis sangat erat hubungannya dengan VB.
Meskipun demikian dengan media kultur yang sensitif Gardnella vaginalis dapat
diisolasi dengan konsentrasi yang tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi
vagina. Gardnella vaginalis dapat diisolasi pada sekitar 95% wanita dengan BV
dan 40-50% pada wanita asimtomatis atau tanpa penyebab vaginitis lainnya.
Gardnella vaginalis diperkirakan berinteraksi melalui cara tertentu dengan bakteri
anaerob dan mycoplasma genital menyebabkan VB.
• Bakteri anaerob
Bacteroides sp diisolasi sebanyak 76% dan Peptostreptococcus sebanyak 36%
pada wanita dengan VB. Pada wanita normal, kedua tipe anaerob ini jarang
ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan dengan penurunan laktat dan
peningkatan suksinat dan asetat pada sekret vagina. Mikroorganisme anaerob lain
yaitu Mobiluncus sp. Merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan

Universitas Sumatera Utara


10

bersama-sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan VB. Mobiluncus


Sp. hampir tidak pernah ditemukan pada wanita normal, 85% wanita dengan VB
mengandung organisme ini.
• Mycoplasma hominis
Berbagai peniliti menyimpulkan bahwa Mycoplasma hominis juga harus
dipertimbangkan sebagai agen etiologi untuk VB, bersama-sama dengan
Gardnella vaginalis dan bakteri anaerob. Mikroorganisme ini terdapat dengan
konsentrasi 10-100 kali lebih besar pada wanita dengan VB daripada wanita
normal (Adam, Zainuddin, et al., 2009).

2.2.3. Faktor Risiko Vaginosis Bakterial


Penyebab VB belum diketahui dengan pasti. Menurut Schorge (2008), ada
beberapa predisposisi atau faktor resiko yang berhubungan dengan VB adalah
sebagai berikut
a. Oral seks
b. Pemakaian pencuci vagina
c. Kehamilan
d. Merokok
e. Berhubungan seksual pada saat menstruasi
f. Pemasangan IUD (Intra Uterine Device)
g. Berhubungan seksual pada usia dini
h. Bergonta-ganti partner seksual
i. Aktivitas seksual dengan wanita lain
Sedangkan menurut distribusi data karakteristik terdapat faktor risiko
terjadinya VB pada ibu hamil yaitu usia, usia kehamilan, kehamilan, riwayat
keputihan, dan tingkat pendidikan (Nelson dan Macones, 2006).

2.2.4. Patofisiologi Vaginosis Bakterial pada Ibu Hamil


Pada kehamilan normal, cairan vagina bersifat asam (pH 4-5), karena adanya
peningkatan kolonisasi Lactobacillus (flora normal vagina) yang memproduksi
asam laktat. Keadaan asam yang berlebih ini membuat Lactobacillus tumbuh

Universitas Sumatera Utara


11

subur, sehingga mencegah terjadinya pertumbuhan berlebihan bakteri patogen.


Lactobacillus diketahui sebagai mikroorganisme yang mempertahankan
homeostasis vagina dengan menghasilkan asam laktat dan memproduksi H2O2
yang akan menghambat pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme lainnya,
sehingga menurunkan risiko persalinan preterm. Keadaan ini tidak selalu dapat
dipertahankan. Apabila jumlah bakteri Lactobacillus menurun, maka keasaman
cairan vagina berkurang dan mengakibatkan bertambahnya bakteri lain, seperti
antara lain Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, dan Bacteroides sp.
Adanya perubahan flora vagina menyebabkan terjadinya VB (Muliawan dan
Suryawidjaja, 2011).

2.2.5. Diagnosis Vaginosis Bakterial

Dalam menegakkan diagnosis terhadap VB terdapat beberapa kriteria, skor,


dan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi, yaitu :

• Kriteria Amsel
Dikatakan positif jika ditemukan 3 dari temuan di bawah ini
1. pH vagina > 4,5
2. Menunjukkan >20% per HPF “clue cells” pada eksaminasi wet mount.
3. Positif amin atau tes whiff.
4. Homogen, tidak kental, cairan putih seperti susu pada dinding vagina.
• Wet mount
• pH
• KOH 10%
• Pewarnaan gram (pemeriksaan baku emas)
• Skor Nugent

Universitas Sumatera Utara


12

Skor Basil Gram Basil Gram negatif Basil Gram


positif besar kecil hingga Gram lainnya
lainnya
0 4+ 0 0

1 3+ 1+ 1+ atau 2+

2 2+ 2+ 3+ atau 4+

3 1+ 3+

4 0 4+

Tabel 2.1. Skor Nugent (Sumber: Anggraini, 2012)


Keterangan:
- Normal (skor 0-3)
- Intermediate (skor 4-6)
- VB (skor ≥ 7)

Gambar 2.2. Gambaran mikroskopis vaginosis bakterial (Sumber : Steece, 2011)

Universitas Sumatera Utara


13

Gambaran diagnostik dari Vaginosis Bakterial dan Kandidiasis


Vulvovaginalis

Kategori Fisiologis Vaginosis Bakterial Kandidiasis


(normal) Vulvovaginalis

Keluhan utama - Bau amis, Gatal, rasa


terbakar
Meningkat
setelah
berhubungan
seksual

Cairan vagina Putih, bening Keruh atau putih, tipis, Putih, kental,
lengket tidak berbau

KOH “whiff - Bau amis seperti ikan -


test”

pH vagina 3,8 - 4,2 > 4,5 < 4,5

Mikroskopis - “Clue cells”, sedikit Pseudohifa


peningkatan leukosit

Tabel 2.2. Gambaran diagnostik dari Vaginosis Bakterial dan Kandidiasis


Vulvovaginalis (Sumber : Schorge, 2008)

2.2.6. Efek Vaginosis Bakterial pada Ibu Hamil

VB merupakan penyebab komplikasi ginekologis seperti serviksitis, salpingitis,


endometritis, post-operatif infeksi, dan infeksi saluran kemih. Serta komplikasi
pada kehamilan yaitu ketuban pecah dini, lahir prematur, chorioamnionitis, dan
postpartum endometritis (Anggraini, 2012). Menurut Al-Mousawi (2006), ibu
hamil di Amerika Serikat dengan VB lebih sering memiliki bayi yang lahir secara
prematur dan memiliki berat badan lahir rendah.

Universitas Sumatera Utara


14

2.2.7. Tata Laksana Vaginosis Bakterial pada Ibu Hamil


Metronidazole 500 mg secara oral dua kali sehari selama 7 hari atau
clindamycin krim 2% 5 gr secara intravaginal selama 7 hari ( Hacker, Gambone,
et al., 2010)

2.3. Hubungan Personal Hygiene dengan Kandidiasis Vulvovaginalis dan


Vaginosis Bakterial pada Ibu Hamil
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Kurang perawatan diri
adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan
untuk dirinya. Melihat hal itu personal hygiene diartikan sebagai hygiene
perseorangan yang mencakup semua aktivitas yang bertujuan untuk mencapai
kebersihan tubuh, meliputi membasuh, mandi, merawat rambut, kuku, gigi, gusi
dan membersihkan daerah genital. Jika seseorang sakit, biasanya masalah
kesehatan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena mengganggap masalah
kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut kurang diperhatikan
dapat mempengaruhi kesehatan secara umum terutama pada wanita usia subur
(Nurhardini, Zainal, et al., 2011).

2.4. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kandidiasis Vulvovaginalis dan


Vaginosis Bakterial pada Ibu Hamil
Menurut Wirapradja (2013), menyatakan terdapat perbedaan yang mencolok
antara wanita yang berpengetahuan baik dan buruk tentang perawatan organ
reproduksi di berbagai jenjang pendidikan menunjukkan ketidakmerataan
penyebaran pendidikan kesehatan reproduksi wanita pada kelompok wanita di
Indonesia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sukarti (2005) terhadap remaja
putri di Grobogan, Jawa Tengah yang mengungkapkan bahwa hampir 95% dari
remaja di berbagai jenjang pendidikan mendukung untuk diadakannya pendidikan
kesehatan reproduksi. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin
mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki
untuk meningkatkan kesehatan. Namun demikian, tingginya pengetahuan tentang

Universitas Sumatera Utara


15

perawatan organ reproduksi wanita tidak menjamin mempunyai perilaku yang


baik untuk meningkatkan status kesehatannya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai