Oleh
Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
2017/2018
KODE ETIK PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
Salah satu hal yang membedakan karakteristik setiap profesi ialah adanya aturan
bertindak profesional atau biasa disebut kode etik bagi para anggotanya. Institut Akuntan
Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi profesi akuntan publik adalah menyusun kode etik.
Tugas ini merupakan tugas profesi teramat penting yang meliputi kerangka peraturan pada
berbagai tingkatan aturan, akan dibutuhkan berbagai aturan bertindak dan aktivitas pengaturan
yang tidak terkira banyaknya. Namun hampir tidak ada kode etik profesional atau kerangka
pengaturan yang dapat mengantisipasi semua situasi yang berkaitan dengan perilaku etis dan
membutuhkan pertimbangan pribadi yang mungkin timbul.
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang ber karakter. Nama lain
untuk etika adalah moralitas yang berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata mores yang berarti
“kebiasaan”. Moralitas pada benar dan salah perilaku manusia. Jadi etika berhubungan dengan
pertanyaan bagaimana seseorang bertindak terhadap orang lainnya. Para ahli filsafat dan etika
telah mengemban berbagai teori tentang tindakan-tindakan etis.
ETIKA UMUM
Etika Profesional lebih luas dari prinsip-prinsip moral. Etika tersebut mencakup prinsip
perilaku untuk orang-orang profesional yang dirancang baik untuk tujuan praktis maupun
untuk tujuan idealistis. Oleh karena kode etik profesional antara lain dirancang untuk
mendorong perilaku ideal, maka kode etik harus realistis dan dapat dilaksanakan. Agar
bermanfaat kode etik seyogyanya lebih tinggi dari undang-undang tetapi di bawah ideal.
Alasannya adalah untuk memelihara kepercayaan masyarakat (public confidence) akan jasa
yang diberikan profesi, siapa pun yang melaksanakannya. Dalam kaitannya dengan akuntan
publik, kepercayaan klien dan pemakai laporan keuangan atas kualitas audit dan jasa
professional lainnya sangat penting artinya. Bayangkan apabila pengguna jasa tidak
memercayai dokter, hakim, atau akuntan publik, maka kemampuan profesi yang bersangkutan
dalam memberikan jasa kepada klien dan masyarakat akan menurun.
Organisasi profesi akuntan di Indonesia telah memiliki Kode Etik Akuntan Indonesia
yang terakhir ditetapkan dalam Konggres VIII Ikatan Akuntan Indonesia pada tahun 1998
(berlaku efektif bulan Mei tahun 2000). Kode etik tersebut bersumber dari Kode Etik AICPA,
Edisi Juni 1998, dan berlaku bagi semua akuntan anggota IAl yang tidak hanya terdiri dari
akuntan publik, tetapi juga meliputi akuntan manajemen, akuntan pendidik, dan akuntan
pemerintah. Sejak terbentuknya Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) pada tahun 2007
kode etik tersebut masih tetap berlaku untuk seluruh anggota IAI, namun khusus bagi para
akuntan publik anggota IAPI diberlakukan kode etik baru yang disebut Kode Etik Profesi
Akuntan Publik yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 2010. Kode etik ini disusun dengan
mengacu pada Code of Ethics for Professional Accountants yang diterbitkan oleh The
International Ethics Standard Board for Accountants (IESBA-lFAC) disi tahun 2008. Pada teks
aslinya, Code of Ethics yang diterbitkan lFAC terdiri dari 3 agian, masing-masing Bagian A -
General Application of the Code, Bagian B - Professional Accountants in Public Practice, dan
Bagian C - Professional Accountants in Business. Namun karena Bagian C dipandang belum
relevan untuk diadopsi oleh IAPI, maka hanya bagian A dan B yang diadopsi setelah
diterjemahkan dan dimodifikasi.\
3. PRINSIP – PRINSIP DASAR ETIKA PROFESI
PENDAHULUAN
Bagian A dari Kode Etik menetapkan prinsip dasar profesi untuk setiap Praktisi dan
memberikan untuk penerapan prinsip kerangka konseptual pedoman tersebut. Kerangka
konseptual tersebut memberikan terhadap prinsip dasar etika profesi. Setiap Praktisi wajib
menerapkan kerangka konseptual tersebut untuk mengidentifikasi ancaman (threats) terhadap
kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dan mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut.
Jika ancaman tersebut merupakan ancaman selain ancaman yang secara jelas tidak (suatu hal
yang tidak penting signifikan dan tidak mempunyai dampak), maka pencegahan (safeguards)
yang tepat harus dipertimbangkan dan diterapkan untuk menghilangkan ancaman tersebut atau
menguranginya ke tingkat yang dapat diterima, sehingga kepatuhan terhadap prinsip dasar
etika profesi tetap terjaga.
Ancaman terhadap prinsip dasar sebagaimana dimaksud dalam Kode Etik ini
diklasifikasikan menjadi 5 jenis ancaman, yang terdiri dari;
2. Ancaman telaah-pribadi
3. Ancaman advokasi
4. Ancaman kedekatan
5. Ancaman intimidasi
Pencegahan yang dapat menghilangkan ancaman tersebut atau mengurangi ke tingkat
yang dapat diterima dapat diklasifikasikan sebagai berikut;
a) Pencegahan yang dibuat oleh profesi, perundang – undangan atau peraturan; dan
Dalam mengevaluasi kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi, Praktisi mungkin
diharuskan untuk menyelesaikan masalah dalam penerapan prinsip dasar etika profesi. Ketika
memulai proses penyelesaian masalah yang terkait dengan etika profesi, baik secara formal dan
informal, setiap Praktisi baik secara individu maupun bersama – sama dengan koleganya,
namun mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut;
c) Prinsip dasar etika profesi yang terkait dengan masalah etika profesi yang dihadapi
e) Tindakan alternatif
PRINSIP DASAR
Prinsip dasar yang disajikan Bagian A Kode Etik terdiri dari 5 prinsip yaitu:
1. Integritas
2. Objektivitas
4. Kerahasiaan
5. Perilaku Profesional
Bagian B Kode Etik memuat Aturan Etika Profesi yang terdiri dari 10 seksi tersebar
dalam 224 paragraf. Bagian B memberikan iliustrasi tentang penerapan ker konseptual dan
contoh-contoh pencegahan yang diperlukan untuk mengatasi ancaman terhadap kepatuhan
pada prinsip dasar. Kerena sifatnya aka untuk menghindari agar tidak keliru penasirannya oleh
Praktisi, pada paragraph 200.1 dijelaskan bahwa contoh-contoh yang diberikan pada bagian B
bukan merupakan daftar lengkap mengenai situasi yang dihadapi Praktisi yang dapat
menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar. Oleh karena itu, tidak cukup
bagi Praktisi untuk hanya mematuhi contoh-contoh yang diberikan melainkan harus juga
menerapkan kerangka konseptual dalam setiap situasi yang dihadapinya.
5. INDEPENDENSI
Seksi 290 menjelaskan dengan sangat rinci persyaratan independensi bagi Tim
Assurance, KAP, dan Jaringan KAP. Seksi yang terdiri dari 162 paragraf ini mengatur
persyaratan independensi pada atan assurance serta perikatan non-assurance pada klien
assurance. Dengan kata lain, lebih dari separuh paragraf dalam Kode Etik ini mengatur
independensi. Ini dapat dimengerti karena sosok seorang akuntan publik di mata publik
memiliki dua sisi yang tak terpisahkan, ibarat sekeping mata uang, yaitu di satu sisi harus
memiliki kompetensi dan di lain sisi harus mempertahanklan independensi. Betapa pun mahir
atau cakapnya seorang publik, namun jika ia tidak independen, ia tidak dapat menggunakan
kemahirannya untuk kepentingan publik yang menuntut independensi.
Mengingat demikian banyak paragraph yang mengatur persyaratan independensi dalam
Seksi 290 Kode Etik, maka tidak semua paragraph dikutip dalam buku ini. Sesuai dengan
tujuan buku ini, yaitu membahas tentang pengauditan atas laporan keuangan yang hanya
merupakan salah satu bentuk jasa assurance, maka hanya paragraf-paragraf tertentu yang akan
dikutip pada bagian akhir bab ini. Pembaca dianjurkan untuk membaca uraian lengkap tentang
independensi dalam teks asli Kode Etik yang diterbitkan oleh IAPI.
Beberapa paragraph penting pada awal Seksi 290 antara lain berbunyi sebagai berikut:
Independensi yang diatur dalam Kode Etik ini mewajibkan setiap Praktisi untuk
bersikap sebagai berikut:
(a) Independensi dalam pemikiran
Independensi dalam pemikiran merupakan sikap mental yang memungkinkan
pernyataan pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat mengganggu
pertimbangan profesional yang memungkinkan seorang individu untuk memiliki
integritas dan bertindak secara objektif, serta menerapkan skeptisisme profesional.
(b) Independensi dalam penampilan Independensi dalam penampilan merupakan
sikap yang menghindari tindakan atau situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga
(pihak yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang
relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan) meragukan ntegritas objektivitas
atau skeptisisme profesional dari anggota tim assurance, KAP, atau Jaringan KAP.
Penggunaan kata "independensi” yang berdiri sendiri dapat menimbulkan
kesalahpahaman, yang dapat menyebabkan pengamat beranggapan bahwa
seseorang yang menggunakan pertimbangan profesional harus bebas dari semua
pengaruh hubungan ekonomi, hubungan keuangan, maupun hubungan lainnya.
Namun demikian, kondisi seperti itu mustahil terjadi karena setiap anggota
masyrakat memiliki hubungan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu,
signifikansi setiap hubungan ekonomi, hubungannya yang berkaitan dengan hal –
hal yang dapat menyebabkan pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan
mengenai semua informasi yang relevan mmenyimpulkan tidak dapat diterimanya
hubungan tersebut.
Kode etik ini tidak memberikan ilustrasi mengenai setiap situasi yang dapat
menimbulkan ancaman terhadap independensi dan penerapan pencegahan yang
tepat, mengingat beragammnya setiap situasi yang relevan, serta beragamnya sifat
perikatan assurance, ancaman yang dibuat dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan publik. Oleh karena itu , kerangka kerja konseptual mengharuskan
anggtoa tim assurance, KAP, atau Jaringan KAP untuk menerapkan kerangka kerja
konseptualsecara tepat dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menangani
ancaan terhadap independensi, serta tidak hanya mematuhi seperangkat peraturan
yang ada.
Anggota tim assurance, KAP, atau Jaringan KAP harus menerapkan kerangka
kerja konseptual yang terdapat dalam Bagian ari Kode Etik ini sesuai dengan
situasi yang dihadapinya. Selain mengidentifikasi hubungan antara anggota tim
assurance, KAP atau Jaringan KAP dengan klien assurance, pertimbangan
mengenai ada tidaknya ancaman terhadap independensi yang timbul dari hubungan
antara pihak-pihak di luar tim assurance dengan klien assurance harus dilakukan
juga.
Contoh-contoh yang diberikan dalam Seksi ini bertujuan untuk memberikan
ilustrasi mengenai penerapan kerangka kerja konseptual, dan bukan merupakan
suatu daftar lengkap mengenai setiap situasi yang dapat menimbulkan ancaman
terhadap independensi. Oleh karena itu, anggota tim assurance, KAP, atau Jaringan
KAP harus menerapkan kerangka kerja konseptual dalam berbagai situasi yang
dihadapinya, serta tidak hanya mengacu pada contoh – contoh yang diberikan.
Sifat setiap ancaman terhadap independensi dan penerapan pencegahan yang tepat
untuk menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat yang dapat
diterima sangat beragam, tergantung dari karakteristik perikatan assurance, seperti
perikatan audit laporan keuangan atau perikatan assurance selain perikatan audit
laporan keuangan. Selain itu, dalam perikatan assurance selain perikatan audit
laporan keuangan sifat ancaman terhadap independensi dan penerapan pencegahan
yang tepat akan tergantung dari tujuan, informasi hal pokok, dan pengguna laporan
yang dituju. Oleh karena itu, KAP atau Jaringan KAP harus mengevaluasi setiap
situasi, sifat perikatan assurance, dan ancaman terhadap independensi yang relevan
untuk menentukan tepat tidaknya menerima atau melanjutkan suatu perikatan, sifat
pencegahan yang dibutuhkan, dan terlibat tidaknya seseorang dalam tim assurance
ILUSTRASI ANCAMAN-ANCAMAN TERHADAP INDEPENDENSI DALAM
PERIKATAN ASSURANCE DAN PENCEGAHANNYA
Paragraf 290.100 sampai dengan 290.214 memberikan ilustrasi ancaman- ancaman terhadap
independensi dalam perikatan assurance dan pencegahan-nya. Ancaman tersebut diilustrasikan
timbul ketika adanya:
1. Kepentingan keuangan
2. Pinjaman dan penjaminan yang diberikan oleh klien assurance serta simpanan yang
ditempatkan pada klien assurance
7. Rangkap jabatan perso KAP sebagai direktur atau pejabat klien assurance
8. keterkaitan yang cukup lama antara personil senior KAP dengan klien assurance.