Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sebagai warga negara Indonesia, kita diharapkan dapat menggunakan Bahasa
Indonesia secara baik dan benar. Namun, dalam tuturan Bahasa Indonesia ada sejumlah
fonem yang dilafalkan tidak sesuai dengan lafal yang tepat, sehingga lafal tersebut menjadi
tidak baku. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya faktor lafal bahasa
daerah asal, latar belakang pendidikan, atau lingkungan sosial.
Pada kenyataanya, Bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian, yaitu varian
menurut pemakai yang disebut dengan dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut
dengan ragam bahasa.
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya dan bermacam ragam
penuturnya, mau tidak mau, takluk pada hukum perubahan. Arah perubahan itu tidak selalu
tak terelakkan karena kita pun dapat mengubah bahasa secara berencana. Faktor sejarah
dan perkembangan masyarakat turut pula berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam
bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam itu masih tetap disebut “bahasa
Indonesia” karena masing-masing berbagi teras atau inti sari bersama yang umum. Ciri dan
kaidah tata bunyi, pembentukan kata, dan tata makna umumnya sama. Itulah sebabnya kita
masih dapat memahami orang lain yang berbahasa Indonesia walaupun disamping itu kita
dapat mengenali beberapa perbedaan dalam perwujudan bahasa Indonesianya.
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang
dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh
penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa
digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-
undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi
(seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian
bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan
tak baku. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi
digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di
pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Pernahkah kita menyadari penggunaan ragam bahasa yang kita gunakan ?
Bahasa Indonesia di zaman sekarang ini sudah banyak divariasikan dalam
pengucapan berbicaranya. Dalam penyampaianpun kata-katanya sudah tidak baku lagi. Hal
ini disebabkan karena era globaliasi yang berkembang pesat di Indonesia. Karena
pengaruh-pengaruh budaya luar masuk ke Indonesia termasuk cara gaya berbicaranya.
Oleh karena itu, sekarang ini bahasa Indonesia yang baku sudah jarang dipakai lagi karena
dampak globalisasi itu. Orang-orang berbicara dengan kata-kata yang baku hanya dipakai
di kalangan lingkungan sekolah, atau jika sedang berlangsungnya rapat. Kejadian ini
sungguh sangat ironi sekali karena seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia

1
membanggakan bahasa kita sendiri, tapi malah kita yang tidak berbicara dengan berbahasa
Indonesia.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Penting atau tidaknya Bahasa Indonesia.
2. Macam-macam ragam bahasa.
3. Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

1.3 TUJUAN MAKALAH


Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang ragam bahasa
Indonesia dan macam-macam ragam bahasa Indonesia, mengetahui dan memahami
perbedaan dan penggunaan ragam Bahasa dalam Bahasa Indonesia, serta menggunakan
Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Manfaat dibuat makalah ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengerti apa yang dimaksud ragam bahasa.
2. Mengetahui macam-macam ragam bahasa yang sering digunakan.
3. Penggunaan ragam bahasa.
4. Contoh-contoh ragam bahasa.
5. Menerapkan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENTING ATAU TIDAKNYA BAHASA INDONESIA


Sebuah bahasa penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria, yaitu
jumlah penutur, luas daerah penyebarannya, dan terpakainya bahasa itu dalam sarana ilmu,
susastra, dan budaya.
a. Dipandang dari Jumlah Penutur
Ada dua bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar warga bangsa
Indonesia. Yang pertama kali muncul atas diri seseorang adalah bahasa daerah
(“bahasa ibu”). Bahasa Indonesia baru dikenal anak-anak setelah mereka sampai
pada usia sekolah (taman kanak-kanak).
Berdasarkan keterangan di atas, penutur bahasa Indonesia yang
mempergunakan bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu” tidak besar jumlahnya.
Mereka hanya terbatas pada orang-orang yang lahir dari orang tua yang
mempunyai latar belakang bahasa daerah yang berbeda, sebagian orang yang lahir
di kota-kota besar, dan orang yang mempunyai latar belakang bahasa Melayu.
Dengan demikian, kalau kita memandang bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu”,
bahasa Indonesia itu tidak penting. Akan tetapi, pandangan kita tidak tertuju pada
masalah “bahasa ibu”. Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur yang
memberlakukan bahasa Indonesia sebagai “bahasa kedua”. Data ini akan
membuktikan bahwa penutur bahasa Indonesia adalah 210 juta orang (2000)
ditambah dengan penutur-penutur yang berada diluar Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di kalangan
masyarakat.

b. Dipandang dari Luas Penyebarannya


Penyebaran suatu bahasa tentu ada hubungannya dengan penutur bahasa
itu. Oleh sebab itu, tersebarnya suatu bahasa tidak dapat dilepaskan dari segi
penutur.
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 210 juta lebih itu tersebar dalam
daerah yang luas, yaitu dari Sabang sampai Merauke. Daerah ini harus ditambah
dengan (disamping Malaysia dan Brunei) daerah-daerah lain, seperti Australia,
Belanda, Rusia, dan Jepang. Luas penyebaran ini dapat dilihat pula pada beberapa
universitas di luar negeri yang membuka Jurusan Bahasa Indonesia sebagai salah
satu jurusan. Keadaan daerah penyebarannya ini akan membuktikan bahwa bahasa
Indonesia amat penting kedudukannya di antara bahasa-bahasa dunia.

c. Dipandang dari Dipakainya sebagai Sarana Ilmu, Budaya, dan Susastra


Sejalan dengan jumlah penutur dan luas penyebarnya, pemakaian suatu
bahasa sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra dapat dijadikan pula ukuran
penting atau tidaknya bahasa itu. Kalau kita mencoba memandang bahasa daerah,

3
seperti bahasa Kerinci, kita dapat menelusuri seberapa jauh bahasa itu dapat
dipakai sebagai sarana sastra, budaya, dan ilmu.
Tentang susastra, bahasa Kerinci kaya dengan macam dan jenis susatranya
walaupun hanya susastra lisan. Susastra Kerinci telah memasyarakat ke segenap
pelosok daerah Kerinci. Dengan demikian, bahasa kerinci telah dipakai sebagai
sarana dalam susastra.
Tentang budaya, bahasa Kerinci telah dipakai pula walaupun hanya dalam
berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, berpantun, dan sebagainya.
Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Kerinci belum mampu
memecahkannya. Jika hendak menulis surat, orang-orang Kerinci memakai bahasa
Indonesia, bukan bahasa Kerinci. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Kerinci
belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu.
Ketiga hal di atas –sarana ilmu pengetahuan, budaya, dan susastra– telah
dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan sangat sempurna dan baik. Hal ini
membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting.

2.2 RAGAM LISAN DAN RAGAM TULIS


a. Ragam Bahasa Lisan
Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait
oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu
pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian.
Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian,
ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur – unsur
di dalam kelengkapan unsur - unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi
ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan
menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan
secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah
kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika
ragam Bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai
ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan
dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri - cirinya tidak
menunjukkan ciri - ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk
tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis.
Ciri – ciri ragam lisan :
a) Memerlukan orang kedua/teman bicara;
b) Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu
c) Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta
bahasa tubuh.
d) Berlangsung cepat;
e) Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
f) Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
g) Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi

4
Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah,
sambutan, berbincang - bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering
digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari - hari, terutama ngobrol
atau berbincang - bincang, karena tidak diikat oleh aturan - aturan atau cara
penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah.
Contoh ragam lisan adalah ‘Sudah saya baca buku itu.’

b. Ragam Bahasa Tulis


Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis,
kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa
dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut
adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan
tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat
kabar, dll. Dalam ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa
indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya - karya ilmiah.
Ciri –ciri ragam tulisan :
a) Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;
b) Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
c) Harus memperhatikan unsur gramatikal;
d) Berlangsung lambat;
e) Selalu memakai alat bantu;
f) Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
g) Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu
dengan tanda baca.

Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan (berdasarkan tata bahasa dan
kosa kata) :
Tata Bahasa
Lisan Tulisan
Nia sedang baca surat kabar. Nia sedang membaca surat kabar.
Ari mau nulis surat. Ari mau menulis surat.
Tapi kau tak boleh menolak lamaran Namun, engkau tidak boleh menolak
itu. lamaran itu.

Kosa Kata
Lisan Tulisan
Ariani mengatakan bahwa kita harus
Ariani bilang kalau kita harus belajar.
belajar.
Kita harus bikin karya tulis. Kita harus membuat karya tulis.

5
Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Rasanya masih telalu muda bagi saya,
Pak Pak

2.3 RAGAM BAKU DAN RAGAM TIDAK BAKU


a. Pengertian Bahasa Baku dan Tidak Baku
1. Bahasa Baku
Bahasa baku adalah ragam bahasa yang cara pengucapan dan penulisannya
sesuai dengan kaidah-kaidah standar. Kaidah standar dapat berupa pedoman
ejaan yang disempurnakan (EYD), tata bahasa baku, dan kamus umum.
Sebaliknya, bahasa tidak baku adalah ragam bahasa yang cara Penggunaan
ragam bahasa baku dan tidak baku berkaitan dengan situasi dan kondisi
pemakaiannya. Raga bahasa baku biasanya digunakan dalam situasi resmi,
seperti acara seminar, pidato, temu karya ilmiah, dan lain-lain. Adapun ragam
bahasa tidak baku umumnya digunakan dalam komunikasi sehari-hari yang
tidak bersifat resmi

2. Pengeritan Bahasa Tidak Baku


Bahasa nonbaku adalah ragam bahasa yang berkode berbeda dengan kode
bahasa baku, dan dipergunakan di lingkungan tidak resmi. Ragam bahasa
nonbaku dipakai pada situasi santai dengan keluarga, teman, di pasar, dan
tulisan pribadi buku harian. Ragam bahasa nonbaku sama dengan bahasa tutur,
yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam
percakapan.

b. Ciri-ciri Bahasa Baku dan Tidak Baku


1. Ciri Bahasa Baku
a) Tidak terpengaruh bahasa daerah.
b) Tidak dipengaruhi bahasa asing.
c) Bukan merupakan ragam bahasa percakapan sehari-hari.
d) Pemakaian imbuhannya secara eksplisit.
e) Pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat.
f) Tidak terkontaminasi dan tidak rancu.

2. Ciri Bahasa Tidak Baku


a) Walaupun terkesan berbeda dengan bahasa baku, tetapi memiliki arti yang
sama.
b) Dapat terpengaruh oleh perkembangan zaman.
c) Dapat terpengaruh oleh bahasa asing.
d) Digunakan pada situasi santai/tidak resmi.

c. Syarat – syarat Kalimat Baku


1. Logis.
2. Tidak ada unsur sia-sia (kata tidak diulang-ulang).

6
3. Tidak terpengaruh bahasa daerah.
4. Subyek jelas.

d. Penyebab Ketidakbakuan Kalimat


1. Pelesapan imbuhan
2. Pelesapan awalan
Awalan yang sering dilesapkan mengakibatkan kalimat yang terbentuk
menjadi tidak baku ialah me- , men-, ber-, dan di-.
Contoh :
a) Awalan Me-/Men-
Polisi terus mengusut kasus pembunuhan Sumanto. (Baku)
Polisi usut terus kasus pembunuhan sumanto. (Tidak Baku)
b) Awalan Ber-
Andi ingin bertanya tentang sesuatu. (Baku)
Andi ingin tanya tenteng sesuatu. (Tidak Baku)
c) Awalan di-
Seorang pencuri dihukum satu tahun. (Baku)
Seorang pencuri hukum satu tahun. (Tidak Baku)
3. Pelesapan Akhiran
Ada dua akhiran yang penggunaanya dilesapkan, yaitu akhiran -kan dan -
i. yang bisa mengakibatkan kalimat menjadi tidak baku.
Contoh:
a) Akhiran –kan
Mereka memperlihatkan kebaikannya. (Baku)
Mereka memperlihat kebaikannya (Tidak baku)
b) Akhiran –i
Kami saling mencintai. (Baku)
Kami saling mencinta. (Tidak Baku)
4. Pemborosan Penggunaan Kata
Pemborosan kata di mana, daripada, di dalam, dalam, kepada, dari, maka,
Contoh :
Tempat ditemukannya benda itu sudah dicatat. (Baku)
Tempat di mana ditemukannya benda itu telah dicatat. (Tidak Baku)

Peta itu merupakan bagian kabupaten Gresik. (Baku)


Peta itu merupakan bagian daripada kabupaten Gresik. (Tidak Baku)

Anak itu menulis karangan. (Baku)


Anak itu menulis dalam karangan. (Tidak Baku)

Hadirin dimohon berdiri. (Baku)


Kepada hadirin dimohon berdiri. (Tidak Baku)

7
Hasil selama lima tahun menunjukkan bahwa jumlah kendaraan dan
Kota Gresik melebihi fasilitas jalan. (Baku)
Dari hasil selama lima tahun menunjukkan bahwa jumlah kendaraan
dan Kota Gresik melebihi fasilitas jalan. (Tidak Baku)

Dengan ini kami sampaikan data seorang ibu dari kelurahan kota baru.
(Baku)
Maka dengan ini kami haturkan data seorang ibu dari kelurahan kota baru.
(Tidak Baku)
5. Ketidaktepatan pemilihan kata
6. Penggunaan kata bahasa Jawa
7. Penggunaan kata yang termasuk ragam tidak baku
Contoh :
Ia sedang membuat rak buku. (Baku)
Ia sedang membikin rak buku. (Tidak Baku)
8. Kesalahan Pembentukan Kata
9. Ketidaktepatan Penggunaan bentuk – nya
Contoh :
Atas bantuan saudara , kami ucapkan terima kasih. (Baku)
Atas bantuannya, kami ucapkan terima kasih. (Tidak Baku)
10. Penggunaan Konjungsi Ganda
Contoh :
Karena sakit ia tidak masuk kelas (Baku)
Karena sakit . Maka ia tidak masuk kelas (Tidak Baku)

Meskipun kita tidak berperang , kita harus waspada. (Baku)


Meskipun kita tidak berperang , tetapi kita harus waspada. (Tidak Baku)

Walaupun keringat membasahi seluruh badan , ia tetap bekerja. (Baku)


Walaupun keringat membasahi seluruh badan , namun ia tetap bekerja.
(Tidak Baku)
11. Kesalahan Ejaan

e. Kata Baku Dalam Berbagai Segi


1. Baku dari Segi Lafal
Lafal baku bahasa Indonesia adalah lafal yang tidak “menampakkan” lagi
ciri-ciri bahasa daerah atau bahasa asing. Lafal yang tidak baku dalam bahasa
lisan pada gilirannya akan muncul pula dalam bahasa tulis karena penulis
terpengaruh oleh lafal bahasa lisan itu.
Contoh : Enem = Enam
Gubug = Gubuk
Dudu = Duduk

8
2. Baku dari Segi Ejaan
Ejaan bahasa Indonesia yang baku telah diberlakukan sejak 1972. Nama
Ejaan Bahasa Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (disingkat EYD). Oleh
karena itu, semua kata yang tidak ditulis menurut kaidah yang diatur dalam
EYD adalah kata yang tidak baku. Yang ditulis sesuai dengan aturan EYD
adalah kata yang baku.

No Kata Baku Kata Non Baku


1. Aktif aktip, aktive
2. Alquran Al-Quran, Al-Qur’an, Al Qur’an
3. Apotek Apotik
4. Azan Adzan
5. Cabai cabe, cabay
6. Daftar Daptar
7. Doa do’a
8. efektif efektip, efektive, epektip, epektif
9. Elite Elit
10. e-mail email, imel
11. Februari Pebruari, February
12. Foto Photo
13. fotokopi foto copy, photo copy, photo kopi
14. Hakikat Hakekat
15. Ijazah ijasah, izajah
16. Izin Ijin
17. Jadwal Jadual
18. Jumat Jum’at
19. Karena Karna
20. Karismatik Kharismatik
21. Kreatif kreatip, creative
22. Lembap Lembab

3. Baku dari Segi Gramatikal


Secara gramatikal kata – kata baku ini harus dibentuk menurut kaidah –
kaidah gramatika.
Contoh : Beliau ngontrak rumah di Gresik.
Gubernur tinjau daerah longsor.
Tolong bikin bersih ruangan ini.

9
4. Baku dari Segi Nasional
Kata-kata yang masih bersifat kedaerahan, belum bersifat “nasional”
hendaknya jangan digunakan dalam karangan ilmiah. Kalau kata-kata dari
bahasa daerah itu sudah bersifat nasional, artinya, sudah menjadi bagian dari
kekayaan kosakata bahasa Indonesia boleh saja digunakan.
Contoh : Lempeng = Lurus
Semrawut = Kacau
Mudun = Turun
Ngomong = Bicara, dll.

2.4 RAGAM BAKU TULIS DAN RAGAM BAKU LISAN


a. Ragam Baku Lisan
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga
kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi
ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk
kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam
struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi
dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan
yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah
kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika
ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam
tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk
tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-
ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa
itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing,
ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.

Ciri-ciri ragam lisan:


1. Memerlukan orang kedua/teman bicara;
2. Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
3. Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta
bahasa tubuh.
4. Berlangsung cepat;
5. Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;
6. Kesalahan dapat langsung dikoreksi;
7. Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi

Contoh ragam lisan adalah ‘Sudah saya baca buku itu.’

Adapun kelebihan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:


a) Dapat disesuaikan dengan situasi.
b) Faktor efisiensi.

10
c) Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan
dan gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan
seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
d) Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa
yang dibicarakannya.
e) Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian
bahasa yang dituturkan oleh penutur.
f) Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran
dari informasi audit, visual dan kognitif.

Sedangkan kelemahan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:


a) Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat
frase-frase sederhana.
b) Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
c) Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan secara baik.
d) Aturan-aturan bahasa yang dilakukan seringkali menggunakan ragam tidak
formal.

b. Ragam Baku Tulis


Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang
diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa
baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian
sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu,
dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan
di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur
kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

Ciri-ciri ragam tulis :


1. Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;
2. Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
3. Harus memperhatikan unsur gramatikal;
4. Berlangsung lambat;
5. Selalu memakai alat bantu;
6. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
7. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu
dengan tanda baca.

Contoh ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca buku itu.’

Adapun kelebihan dari ragam bahasa tulis diantaranya:


a) Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau
materi yang menarik dan menyenangkan.
b) Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.

11
c) Sebagai sarana memperkaya kosakata.
d) Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi
atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan
wawasan pembaca.

Sedangkan kelemahan dari ragam bahasa tulis siantaranya sebagai berikut:


a) Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak
ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
b) Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus
mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya
pikat dan nilai jual.
c) Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh
karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

Berdasarkan beberapa ciri serta kelebihan dan kelemahan yang dimiliki


oleh ragam bahasa lisan maupun tulis, berikut ini dapat kita tarik beberapa
perbedaan diantara kedua ragam bahasa tersebut.
1. Bahasa lisan didukung isyarat paralinguistik.
2. Bahasa tulis dapat menyimpan informasi tanpa bergantung pada ruang dan
waktu.
3. Bahasa tulis dapat memindahkan bahasa dari bentuk oral ke bentuk visual,
memungkinkan kata-kata lepas dari konteks aslinya.
4. Sintaksis bahasa lisan kurang terstruktur dibandingkan dengan sintaksis
bahasa tulis.
5. Bahasa tulis banyak mengandung penanda metalingual yang
menghubungkan antara frasa-klausa.
6. Struktur bahasa tulis umumnya subjek-predikat, bahasa lisan memiliki
struktur ‘topik-sebutan’ (topic-comment)(Givon).
7. Bahasa lisan jarang menggunakan konstruksi pasif.
8. Bahasa lisan sering mengulangi bentuk sintaksis.
9. Bahasa lisan dapat diperhalus sambil terus berbicara.

2.5 RAGAM SOSIAL DAN RAGAM FUNGSIONAL


a. Ragam bahasa sosial
Ragam sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya
didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil
dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau
persahabatan dua orang yang akrab merupakan ragam sosial tersendiri.

b. Ragam bahasa fungsional


Ragam fungsional, yang kadang-kadang disebut juga ragam profesional,
adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja,
atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan

12
keresmian keadaan penggunaannya. Dalam kenyataan, ragam fungsional
menjelma sebagai bahasa negara dan bahasa teknis keprofesian, seperti bahasa
dalam lingkungan keilmuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan.

Perhatikan contoh-contoh berikut:


a) Ragam Kedokteran
Ada empat hal yang membuat seorang dewasa dapat kehilangan daya
penglihatannya. Yang pertama kelainan di kornea, lalu kelainan lensa,
kelainan di retina, dan terakhir di pusat saraf pengolah data yang datang dari
mata. Kelainan kornea dapat diatasi dengan transplatasi kornea yang
dilakukan di Indonesia sudah banyak dilakukan. Demikian pula kelainan
lensa. Katarak misalnya, sudah bukan hal sulit lagi mengindikasi adanya
gangguan fungsi di bagian otak.
b) Ragam Hukum
Langkah polisi itu dilakukan karena penyidik kesulitan membuktikan
kasus yang menyeret tersangka bekas Kepala Urusan Logistik Beddu Amang
itu. Gelar perkara itu untuk mencari kesimpulan menyangkut penyelesaian
tersebut. Skandal ini terjadi ketika Beddu Amang menjabat Kepala Bulog
pada tahun 1997. Ada kebijakan pemerintah soal pengadaan subsidi pakan
ternak bagi peternak dengan mengimpor bungkil kedelai melalui Letter of
Credit(L/C) import.
c) Ragam Niaga
Untuk memproduksi roti dan kue, Sukartiningsih kini memiliki mixer yang
berukuran besar dan sepuluh oven. Untuk memenuhi pesanan setiap hari
Marina membutuhkan sedikitnya 1 kwintal telur ayam, gula pasir, mentega,
moka, dan tepung. Dalam sebulan, omzetnya mencapai lebih dari Rp 100 juta.
d) Ragam Agama
Dalam Al-Quran dijelaskan pengelompokan ajaran Islam secara garis
besar adalah akidah, syariah, dan akhlak. Ajaran Islam merupakan landasan
yang mendasari seluruh aktivitas kehidupan Islami. Sistem keyakinan dalam
ajaran Islam dibangun dalam enam landasan yang disebut rukun iman. Syariah
adalah peraturan yang diberikan Allah SWT untuk mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia. Akhlak dalam Islam merupakan manifestasi dari akidah
dan syariah yang bersifat sakral, absolut, imperatif, akurat, universal, dan
memiliki makna ukhrowi.

2.6 BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR


Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi
Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa
Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Penutur Bahasa Indonesia
seringkali memakai versi sehari-hari (kolokial) atau mencampuradukkan dengan dialek
Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Penggunaan Bahasa Indonesia

13
sangat luas terutama di perguruan-perguruan tinggi, surat-menyurat resmi, media massa,
sastra, perangkat lunak, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan
bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh seluruh warga Indonesia.

a. Penggunaan Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar


Terdapat aturan-aturan dalam menggunakan bahasa indonesia yang baik
dan benar, maksud dari kata baik adalah bahasa indonesia yang digunakan
sebagai alat komunikasi untuk menyesuaikan situasi atau kondisi agar dapat
disampaikan dan dimengerti oleh lawan bicara, baik dari laras bahasa maupun dari
kata-kata yang digunakan harus disesuaikan dengan lawan bicara agar mudah
dipahami.

Terdapat 5 Ragam dalam laras bahasa yang digunakan, semua ragam dapat
digunakan dalam kondisi tertentu:
1. Ragam Resmi (Formal), yaitu bahasa yang dipakai dalam komunikasi resmi
seperti rapat resmi, pidato dan jurnal ilmiah. oleh karena itu memakai bahasa
yang lebih sopan adalah hal yang tepat.
2. Ragam Beku, yaitu bahasa yang digunakan pada acara hikmat dan sedikit
memungkinkan keleluasaan seperti upacara pernikahan, keputusan pengadilan
dan kegiatan rohani.
3. Ragam Konsultatif, yaitu bahasa yang digunakan dalam pertukaran informasi
atau kegiatan transaksi dalam suatu percakapan yang membahas tentang suatu
hal yang diketahui oleh masing-masing pembicara seperti percakapan di
sekolah atau di pasar.
4. Ragam Akrab, yaitu bahasa yang digunakan diantara orang yang memiliki
hubungan sangat akrab atau intim. seperti dalam pembicaraan berumah tangga
5. Ragam Santai (Casual), yaitu bahasa yang digunakan untuk acara yang
bersifat tidak resmi dan dapat dipakai untuk orang yang cukup akrab (misal
teman) atau orang yang belum dikenal dengan akrab (baru kenal). seperti
pembicaraan dalam perkumpulan dengan teman-teman

Dalam menggunakan Bahasa Indonesia, selain memperhatikan kata yang


baik, maka harus dilakukan dengan benar, maksud dari kata benar adalah bahasa
indonesia yang sudah disesuaikan dengan kaidah bahasa baku, baik dalam kaidah
untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan.

Berikut ini adalah 5 ciri-ciri ragam bahasa baku:


1. Menggunakan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun saat ini belum ada lafal
baku yang sudah ditetapkan, namun secara umum dapat dikatakan bahwa lafal
baku ialah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa
daerah. Contohnya : /habis/ dan bukan /abis/; /atap/ dan bukan /atep/; serta
/kalaw/ dan bukan /kalo/

14
2. Menggunakan ejaan yang resmi dalam ragam menulis. Ejaan yang berlaku
hingga saat ini dalam bahasa Indonesia adalah Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
3. Menggunakan kata-kata yang baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik
banget; uang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
4. Menggunakan kaidah dalam tata bahasa yang normatif. Misalnya dengan
menerapkan suatu pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan
bukan acara itu kami sedang ikuti.
5. Menggunakan kalimat secara efektif. Beberapa pendapat umum yang
mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, Dalam bahasa baku pun
sebenarnya mengharuskan komunikasi secara efektif, yaitu pesan pembaca
atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis dengan apa
maksud aslinya.

Dari semua ciri bahasa di atas sebenarnya hanya nomor1 (lafal baku) dan
nomor 3 (kata baku) yang paling sulit dilakukan oleh ragam bahasa. Penggunaan
lafal baku dan kata baku pada ragam konsultatif, santai dan akrab malah akan
menyebabkan bahasa menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi.

b. Contoh menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar


Bahasa indonesia yang baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam
bahasa yang serasi dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa
yang betul.

Berikut contoh pada undang-undang 1945:

Undang- undang dasar 1945, pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu


ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dari beberapa kalimat pada undang-undang dasar tersebut menunjukkan


bahasa yang sangat baku dan merupakan bahasa yang baik dan benar.
Penggunaan kata yang baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, santai,
dan akrab dapat berakibat bahasa menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan
situasi. Hal seperti ini menyebabkan penggunaan Bahasa Indonesia yang tidak baik
dan tidak tepat tempatnya.
Contohnya dalam tawar-menawar di sebuah pasar, misalnya pemakaian
ragam baku akan menyebabkan kegelian, kecurigaan atau keheranan. Karena akan
sangat ganjil seandainya dalam tawar-menawar antara pembeli dan penjual di pasar
menggunakan bahasa baku, contohnya seperti ini:
 Penjual : Selamat siang bu, Ada yang bisa saya bantu ?

15
 Pembeli : Selamat siang pak, Apakah Anda menjual Tahu yang dibuat di
Sumedang ?
 Penjual : Saya mempunyai Tahu yang anda cari bu, Tahu dari sumedang ini
harganya adalah Rp. 50.000
 Pembeli : mahal sekali pak, Apakah saya boleh menawarnya ?

Contoh di atas merupakan contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar,
tetapi tidak baik dan tidak efektif sebab tidak sesuai dengan situasi pemakaian
kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, berikut penggunaan bahasa
indonesia yang lebih tepat.
 Penjual : cari apa bu ?
 Pembeli : saya lagi nyari tahu tahu dari sumedang bang, ada gak ?
 Penjual : oh, ada bu, nih bu harganya Rp. 50.000.
 Pembeli : mahal amat bang, murahinlah bang.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah :
a. Ada beberapa ragama bahasa Indonesia, diantaranya ragam bahasa daerah (dialek),
ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan ragam tidak baku, ragam baku tulis
dan ragam baku lisan, dan ragam sosial dan ragam fungsional.
b. Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses pembentukan
dan makna yang benar menurut kaidah yang berlaku.
c. Bahasa yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten,
sedangkan yang dimaksud dengan bahasa yang baik adalah bahasa yang
mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannya.

3.2 SARAN
Walaupun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang menggunakan bahasa
yang berbeda, tetapi kita dapat saling berkomunikasi dan mengerti suatu pembicaraan
dengan menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun dengan ragam yang berbeda, kita harus
selalu menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia.
Kita dapat menggunakan bahasa lisan yang baku dalam pertemuan formal dengan
cara kita tidak terlalu menonjolkan logat daerah. Selain menggunakan bahasa lisan yang
baku, kita juga harus menggunakan bahasa tulisan yang baku dengan cara mengikuti ejaan
yang telah disempurnakan.

17
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal, S. Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
Badudu, J.S. DR. 1983. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Prima.
Broto, A. S. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Mulyati, Yeti, dkk. 2009. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Anonim1. Mengenal Ragam Bahasa Indonesia
http://mading.smklabor.sch.id/2010/06/mengenal-ragam-bahasa-indonesia-
(1).html
diakses 13 Oktober 2010
Anonim2. Ragam Bahasa Indonesia
http://techonly13.wordpress.com/2009/07/ragam-bahasa-indonesia.html
diakses 13 Oktober 2010
Anonim3. Ragam Bahasa Indonesia
http://adegustiann.blogsome.com/2009/02/ragam-bahasa-indonesia.html
diakses 13 Oktober 2010

18

Anda mungkin juga menyukai