Anda di halaman 1dari 7

DASAR-DASAR PEMBELAJARAN FISIKA

Kelompok 4:

1. Bayu Pranata (06121411009)


2. Septiana putri (06121411014)
3. Reni Puji Lestari (06121411022)

Dosen: Drs. Abidin Pasaribu, M.M.

Secara khusus, memasuki abad ke-21 dunia pendidikan Indonesia masih


mengalami masalah yaitu masih rendahnya mutu pendidikan (Muhaimin, 2001).
Hal ini disebabkan oleh belum meratanya pembangunan di Indonesia dalam
berbagai aspek dan keadaan geografis Indonesia yang masih sulit dijangkau
sehingga pembangunan dunia pendidikan masih tertinggal dan terjadi kesenjangan
pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Dengan kenyataan tersebut
dikhawatirkan Indonesia akan gagal memasuki pasar bebas pada tahun 2020.
Indikasi ke arah tersebut telah nampak pada beberapa kompetisi akademik dan
kenyataan di masyarakat. Pada tahun 2003, studi PISA (Programme for
International Student Assessment) menunjukkan bahwa Indonesia di peringkat ke-
38 dari 41 negara peserta pada bidang literasi sains. Sedangkan pada TIMSS
(Trends Internasional in Mathematics and Science Study), Indonesia menduduki
urutan ke-34 dari 45 negara peserta. (Ali, 2006). Mutu pendidikan Indonesia yang
tercermin dalam kedua studi internasional tersebut masih belum memuaskan.

Solusi:

Masalah Mendasar
Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara
fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara
menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi
paradigma Islam. Ini sangat penting dan utama.
Ibarat mobil yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah : (1)
langkah awal adalah mengubah haluan atau arah mobil itu terlebih dulu, menuju
jalan yang benar agar bisa sampai ke tempat tujuan yang diharapkan. Tak ada
artinya mobil itu diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama mobil itu
tetap berada di jalan yang salah. (2) Setelah membetulkan arah mobil ke jalan
yang benar, barulah mobil itu diperbaiki kerusakannya yang bermacam-macam.
Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam
masalah cabang pendidikan diselesaikan, baik itu masalah rendahnya sarana
fisik, kualitas guru, kesejahteraan gutu, prestasi siswa, kesempatan pemerataan
pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya
pendidikan.
Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem
pendidikan yang ada, dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan
asas yang lain. Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU
Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem
Pendidikan Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas
sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal
paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur
kurikulum.

Masalah Cabang
Seperti diuraikan di atas, selain adanya masalah mendasar, sistem pendidikan di
Indonesia juga mengalami masalah-masalah cabang, antara lain :
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan gutu,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Untuk mengatasi masalah-masalah cabang di atas, secara garis besar ada dua
solusi yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem
sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Maka, solusi untuk masalah-
masalah cabang yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan
seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan gutu, dan mahalnya biaya
pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan
sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer
sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib
dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa
pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang
berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan
masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di
samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan
membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan
memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya
prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan
kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan, dan sebagainya.
Sumber:
http://acepwahyuhermawan79.blog.com/pemerataan-pendidikan-di-indonesia/

Sebagai insan intelektual bangsa maka sudah sepatutnya kita ikut peduli
terhadap permasalahan ini. Pendidikan IPA atau pendidikan sains pada
hakekatnya merupakan upaya pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai
positif tentang hakekat sains melalui pembelajaran. Sains pada hakekatnya
merupakan ilmu dan pengetahuan tentang fenomena alam yang meliputi produk
dan proses. Pendidikan sains merupakan salah satu aspek pendidikan yang
menggunakan sains sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan umumnya
yakni tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan sains khususnya, yaitu
untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia alamiah (Amien, 1992: 19-20).
Untuk membangun pendidikan masa depan perlu dirancang sistem pendidikan
yang dapat menjawab harapan dan tantangan terhadap perubahan dan
pembaharuan yang terjadi. Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari
pembangunan dunia pendidikan nasional masa depan adalah kebijakan mengenai
kurikulum.

Solusi:

Kurikulum di masa depan perlu dirancang sedini mungkin agar lulusan


pendidikan nasional memiliki keunggulan yang kompetitif sesuai standar mutu
nasional dan internasional. Dengan demikian, lembaga pendidikan tidak akan
kehilangan relevansi program pembelajarannya terhadap kepentingan peserta
didik. Pengembangan keseluruhan kurikulum harus memperhatikan bahwa
terjadinya belajar pada siswa merupakan faktor utama yang paling penting yang
harus diperhatikan dalam pembelajaran. Agar hal ini dapat tercapai, perlu
diperhatikan kesesuaian dengan teknologi yang ada, karena di sekitar kita penuh
dengan hasil teknologi; dan memperhatikan tingkat perkembangan kemampuan
siswa itu sendiri (PPPGIPA, 2000).
Mewujudkan Literasi Sains dan Teknologi di Daerah Terpencil

Literasi sains terbentuk dari 2 kata, yaitu literasi dan sains. Secara harfiah
literasi berasal dari kata Literacy yang berarti melek huruf/gerakan pemberantasan
buta huruf (Echols & Shadily, 1990). Sedangkan istilah sains berasal dari bahasa
inggris Science yang berarti ilmu pengetahuan. Pudjiadi (1987) mengatakan
bahwa: “sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang obyek dan fenomena
alam yang diperoleh dari pemikiran dan penelitian para ilmuwan yang dilakukan
dengan keterampilan bereksperimen menggunakan metode ilmiah”.

Solusi:

Langkah awal yaitu, kita lakukan obsevasi untuk menddapatkan data masyarakat
yang buta huruf, lalu kita adakan sosialisasi/penyuluhan terhadap masyarakat
tersebut demi meningkatkan minat belajar mereka. Setelah itu diadakan proses
pembelajaran dengan menerjunkan tenaga sukarelawan dan dibantu oleh
pemerintah daerah setempat. Dalam masalah biaya, sudah ada persetujuan
pemerintah sebesar 20 persen dari total APBN (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara) dapat dijadikan modal berharga dalam mencipta masyarakat
yang melek aksara.

Pembangunan di Indonesia dalam berbagai aspek yang masih belum


merata dan kondisi geografis beberapa pulau di Indonesia yang sulit dijangkau
menyebabkan kesenjangan dalam kemampuan mengakses teknologi dan
informasi. Berbeda dengan keadaan di perkotaan, masyarakat di daerah terpencil
masih hidup tanpa tersentuh oleh derasnya arus informasi dan teknologi.
Seringkali kita terjebak pada pengertian teknologi sebagai sesuatu yang rumit dan
canggih. Padahal teknologi tidaklah harus rumit dan canggih. Sesuatu yang
sederhana pun dapat dikategorikan sebagai teknologi apabila mampu
mempermudah pekerjaan manusia.

Solusi:
Upaya Peningkatan Pemerataan Pendidikan Masyarakat Miskin dan Terpencil di
Indonesia
Upaya-upaya peningkatan pemerataan pendidikan bagi masyarakat miskin dan
masyarakat terpencil yang disarankan oleh penulis adalah :

a. Pendidikan tidak harus dibangun dengan biaya yang mahal, tetapi sekolah
bisa membuat badan amal usaha yang menjadi ruh/biaya operasional
pendidikan lebih-lebih tanpa melibatkan pembiayaan kepada siswa.
Kalaupun siswa dikenai biaya itupun harus disesuaikan dengan tingkat
pendapatan orang tua.
b. Bagaimana pemerintah dapat membuat regulasi tentang standar Biaya
Operasional Pendidikan. Kebijakan BOS telah ditelurkan oleh
pemerintah, namun pada kenyatannya di lapangan masih banyak sekolah-
sekolah yang mencari lahan untuk menarik pungutan kepada siswa (orang
tua) dengan embel-embel program tertentu.
c. Pemerintah hendaknya mempunyai komitmen untuk mendistribusikan
bantuan pendidikan (Imbal Swadaya, Block Grant, dll) kepada sekolah
sesuai dengan kuintasi yang dicairkan dan jangan sampai bantuan yang
diberikan oleh pemerintah terhenti di tingkat birokrasi.
d. Pemerintah memberikan reward yang menarik agar memotivasi para guru
yang profesional untuk dapat mengaar di daerah-daerah terpencil.

Televisi saat ini digunakan sebagai sarana pemerataan pendidikan di


Indonesia karena fungsinya yang dapat menginformasikan suatu pesan dari satu
daerah ke daerah lain dalam waktu yang bersamaan. Eksistensi televisi sebagai
media komunikasi pada prinsipnya, bertujuan untuk dapat menginformasikan
segala bentuk acaranya kepada masyarakat luas. Saat ini juga telah dirintis
Televisi Edukasi (TV-E), media elektronik untuk pendidikan itu dirintis oleh Pusat
Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom), lembaga yang
berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ini untuk
memberikan layanan siaran pendidikan berkualitas yang dapat menunjang tujuan
pendidikan nasional. Siaran Radio Pendidikan untuk Murid Sekolah Dasar
(SRPM-SD) adalah suatu sistem atau model pemanfaatan program media audio
interaktif untuk siswa SD yang dikembangkan oleh Pustekkom sejak tahun
1991/1992. SRPM-SD lahir dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan
dasar. Produk media audio lain yang dihasilkan oleh Pustekkom antara lain
Radio Pelangi, audio integrated, dan audio SLTP Terbuka. Tentu saja, itu tadi,
termasuk TV-E yang akan berfungsi sebagai media pembelajaran bagi peserta
didik, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dalam rangka
pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan

Sumber: Eka, R. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan di Indonesia, http://edu-


articles.com, diakses 9 Maret 2009.

http://asmalaizza.wordpress.com/2009/05/25/pemerataan-akses-pendidikan-bagi-
masyarakat-miskin-dan-masyarakat-terpencil/

Pada abad informasi ini, setiap individu harus selalu mengikuti


perkembangan cepat sains dan teknologi untuk dapat hidup nyaman pada
masanya. Perkembangan informasi sains dan teknologi di daerah terpencil masih
sangat lambat. Meskipun tampaknya sederhana, sesungguhnya informasi tersebut
adalah hal yang bermakna besar dalam kehidupan bagi masyarakat terpencil.

Setiap daerah pasti memiliki potensi yang khas, terutama dari sumber daya
alamnya. Agar sumber daya alam ini bermanfaat, maka infomasi dan teknologi
yang masuk ke daerah terpencil, meskipun minim harus bisa dimanfaatkan
seoptimal mungkin. Dengan demikian peningkatan literasi sains dan teknologi
harus mencapai daerah terpencil tersebut.

Literasi sains dan teknologi di daerah terpencil dapat ditingkatkan dengan


berbagai cara. Misalnya dengan mengoptimalkan semua media informasi (koran,
televisi, radio, narasumber) dan juga melalui pendidikan formal (pendekatan
STM).

Pembelajaran STM untuk Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi

Penyusunan materi pendidikan sains, hendaknya merupakan akumulasi


dari konten, proses, dan konteks. Konten, menyangkut hal-hal yang berkaitan
dengan fakta, definisi, konsep, prinsip, teori, model, dan terminologi. Proses,
berkaitan dengan metodologi atau keterampilan untuk memperoleh dan
menemukan konten. Konteks, berkaitan dengan kepentingan sosial baik individu
maupun masyarakat atau kepentingan-kepentingan lainnya yang berhubungan
dengan perlunya pengembangan dan penyesuaian pendidikan sains untuk
menghadapi tantangan kemajuan zaman. Benneth et. al. (2005) melaporkan,
bahwa pendekatan STM merupakan pendekatan berbasis konteks yang memiliki
peranan yang sangat penting dalam memotivasi anak dan mengembangkan
keaksaraan ilmiah mereka berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap
anak laki-laki dan perempuan yang berkemampuan rendah. Dengan demikian,
tujuan pendekatan STM adalah untuk membentuk individu yang memiliki literasi
sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan
lingkungannya (Pudjiadi, 2005).

Menurut Poedjiadi (2005), pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan


melalui tiga macam strategi, yaitu: Strategi pertama, menyusun topik- topik
tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta
didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan
atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan
anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di
lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat
pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing
dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok
yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada
anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.

Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-


konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar.
Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah
dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan
demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum.

Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi


konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-
sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains,
isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu
untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep-konsep
selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan
dibahas sebagai apersepsi.

Pendekatan STM yang diwujudkan dalam model pembelajaran STM yang


dibentuk memiliki tujuan mengembangkan literasi sains dan teknologi, teori
mencakup konstruktivisme dan pragmatisme, Pola pembelajaran dapat dilihat
pada bagan di bawah ini, dan evaluasi mencakup aspek proses, konsep, aplikasi
dalam kehidupan, kreatif, sikap peduli, tindakan nyata.

Sumber:

Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarat: Model Pembelajaran


Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.

http://irwandys.blogspot.com/2010/11/peningkatan-literasi-sains-dan.html

Anda mungkin juga menyukai