Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Pemikiran Budi Pekerti

Latar Belakang

Ditengah hiruk pikuknya budaya global dan hampanya nilai-nilai budi pekerti serta nilai-nilai
spiritual, muncul sebuah perspektif pemikiran baru untuk mencari kemungkinan sistem, strategi
baru sebagai alternatif pola pikir manusia pendidikan yang dirasakan semakin lama semakin
kering makna.
Sebagaian pemikir telah mencari konsep-konsep yang menurut penilaiannya bisa dimasukkan
pada struktur dan paradigma peradapan modern, sebagaian yang lain mencoba dan berusaha
untuk merekonstruksikan ajaran-ajaran tradisional peninggalan nenek moyang sebagai warisan
leluhur untuk dihidupkan kembali sebagai alternatif kesadaran dan sebagai pandangan hidup
yang diharapkan mampu mencerminkan jati diri kehidupan bangsa.
Fenomena bangkitnya pemikiran di atas adalah merupakan suatu respon nyata dari keadaan
dewasa ini, dimana kemajuan iptek dan budaya global yang didambakan dapat memecahkan
persoalan-persoalan ternyata malah berubah menjadi sumber berbagai persoalan dan petaka !
artinya Bangunan modernisasi dan kebebasan yang diharapkan mampu mengatasi persoalan
hidup bermasyarakat berbangsa , malah merendahkan derajat manusia dan kemanusiaan, dan
ternyata menawarkan pemecahan semu mulai dari dekadensi moral mulai dari anak-anak sampai
manusia menjadi pengemban amanat rakyat "suara rakyat suara Tuhan ".
Perlu diketahui bahwa, hakekatnya manusia itu mempunyai kecenderungan untuk senantiasa
berada dalam perjalanan menuju keutamaan moralitas ataubudi pekerti menuju pada ketuhanan.
Oleh karena itu, kiranya keutamaan moraldan budi pekerti haruslah dianggap paling penting dan
sentral dalam kehidupanmanusia di masa depan

PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN BUDI PEKERTI


Kata Budi pekerti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalahtingkah laku, perangai,
akhlak. Budi pekerti mengandung makna perilaku yangbaik, bijaksana, serta manusiawi. Di
dalam perkataan itu tercermin sifat, watakseseorang dalam perbuatan sehari-hari. Budi pekerti
sendiri mengandungpengertian yang positif, namun mungkin pelaksanaannya yang negatif..Ada
juga yang berpendapat bahwa budi pekerti atau moral dalam pengartianyang terluas adalah
pendidikan. dengan kata lain budi pekerti mempelajari artidiri sendiri (kesadaran diri) dan
penarapan dari arti itu dalam bentuktindakan.
Kalau kita runut dari sejarahnya, masalah budi pekerti telah lama menjadi masalah hidup
manusia.Seperti tercermin pada lempengan tanah liat tersebut, yang menurut beberapa pakar
sejarah dijelaskan secara rinci factor penyebabnya, yaitu berassal dari zaman babilonia dengan
memperhatikan aspek politikyang disebut- sebut itu menunjukkan bahwa sistem pemerintahan
Negara kurang baik.Sehingga mengakibatkan kesengsaraan bagi rakyatnya.
Pembahasan filosofis tentang budi pekerti khususnya dari segi pendidikan moral
sebagaimana dikemukakan oleh Klipatrick terus berkembang dengan berbagai pendapat dan
aspek budi pekerti itu sendiri. Ia menguti beberapa pendapat tentang hal ini, baik yang
menyangkut perkembangan maupun latar belakang sulitnya pengembangan budi pekerti, melalui
budi pekerti di sekolah yang ditempuh melalui proses panjang itu dapat menghasilkan semangat
pada diri siswa untuk membrontak atau melawan tatanan budi pekerti.salah satu penyebabnya
adalah siswa mencampakkan norma moralatau budi pekerti yang diajarkan dalam himpuana
pemerintah dan lainnya. Keadaann ini menjadikan siswa melawan normayang disebabkan oleh
hal mendasar, yaitu siswa tidak percaya lagi kepada norma (moral) yaqng ternyata tidak dapat
mengatasi masalah kemasyarakatan yang terus berkembang, bahkankenyataan di masyrakat
malah menjadi hal yang sebaliknya. Singkat kata norma juga menyeret kewibawaan pendidik.
Lebih lanjut Kliipartick menyatakan bahwa budi pekerti seseorang dapat
dikembangkan dengan menggunakan landasan kemampuan dan kebiasaan hidup yang itu
berdasarkan norma masyarakat tempat hidupnya.Nokat inilah yang menjadi norma masyarakat
inilah yang menjadi acuan bagi aktivitas seseorang termasuk di dalamnya cita – cita hidup, cara
yang ditempuh untuk mencapai keinginan dan kemauan bekerja sama dengan orang lain dalam
masyarakat. Kegiatan dalam masyarakat ini mengikat sikap untuk mencapai kebahagiaan.
Kebahagiaan itu tidak bersifat umum melainkan terukur duntuk diri sendiri yang bersifat unik
dan tidak ternilai harganya sepanjang selaras dengan norma moral masyarakat.
Ada juga yang mengatakan bahwa istilah budi atau moral dalam pengertian yang
terluas adalah pendidika. Dengan kata lain budi pekerti mempelajari arti diri sendiri dan
penerapan arti diri sendiri itu dalam bentuk tindakan.Penerapan tindakan budi pekerti
memperoleh pengalaman tentang dunia nyata atau lingkungan hidup yang sangat berperan dalam
pembelajaran budipekerti. Tanpa penerapan tersebut akan berakibat kurang terpenuhnya
persyaratan pendidikan budi pekerti, karena seseorang tidak terpenuhi komisi hidup sosialnya
dengan akibat lebih jauh kurang berkembangnya budi pekerti seseorang.

B. Perkembangan Pemikiran Pendidikan Budi Pekerti di Indonesia


Dalam buku Karya Ki Hajar Dewantara, Bagian Pendidikan (tahun 1961) banyak
dituliskan tentang konsep pendidikan nasional, politik pendidikan, pendidikan kanak kanak,
pendidikan kesenian, pendidikan keluarga, ilmu jiwa, ilmu adat, dan bahasa, namun pada paper
ini kita akan mencoba mengupas tentang dasar dasar pendidikan nasional. Kepentingan
pendidikan nasional digunakan untuk memberdayakan rakyat supaya kuat, pandai dan berdaya
guna untuk kemakmuran bangsa. Pengaruh pentingnya adalah untuk memerdekakan manusia
secara lahir batin dan memberikan manusia sebagai anggota dari rakyat. Dalam hidup merdeka
seseorang harus senatiasa ingat bahwa ia hidup bersama-sama dengan orang lain, menjadi bagian
dari persatuan manusia yang berhak menuntut kemerdekaannya. Titik poin kemerdekaan itu
terdidri dari 3 macam : berdiri sendiri (zelf standig), tidak tergantung kepada orang lain
( onafhankalijk) dan dapat mengatur dirinya sendiri (frijheid,zelfsbeschikking)
Budi pekerti merupakan bersatunya gerak, pikiran,perasaan dan kehendak yang bisa
menimbulkan tenaga, jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa manusia yang dimulai dari angan
angan dan terwujud sebagai tenaga. Semangat dasarnya adalah bahwa setiap manusia adalah
manusia merdeka dan bisa menguasai diri sendiri, itulah yang disebut sebagai manusia beradap.
Sehingga pendidikan berkuasa memngalahkan dasar dasar jiwa manusia, dapat menghilangkan
dasar yang jahat atau minimal menguranginya.
Dewasa ini, pendidikan budi pekerti di sekolah banyak dibicarakan kembali dalam konteks
pembangunan (kembali) moral bangsa. Sedemikian gencarnya pembicaraan tentang topik ini,
sehingga pada sebagian orang ada anggapan seakan-akan budi pekerti sebagai sesuatu yang baru.
Padahal tidak! Sekarang, hingar-bingar pendidikan budi pekerti mengalahkan pendidikan “keimanan
dan ketakwaan”, apalagi pendidikan moral Pancasila yang dari segi “judul”-nya telah dikubur sejak
Kurikulum 1994. Bahkan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang populer sekarang — yang
“menggantikan” Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dan yang terakhir ini pun
sebelumnya “mengambil-alih” dominasi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) menurut Kurikulum 1975
— dititipi untuk secara kental bermuatan pendidikan budi pekerti.Mulai ada gelagat, pendidikan
“keimanan dan ketakwaan” yang populer selama 10 tahun terakhir tergeser popularitasnya oleh
pendidikan budi pekerti.Indikator yang sederhana namun cukup terandal untuk melihat perubahan
tersebut adalah dalam nama proyek.

Di Depdiknas, misalnya, sekarang pendidikan imtak menempel pada proyek pendidikan budi
pekerti, sedangkan di masa sebelumnya merupakan bagian dari proyek PPKn. Begitulah, ibarat
hingar-bingar panggung politik sekarang yang enak dipandang tapi menyesakkan, kurikulum
pendidikan mengikuti ke mana orientasi bangsa ini condong. Benar bila dikatakan bahwa pada
dasarnya pendidikan tidak bisa dilepaskan dari politik (Beeby, 1980), dan bahwa dalam setiap
kebijakan pendidikan selalu termuat kepentingan-kepentingan politik (Fiske, 1996).Tentu tidak perlu
disebutkan secara detail di sini tentang bagaimana bangsa ini ibarat kebakaran janggut ketika dalam
waktu yang singkat harus merevisi kurikulum pendidikan Sejarah pada awal Era Reformasi dengan
membuang bagian-bagian yang dianggap “tidak objektif” tentang Serangan Umum 1 Maret yang
menempatkan peran Overste Soeharto begitu rupa kuatnya, kemudian mendudukkan kembali peran
Sultan Yogya sebagai inisiator dan inspirator serangan fajar itu. Atau juga revisi terhadap muatan
PPKn melalui puluhan butir-butirnya karena dianggap terlalu berlebihan menurut kacamata
sekarang, padahal di masa lalu menjadi acuan yang tidak bisa ditawar-tawar, bahkan menurut
sebagian orang, cenderung “diberhalakan”.

Anda mungkin juga menyukai