III. Materi
1. Definisi TAK dan Terapi Keluarga
2. Tujuan
3. Fokus
4. Perkembangan
5. Kerangka Teoritis
6. Indikasi
7. Teknis
IV. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Diskusi
V. Kegiatan Belajar Mengajar
Pengajar,
LAMPIRAN 1 : MATERI
KONSEP DASAR PSIKOSOSIAL
1. Definisi
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia, 2001
dikutip dari Cyber Nurse, 2009). Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang
dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang
telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia
dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara
kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal
(Yosep, 2008).
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi
psikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan
meningkatkan hubungan antar anggota (Depkes RI, 1997). Terapi aktivitas kelompok
merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok
klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagi
terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Kelliat, 2005).
Terapi keluarga adalah Suatu cara untuk menata kembali masalah hubungan antar
manusia (Stuart & Sudden).
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi
keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman,
Kniskern & Pinsof, 1986).
2. Tujuan
Tabel 1-2 Tujuan, tipe, dan aktivitas dari terapi aktivitas kelompok
(Sumber : Rawlins, Williams, dan Beck, 1993)
3. Fokus
Fokus Terapi Aktivitas Kelompok
a. Orientasi realitas
Maksudnya adalah memberikan terapi aktivitas kelompok yang mengalami
gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Tujuan adalah klien mampu
mengidentifikasi stimulus internal (pikiran, perasaan, sensasi somatic) dan
stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam sekitar), klien dapat membedakan
antara lamunan dan kenyataan, pembicaraan klien sesuai realitas, klien mampu
mengenal diri sendiri dan klien mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat.
Karakteristik klien : gangguan orientasi realita (GOR), halusinasi, waham, ilusi
dan depersonalisasi yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain, klien
kooperatif, dapat berkomunikasi verbal dengan baik, dan kondisi fisik dalam
keadaan sehat.
b. Sosialisasi
Maksudnya adalah memfasilitasi psikoterapist untuk memantau dan meningkatkan
hubungan interpersonal, memberi tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan
iden dan tukar persepsi dan menerima stimulus eksternal yang berasal dari
lingkungan. Tujuan meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota
kelompok, berkomunikasi, saling memperhatikan, memberikan tanggapan terhadap
orang lain, mengekspresikan ide serta menerima stimulus eksternal. Karakteritistik
klien : kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti kegiatan ruangan,
sering berada di tempat tidur, menarik diri, kontak social kurang, harga diri rendah,
gelisah ,curiga, takut dan cemas, tidak ada inisiatif memulai pembicaraan,
menjawab seperlunya, jawaban sesuai pertanyaan, dan dapat membina trust, mau
berinteraksi dan sehat fisik.
c. Stimulasi persepsi
Maksudnya adalah membantu klien yang mengalami kemunduran orientasi,
stimulasi persepsi dalam upaya memotivasi proses berpikir dan afektif serta
mengurangi perilaku mal adaptif. Tujuan meningkatkan kemampuan orientasi
realita, memusatkan perhatian, intelektual, mengemukakan pendapat dan
menerima pendapat orang lain dan mengemukakan perasaannya. Karakteristik
klien : gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai – nilai, menarik diri dari
realita, inisiati atau ide – ide yang negatif, kondisi fisik sehat, dapat berkomunikasi
verbal, kooperatif dan mengikuti kegiatan.
d. Stimulasi sensori
Maksudnya adalah menstimulasi sensori pada klien yang mengalami kemunduran
sensoris. Tujuan meningkatkan kemampuan sensori, memusatkan perhatian,
kesegaran jasmani, dan mengekspresikan perasaan.
e. Penyaluran energy
Maksudnya adalah untuk menyalurkan energi secara konstruktif. Tujuan
menyalurkan energi dari destruktif menjadi konstruktif, mengekspresikan perasaan
dan meningkatkan hubungan interpersonal.
4. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah suatu tindakan berupa modifikasi keadaan sekarang bukan
sekedar eksplorasi dan interaksi masa lampau. Adapun sasarannya adalah sistem
keluarga. Tetapi bergabung dengan sistem tersebut dan menggunakan dirinya untuk
mengubah sistem tadi dengan mengubah posisi anggota keluarga, terapi mengubah
pengalaman dan subyektif. Perubahan di dalam struktur akan memberi paling sedikit
satu kemungkinan untuk berubah berikutnya. Sistem keluarga diorganisir sekitar
dukungan, aturan, asuhan dan sosialisasi anggota keluarga tadi. Dalam hal ini terapist
bergabung dengan keluarga bukan untuk mendidik dan membuatnya sosial tetapi
memperbaiki dan memodifikasi fungsi keluarga itu sendiri sehingga dapat
menjalankan fungsi dengan baik. Sistem keluarga mempunyai sifat – sifat pertahanan
diri karena itu sekali perubahan terjadi keluarga ini akan mempertahankan dan
mengubah umpan balik atau memberi nilai pengalaman pada anggota keluarganya.
5. Perkembangan
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
kembang. Pemimpin akan mengembangkan kelompok melalui empat fase (Kelliat,
2005) yaitu :
1. Fase prakelompok.
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah tujuan dari
kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku pemimpin dan
pelaksana kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu perlu
disusun panduan pelaksanaan kegiatan kelompok.
2. Fase awal kelompok.
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru. Dan peran
yang baru. Fase ini terbagi dalam tiga fase (Kelliat, 2005) yaitu:
a. Tahap orientasi.
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan.
Pemimpin kelompok mengorientasikan anggota pada tugas utama dan
melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan, kerahasian, waktu pertemuan,
struktur, kejujuran dan aturan komunikasi, misalnya hanya satu orang yang
berbicara pada satu waktu, norma perilaku, rasa memiliki, atau kohesif antara
anggota kelompok diupayakan terbentuk pada fase orientasi.
b. Tahap konflik.
Peran dependen dan independent terjadi pada tahap ini, sebagian ingin
pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahkan,
atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Adapula anggota
yang netral dan dapat membantu menyelesaikan konflik peran yang terjadi.
Perasaan bermusuhan yang ditampilkan, baik antara kelompok maupun anggota
dengan pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi
ungkapan perasaan, baik positif maupun negative dan membantu kelompok
mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku yang tidak produktif,
seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab konflik.
c. Tahap kohesif.
Setalah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu sama
lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota
kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu
sama lain. Pemimpin tetap berupaya memberdayakan kemampuan anggota
kelompok dalam melakukan penyelesaian masalah. Pada tahap akhir fase ini,
tiap anggota kelompok belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan, mereka
belajar persamaan dan perbedaan, anggota kelompok akan membantu
pencapaian tujuan yang menjadi suatui realitas.
3. Fase kerja kelompok.
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim, walaupun mereka bekerja keras, tetapi
menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menjadi stabil dan
realistis. Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan
tetap menjaga kelompok kea rah pencapaian tujuan, serta mengurangi dampak dari
factor apa saja yang dapat mengurangi produktivitas kelompok.
4. Fase terminasi
Terminasi dapat sementara atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi karena anggota
kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok.
Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian, baik kelompok maupun
individu. Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan instrument evaluasi kemampuan
individual dari anggota kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi
atau beberapa sesi yang merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian
tertentu. Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman
kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari
6. Kerangka Teoritis
Kerangka Teoritis TAK
a. Model fokal konflik
Menurut Whiteaker dan Liebermen’s, terapi kelompok berfokus pada kelompok
dari pada individu.
Prinsipnya : Terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik yang tidak
disadari. Pengalaman kelompok secara berkesinambungan muncul kemudian
konfrontir konflik untuk penyelesaian masalah, tugas terapis membantu anggota
kelompok memahami konflik dan mencapai penyelesaian konflik. Menurut model
ini pimpinan kelompok (Leader) harus memfasilitasi dan memberikan kesempatan
kepada anggota untuk mengekpresikan perasaan dan mendiskusikan perasaan dan
mendiskusikannya untuk penyelesaian masalah.
b. Model komunikasi
Model komunikasi menggunakan prinsip-prinsip teori komunikasi dan komunikasi
terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau komunikasi tak efektif dalam
kelompok akan menyebabkan ketidakpuasan anggota kelompok, umpan balik tidak
sekuat dari kohesi atau keterpaduan kelompok menurun. Dengan menggunakan
model ini leader memfasilitasi komunikasi efektif, masalah individu atau
kelompok dapat diidentifikasi dan diselesaikan.
Leader mengajarkan pada kelompok bahwa :
- Perlu berkomunikasi
- Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya komunikasi
verbal, nonverbal, terbuka dan tertutup
- Pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain
- Anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam membantu satu dan
yang lain untuk melakukan komunikasi efektif
Model ini bertujuan membantu meningkatkan ketrampilan interpersonal
dan sosial anggota kelompok. Selain itu teori komunikasi membantu
anggota merealisasi bagaimana mereka berkomunikasi lebih efektif.
Selanjutnya leader juga perlu menjelaskan secara singkat prinsip-prinsip
komunikasi dan bagaimana menggunakan didalam kelompok serta
menganalisa proses komunikasi tersebut.
c. Model interpersonal
Sullivan mengemukakan bahwa tingkah laku (pikiran, perasaan, tindakan)
digambarkan melalui hubungan interpersonal.
Contoh : Interaksi dalam kelompok dipandang sebagai proses sebab akibat dari
tingkah laku anggota lain.
Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok. Anggota kelompok
ini belajar dari interaksi antar anggota dan terapis. Melalui ini kesalahan persepsi
dapat dikoreksi dan perilaku sosial yang efektif dipelajari.
Perasaan cemas dan kesepian merupakan sasaran untuk mengidentifikasi dan merubah
tingkah laku/perilaku.
Contoh : Tujuan salah satu aktifitas kelompok untuk meningkatkan hubungan
interpersonal. Pada saat konflik interpersonal muncul, leader menggunakan situasi
tersebut untuk mendorong anggota untuk mendiskusikan perasaan mereka dan
mempelajari konflik apa yang membuat anggota merasa cemas dan menentukan
perilaku apa yang digunakan untuk menghindari atau menurunkan cemas pada saat
terjadi konflik.
d. Model psikodrama
Dengan model ini memotivasi anggota kelompok untuk berakting sesuai dengan
peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang pernah lalu. Anggota memainkan peran
sesuai dengan yang pernah dialami.
Contoh : Klien memerankan ayahnya yang dominan atau keras.
Kerangka Teoritis Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi
keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern
& Pinsof, 1986).
Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada
terapi individual mempunyai konsekuensi dan konteks sosial. Contohnya, klien yang
menunjukkan peningkatan selama menjalani terapi individual, bisa terganggu lagi setelah
kembali pada keluarganya.
Terapi keluarga didasarkan pada teori system (Van Bertalanffy, 1968) yang terdiri
dari 3 prinsip :
Pertama, adalah kausalitas sirkular, artinya peristiwa berhubungan dan saling bergantung
bukan ditentukan dalam sebab satu arah–efek perhubungan.
Kedua, ekologi, mengatakan bahwa system hanya dapat dimengerti sebagai pola
integrasi, tidak sebagai kumpulan dari bagian komponen. Dalam system keluarga,
perubahan perilaku salah satu anggota akan mempengaruhi yang lain.
Ketiga, adalah subjektivitas yang artinya tidak ada pandangan yang objektif terhadap
suatu masalah, tiap anggota keluarga mempunyai persepsi sendiri dari masalah keluarga.
Ketika masalah muncul, terapi akan berusaha untuk mengidentifikasi
masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua anggota
keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul. Tujuan umum terapi
keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga bermasalah sering percaya
pada pemahaman tentang arti penting dari komunikasi (Patterson, 1982).
Terapis keluarga biasa dibutuhkan ketika :
1. Krisis keluarga yang mempengaruhi seluruh anggota keluarga.
2. Ketidak harmonisan seksual atau perkawinan
3. Konflik keluarga dalam hal norma atau keturunan
7. Indikasi
8. Teknis
Teknik Terapi Keluarga
Terapi keluarga dilakukan dengan menggunakan tehnik berikut :
1. Terapi Keluarga Berstruktur.
Terapi keluarga berstruktur adalah suatu kerangka teori tehnik pendekatan individu
dalam konteks sosialnya. Tujuan adalah mengubah organisasi keluarga. Terapi
keluarga berstruktur memepergunakan proses balik antara lingkungan dan orang yang
terlibat perubahan – perubahan yang ditimbulkan oleh seseorang terhadap sekitarnya
dan cara – cara dimana umpan balik terhadap perubahan perubahan tadi
mempengaruhi tindakan selanjutnya. Terapi keluarga mempergunakan tehnik tehnik
dan mengubah konteks orang – orang terdekat sedemikian rupa sehingga posisi
mereka berubah dengan mengubah hubungan antara seseorang dengan konteks yang
akrab tempat dia berfungsi, kita mengubah pengalaman subyektifnya.
2. Terapi Individu / Perorangan
Melihat individu sebagai suatu tempat yang patologis dan mengumpulkan data yang di
peroleh dari atau tentang individu tadi.Pada terapi perorangan dilakukan
pengungkapan pikiran dan perasaan tentang kehidupannya sekarang, dan orang orang
didalamnya. Riwayatnya perkembangan konfliknya dengan orang tua dan saudara –
saudaranya, Bila akan dirujuk ke dalam terapi keluarga maka terapist akan
mengekporasi interaksi individu dalam konteks hidup yang berarti. Dalam wawancara
keluarga terapist mengamati hubungan individu dengan anggota keluarga lainnya
dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Purwaningsih, Wahyu & Karlina Ina.2010.Asuhan Keperawatan Jiwa.Jogjakarta:Nuha
Medika.
riedman, Marlyn M. 1998. Praktik Keperawatan Keluarga: Teori, Pengkajian,
Diagnosa, dan Intervensi. Toronto: Appleton&Lange.
Hershenson, David B.; Power, Paul W.; & Waldo, Michael. 1996. Community
Counseling, Contemporer Theory and Practice. Massachusetts, A Simon & Scuster
Company.
Imbercoopersmith, Evan. 1985. Teaching Trainee To Think In Triad. Journal of Marital
and Family Therapy, Vol.11, No.1,61-66.
Kendall, Philip C. & Norton-Ford, Julian. Professional Dimension Scientific and
Professional Dimension. USA, John Willey and Sons, Inc.
Perez, Joseph F. 1979. Family Counseling : Theory and Practice. New York, Van
Nostrand, Co.
Yosef, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.