Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Filsafat
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis
dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis,
mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu.
Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi,
mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.

Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal
itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping
nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa
berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh
disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab

‫فلسفة‬, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata
ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan
(sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.

Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini
lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah
disebut "filsuf".

B.Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama Filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada [agama] lagi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
 Beranda

Search

Moh. Khoirun Ni'am

Risalah Muslim, Back To : ‫فطرة‬

 Home
 Business
 Downloads
 Parent Category
 Islam
 Health
 music
 politics
 Edit

Pandangan Islam Tentang Filsafat

02.24 www.ni'am.com 1 comment

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

FILSAFAT

A. Pengertian Filsafat Islam

Filsafat Islam terdiri dari dua kata yakni filsafat dan Islam. Dalam khasanah ilmu, filsafat
diartikan sebagai berfikir yang bebas, radikal dan berada pada dataran makna. Bebas berarti tidak ada
yang menghalangi pikiran bekerja. Sedangkan kata Islam secara samantik berasal dari akar kata salima
yang artinya menyerahkan, tunduk dan selamat. Islam artinya menyerahkan diri kepada Allah, dan dengan
menyerahkan diri kepadaNya maka ia memperoleh keselamatan dan kedamaian.1[1]

Sebelum sampai pada devinisi Filsafat Islam, terlebih dahulu kami akan memberikan makna
filsafat yang berkembang dikalangan cendekiawan muslim. Menurut mustofa abdul Razik pemakaian kata
filsafat di kalangan umat islam adalah kata hikmah. Sehingga kata hakim ditempatkan pada kata failusuf
atau hukum Al-Islam(hakim-hakim Islam) sama dengan Falasifatul Islam (failusuf-failusuf Islam). Al
Farabi berkata : failusuf adalah orang yang menjadikan seluruh kesungguhan dari kehidupannya dan
seluruh maksud dari umurnya mencari hikmah yakni mema’rifati Allah yang mengandung pengertian
mema’rifati kebaikan.

Menurut Mustofa Abdul Rozik, Filsafat Islam adalah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan
dibawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya. Pengertian ini
diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang nasrani dan yahudi yang telah menulis kitab-kitab
filsafat yang bersifat kritis atau terpengaruh oleh islam sebaiknya dimasukkan ke dalam filsafat Islam.2[2]

Filsafat islam adalah perkembangan pemikiran umat Islam dalam masalah ketuhanan, kenabian,
manusia, dan alam semesta yang disinari ajaran Islam. Adapun devinisinya secara khusus seperti apa yang
dituliskan oleh penulis Islam sebagai berikut.

1. Ibrahim Madkur, filsafat islam adalah pemikiran yang lahir dalam dunia Islam untuk menjawab tantangan
zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta, wahyu dan akal, agama dan filsafat.3[3]
2. Ahmad Fuad Al-Ahwany, filsafat Islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari
ajaran Islam.4[4]
3. Muhammad Atif Al-‘Iraqy, filsafat Islam secara umum di dalamnya tercakup ilmu kalam, ilmu ushul fiqh,
ilmu tasawuf, dan ilmu pengetahuan lainnya yang diciptakan oleh intelektual Islam. Pengertiannya secara
khusus adalah pokok-pokok atau dasar-dasar pemikiran filosofis yang dikemukakan para filosof
muslim.5[5]
Jelaslah bahwa filsafat Islam merupakan hasil pemikiran umat islam secara keseluruhan. Pemikiran umat
Islam ini merupakan buah dari dorongan ajaran Al-Quran dan Hadis.6[6]

B. Pandangan Islam Mengenai Filsafat

1[1] Dr. Musa Asyari, Filsafat Islam :Sunnah Nabi Dalam Berfikir, (Yogyakarta : Lesfi ,2002), Hlm. 1, 5

2[2] Drs. H. A. Mustofa. Filsafat Islam, (Bandung : Setia Pustaka, 2007), Hlm. 17

3[3] Ibrahim Madkur, Fi al-Falsafat al-Islamiyyat Mahaj wa Tathbiquh, Jilid I, (mesir : Dar al-Ma’arif,
1968), Hlm. 19-20

4[4] Ahmad Fuad Al-Ahwany, al-Falsafah al-Islamiyya, (Kairo : Dar al-Qolam, 1962), Hlm. 10

5[5] Muhammad ‘Atif Al-‘Iraqy, al-falsafat al-islamiyat, (Kairo : Dar al-Ma’arif, 1978), Hlm. 19-20

6[6] Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A, Filsafat Islam : Filosof & Filsafatnya, (Jakarta :Raja Grafindo
Persada, 2007), Hlm. 16
Pertemuan Islam ( kaum muslimin ) dengan filsafat ini terjadi pada abad – abad ke- 8 Masehi
abad ke- 2 Hijriyah disaat islam berhasil mengembangkan sayapnya dan menjangkau daerah-daerah baru
yang memiliki adat istiadat dan peradapan serta kebudayaan baru. Falsafat adalah salah satu dri
kebudayaan asing yang ditemui islam dalam perjalanan sejarahnya.

Dua imperium islam waktu itu yaitu Abbasiyah dengan ibu kota Bagdad ( di Timur ) dan
Umayyah dengan ibu kotanya di cordova ( di barat ) menjadi pusat peradaban dunia yang menghasilkan
cendekiawan-cendekiawan dibidang ilmu pengetahuan serta Filosof-filosof yang masyhur seperti Al-
Kindy ( 796 – 973 M ), Al-Faraby ( 870 – 950 M ), Al-Razy (863 – 965 M ), Ibnu Sina ( 980 – 1037 ), Al-
Ghazali ( 1059 – 111 M ), Ibnu Rusyd ( 1126 – 1198 ) dan lain – lain.7[7]

Immauel Kant ( 1724 – 1804 ), yang disebut raksasa pikr barat, mengatakan bahwa : Filsafat itu
ilmu pokokdan oangkal dari segala pengetahuan yang mencakup didalamnya empat persoalan,yaitu :

1. Apakah yang anda ketahui ?


( dijawab oleh metafisika )
2. Apakah yang boleh kita kerjakan ?
( dijawab oleh etika )
3. Sampai dimanakah pengharapan kita ?
( dijawab oleh agama )
4. Apakah yang dinamakan manusia ?
( dijawab oleh Antropologi )
Dari semua istilah ilsafat itu sama sama dengan ilmu pengetahuan, jelasnya segala macam
pengetahua termasuk filsafat, bagaimanapun corak pengetahuan itu. Tetapi lambat laun, karena gejala-
gejala yang diketahuinya semakin lama-semakin tertimbun, maka terpaksalah orang membagi
pengalaman – penalamannya menjadi pelbagi lapangan, tiap-tiap lapangan dengan ilmu pengetahuanda
semenjak itu smpitlah arti filsafat, oleh karena itu semula para filosof disamping ahli filsafat, dalam
waktu yang bersaman juga ahli ilmu pengetahuan. Tegasnya filosof adalah ilmuwan, dan ilmuan adalah
filosof. Begitlah yang terjadi sampai pada saatnya cabang – cabang ilmu pengethuan tertentu satu demi
satu meninggalkan induknya ( filsafat ).

Tiap-tiap manusia yang mulai berpikir tentang diri sendiri dan tempat-tempatnya dalam dunia,
akan menghadapi berbagai persoalan itu dapat dikelompokan sebagai persoalan – persoalan pokok yang
meliputi (1). Adakah Allah dan siapakah Allah itu, (2). Apa dan siapa manusia itu, (3). Apakah hakekat
dari segala kenyataan, apa maknanya, apa intisarinya ?

Dalam sejarah umat manusia kita melihat bahwa tiga persoalan tadi sering dijawab dengan agama
yang dianut oleh maunusia itu. Tetapi dilain pihak tidaklah jarang ilmu filsafat berusaha untuk menjawab
persoalan-persoalan itu.

Dr. Ahmad Fuad Al ahwani, guru filsafat di Universitas di Cairo, menyatakan dalam kitabnya “
Ma’anil Falsafah’ ( Cairo, 1974 ), bahwa filsafat itu adalah sesuatu yang terletak diantara agama dan ilmu

7[7] Prof. Dr. H. M. Rasjidi dan Drs. H. Harifuddin Cawidu, Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta :
Bulan Bintang, 1988), Hlm. 87
pengetahuan. Ia menyerupai agama alam atu sisi karena ia mengandung permasalahan-permasalahan yang
tidak dapat diketahui da dipahami sebelum orang memperoleh pengetahuan dan keyakinan disisi lain
karena ia merupakan sesuatau hasil daripada akal pikiran manusia, tidak hanya sekedar mendasarkan
kepada taklid dan wahyu semata-mata. Dimana ilmu merupakan hasil-hasil pengertian yang terjangkau
dan terbatas, agama dan keyakinannya dapat melangkahi/melamaui garis-garis pengertian yang terbatas
itu.

Antara ilmu pengetahuan dan agama inilah yang dimaksu filsafat. Banyak persoalan yang tidak
bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan, dapat diterima dan dirasakan oleh manusia. Al Ahwani atas dasar
pendirinya itu memberikan pengertia filsafat dalam tiga kesimplan : filsafat itu adalah peninjauan yang
lengkap dan dalam keelruhan mengenai hidup manusia. Filsafat itu adalah alat untuk menguraikan
kesukaran-kesukaran yang terletak diantara ilmu pengetahuan dan agama. Dan filsafat adalah penggunaan
pikiran yang dapat membawa manusia kepada amal dan kepada suatu tujuan tertentu.

Menenggapi pendapat ini Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh berkecenderungan untuk memilih dan
menetapkan pendapat Al Ahwani tersebut sebagai “ telah mewakili “ pikiran-pikiran ulama Islam
mengenai filsafat. Ita telah mengetahui dari sejarah – demi kian tegas H. Abu Bakar Aceh – bahwa
pujangga-pujangga dan ahli-ahli pikir Yunani serta filosao-filosof berikutnyahanya mencari apakah yang
menjadi pencipta pertama dari alam semesta ini, tetapi sedikit sekaliyang mencari apakah faedahnya ada
pencipta itudalam hubungannya dengan keidupan manusia sehari-hari. Tuhan yang dicari adalah Tuhan
yang mati, sedang tuhan yang dipertahankan para filosof dan ulama islam adalah Tuhan yang hidup,
Tuhan yang menguasai seluruh alam semesta ini.8[8]

Az-Zamahsyari dalam kitab tafsirnya “ Al- Kasysyal “ ( hlaman 174 – 175 ) menenrangkan
bahwa disinalah tempat perselisihan paham pokok antara ahlussunah yang memegang kuat pada Al-
Qur’an dan Hadist, dengan mu’tazillah yang berdasarkan pengrtian tu kepada akal atau kepada filsafat.
Menurut pengarang tafsir ini, ayat-ayat mukhamat ialah ayat-ayat yang ahnaymempunyai satu arti, sedang
ayat-ayat muttasyabihat adalh ayat yang mempunyai arti lebih dari satu, sehingga memungkinkan
masuknya penafsiran dengan akal manusia dan ta’wil atau memutarkan artinya dengan berbagai cara.
Ulama salaf hanya mementingkan ayat-ayat hukum atau mukhamat itu, untuk diamalkan dan tida
menganggap penting ayat-ayat mutasyabihat yang artinya dapat ditafsirkan dengan akal secara aneka
ragam. Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa filsafat itu bid’ah dan haram hukumnya.9[9]

Sebaliknya banyak ulam islam yang menganggap sangat penting dengan adanya filsafat, karena
dapat membantu dalam menjelaskan isi dalam kandungan Al – Qur’an dengan keterangan keterangan
yang dapat diterima oleh akal manusia terutama bagi mereka yang baru mengenal Islamdan mereka yang
belum kuat imannya. Imam Al Gazali yang semula menentang filsafat, kemudian berbalik untuk
mempelajari dan banyak menggunakanya untuk uraian-uraian mengenai ilmu tasawuf. Ulam – ulam
semaca inimenganggap besar faedah dari mempelajari filsafat dan berpendapat bahwa dalam Al-Qur’an
banyak sekali ayat – ayat yang menyuruh kita untuk berpikir mengenai dirinya dan alam semesta, untuk
meyakini adanya Tuhan sebagai penciptanya “ Tuhan menguraikan himah/filsafat kepada siapa yang

8[8] Prof. Dr. H. Abubakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, CV. Ramadhoni, Semarang, 1970, hal 12.

9[9] Dra. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, BUMI AKSARA, Jakarta, 1992, hal 66.
dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang telah diberi hikmah /filsafat sama dengan diberkannya kebijakan
yang berlimpah. “

Didalam Al-Qur’an dan Hadist banyak ita dapati firman-firman yang mengutamakan ilmu
pengetahuan dan memberi kedudukan yang tinggi kepada orang – orang alim, ahli penelitian dan ahli
pengetahuan.

‫…يرفع هللا الذين امنوامنكم والذين اتوالعلم درجات‬


“ Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan diantara kamu akan beberapa
derajat “ ( Q.S. Al Mujadalah 11 )

…‫العلموءا‬٥‫…انمايخشياهلل من عباد‬
“ yang sebenar-benarnya takut kepada Tuhan ialah orang –orang yang berilmu pengetahuan “ ( Al Fatir
28 )

žwÎ) !$ygè=É)÷ètƒ $tBur ( Ĩ$¨Z=Ï9 $ygç/ÎŽôØnS ã@»sVøBF{$# š•ù=Ï?ur


ÇÍÌÈ tbqßJÎ=»yèø9$#
“Dan perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali
orang-orang yang berilmu” ( Al Ankabut 43 )

Tampak jelas dari uraian-uraian diatas bahwa Islam tidak mencegah orang untuk mempelajari
ilmu filsafat, bahkan menganjurkan orang berfilsafat., berpikir menurut logika untuk memperkuat
kebenaran yang dibawa oleh Al Qur’an dengan dalil akal dan pembawaan rasional. Aspek pemikiran
dalam Islam terutanma masalah keimanan, aqidah, ketuhanan, menunjukan pembahasan yang cukup lama
telah dimulai semasa nabi masih hidup, yang kemudian menjadi sebab pokok dari ilmu-ilmu yang
berbeda-beda, sebagaimana kalam ( dogmatic – scholastic ), dan tasawuf ( mystico-spirituaistic ).

Diskusi dan polemic keagamaan anatra ulama Islam dengan tokoh agama non muslim, telah
memperkenalkan elemen-elemen asing dari filsafat Yunani, India dan sebagainya. Tersebab itu
bermunculanlah tokoh-tokoh dikalangan Islam, dengan nama-nama besar sepeti Al Khindi, Al Farabi,
Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dll. Banyaknya terjemahan buku-buku asing terutama buku-buku filsafat Yunani
lebuh banyak menguak bukti pentingnya filsafat dalam kancah keilmuan Islam.10[10]

Akan halnya Falsafat yang juga dianggap dapat membawa kepada kebenaran, maka islam
mengakui bahwa selain kebenaran Hakiki, masih ada lagi kebenaran yang tidak bersifat absolute, yaitu
kebenaran yang dicapai sebagai hasil usaha akal budi manusia. Akal adalah anugrah dari Allah SWT
kepada manusia. Maka sewajarnya kalau akal mampu pula mencapai kebenaran, kendatipun kebenaran
yang dicapainya itu hanyalah dalam taraf yang relatif. Oleh sebab itu kalau kebenaran yang relative itu
tidak bertentangan dengan ajaran islam ( Al-Qur’an dan Hadist ) maka kebenaran itu dapat saja digunakan
dalam kehidupan ini.

10[10] Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, op.cit, hal 239.


Kebenaran filasafat dianggap kebenaran spekulatif karena ia berbicara tentang hal-hal yang
abstrak yang tidak dapat dieksperimen, tidak dapat diuj atau diriset.

Mengenai pandangan islam tentang filsafat , filsafat cukup mendapat tempat penting dalam Islam
dengan beberapa kenyataan :

o Dalam sejarah Islam pernah muncul filosof-filosof muslim yang terkenal seperti Al Faraby, Ibnu Sina, Ibnu
Rusyd dan lain-lain. Bahkan mereka ini dianggap sebagai mata rantai yang menghubungkan kembali
filsafat Yunani yang pernah menghilang di barat dan berkat jasa-jasa kaum muslimin maka filsafat
tersebut dapat dikenal kembali oleh orang-orang Barat.
o Terdapatnya sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong pemikiran-pemikiran filosofis.
o Meskipun Islam member tempat yang layak bagi hidup dan perkembangan filsafat, namun Islam menilai
bahwa falsafat tu hanyalah merupakan alat belaka dan bukan tujuan. Falsafat dapat digunakan untuk
memperkokoh kedudukan Islam, umpamanya dapat dijadikan sebagai jalan untuk memperkuat bukti
eksistensi Allah SWT.
o Diakui pula bahwa kebenaran filsafat bersifat nisbi dan spekulatif. Nisbi artinya relative dan tidak mutlak
kebenaranya. Spekulatif artinya kebenaranya bersifat spekulasi dan tidak dapat dibuktikan secara empiris.
o Jadi tidak perlu melihat filsafat sebagai momok yang menakutkan tetapi ia harus dipelajari dengan baik.
Dengan demikian kita dapat menggunakan hal – hal yang positif didalamnya dan membuang hal-hal yang
tidak menguntungkan bagi Islam.

C. Proses Filsafat dalam Rangka Mencapai Iman

Melalui filsafat orang dapat sampai kepada keyakinan atau sekurang-kurangnya pengetahuan tentang
adanya Tuhan. Tetapi sebaliknya, dengan filsafat orang bias lari kepada kekafiran dan pembuaian Tuhan.
Dengan demikian filsafat itudapat diandaikan sebagai pisau tajam yang bermata dua, yang dapat
dmanfaatkan tetapi kalau salah menggunakanya dapat membahayakan. Filsafat yang dapat membawa
pada keimanan hanyalah filsafat yang mendalam. Orang yang setengah-setengah belajar filsafat,
cenderung membawa dirinya kepada kek

Periode Pengembangan Kelembagaan Periode ini dapat disebut sebagai 'Periode Trasformasi',
karena, pada periode ini telah terjadi peristiwa ..

Anda mungkin juga menyukai