Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecenderungan pasien gangguan jiwa pada era globalisasi sekarang ini

jumlahnya mengalami peningkatan, selain itu kecenderungan kasus-kasus psikotik

juga tetap tinggi. Beban hidup yang semakin berat diperkirakan menjadi salah satu

penyebab bertambahnya klien gangguan jiwa (Zainudin, 2014). Jenis dan

karakteristik gangguan jiwa sangat beragam, salah satunya gangguan jiwa yang

sering kita temukan dan dirawat yaitu Halusinasi, diperkirakan sebesar 90%

pasien gangguan jiwa mengalami halusinasi, yakni 70% mengalami halusinasi

auditorik, 20% halusinasi visual, 10% halusinasi pengecapan, taktil dan

penciuman (Damaiyanti dan Iskandar, 2016). Halusinasi adalah hilangnya

kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan

rangsangan eksternal (dunia luar). Pasien memberi persepsi atau pendapat tentang

lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Yosep, 2016).

Menurut data American Psychiatric Association (APA) menyebutkan

sekitar 70% pasien gangguan jiwa mengalami halusinasi (Deli, 2015). Di

Indonesia berdasarkan Studi Sudiatmika (2015) prevalensi gangguan jiwa yang

dirawat dengan gejala halusinasi sebanyak 65%. Jumlah pasien gangguan jiwa

Puskesmas Mengwi II yang mengalami halusinasi dalam tiga bulan terakhir

Pebruari-April 2018 sebanyak 34 orang. Pasien yang mengalami halusinasi

diperkirakan akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua

(Keliat & Akemat, 2015) dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari rumah

1
sakit jiwa, sedangkan menurut Akbar (2015), melaporkan bahwa dalam waktu 6

bulan pasca rawat didapatkan 30%-40% pasien halusinasi mengalami

kekambuhan, sedangkan setelah 1 tahun pasca rawat inap 40%-50% penderita

mengalami kekambuhan, dan setelah 3-5 tahun pasca rawat didapatkan 65%-75%

penderita mengalami kekambuhan.

Penyebab pasien yang mengalami halusinasi karena ketidakmampuan

pasien dalam mengadapi stressor serta kurangnya kemampuan untuk

mengungkapkan masalah yang mereka hadapi kepada orang lain, bila ada masalah

pasien cenderung memendamnya sendiri dan berusaha mencari solusi pemecahan

dengan caranya sendiri dengan berperilaku menarik diri, biasanya pasien

halusinasi ini akan mulai dengan memikirkan hal-hal yang menyenangkan bagi

dirinya, apabila hal ini terus menerus berlangsung maka pasien akan mengalami

gangguan dalam mempersepsikan stimulus yang dialami (Keliat & Akemat,

2015).

Dampak yang dapat ditimbulkan akibat kekambuhan pasien yang

mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa

membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (Yosep,

2016). Kekambuhan pasien halusinasi mengakibatkan kondisi penderita bisa

semakin memburuk dan sulit untuk kembali ke keadaan semula (Keliat & Akemat,

2015). Kekambuhan pasien halusinasi dapat menimbulkan beban bagi keluarga

dalam merawat anggota keluarga dengan halusinasi. Beban keluarga berhubungan

dengan perawatan pasien termasuk biaya pengobatan, mengawasi kondisi mental

pasien, berinteraksi dengan stigma masyarakat sehubungan dengan mental pasien

serta distress emosional akibat dari simptom skizofrenia (Sirait, 2016).

2
Konsekuensi dari kekambuhan juga menyengsarakan klien yaitu sebanyak 50%

klien melakukan bunuh diri sebagai akibat kambuh (Akbar, 2015).

Upaya mencegah pencegahan kekambuhan pasien halusinasi adalah

dengan adanya dukungan keluarga yang baik. Keluarga merupakan sumber

bantuan terpenting bagi anggota keluarga yang sakit, keluarga sebagai sebuah

lingkungan yang penting dari pasien, yang kemudian menjadi sumber dukungan

sosial yang penting (Keliat & Akemat, 2015). Dukungan keluarga pasien sangat

menentukan cara atau perawatan yang diperlukan pasien di rumah, baik dalam

meningkatkan kemampuan bersosialisasi dan kepatuhan pasien minum obat.

Keberhasilan perawatan di rumah sakit jiwa akan sia-sia jika tidak diteruskan di

rumah oleh keluarga pasien yang kemudian mengakibatkan pasien harus di rawat

kembali (kambuh). Dukungan keluarga sejak awal perawatan di rumah sakit jiwa

akan meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat pasien di rumah,

sehingga kemungkinan kekambuhan kembali dapat dicegah atau dikurangi (Nasir

dan Muhith, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Marsaulina (2016) yang meneliti tentang

pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap pencegahan kekambuhan pasien

skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit

Jiwa Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik dukungan sosial

keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan kekambuhan

pasien skizofrenia yang berobat jalan di Badan Layanan Umum Daerah Rumah

Sakit Jiwa Medan. Penelitian Ramdhany (2015) tentang hubungan keterlibatan

keluarga terhadap kemampuan klien mengontrol halusinasi di Wilayah Kerja

Puskesmas Samata Kabupaten Gowa. Hasil penelitian menunjukkan hubungan

3
yang signifikan antara hubungan keterlibatan keluarga terhadap kemampuan klien

mengontrol halusinasi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Wilayah Kerja UPT.Puskesmas

Mengwi II. Hasil wawancara pada studi pendahuluan terhadap 8 orang keluarga

pasien, didapat 7 orang (88%) keluarga menyatakan bahwa pasien di rumah

menunjukkan gejala halusinasi, seperti bicara atau tertawa sendiri, marah-marah

tampak sebab, berbicara ngaur atau tidak jelas, jalan hilir mudik kesana kemari

dan tampak gelisah. Pada studi pendahuluan ini juga didapatkan data bahwa 88%

keluarga menyatakan tidak tahu harus melakukan apa untuk mengatasi masalah

anggota keluarganya yang menderita halusinasi. Tindakan yang dilakukan

keluarga antara lain hanya membiarkan pasien, mengurung dalam rumah atau

kamar, dipasung, dan jika pasien membahayakan orang lain atau lingkungan baru

kemudian dibawa berobat atau ke Rumah Sakit.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

meneliti tentang hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kekambuhan

pasien halusinasi di UPT.Puskesmas Mengwi II, sehingga dapat dirumuskan

upaya peningkatan penanggulangan masalah gangguan jiwa terutama halusinasi di

UPT. Puskesmas Mengwi II.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat ditentukan rumusan

masalah yaitu : apakah ada hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat

kekambuhan pasien halusinasi di UPT.Puskesmas Mengwi II?.

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat

kekambuhan pasien halusinasi di UPT.Puskesmas Mengwi II.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada pasien halusinasi di UPT.Puskesmas

Mengwi II.

b. Mengidentifikasi tingkat kekambuhan pasien halusinasi di UPT.Puskesmas

Mengwi II.

c. Menganalisa hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kekambuhan

pasien halusinasi di Puskesmas Mengwi II.

D. Manfaat Penelitian

1. Pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan


a. Bagi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam bidang

keperawatan khususnya keperawatan jiwa mengenai hubungan dukungan

keluarga terhadap tingkat kekambuhan pasien halusinasi.


b. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian bagi

penelitian selanjutnya untuk meneliti hal-hal yang berkaitan dengan

kekambuhan pasien halusinasi

2. Bagi layanan dan masyarakat


a. Bagi layanan
Hasil penelitian ini dapat membantu perawat dalam upaya promotif dan

preventif untuk mencegah kekambuhan pasien halusinasi yang diakibatkan

oleh kurangnya dukungan keluarga

5
b. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan keluarga mampu memberikan dukungan

kepada pasien halusinasi untuk mencegah terjadinya kekambuhan.

Anda mungkin juga menyukai