Anda di halaman 1dari 72

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11/PRT/M/2018
TENTANG
TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG,
PENGKAJI TEKNIS, DAN PENILIK BANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keandalan teknis bangunan


gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
dan kemudahan dalam penyelenggaraan bangunan
gedung diperlukan tim ahli bangunan gedung, pengkaji
teknis bangunan gedung, dan penilik bangunan;
b. bahwa untuk mewujudkan kepastian hukum dan
ketertiban pemanfaatan bangunan gedung oleh
masyarakat, setiap bangunan gedung harus memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis serta
harus diselenggarakan secara tertib;
c. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung, perlu pengaturan tugas, fungsi, dan tata cara
pelaksanaan tugas bagi tim ahli bangunan gedung,
pengkaji teknis, dan penilik bangunan;

JDIH Kementerian PUPR


-2-

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat tentang Tim Ahli Bangunan Gedung,
Pengkaji Teknis, dan Penilik Bangunan;

Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang


Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
2. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 16);
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 05/PRT/M/2017 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 15/PRT/M/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 466);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN
PERUMAHAN RAKYAT TENTANG TIM AHLI BANGUNAN
GEDUNG, PENGKAJI TEKNIS, DAN PENILIK BANGUNAN.

JDIH Kementerian PUPR


-3-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di
dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian
atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.
2. Bangunan Gedung Tertentu adalah Bangunan Gedung
yang digunakan untuk kepentingan umum dan
Bangunan Gedung fungsi khusus, yang dalam
pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan
pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas
tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting
terhadap masyarakat dan lingkungannya.
3. Asosiasi Profesi Khusus adalah asosiasi yang
beranggotakan tenaga ahli dan/atau tenaga terampil
yang memiliki kompetensi hanya pada satu bidang jasa
konstruksi.
4. Izin Mendirikan Bangunan Gedung yang selanjutnya
disebut IMB adalah perizinan yang diberikan oleh
pemerintah daerah kecuali untuk Bangunan Gedung
fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik Bangunan
Gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat Bangunan
Gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku.
5. Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung yang
selanjutnya disebut SLF adalah sertifikat yang
diterbitkan oleh pemerintah daerah, kecuali untuk

JDIH Kementerian PUPR


-4-

Bangunan Gedung fungsi khusus oleh Pemerintah untuk


menyatakan kelaikan fungsi suatu Bangunan Gedung
baik secara administratif maupun teknis, sebelum
pemanfaatannya.
6. Bangunan Gedung Hijau yang selanjutnya disingkat BGH
adalah Bangunan Gedung yang memenuhi persyaratan
Bangunan Gedung dan memiliki kinerja terukur secara
signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber
daya lainnya melalui penerapan prinsip Bangunan
Gedung hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam
setiap tahapan penyelenggaraannya.
7. Bangunan Gedung Cagar Budaya yang selanjutnya
disingkat BGCB adalah Bangunan Gedung yang sudah
ditetapkan statusnya sebagai bangunan cagar budaya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan tentang cagar budaya.
8. Penyelenggaraan Bangunan Gedung adalah kegiatan
pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis
dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran Bangunan
Gedung.
9. Tim Ahli Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat
TABG adalah tim yang terdiri atas para ahli yang terkait
dengan penyelenggaraan Bangunan Gedung untuk
memberikan pertimbangan teknis dalam proses
penelitian dokumen rencana teknis, dan juga untuk
memberikan masukan dalam penyelesaian masalah
penyelenggaraan Bangunan Gedung tertentu yang
susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus
disesuaikan dengan kompleksitas Bangunan Gedung
tertentu tersebut.
10. Tim Ahli Bangunan Gedung Cagar Budaya, yang
selanjutnya disingkat TABGCB adalah tim yang terdiri
atas TABG dan tenaga ahli pelestarian Bangunan Gedung
cagar budaya untuk memberikan pertimbangan teknis
dalam tahap persiapan, perencanaan teknis,
pelaksanaan, pemanfaatan, dan pembongkaran

JDIH Kementerian PUPR


-5-

Bangunan Gedung cagar budaya untuk IMB, perubahan


IMB, SLF, rencana teknis perawatan, dan rencana teknis
pembongkaran Bangunan Gedung.
11. Tim Ahli Bangunan Gedung Hijau, yang selanjutnya
disingkat TABGH adalah tim yang bertugas memberikan
pertimbangan teknis dalam tahap pemrograman,
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi,
pemanfaatan, dan pembongkaran Bangunan Gedung
hijau untuk perizinan, pemenuhan kelaikan fungsi, dan
sertifikasi Bangunan Gedung hijau.
12. Pengkaji Teknis adalah orang perseorangan atau badan
usaha baik yang berbadan hukum maupun tidak
berbadan hukum yang mempunyai sertifikat kompetensi
kerja kualifikasi ahli atau sertifikat badan usaha untuk
melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan fungsi
Bangunan Gedung.
13. Penilik Bangunan (Building Inspector) yang selanjutnya
disebut Penilik Bangunan adalah orang perseorangan
yang memiliki kompetensi, yang diberi tugas oleh
pemerintah untuk melakukan inspeksi terhadap
penyelenggaraan Bangunan Gedung agar sesuai dengan
persyaratan Bangunan Gedung.
14. Penyelenggaraan TABG, Pengkaji Teknis, dan Penilik
Bangunan adalah rangkaian kegiatan pengelolaan,
penugasan, dan pelaksanaan tugas TABG, Pengkaji
Teknis, dan Penilik Bangunan.
15. Penyelenggara Bangunan Gedung adalah pemilik
bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi bangunan
gedung, dan pengguna bangunan gedung.
16. Pemohon adalah orang atau badan hukum, kelompok
orang, atau perkumpulan yang mengajukan permohonan
IMB kepada pemerintah daerah kabupaten/kota atau
pemerintah provinsi untuk DKI Jakarta.
17. Pemilik Bangunan Gedung adalah orang, badan hukum,
kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut
hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.

JDIH Kementerian PUPR


-6-

18. Pengguna Bangunan Gedung adalah pemilik bangunan


gedung dan/atau bukan pemilik Bangunan Gedung
berdasarkan kesepakatan dengan pemilik Bangunan
Gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola
Bangunan Gedung atau bagian Bangunan Gedung sesuai
dengan fungsi yang ditetapkan.
19. Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung
adalah surat pernyataan kelaikan fungsi yang
menyatakan bahwa bangunan gedung telah diperiksa dan
dinyatakan laik fungsi oleh pengkaji teknis.
20. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pekerjaan umum.
22. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.

Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan

Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan untuk menjadi acuan
bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan TABG, Pengkaji Teknis, dan Penilik
Bangunan.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mewujudkan:
a. tugas dan fungsi TABG, Pengkaji Teknis, dan Penilik
Bangunan dalam Penyelenggaraan Bangunan
Gedung yang fungsional, andal, serta serasi dan
selaras dengan lingkungannya; dan

JDIH Kementerian PUPR


-7-

b. sinkronisasi dan koordinasi tugas Pemerintah


Daerah, TABG, Pengkaji Teknis, dan Penilik
Bangunan dalam mendukung tertib
Penyelenggaraan Bangunan Gedung.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup

Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi tugas dan
fungsi, tata kelola, tata cara penugasan, dan pelaksanaan
tugas, serta pembinaan bagi:
a. TABG;
b. Pengkaji Teknis; dan
c. Penilik Bangunan.

BAB II
TABG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4
(1) TABG dibentuk berdasarkan keputusan bupati/walikota
atau gubernur untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
(2) TABG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
unsur:
a. perguruan tinggi;
b. Asosiasi Profesi Khusus;
c. masyarakat ahli; dan
d. instansi pemerintah.
(3) TABG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memiliki keahlian di bidang Bangunan Gedung yang
meliputi:
a. arsitektur Bangunan Gedung dan perkotaan;
b. struktur dan konstruksi;

JDIH Kementerian PUPR


-8-

c. mekanikal dan elektrikal;


d. pertamanan/lanskap;
e. tata ruang dalam/interior;
f. keselamatan dan kesehatan kerja; dan/atau
g. keahlian lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan
fungsi Bangunan Gedung.
(4) Keahlian di bidang Bangunan Gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dipenuhi dari unsur
perguruan tinggi, Asosiasi Profesi Khusus, dan/atau
masyarakat ahli sesuai dengan kebutuhan dan
ketersediaan sumber daya manusia.
(5) Selain unsur masyarakat ahli sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c, anggota TABG dapat ditambahkan
dari masyarakat ahli di luar bidang Bangunan Gedung
dan masyarakat adat sepanjang diperlukan.
(6) Unsur instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf d meliputi:
a. pejabat struktural bidang tata bangunan/Bangunan
Gedung pada dinas yang membidangi sub-urusan
Bangunan Gedung;
b. Pejabat Fungsional Teknik Tata Bangunan dan
Perumahan;
c. pejabat struktural dari instansi teknis terkait di
daerah; dan/atau
d. pejabat fungsional dari instansi teknis terkait di
daerah.
(7) Pejabat struktural dan fungsional dari instansi teknis
terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c dan
huruf d dapat berasal dari instansi teknis bidang:
a. jalan;
b. perhubungan/transportasi;
c. telekomunikasi;
d. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3);
e. pertahanan;
f. keamanan;
g. penataan ruang;
h. lingkungan hidup;

JDIH Kementerian PUPR


-9-

i. perhubungan;
j. kebakaran;
k. ketenagakerjaan;
l. energi dan sumber daya mineral;
m. komunikasi dan informatika;
n. kesehatan; dan/atau
o. ketenteraman dan ketertiban umum serta
pelindungan masyarakat.
(8) TABG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh
dinas yang membidangi sub-urusan Bangunan Gedung.

Bagian Kedua
Tugas dan Fungsi TABG

Pasal 5
(1) TABG mempunyai tugas:
a. memberikan pertimbangan teknis kepada dinas yang
menangani sub-urusan Bangunan Gedung dalam
proses penelitian dokumen rencana teknis untuk
Bangunan Gedung kepentingan umum dan/atau
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
untuk penerbitan IMB;
b. memberikan masukan dalam penyelesaian masalah
Penyelenggaraan Bangunan Gedung kepentingan
umum;
c. memberikan pertimbangan teknis terkait
Penyelenggaraan Bangunan Gedung Cagar Budaya
sebagai TABGCB dan/atau Bangunan Gedung Hijau
sebagai TABGH; dan
d. memberikan masukan dalam penyusunan dan/atau
penyempurnaan peraturan perundang-undangan
terkait Bangunan Gedung di tingkat
kabupaten/kota.
(2) Tugas TABG sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan konstruksi;
c. pemanfaatan;

JDIH Kementerian PUPR


- 10 -

d. pelestarian; dan
e. pembongkaran.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), TABG menyelenggarakan fungsi:
a. pengkajian dokumen rencana teknis untuk
Bangunan Gedung kepentingan umum dan/atau
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
untuk penerbitan IMB;
b. pengkajian dan analisis dalam penyelesaian masalah
Penyelenggaraan Bangunan Gedung untuk
kepentingan umum berdasarkan bidang keahlian
tiap anggota;
c. pengkajian dan analisis dalam Penyelenggaraan
Bangunan Gedung Cagar Budaya sebagai TABGCB
dan/atau Bangunan Gedung Hijau sebagai TABGH;
dan
d. pengkajian dan analisis dalam penyempurnaan
peraturan perundangan terkait Bangunan Gedung di
tingkat kabupaten/kota.
(4) Dalam melakukan pengkajian dokumen rencana teknis
Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, TABG dari unsur Asosiasi Profesi Khusus
dan/atau unsur perguruan tinggi melakukan pengkajian
terhadap:
a. pemenuhan perizinan dan/atau rekomendasi teknis
lain dari instansi berwenang;
b. pemenuhan persyaratan tata bangunan; dan
c. pemenuhan persyaratan keandalan Bangunan
Gedung.
(5) Dalam melakukan pengkajian dokumen rencana teknis
Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a, TABG dari unsur instansi pemerintah yang
menangani sub-urusan Bangunan Gedung dan instansi
teknis terkait memberikan masukan data dan/atau
informasi terhadap:
a. kondisi yang ada; dan

JDIH Kementerian PUPR


- 11 -

b. program yang sedang atau akan dilaksanakan di


lokasi, melalui lokasi, atau dekat dengan lokasi
rencana Bangunan Gedung untuk kepentingan
umum yang dimohonkan IMB.
(6) Dalam melakukan pengkajian dokumen rencana teknis
Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Ketiga
Tata Kelola TABG

Paragraf 1
Pelaksana Pengelolaan TABG

Pasal 6
(1) Kepala dinas yang menangani sub-urusan Bangunan
Gedung bertindak sebagai penanggung jawab
pelaksanaan pengelolaan TABG.
(2) Kepala dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menugaskan unit kerja di bawahnya sebagai pelaksana
pengelolaan TABG.
(3) Pelaksana pengelolaan TABG sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan unit yang memiliki tugas:
a. melaksanakan administrasi pengelolaan TABG;
b. membentuk TABG; dan
c. mengawasi kinerja pelaksanaan tugas TABG.
(4) Pelaksana pengelolaan TABG sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan masa kerja paling lama 15 (lima
belas) hari kerja sejak mendapatkan penugasan dari
bupati/walikota atau gubernur untuk provinsi daerah
khusus ibukota Jakarta dalam menyampaikan usulan
anggota TABG.

JDIH Kementerian PUPR


- 12 -

Paragraf 2
Administrasi Pengelolaan TABG

Pasal 7
(1) Administrasi pengelolaan TABG sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a meliputi:
a. penyiapan surat penugasan anggota TABG;
b. penyiapan honorarium TABG;
c. pendokumentasian pelaksanaan tugas TABG;
d. penyiapan tata surat menyurat dan administrasi
lainnya; dan
e. pengelolaan basis data TABG dan pelaporan basis
data TABG kepada Menteri.
(2) Tata surat menyurat dan administrasi lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi
semua dokumen yang dihasilkan dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi TABG.
(3) Pengelolaan basis data TABG sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e merupakan penghimpunan seluruh
data TABG aktif dan data ahli Bangunan Gedung yang
pernah diangkat sebagai TABG.
(4) Basis data TABG sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dimutakhirkan jika terdapat perubahan terkait
pembentukan TABG, perpanjangan masa kerja TABG,
berakhirnya masa kerja TABG, pemberhentian TABG
dan/atau data ketersediaan ahli Bangunan Gedung.

Pasal 8
Pelaksana pengelola TABG memfasilitasi pelaksanaan tugas
dan fungsi TABG yang meliputi penyediaan:
a. ruang sidang atau rapat;
b. konsumsi sidang atau rapat;
c. bahan/materi sidang atau rapat; dan
d. peralatan penunjang tugas dan fungsi TABG.

JDIH Kementerian PUPR


- 13 -

Pasal 9
(1) Biaya penyelenggaraan TABG meliputi:
a. biaya operasional pelaksana pengelolaan TABG;
b. biaya sidang dan rapat TABG;
c. honorarium TABG; dan
d. biaya perjalanan dinas TABG.
(2) Biaya penyelenggaraan TABG sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
dinas yang menangani sub-urusan Bangunan Gedung.
(3) Biaya operasional pelaksana pengelolaan TABG
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan
untuk:
a. operasional pelaksana pengelolaan TABG;
b. pengelolaan basis data ahli Bangunan Gedung;
c. honor pelaksana pengelolaan TABG;
d. pengadaan peralatan; dan
e. pengadaan alat tulis kantor.
(4) Biaya sidang dan rapat TABG sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b merupakan pembiayaan
penyelenggaraan sidang TABG meliputi:
a. sewa ruang;
b. penggandaan dokumen; dan/atau
c. konsumsi.
(5) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. honorarium orang per bulan; dan/atau
b. honorarium orang per jam.
(6) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
diberikan sesuai dengan beban kerja dan pembiayaannya
mengacu pada standar biaya orang per bulan dan/atau
orang per jam yang berlaku di Kabupaten/Kota tempat
TABG bertugas.
(7) Bentuk dan besaran honorarium TABG ditetapkan
dengan keputusan bupati/walikota atau gubernur untuk
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

JDIH Kementerian PUPR


- 14 -

Paragraf 3
Pembentukan TABG

Pasal 10
(1) Proses pembentukan TABG meliputi tahapan:
a. penetapan kriteria dan jumlah anggota TABG oleh
pelaksana pengelolaan TABG;
b. pengusulan calon anggota TABG kepada pelaksana
pengelolaan TABG;
c. pengusulan calon anggota TABG menjadi anggota
TABG dari kepala dinas kepada walikota/bupati; dan
d. penetapan anggota TABG.
(2) Penetapan Kriteria dan jumlah anggota TABG
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
berdasarkan pertimbangan terhadap:
a. perkiraan beban tugas TABG;
b. pemenuhan unsur TABG; dan
c. efektivitas serta efisiensi pelayanan TABG.
(3) Perkiraan beban tugas TABG sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dihitung berdasarkan perkiraan
jumlah permohonan IMB Bangunan Gedung untuk
kepentingan umum dalam tahun berjalan
(4) Pengusulan calon anggota TABG kepada pelaksana
pengelolaan TABG sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan melalui surat pengusulan dari
perguruan tinggi, Asosiasi Profesi Khusus dan instansi
pemerintah dilengkapi dengan dokumen berupa:
a. fotokopi kartu tanda penduduk;
b. fotokopi nomor pokok wajib pajak perseorangan;
c. sertifikat kompetensi kerja kualifikasi ahli yang
dikeluarkan oleh lembaga sesuai dengan peraturan
perundang-undangan untuk unsur Asosiasi Profesi
Khusus;
d. surat keterangan bebas narkoba yang masih
berlaku;
e. surat keterangan catatan kepolisian yang masih
berlaku; dan

JDIH Kementerian PUPR


- 15 -

f. pasfoto berwarna ukuran 3 cm (tiga sentimeter) x 4


cm (empat sentimeter) sebanyak 2 (dua) lembar.

Pasal 11
Persyaratan calon anggota TABG meliputi:
a. warga negara Indonesia;
b. berkelakuan baik dan tidak pernah dijatuhi pidana
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih;
c. memenuhi kriteria; dan
d. bebas narkoba, yaitu tidak pernah terbukti sebagai
pengguna dan/atau pengedar narkoba.

Pasal 12
(1) Susunan keanggotaan TABG terdiri atas:
a. ketua merangkap anggota TABG (ex officio) dari
unsur instansi pemerintah yang menangani sub-
urusan Bangunan Gedung;
b. wakil ketua merangkap anggota TABG dipilih dari
unsur perguruan tinggi; dan
c. anggota TABG.
(2) Jumlah anggota TABG ditetapkan dalam jumlah gasal.
(3) Komposisi keanggotaan TABG ditetapkan dengan
ketentuan jumlah anggota TABG dari unsur perguruan
tinggi, unsur Asosiasi Profesi Khusus dan unsur
masyarakat ahli paling sedikit sama dengan jumlah
gabungan anggota TABG dari unsur dinas yang
menangani sub-urusan Bangunan Gedung dan instansi
teknis terkait.
(4) Dalam hal unsur perguruan tinggi, unsur Asosiasi Profesi
Khusus, dan unsur masyarakat ahli di dalam
kabupaten/kota tidak memenuhi jumlah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) kepala dinas yang membidangi
Bangunan Gedung dapat mengirimkan surat permintaan

JDIH Kementerian PUPR


- 16 -

kepada Asosiasi Profesi Khusus di wilayah lain dengan


mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi.

Pasal 13
(1) Pengusulan calon anggota TABG sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b yang berasal dari unsur
perguruan tinggi dilakukan melalui tahapan:
a. permintaan calon anggota TABG kepada perguruan
tinggi sesuai dengan kemampuan di bidang
Bangunan Gedung yang dibutuhkan; dan
b. verifikasi usulan calon anggota TABG dari unsur
perguruan tinggi oleh pelaksana pengelolaan TABG.
(2) Dalam hal verifikasi usulan calon anggota TABG
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak
memenuhi kriteria dan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (4), pelaksana
pengelolaan TABG meminta usulan calon pengganti
kepada perguruan tinggi.
(3) Pengusulan calon anggota TABG sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b yang berasal dari unsur
Asosiasi Profesi Khusus dilakukan melalui tahapan:
a. permintaan calon anggota TABG kepada Asosiasi
Profesi Khusus sesuai dengan kemampuan di bidang
Bangunan Gedung yang dibutuhkan; dan
b. verifikasi usulan calon anggota TABG dari Asosiasi
Profesi Khusus oleh pelaksana pengelolaan TABG.
(4) Dalam hal verifikasi usulan calon anggota TABG
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b tidak
memenuhi kriteria dan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (4), pelaksana
pengelolaan TABG meminta usulan calon pengganti
kepada Asosiasi Profesi Khusus.
(5) Pengusulan calon anggota TABG sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b yang berasal dari unsur
masyarakat ahli dilakukan oleh kepala dinas yang
menangani sub-urusan Bangunan Gedung.

JDIH Kementerian PUPR


- 17 -

(6) Pengusulan calon anggota TABG sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b yang berasal dari unsur
instansi pemerintah dilakukan melalui:
a. pengusulan calon anggota TABG dari unsur instansi
pemerintah yang menangani sub-urusan Bangunan
Gedung oleh kepala dinas yang menangani sub-
urusan Bangunan Gedung; dan
b. permintaan calon anggota TABG dari unsur instansi
pemerintah yang berasal dari instansi teknis terkait
oleh kepala dinas yang menangani sub-urusan
Bangunan Gedung.

Pasal 14
(1) Pengusulan calon anggota TABG menjadi anggota TABG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c
melalui cara:
a. pelaksana pengelolaan TABG menyampaikan usulan
calon anggota TABG kepada kepala dinas sebagai
penanggung jawab pelaksana pengelolaan TABG;
b. kepala dinas menyampaikan usulan calon anggota
TABG kepada bupati/walikota atau gubernur untuk
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Dalam hal kabupaten/kota tidak memiliki Asosiasi
Profesi Khusus pada tingkat kabupaten/kota, kepala
dinas yang membidangi Bangunan Gedung dapat
mengirimkan surat permintaan kepada Asosiasi Profesi
Khusus di wilayah lain dengan mempertimbangkan
efektivitas dan efisiensi.
(3) Dalam hal kabupaten/kota tidak memiliki perguruan
tinggi yang memiliki jurusan arsitektur, sipil, mesin dan
elektro di kabupaten/kota, kepala dinas yang
membidangi Bangunan Gedung dapat mengirimkan surat
permintaan kepada perguruan tinggi lain dengan
mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi.

JDIH Kementerian PUPR


- 18 -

Pasal 15
(1) Penetapan anggota TABG sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) huruf d ditetapkan melalui keputusan
bupati/walikota atau gubernur untuk Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Keputusan penetapan anggota TABG sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama lengkap dan gelar akademis;
b. unsur keanggotaan TABG;
c. bidang keahlian;
d. pendidikan formal terakhir;
e. tugas TABG;
f. masa berlaku; dan
g. pembiayaan.
(3) Masa kerja TABG ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun
dan dapat diperpanjang.

Pasal 16
(1) Penanggung jawab pelaksana pengelolaan TABG dapat
melakukan penyesuaian jumlah anggota TABG yang
meliputi:
a. penambahan anggota TABG;
b. pengurangan anggota TABG; dan/atau
c. penggantian anggota TABG.
(2) Penambahan anggota TABG sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a mengikuti proses pembentukan TABG
sebagaimana diatur dalam Pasal 10.

Pasal 17
(1) Anggota TABG dapat diberhentikan dari keanggotaannya
jika:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. berhalangan tetap; atau
d. penyesuaian jumlah anggota TABG

JDIH Kementerian PUPR


- 19 -

(2) Dalam hal anggota TABG diberhentikan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), penanggung jawab pelaksana
pengelolaan TABG melaporkan dan dapat menyampaikan
usulan penggantinya kepada bupati/walikota atau
gubernur untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
(3) Pengusulan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mengikuti proses pembentukan TABG sebagaimana
diatur dalam Pasal 10.

Paragraf 4
Pengawasan Kinerja Pelaksanaan Tugas TABG

Pasal 18
Pengawasan kinerja pelaksanaan tugas TABG oleh pelaksana
pengelolaan TABG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(3) huruf c dilakukan terhadap pemenuhan pelaksanaan tugas
TABG sesuai dengan surat penugasan yang diberikan oleh
kepala dinas yang membidangi sub-urusan Bangunan
Gedung.

Pasal 19
(1) Anggota TABG tidak boleh mempunyai konflik
kepentingan dalam menjalankan tugasnya.
(2) Dalam hal anggota TABG mempunyai konflik kepentingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota yang
bersangkutan harus mengundurkan diri dari penugasan
tersebut.
(3) Dalam hal anggota TABG menemukan adanya konflik
kepentingan terkait dengan penugasan anggota lainnya,
anggota tersebut dapat meminta klarifikasi dalam rapat
pleno.
(4) Dalam hal pelaksana pengelolaan TABG menemukan
adanya konflik kepentingan pada anggota TABG dalam
menjalankan tugasnya, pelaksana pengelolaan TABG
dapat mencabut dan menggantikan anggota TABG
tersebut dengan anggota lainnya.

JDIH Kementerian PUPR


- 20 -

Bagian Keempat
Tata Cara Penugasan dan Pelaksanaan Tugas TABG

Paragraf 1
Tata Cara Penugasan TABG

Pasal 20
(1) Penugasan TABG mengacu pada tugas TABG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) melalui
surat penugasan dari kepala dinas yang membidangi
sub-urusan Bangunan Gedung kepada anggota TABG.
(2) Surat penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencantumkan:
a. koordinator tim;
b. anggota tim;
c. jenis penugasan;
d. masa penugasan tim;
e. unsur atau instansi; dan
f. bidang keahlian atau tugas dan fungsi.
(3) Bidang keahlian atau tugas dan fungsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf f merupakan bidang
keahlian untuk anggota TABG dari unsur perguruan
tinggi, Asosiasi Profesi Khusus, masyarakat ahli, serta
tugas dan fungsi untuk instansi pemerintah
(4) Tata cara penugasan terdiri atas:
a. tata cara pemberian pertimbangan teknis untuk
penerbitan IMB;
b. tata cara penugasan dan pelaksanaan tugas TABG
dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan
Bangunan Gedung kepentingan umum; dan
c. tata cara penugasan dan pelaksanaan tugas TABG
dalam penyusunan dan/atau penyempurnaan
peraturan perundangan terkait Bangunan Gedung.
(5) Koordinator tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a berasal dari bidang arsitektur.

JDIH Kementerian PUPR


- 21 -

Paragraf 2
Tata Cara Penugasan dan Pelaksanaan Tugas TABG untuk
Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan

Pasal 21
(1) Tata cara penugasan TABG untuk penerbitan IMB
meliputi:
a. Kepala Dinas yang menangani sub-urusan
Bangunan Gedung melalui Pelaksana pengelolaan
TABG menugaskan anggota TABG berdasarkan surat
permintaan tim teknis dari dinas yang menangani
urusan pelayanan perizinan;
b. pelaksana pengelolaan TABG mengidentifikasi
fungsi, klasifikasi, dan/atau karakteristik Bangunan
Gedung yang dimohonkan;
c. pelaksana pengelolaan TABG menugaskan anggota
TABG dengan mempertimbangkan kesesuaian
antara kemampuan dan bidang keahlian setiap
anggota TABG dengan fungsi, klasifikasi, dan/atau
karakteristik Bangunan Gedung yang dimohonkan;
d. dalam hal proses penerbitan IMB untuk BGCB,
penugasan TABG melibatkan tenaga ahli pelestarian;
e. dalam hal proses penerbitan IMB untuk BGH,
penugasan TABG melibatkan tenaga ahli Bangunan
Gedung hijau; dan
f. pelaksana pengelolaan TABG memfasilitasi
penyelenggaraan proses pertimbangan teknis TABG.
(2) Memfasilitasi proses pertimbangan teknis TABG
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:
a. penetapan jadwal;
b. penyediaan tempat;
c. penyampaian daftar undangan; dan
d. penyediaan konsumsi.

JDIH Kementerian PUPR


- 22 -

Pasal 22
Tata cara pelaksanaan tugas TABG untuk penerbitan IMB
melalui proses pertimbangan teknis TABG yang meliputi
tahapan:
a. penelitian dokumen rencana teknis;
b. sidang; dan
c. rapat pleno.

Pasal 23
(1) Tahapan penelitian dokumen rencana teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a meliputi:
a. penerimaan penugasan beserta kelengkapan
dokumen rencana teknis Bangunan Gedung yang
dimohonkan IMB dari pelaksana pengelolaan TABG
kepada setiap anggota TABG sesuai dengan bidang
keahliannya;
b. pemeriksaan dan evaluasi dokumen rencana teknis
oleh anggota TABG sesuai dengan bidang
keahliannya; dan
c. penyampaian hasil kesimpulan pemeriksaan dan
evaluasi dokumen rencana teknis kepada
koordinator TABG untuk dibawa ke tahapan sidang.
(2) Pemeriksaan dan evaluasi dokumen rencana teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
dengan menggunakan Daftar Simak Pemeriksaan dan
Evaluasi.
(3) Pemeriksaan dan evaluasi dokumen rencana teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
terhadap kesesuaian dengan:
a. perizinan dan/atau rekomendasi teknis lain dari
instansi berwenang;
b. persyaratan tata bangunan; dan
c. persyaratan keandalan Bangunan Gedung.
(4) Pemeriksaan dan evaluasi dokumen rencana teknis
terhadap kesesuaian dengan perizinan dan/atau
rekomendasi teknis lain dari instansi berwenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan

JDIH Kementerian PUPR


- 23 -

untuk menjamin dokumen rencana teknis Bangunan


Gedung telah memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan terkait bidang:
a. pekerjaan umum dan penataan ruang;
b. perumahan dan kawasan permukiman;
c. ketenteraman dan ketertiban umum serta
pelindungan masyarakat;
d. pertanahan;
e. pemberdayaan masyarakat dan desa;
f. sosial;
g. tenaga kerja;
h. perhubungan;
i. lingkungan hidup;
j. kehutanan;
k. energi dan sumber daya mineral;
l. komunikasi dan informatika;
m. kebudayaan;
n. kelautan dan perikanan;
o. pariwisata;
p. perdagangan;
q. perindustrian; dan
r. kesehatan.
(5) Pemeriksaan dan evaluasi dokumen rencana teknis
Bangunan Gedung terhadap kesesuaian dengan
persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b dilakukan untuk menjamin dokumen
rencana teknis telah memenuhi persyaratan tata
bangunan yang meliputi:
a. persyaratan peruntukan dan intensitas Bangunan
Gedung;
b. persyaratan arsitektur; dan
c. persyaratan pengendalian dampak lingkungan.
(6) Persyaratan peruntukan dan intensitas Bangunan
Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a
meliputi peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan
jarak bebas Bangunan Gedung sesuai dengan Rencana

JDIH Kementerian PUPR


- 24 -

Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang,


dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
(7) Persyaratan arsitektur sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) huruf b meliputi penampilan, tata ruang dalam,
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dengan
lingkungan.
(8) Pemeriksaan dan evaluasi dokumen rencana teknis
Bangunan Gedung terhadap kesesuaian dengan
persyaratan keandalan Bangunan Gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan untuk
menjamin dokumen rencana teknis Bangunan Gedung
telah memenuhi persyaratan keandalan Bangunan
Gedung yang meliputi:
a. persyaratan keselamatan;
b. persyaratan kesehatan;
c. persyaratan kenyamanan; dan
d. persyaratan kemudahan.

Pasal 24
(1) Sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b
dilaksanakan dengan ketentuan:
a. anggota TABG melaksanakan sidang sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan oleh pelaksana
pengelolaan TABG;
b. sidang dipimpin oleh koordinator TABG dan dihadiri
oleh anggota TABG sesuai dengan penugasan oleh
pelaksana pengelolaan TABG, penyedia jasa
perencanaan konstruksi, dan pemohon IMB;
c. pelaksanaan sidang meliputi pembahasan
pemenuhan persyaratan teknis terhadap dokumen
perencanaan teknis secara menyeluruh dan
komprehensif;
d. hasil sidang harus tertuang dalam berita acara
sidang;
e. sidang dilakukan secara musyawarah untuk
mufakat; dan

JDIH Kementerian PUPR


- 25 -

f. hasil sidang dibawa ke rapat pleno untuk ditetapkan


dalam surat pertimbangan teknis yang selanjutnya
menjadi dasar penerbitan IMB.
(2) Pelaksanaan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dilakukan melalui:
a. pemaparan dokumen rencana teknis oleh penyedia
jasa perencanaan konstruksi;
b. penyampaian tanggapan TABG terhadap pemaparan
penyedia jasa perencanaan konstruksi;
c. penyampaian hasil pemeriksaan dan evaluasi
dokumen rencana teknis terhadap pemenuhan
persyaratan dokumen rencana teknis oleh TABG;
d. diskusi; dan
e. penetapan hasil sidang dalam berita acara.
(3) Pemaparan dokumen rencana teknis oleh penyedia jasa
perencanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a paling sedikit memuat substansi
perencanaan dan perancangan:
a. arsitektur;
b. struktur; dan
c. utilitas.
(4) Tanggapan dan hasil pemeriksaan dan evaluasi terhadap
pemenuhan persyaratan dokumen rencana teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c
disampaikan oleh TABG kepada penyedia jasa
perencanaan konstruksi dan pemohon IMB.
(5) Diskusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
dilakukan oleh TABG dengan penyedia jasa perencanaan
konstruksi dan pemohon IMB.
(6) Dalam hal setelah 3 (tiga) kali pemohon melalui proses
pertimbangan teknis TABG dan mendapatkan surat
pertimbangan teknis yang menyatakan bahwa dokumen
rencana teknis belum memenuhi persyaratan, TABG
dapat mengusulkan penggantian:
a. tenaga ahli penyedia jasa perencanaan konstruksi
yang bersangkutan; atau
b. penyedia jasa perencanaan yang bersangkutan.

JDIH Kementerian PUPR


- 26 -

(7) Dalam hal terdapat masalah yang tidak dapat


diselesaikan dalam sidang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), pengambilan keputusan dibawa ke rapat pleno.

Pasal 25
(1) Rapat pleno sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf c dilaksanakan dengan ketentuan:
a. anggota TABG melaksanakan rapat pleno sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh pelaksana
pengelolaan TABG;
b. rapat pleno dipimpin oleh ketua TABG dan dihadiri
oleh seluruh unsur anggota TABG;
c. pelaksanaan rapat pleno meliputi pengambilan
keputusan atau penetapan surat pertimbangan
teknis yang bersifat final;
d. rapat pleno dilakukan secara musyawarah untuk
mufakat; dan
e. keputusan rapat pleno harus tertuang dalam berita
acara rapat pleno TABG.
(2) Surat pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dapat berupa:
a. pertimbangan teknis persetujuan penerbitan IMB;
atau
b. pertimbangan teknis untuk tidak diterbitkan IMB
dengan catatan perbaikan.
(3) Pertimbangan teknis persetujuan penerbitan IMB
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa
simpulan hasil persidangan yang menyatakan bahwa
dokumen rencana teknis Bangunan Gedung untuk
kepentingan umum sudah memenuhi persyaratan.
(4) Catatan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b harus bersifat konkret dan komprehensif serta
tidak dapat diubah dan/atau ditambah pada agenda
sidang berikutnya.
(5) TABG bertanggung jawab terbatas pada substansi dari
pertimbangan teknis yang tercantum dalam surat
pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat

JDIH Kementerian PUPR


- 27 -

(1) huruf c, sedangkan tanggung jawab dari desain


perencanaan Bangunan Gedung tetap melekat pada
penyedia jasa.

Pasal 26
(1) Dalam hal proses pertimbangan teknis TABG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilaksanakan
terhadap perbaikan dokumen rencana teknis,
pembahasan dilakukan terbatas pada catatan perbaikan
yang termuat dalam berita acara sidang sebelumnya.
(2) Dalam hal proses pertimbangan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdapat permintaan dari
pemohon IMB, pelaksana pengelolaan TABG dapat
mengatur rapat konsultasi dengan anggota TABG yang
ditugaskan pada Bangunan Gedung yang dimohonkan.
(3) Rapat konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan di luar jadwal sidang dan rapat pleno yang
sudah ditetapkan.

Paragraf 3
Tata Cara Penugasan dan Pelaksanaan Tugas TABG dalam
Penyelesaian Masalah Penyelenggaraan Bangunan Gedung
Kepentingan Umum

Pasal 27
(1) Tata cara penugasan TABG dalam memberikan masukan
pada penyelesaian masalah Penyelenggaraan Bangunan
Gedung kepentingan umum meliputi:
a. kepala dinas yang menangani sub-urusan Bangunan
Gedung melalui pelaksana pengelolaan TABG
menugaskan anggota TABG berdasarkan
permasalahan yang muncul;
b. pelaksana pengelolaan TABG mengidentifikasi
masalah berdasarkan jenis dan kompleksitasnya;
c. pelaksana pengelolaan TABG menugaskan anggota
TABG dengan mempertimbangkan kesesuaian

JDIH Kementerian PUPR


- 28 -

antara kemampuan dan bidang keahlian anggota


TABG dengan jenis dan kompleksitas masalahnya;
d. dalam hal permasalahan BGCB, penugasan TABG
melibatkan tenaga ahli pelestarian; dan
e. dalam hal permasalahan BGH, penugasan TABG
melibatkan tenaga ahli Bangunan Gedung Hijau.
(2) Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam surat rekomendasi teknis penyelesaian
masalah.
(3) Fasilitasi proses penyusunan masukan oleh TABG
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:
a. penetapan jadwal;
b. penyediaan tempat;
c. penyampaian undangan; dan
d. penyediaan konsumsi.

Pasal 28
(1) Tata cara pelaksanaan tugas TABG untuk penyelesaian
masalah penyelenggaraan Bangunan Gedung
kepentingan umum meliputi tahapan:
a. perencanaan penyelesaian masalah;
b. pelaksanaan pengujian;
c. penyusunan masukan penyelesaian masalah; dan
d. rapat pleno.
(2) Perencanaan penyelesaian masalah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui:
a. identifikasi lingkup permasalahan;
b. penyusunan strategi; dan
c. penyusunan jadwal kerja.
(3) Pelaksanaan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan melalui:
a. pemeriksaan visual;
b. pengujian nondestruktif; dan/atau
c. pengujian destruktif.
(4) Penyusunan masukan penyelesaian masalah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan
secara tertulis.

JDIH Kementerian PUPR


- 29 -

(5) Rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d


dilakukan melalui tahapan:
a. mengundang seluruh unsur TABG;
b. penyampaian masukan penyelesaian masalah oleh
TABG dalam rapat pleno; dan
c. penetapan surat rekomendasi teknis oleh ketua
TABG.
(6) Rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilaksanakan dengan ketentuan:
a. anggota TABG melaksanakan rapat pleno sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh pelaksana
pengelolaan TABG;
b. rapat pleno dipimpin oleh ketua TABG dan dihadiri
oleh seluruh unsur anggota TABG;
c. pelaksanaan rapat pleno meliputi pengambilan
keputusan atau penetapan surat pertimbangan
teknis yang bersifat final;
d. rapat pleno dilakukan secara musyawarah untuk
mufakat; dan
e. keputusan rapat pleno harus tertulis dalam berita
acara.

Paragraf 5
Tata Cara Penugasan dan Pelaksanaan Tugas TABG untuk
Penyusunan dan/atau Penyempurnaan Peraturan Perundang-
undangan Terkait Bangunan Gedung

Pasal 29
Tata cara penugasan TABG untuk penyusunan dan/atau
penyempurnaan peraturan perundang-undangan terkait
Bangunan Gedung meliputi:
a. kepala dinas yang menangani sub-urusan Bangunan
Gedung meminta pengusulan kepada pelaksana
pengelolaan TABG untuk penugasan anggota TABG;
b. pelaksana pengelolaan TABG mengidentifikasi substansi
peraturan perundang-undangan;

JDIH Kementerian PUPR


- 30 -

c. pelaksana pengelolaan TABG mengusulkan anggota


TABG dengan mempertimbangkan kesesuaian antara
kemampuan dan bidang keahlian setiap anggota TABG
dengan substansi peraturan yang sedang disusun
dan/atau disempurnakan;
d. dalam hal penyusunan dan/atau penyempurnaan
peraturan perundangan terkait BGCB, penugasan TABG
melibatkan tenaga ahli pelestarian; dan
e. dalam hal penyusunan dan/atau penyempurnaan
peraturan perundangan terkait BGH, penugasan TABG
melibatkan tenaga ahli Bangunan Gedung hijau.

Pasal 30
(1) Tata cara pelaksanaan tugas TABG untuk penyusunan
dan/atau penyempurnaan peraturan perundang-
undangan terkait Bangunan Gedung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan melalui tahapan:
a. menghadiri rapat pembahasan;
b. menyampaikan masukan dan/atau tanggapan
dalam rapat pembahasan; dan
c. menyampaikan laporan hasil rapat pembahasan.
(2) Penyampaian masukan dan/atau tanggapan dalam rapat
pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dilakukan dengan ketentuan:
a. masukan dan/atau tanggapan anggota TABG sesuai
dengan bidang keahliannya; dan
b. pertanggungjawaban TABG sebatas pada masukan
dan/atau tanggapan yang disampaikan.
(3) Dalam hal anggota TABG memandang penting untuk
pelibatan keahlian di luar bidangnya, anggota TABG
dapat mengusulkan untuk penambahan dan/atau
penggantian penugasan melalui laporan hasil rapat
pembahasan.

JDIH Kementerian PUPR


- 31 -

Pasal 31
(1) Dalam hal penanggung jawab pelaksana pengelolaan
TABG memandang bahwa anggota TABG tidak
melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga
mengganggu layanan pemerintah kabupaten/kota atau
pemerintah Provinsi DKI Jakarta, penanggung jawab
pelaksana pengelolaan TABG dapat memberikan teguran,
peringatan sampai dengan pemberhentian anggota TABG.
(2) Dalam hal dilakukan pemberhentian anggota TABG
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses
penggantiannya mengikuti ketentuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 17.

Pasal 32
Ketentuan mengenai contoh dan format surat dalam
Penyelenggaraan TABG yang terdiri atas:
a. pengelolaan basis data TABG dan pelaporan basis data
TABG kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf e;
b. contoh format surat dalam proses pembentukan TABG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1);
c. tata cara pembentukan TABG sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10, kriteria calon anggota TABG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c;
d. tata cara penugasan dan contoh surat penugasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20;
e. Daftar Simak Pemeriksaan dan Evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23;
f. contoh format berita acara sidang dalam proses
pertimbangan teknis TABG sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24;
g. format berita acara rapat pleno dalam proses
pertimbangan teknis TABG sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25; dan
h. contoh format surat pertimbangan teknis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25;

JDIH Kementerian PUPR


- 32 -

tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak


terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB III
PENGKAJI TEKNIS

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 33
(1) Pengkaji Teknis berbentuk:
a. penyedia jasa orang perseorangan; atau
b. penyedia jasa badan usaha, baik yang berbadan
hukum, maupun yang tidak berbadan hukum.
(2) Penyedia jasa perseorangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a hanya dapat menyelenggarakan jasa
pengkajian teknis pada bangunan gedung:
a. berisiko kecil;
b. berteknologi sederhana; dan
c. berbiaya kecil.
(3) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki hubungan kerja dengan pemilik atau pengguna
Bangunan Gedung berdasarkan kontrak kerja
konstruksi.
(4) Dalam hal pengkajian teknis menggunakan tenaga
penyedia jasa pengkajian teknis Bangunan Gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadaan jasa
pengkajian teknis Bangunan Gedung dilakukan melalui
e-purchasing, pengadaan langsung, penunjukan
langsung, tender cepat, atau tender.
(5) Dalam menjalankan penyelenggaraan bangunan,
pengkaji teknis Bangunan Gedung mempunyai tanggung
jawab atas hasil pengkajian teknis dalam suatu dokumen
rekomendasi pengkajian teknis bangunan sesuai dengan
kontrak kerja.

JDIH Kementerian PUPR


- 33 -

Bagian Kedua
Tugas dan Fungsi Pengkaji Teknis

Pasal 34
(1) Pengkaji Teknis mempunyai tugas:
a. melakukan pemeriksaan kelaikan fungsi Bangunan
Gedung; dan/atau
b. melakukan pemeriksaan berkala Bangunan Gedung.
(2) Pemeriksaan berkala Bangunan Gedung yang dilakukan
oleh Pengkaji Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan untuk:
a. memastikan keandalan seluruh atau sebagian
Bangunan Gedung, komponen, bahan bangunan,
dan/atau prasarana dan sarana; dan/atau
b. memverifikasi catatan riwayat kegiatan operasi,
pemeliharaan, dan perawatan Bangunan Gedung.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pengkaji Teknis menyelenggarakan fungsi:
a. pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis untuk
penerbitan SLF bangunan gedung yang sudah ada
(existing);
b. pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis untuk
perpanjangan SLF;
c. pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis
keandalan Bangunan Gedung pascabencana;
dan/atau
d. pemeriksaan berkala Bangunan Gedung.
(4) pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, meliputi:
a. pemeriksaan fisik Bangunan Gedung terhadap
kesesuaiannya dengan persyaratan teknis; dan
b. pelaksanaan verifikasi dokumen riwayat operasional,
pemeliharaan, dan perawatan Bangunan Gedung.
(5) Pemeriksaan fisik Bangunan Gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi:
a. pemeriksaan visual;
b. pengujian nondestruktif; dan/atau

JDIH Kementerian PUPR


- 34 -

c. pengujian destruktif.
(6) Pemeriksaan fisik Bangunan Gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan dengan
menggunakan alat bantu yang meliputi:
a. dokumen gambar terbangun (as-built drawings) yang
disediakan oleh pemilik Bangunan Gedung;
b. peralatan uji nondestruktif;
c. peralatan uji destruktif.
(7) Peralatan uji nondestruktif dan peralatan uji destruktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dan huruf c
disediakan oleh Pengkaji Teknis.
(8) Pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk Bangunan
Gedung kepentingan umum jika diperlukan dilengkapi
dengan rekomendasi dari instasi terkait sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Persyaratan Pengkaji Teknis

Pasal 35
(1) Pengkaji Teknis yang berbentuk penyedia jasa orang
perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) huruf a harus memenuhi:
a. persyaratan administratif; dan
b. persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b meliputi:
a. memiliki pendidikan paling rendah sarjana (S1)
dalam bidang teknik arsitektur dan/atau teknik
sipil;
b. memiliki pengalaman kerja paling sedikit 3 (tiga)
tahun dalam melakukan pengkajian teknis,

JDIH Kementerian PUPR


- 35 -

pemeliharaan, perawatan, pengoperasian dan/atau


pengawasan konstruksi Bangunan Gedung; dan
c. memiliki keahlian pengkajian teknis dalam bidang
arsitektur, struktur dan/atau utilitas yang
dibuktikan dengan sertifikat kompetensi kerja
kualifikasi ahli.

Pasal 36
(1) Pengkaji Teknis berbentuk penyedia jasa badan usaha,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b
harus memenuhi:
a. persyaratan administratif; dan
b. persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administratif untuk badan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. memiliki pengalaman perusahaan paling sedikit 2
(dua) tahun dalam melakukan pengkajian teknis
dan/atau pengawasan konstruksi Bangunan
Gedung; dan
b. memiliki tenaga ahli pengkaji teknis di bidang
arsitektur, struktur, mekanikal, elektrikal, dan tata
ruang luar yang masing-masing paling sedikit 1
(satu) orang.

Pasal 37
(1) Pengkaji Teknis perorangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 harus memiliki:
a. kemampuan dasar; dan
b. pengetahuan dasar.
(2) Kemampuan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi kemampuan untuk:
a. melakukan pengecekan kesesuaian gambar
terbangun (as-built drawings) terhadap dokumen
IMB;

JDIH Kementerian PUPR


- 36 -

b. melakukan pengecekan kesesuaian fisik bangunan


gedung terhadap gambar terbangun (as-built
drawings);
c. melakukan pemeriksaan komponen terbangun
arsitektural Bangunan Gedung;
d. melakukan pemeriksaan komponen terbangun
struktural Bangunan Gedung;
e. melakukan pemeriksaan komponen terpasang
utilitas Bangunan Gedung; dan
f. melakukan pemeriksaan komponen terbangun tata
ruang luar Bangunan Gedung.
(3) Pemeriksaan komponen terbangun arsitektural
Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c meliputi:
a. dinding dalam;
b. langit-langit;
c. lantai;
d. penutup atap;
e. dinding luar;
f. pintu dan jendela;
g. lisplang; dan
h. talang.
(4) Pemeriksaan komponen terbangun struktural Bangunan
Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
meliputi:
a. fondasi;
b. dinding geser;
c. kolom dan balok;
d. plat lantai; dan
e. atap.
(5) Pemeriksaan komponen terpasang utilitas Bangunan
Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e
meliputi:
a. sistem mekanikal;
b. sistem atau jaringan elektrikal; dan
c. sistem atau jaringan perpipaan.

JDIH Kementerian PUPR


- 37 -

(6) Pemeriksaan komponen terbangun tata ruang luar


Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf f meliputi:
a. jalan setapak;
b. jalan lingkungan;
c. tangga luar;
d. gili-gili;
e. parkir;
f. dinding penahan tanah;
g. pagar;
h. penerangan luar;
i. pertamanan; dan
j. saluran.
(7) Pengetahuan dasar sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf
b, paling sedikit meliputi pengetahuan mengenai:
a. desain prototip Bangunan Gedung sederhana 1
(satu) lantai;
b. persyaratan pokok tahan gempa Bangunan Gedung
sederhana 1 (satu) lantai;
c. inspeksi sederhana saat pelaksanaan konstruksi
Bangunan Gedung;
d. pengisian daftar simak pemeriksaan kelaikan fungsi;
e. pemeriksaan kelaikan fungsi Bangunan Gedung
secara visual; dan
f. pemeriksaan kelaikan fungsi Bangunan Gedung
menggunakan peralatan nondestruktif.

Bagian Keempat
Tata Cara Penugasan dan Pelaksanaan Tugas Pengkaji Teknis

Paragraf 1
Tata Cara Penugasan Pengkaji Teknis

Pasal 38
(1) Penugasan pengkaji teknis dilakukan oleh pemilik atau
pengguna Bangunan Gedung.

JDIH Kementerian PUPR


- 38 -

(2) Penugasan Pengkaji Teknis sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilakukan dengan kontrak kerja.

Paragraf 2
Tata Cara Pelaksanaan Tugas Pengkaji Teknis
untuk Pemeriksaan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung

Pasal 39
(1) Tata cara pelaksanaan tugas pengkaji teknis untuk
pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan meliputi:
a. pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung yang
sudah ada (existing) dan telah memiliki IMB untuk
penerbitan SLF pertama;
b. pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung yang
sudah ada (existing) yang belum memiliki IMB untuk
penerbitan SLF pertama;
c. pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung
perpanjangan SLF; dan
d. pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung
pasca bencana.

Pasal 40
(1) Tata cara pelaksanaan tugas pengkaji teknis untuk
pemeriksaan kelaikan fungsi Bangunan Gedung yang
sudah ada (existing) dan telah memiliki IMB untuk
penerbitan SLF pertama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 huruf a meliputi tahapan:
a. melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen;
b. melakukan pemeriksaan kesesuaian antara gambar
terbangun (as-built drawings), IMB, dan kondisi
bangunan gedung dengan persyaratan teknis
Bangunan Gedung;
c. melakukan analisis dan evaluasi hasil pemeriksaan
kesesuaian antar gambar terbangun (as-built
drawings), IMB, dan kondisi bangunan gedung
dengan persyaratan teknis Bangunan Gedung; dan

JDIH Kementerian PUPR


- 39 -

d. menyusun laporan hasil pemeriksaan dan


rekomendasi kelaikan fungsi bangunan gedung.
(2) Dalam hal hasil analisis dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c menyatakan bahwa
gambar terbangun (as-built drawings) tidak sesuai
dengan IMB tetapi kondisi bangunan gedung dinyatakan
telah memenuhi persyaratan teknis, pengkaji teknis
menyusun laporan hasil pemeriksaan dan rekomendasi
pengajuan permohonan perubahan IMB.
(3) Dalam hal hasil analisis dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c menyatakan bahwa
gambar terbangun (as-built drawings) sudah sesuai
dengan IMB tetapi kondisi bangunan gedung
memerlukan pemeliharaan dan perawatan terhadap
kerusakan ringan, pengkaji teknis menyusun laporan
hasil pemeriksaan dan rekomendasi pemeliharaan dan
perawatan Bangunan Gedung sesuai dengan peraturan
perundang-undangan terkait pemeliharaan dan
perawatan Bangunan Gedung.
(4) Dalam hal hasil analisis dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c menyatakan bahwa
gambar terbangun (as-built drawings) tidak sesuai
dengan IMB dan kondisi bangunan gedung dinyatakan
tidak memenuhi persyaratan teknis, pengkaji teknis
menyusun laporan hasil pemeriksaan dan rekomendasi
penyesuaian Bangunan Gedung dan pengajuan
permohonan perubahan IMB.
(5) Pengkaji teknis melakukan verifikasi terhadap
pemeliharaan dan perawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) atau penyesuaian Bangunan Gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dilaksanakan
oleh pemilik atau pengguna Bangunan Gedung.

Pasal 41
(1) Tata cara pelaksanaan tugas pengkaji teknis untuk
pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung yang
sudah ada (existing) dan belum memiliki IMB untuk

JDIH Kementerian PUPR


- 40 -

penerbitan SLF pertama sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 39 huruf b meliputi tahapan:
a. melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen;
b. melakukan pemeriksaan kondisi bangunan gedung
terhadap pemenuhan persyaratan teknis;
c. melakukan analisis dan evaluasi pemeriksaan
kondisi bangunan gedung terhadap pemenuhan
persyaratan teknis; dan
d. menyusun laporan hasil pemeriksaan dan
pemberian rekomendasi kelaikan fungsi bangunan
gedung.
(2) Dalam hal hasil analisis dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c menyatakan bahwa
kondisi bangunan gedung tidak memenuhi persyaratan
teknis, pengkaji teknis menyusun laporan hasil
pemeriksaan dan rekomendasi penyesuaian Bangunan
Gedung.
(3) Pengkaji teknis melakukan verifikasi terhadap
penyesuaian Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh pemilik atau
pengguna Bangunan Gedung.

Pasal 42
(1) Tata cara pelaksanaan tugas pengkaji teknis dalam
rangka pemeriksaan kelaikan fungsi untuk perpanjangan
SLF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c
meliputi tahapan:
a. melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen;
b. melakukan pemeriksaan kesesuaian antara gambar
terbangun (as-built drawings), SLF terdahulu, dan
kondisi bangunan gedung dengan persyaratan teknis
Bangunan Gedung;
c. melakukan analisis dan evaluasi hasil pemeriksaan
kesesuaian antara gambar terbangun (as-built
drawings), SLF terdahulu, dan kondisi bangunan
gedung dengan persyaratan teknis Bangunan
Gedung; dan

JDIH Kementerian PUPR


- 41 -

d. menyusun laporan hasil pemeriksaan dan


pemberian rekomendasi kelaikan fungsi Bangunan
Gedung.
(2) Dalam hal hasil analisis dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c menyatakan bahwa
gambar terbangun (as-built drawings) tidak sesuai
dengan SLF terdahulu tetapi kondisi bangunan gedung
dinyatakan telah memenuhi persyaratan teknis, pengkaji
teknis menyusun laporan hasil pemeriksaan dan
rekomendasi pengajuan permohonan perubahan IMB.
(3) Dalam hal hasil analisis dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c menyatakan bahwa
gambar terbangun (as-built drawings) sudah sesuai
dengan SLF terdahulu tetapi kondisi bangunan gedung
memerlukan pemeliharaan dan perawatan terhadap
kerusakan ringan, pengkaji teknis menyusun laporan
hasil pemeriksaan dan rekomendasi pemeliharaan dan
perawatan Bangunan Gedung sesuai dengan peraturan
perundang-undangan terkait pemeliharaan dan
perawatan Bangunan Gedung.
(4) Dalam hal hasil analisis dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c menyatakan bahwa
gambar terbangun (as-built drawings) atau gambar
terbangun tidak sesuai dengan SLF terdahulu dan
kondisi bangunan gedung dinyatakan tidak memenuhi
persyaratan teknis, pengkaji teknis menyusun laporan
hasil pemeriksaan dan rekomendasi penyesuaian
Bangunan Gedung dan pengajuan permohonan
perubahan IMB.
(5) Pengkaji teknis melakukan verifikasi terhadap
pemeliharaan dan perawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) atau penyesuaian Bangunan Gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang dilaksanakan
oleh pemilik atau pengguna Bangunan Gedung.

JDIH Kementerian PUPR


- 42 -

Pasal 43
(1) Tata cara pelaksanaan tugas pengkaji teknis untuk
pemeriksaan kelaikan fungsi untuk pemeriksaan
kelaikan fungsi bangunan gedung pascabencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d meliputi
tahapan:
a. melakukan pemeriksaan awal kondisi bangunan
gedung terhadap aspek keselamatan;
b. melakukan laporan pemeriksaan awal dan
rekomendasi pemanfaatan sementara bangunan
gedung;
c. melakukan pemeriksaan kondisi bangunan gedung
terhadap pemenuhan persyaratan teknis dan
administratif;
d. melakukan analisis dan evaluasi hasil pemeriksaan
lanjutan; dan
e. menyusun laporan pemeriksaan kelaikan fungsi
bangunan gedung.
(2) Dalam hal hasil pemeriksaan awal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a Bangunan Gedung
dinyatakan mengalami kerusakan sedang atau
kerusakan berat sehingga tidak dapat dimanfaatkan
sementara, pengkaji teknis menyusun laporan
pemeriksaan awal dan rekomendasi pemanfaatan
sementara bangunan gedung yang menyatakan bahwa
Bangunan Gedung tidak dapat dimanfaatkan sementara.
(3) Dalam hal hasil analisis dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d menyatakan bahwa
gambar terbangun (as-built drawings) atau gambar
terbangun tidak sesuai dengan IMB tetapi kondisi
bangunan gedung dinyatakan telah memenuhi
persyaratan teknis, pengkaji teknis menyusun laporan
hasil pemeriksaan dan rekomendasi pengajuan
permohonan perubahan IMB.
(4) Dalam hal hasil analisis dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d menyatakan bahwa
gambar terbangun (as-built drawings) atau gambar

JDIH Kementerian PUPR


- 43 -

terbangun sudah sesuai dengan IMB tetapi kondisi


bangunan gedung memerlukan pemeliharaan dan
perawatan terhadap kerusakan ringan, pengkaji teknis
menyusun laporan hasil pemeriksaan dan rekomendasi
pemeliharaan dan perawatan Bangunan Gedung sesuai
dengan peraturan perundang-undangan terkait
pemeliharaan dan perawatan Bangunan Gedung.
(5) Dalam hal hasil analisis dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d menyatakan bahwa
gambar terbangun (as-built drawings) atau gambar
terbangun tidak sesuai dengan IMB dan kondisi
bangunan gedung dinyatakan tidak memenuhi
persyaratan teknis, pengkaji teknis menyusun laporan
hasil pemeriksaan dan rekomendasi penyesuaian
Bangunan Gedung dan pengajuan permohonan
perubahan IMB.
(6) Pengkaji teknis melakukan verifikasi terhadap
pemeliharaan dan perawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) atau penyesuaian Bangunan Gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang dilaksanakan
oleh pemilik atau pengguna Bangunan Gedung.
(7) Pemeriksaan awal kondisi bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
dengan pengisian daftar simak pemeriksaan kondisi
bangunan gedung terhadap aspek keselamatan.

Pasal 44
(1) Pemeriksaan kondisi bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 meliputi:
a. pengisian daftar simak pemeriksaan kondisi
bangunan gedung; dan
b. pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis.
(2) Pengisian daftar simak pemeriksaan kondisi bangunan
gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan oleh pengkaji teknis sesuai dengan kondisi
nyata di lapangan.

JDIH Kementerian PUPR


- 44 -

(3) pemeriksaan pemenuhan persyaratan teknis


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. pemeriksaan persyaratan tata bangunan; dan
b. pemeriksaan persyaratan keandalan bangunan
gedung.
(4) Pemeriksaan persyaratan tata bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
a. kesesuaian pemanfaatan bangunan gedung terhadap
fungsi bangunan gedung;
b. kesesuaian intensitas bangunan gedung;
c. pemenuhan persyaratan arsitektur bangunan
gedung; dan
d. pemenuhan persyaratan pengendalian dampak
lingkungan.
(5) Pemeriksaan persyaratan keandalan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi
pemenuhan persyaratan:
a. keselamatan bangunan gedung;
b. kesehatan bangunan gedung;
c. kenyamanan bangunan gedung; dan
d. kemudahan bangunan gedung.

Pasal 45
(1) Kesesuaian pemanfaatan bangunan gedung terhadap
fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (4) huruf a dilakukan untuk mengetahui
kondisi nyata tentang:
a. fungsi bangunan gedung;
b. pemanfaatan setiap ruang dalam bangunan gedung;
dan
c. pemanfaatan ruang luar pada persil bangunan
gedung.
(2) Kesesuaian pemanfaatan bangunan gedung terhadap
fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan metode:
a. pengamatan visual;

JDIH Kementerian PUPR


- 45 -

b. pemeriksaan kesesuaian kondisi faktual dengan


rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan/atau
c. pendokumentasian.

Pasal 46
(1) Kesesuaian intensitas bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) huruf b dilakukan
untuk mengetahui kondisi nyata tentang:
a. luas lantai dasar bangunan gedung;
b. luas dasar basemen;
c. luas total lantai bangunan gedung;
d. jumlah lantai bangunan gedung;
e. jumlah lantai basemen;
f. ketinggian bangunan gedung;
g. luas daerah hijau dalam persil;
h. jarak sempadan bangunan gedung terhadap jalan,
sungai, pantai, danau, rel kereta api, dan/atau jalur
tegangan tinggi;
i. jarak bangunan gedung dengan batas persil; dan
j. jarak antarbangunan gedung.
(2) Kesesuaian intensitas bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan;
b. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan/atau
c. pendokumentasian.

Pasal 47
(1) Pemenuhan persyaratan arsitektur bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) huruf c
untuk mengetahui kondisi nyata tentang:
a. penampilan bangunan gedung;
b. tata ruang-dalam bangunan gedung; dan
c. keseimbangan, keserasian dan keselarasan dengan
lingkungan bangunan gedung.

JDIH Kementerian PUPR


- 46 -

(2) Pemeriksaan penampilan bangunan gedung sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. bentuk bangunan gedung;
b. bentuk denah bangunan gedung;
c. tampak bangunan;
d. bentuk dan penutup atap bangunan gedung;
e. profil, detail, material, dan warna bangunan;
f. batas fisik atau pagar pekarangan; dan
g. kulit atau selubung bangunan.
(3) Pemeriksaan penampilan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan metode:
a. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
b. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan/atau
c. pendokumentasian.
(4) Pemeriksaan tata ruang dalam bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kebutuhan ruang utama;
b. bidang-bidang dinding;
c. dinding-dinding penyekat;
d. pintu/jendela;
e. tinggi ruang;
f. tinggi lantai dasar;
g. ruang rongga atap;
h. penutup lantai; dan
i. penutup langit-langit.
(5) Pemeriksaan tata ruang dalam bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan
metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan;
b. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
c. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan/atau
d. pendokumentasian.

JDIH Kementerian PUPR


- 47 -

(6) Pemeriksaan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan


dengan lingkungan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. tinggi (peil) pekarangan;
b. ruang terbuka hijau pekarangan;
c. pemanfaatan ruang sempadan bangunan;
d. daerah hijau bangunan;
e. tata tanaman;
f. tata perkerasan pekarangan;
g. sirkulasi manusia dan kendaraan;
h. jalur utama pedestrian;
i. perabot lanskap (landscape furniture);
j. pertandaan (signage); dan
k. pencahayaan ruang luar bangunan gedung.
(7) Pemeriksaan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
dengan lingkungan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan;
b. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
c. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan/atau
d. pendokumentasian.

Pasal 48
(1) Pemenuhan persyaratan pengendalian dampak
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(4) huruf d untuk mengetahui kondisi nyata penerapan
pengendalian dampak penting bangunan gedung
terhadap lingkungan.
(2) Pemenuhan persyaratan pengendalian dampak
lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan metode:
a. pengamatan visual terhadap dampak lingkungan
bangunan gedung;

JDIH Kementerian PUPR


- 48 -

b. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan


rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan pendokumentasian.

Pasal 49
(1) Pemeriksaan pemenuhan persyaratan keselamatan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (5) huruf a dilaksanakan untuk mengetahui
kondisi nyata tentang:
a. sistem struktur bangunan gedung;
b. sistem proteksi bahaya kebakaran;
c. sistem penangkal petir; dan
d. sistem instalasi listrik.
(2) Pemeriksaan sistem struktur bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. komponen struktur utama, yaitu fondasi, kolom,
balok, pelat lantai, rangka atap, dinding inti (core
wall), dan basemen; dan
b. komponen struktur lainnya, paling sedikit meliputi
dinding pemikul dan penahan geser (bearing and
shear wall), pengaku (bracing), dan/atau peredam
(damper).
(3) Pemeriksaan sistem struktur bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
metode:
a. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
b. pengukuran menggunakan peralatan;
c. pemeriksaan kesesuaian kondisi faktual dengan
rencana teknis dan gambar sesuai terbangun;
d. penggunaan peralatan nondestruktif; dan
e. pendokumentasian.
(4) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode:
a. penggunaan peralatan destruktif;
b. pengujian kekuatan material, kemampuan struktur
mendukung beban, dan/atau daya dukung tanah;
dan/atau

JDIH Kementerian PUPR


- 49 -

c. analisis pemodelan struktur bangunan gedung.


(5) Pemeriksaan sistem proteksi bahaya kebakaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. akses dan pasokan air untuk pemadaman
kebakaran, yaitu akses pada lingkungan Bangunan
Gedung, akses petugas pemadam kebakaran ke
lingkungan, akses petugas pemadam kebakaran ke
Bangunan Gedung, dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran;
b. sarana penyelamatan, yaitu akses eksit, eksit,
keandalan sarana jalan keluar, pintu, ruang
terlindung dan proteksi tangga, jalur terusan eksit,
kapasitas sarana jalan keluar, jarak tempuh eksit,
jumlah sarana jalan keluar, susunan sarana jalan
keluar, eksit pelepasan, iluminasi sarana jalan
keluar, pencahayaan darurat, penandaan sarana
jalan keluar, sarana penyelamatan sekunder,
rencana evakuasi, sistem peringatan bahaya bagi
pengguna, area tempat berlindung (refuge area), titik
berkumpul, dan lift kebakaran;
c. sistem proteksi pasif, yaitu pintu dan jendela tahan
api, penghalang api, partisi penghalang asap,
penghalang asap, dan atrium;
d. sistem proteksi aktif, yaitu sistem pipa tegak, sistem
pemercik putar (sprinkler) otomatis, pompa
pemadam kebakaran, penyediaan air, alat pemadam
api ringan, sistem deteksi kebakaran, sistem alarm
kebakaran, sistem komunikasi darurat, serta
ventilasi mekanis dan sistem pengendali asap; dan
e. manajemen proteksi kebakaran, yaitu unit
manajemen kebakaran, organisasi proteksi
kebakaran, tata laksana operasional, dan sumber
daya manusia.
(6) Pemeriksaan sistem proteksi bahaya kebakaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan
metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan;

JDIH Kementerian PUPR


- 50 -

b. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;


c. pemeriksaan kesesuaian kondisi faktual dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan
d. pendokumentasian.
(7) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode:
a. pengetesan dan pengujian (testing and
commissioning); dan/atau
b. simulasi evakuasi darurat secara langsung atau
menggunakan perangkat lunak (software).
(8) Pemeriksaan sistem penangkal petir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. sistem kepala penangkal petir atau terminasi udara;
b. sistem hantaran penangkal petir atau konduktor
penyalur; dan
c. sistem pembumian atau terminasi bumi.
(9) Pemeriksaan sistem penangkal petir sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) dilakukan dengan metode:
a. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
b. pemeriksaan kesesuaian kondisi faktual dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan
c. pendokumentasian.
(10) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (9),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).
(11) Pemeriksaan sistem instalasi listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. sumber listrik;
b. panel listrik;
c. instalasi listrik; dan
d. sistem pembumian.
(12) Pemeriksaan sistem instalasi listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) dilakukan dengan metode:
a. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
b. pemeriksaan kesesuaian kondisi faktual dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan
c. pendokumentasian.

JDIH Kementerian PUPR


- 51 -

(13) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (12),


pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).

Pasal 50
Pemeriksaan pemenuhan persyaratan kesehatan Bangunan
Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (5) huruf
b dilaksanakan untuk mengetahui kondisi nyata tentang:
a. sistem penghawaan;
b. sistem pencahayaan;
c. sistem utilitas; dan
d. penggunaan bahan bangunan gedung.

Pasal 51
(1) Pemeriksaan sistem penghawaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a meliputi:
a. ventilasi alami dan/atau mekanis;
b. sistem pengkondisian udara; dan
c. kadar karbonmonoksida dan karbondioksida.
(2) Pemeriksaan sistem penghawaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan;
b. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
c. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan
d. pendokumentasian.
(3) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).

Pasal 52
(1) Pemeriksaan sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 huruf b meliputi:
a. pencahayaan alami;
b. pencahayaan buatan/artifisial; dan
c. tingkat luminansi.

JDIH Kementerian PUPR


- 52 -

(2) Pemeriksaan sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan dengan metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan;
b. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
c. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan
d. pendokumentasian.
(3) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).

Pasal 53
(1) Pemeriksaan Sistem utilitas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 huruf c meliputi sistem:
a. air bersih;
b. pembuangan air kotor dan/atau air limbah;
c. pembuangan kotoran dan sampah; dan
d. penyaluran air hujan.
(2) Pemeriksaan sistem air bersih sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. sumber air bersih;
b. sistem distribusi air bersih;
c. kualitas air bersih; dan
d. debit air bersih.
(3) Pemeriksaan sistem air bersih sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dengan metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan;
b. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
c. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar terbangun (as-built
drawings); dan
d. pendokumentasian.
(4) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).

JDIH Kementerian PUPR


- 53 -

(5) Pemeriksaan sistem pembuangan air kotor dan/atau air


limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. peralatan saniter dan instalasi saluran masuk
(inlet)/saluran keluar (outlet);
b. sistem jaringan pembuangan air kotor dan/atau air
limbah; dan
c. sistem penampungan dan pengolahan air kotor
dan/atau air limbah.
(6) Pemeriksaan sistem pembuangan air kotor dan/atau air
limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
dengan metode:
a. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
b. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan
c. pendokumentasian.
(7) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).
(8) Pemeriksaan sistem pembuangan kotoran dan sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. saluran masuk (inlet) pembuangan kotoran dan
sampah;
b. penampungan sementara kotoran dan sampah
dalam persil; dan
c. pengolahan kotoran dan sampah dalam persil.
(9) Pemeriksaan sistem pembuangan kotoran dan sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan dengan
metode:
a. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
b. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan
c. pendokumentasian.
(10) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (9),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).

JDIH Kementerian PUPR


- 54 -

(11) Pemeriksaan sistem penyaluran air hujan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. sistem penangkap air hujan;
b. sistem penyaluran air hujan, termasuk pipa tegak
dan drainase dalam persil; dan
c. sistem penampungan, pengolahan, peresapan
dan/atau pembuangan air hujan.
(12) Pemeriksaan sistem penyaluran air hujan sebagaimana
dimaksud pada ayat (11) dilakukan dengan metode:
a. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
b. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar terbangun (as-built
drawings); dan
c. pendokumentasian.
(13) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (12),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).

Pasal 54
(1) Pemeriksaan penggunaan bahan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf d meliputi:
a. kandungan bahan berbahaya/beracun;
b. efek silau dan pantulan; dan
c. efek peningkatan suhu.
(2) Pemeriksaan penggunaan bahan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
metode:
a. pengamatan visual; dan
b. pendokumentasian.

Pasal 55
(1) Pemeriksaan pemenuhan persyaratan kenyamanan
Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (5) huruf c dilaksanakan untuk mengetahui
kondisi nyata tentang:
a. ruang gerak dalam bangunan gedung;
b. kondisi udara dalam ruang;

JDIH Kementerian PUPR


- 55 -

c. pandangan dari dan ke dalam bangunan gedung;


dan
d. kondisi getaran dan kebisingan dalam bangunan
gedung.
(2) Pemeriksaan ruang gerak dalam bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. jumlah pengguna dan batas penghunian (occupancy)
bangunan gedung; dan
b. kapasitas dan tata letak perabot.
(3) Pemeriksaan ruang gerak dalam bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
metode:
a. pengamatan visual;
b. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai terbangun; dan
c. pendokumentasian.
(4) Pemeriksaan kondisi udara dalam ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. temperatur dalam ruang; dan
b. kelembapan dalam ruang.
(5) Pemeriksaan kondisi udara dalam ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan; dan
b. pendokumentasian.
(6) Pemeriksaan pandangan dalam bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. pandangan dari dalam setiap ruang ke luar
bangunan; dan
b. pandangan dari luar bangunan ke dalam setiap
ruang.
(7) Pemeriksaan pandangan dalam bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan
metode:
a. pengamatan visual; dan
b. pendokumentasian.

JDIH Kementerian PUPR


- 56 -

(8) Pemeriksaan kondisi getaran dan kebisingan dalam


bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi:
a. tingkat getaran dalam bangunan gedung; dan
b. tingkat kebisingan dalam bangunan gedung.
(9) Pemeriksaan kondisi getaran dan kebisingan dalam
bangunan gedung sebagaimana sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) dilakukan dengan metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan; dan
b. pendokumentasian.

Pasal 56
(1) Pemeriksaan pemenuhan persyaratan kemudahan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (5) huruf d dilaksanakan untuk mengetahui
kondisi nyata tentang:
a. Fasilitas dan aksesibilitas hubungan ke, dari, dan di
dalam Bangunan Gedung; dan
b. kelengkapan prasarana dan sarana dalam
pemanfaatan Bangunan Gedung.
(2) Penyediaan Fasilitas dan Aksesibilitas hubungan ke, dari,
dan di dalam Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. hubungan horizontal antarruang/antarbangunan;
dan
b. hubungan vertikal antarlantai dalam Bangunan
Gedung.
(3) Pemeriksaan sarana hubungan horisontal
antarruang/antarbangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a dilakukan dengan metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan;
b. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
c. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai dengan
terbangun; dan
d. pendokumentasian.

JDIH Kementerian PUPR


- 57 -

(4) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (3),


pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).
(5) Pemeriksaan sarana hubungan vertikal antarlantai
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan
dengan metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan;
b. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
c. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai terbangun; dan
d. pendokumentasian.
(6) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).
(7) Pemeriksaan kelengkapan prasarana dan sarana
pemanfaatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan metode:
a. pengukuran menggunakan peralatan;
b. pengamatan visual terhadap kondisi dan kerusakan;
c. pemeriksaan kesesuaian kondisi nyata dengan
rencana teknis dan gambar sesuai terbangun; dan
d. pendokumentasian.
(8) Selain metode sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pengkaji teknis dapat menambahkan metode pengetesan
dan pengujian (testing and commissioning).

Pasal 57
(1) Pemeriksaan sistem proteksi kebakaran, keselamatan
dan kesehatan kerja (K3), instalasi listrik, dan
pengendalian dampak lingkungan dilakukan dengan
melibatkan instansi terkait.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui permohonan oleh pemilik bangunan
gedung kepada instansi berwenang terkait.
(3) Dalam hal instansi berwenang terkait tidak merespon
permohonan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
atau tidak melaksanakan pemeriksaan dalam waktu 3

JDIH Kementerian PUPR


- 58 -

(tiga) bulan sejak diterimanya surat permohonan,


pemeriksaan yang dilakukan oleh pelaksana pemeriksaan
kelaikan fungsi bangunan gedung dianggap disetujui.
(4) Dalam hal terjadi perbedaan antara hasil pemeriksaan
yang dilakukan oleh instansi berwenang terkait dengan
hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pelaksana
pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung, yang
digunakan, yaitu hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
instansi berwenang terkait.

Pasal 58
(1) Proses penyusunan laporan hasil pemeriksaan dilakukan
untuk mendokumentasikan keseluruhan proses
pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung yang
telah dilakukan.
(2) Laporan hasil pemeriksaan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. data pelaksana pemeriksaan kelaikan fungsi
bangunan gedung;
b. hasil pemeriksaan dokumen;
c. hasil pemeriksaan dan pengujian kondisi bangunan
gedung;
d. hasil analisis dan evaluasi;
e. kesimpulan kelaikan fungsi bangunan gedung; dan
f. rekomendasi.
(3) Dalam hal kesimpulan kelaikan fungsi bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e
menyatakan bahwa bangunan gedung laik fungsi,
diberikan Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi Bangunan
Gedung kepada pemilik atau pengguna bangunan
gedung.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
f dapat berupa:
a. rekomendasi kelaikan fungsi bangunan gedung;
b. rekomendasi pengajuan permohonan baru atau
perubahan IMB;

JDIH Kementerian PUPR


- 59 -

c. rekomendasi pemeliharaan dan perawatan ringan;


atau
d. rekomendasi penyesuaian Bangunan Gedung dan
pengajuan permohonan baru atau perubahan IMB.
(5) Dalam hal pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan
gedung pasca bencana, laporan hasil pemeriksaan awal
pemanfaatan sementara bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf b paling sedikit
memuat:
a. data pelaksana pemeriksaan kelaikan fungsi
bangunan gedung;
b. hasil pemeriksaan kondisi nyata bangunan gedung
terhadap aspek keselamatan;
c. hasil analisis dan evaluasi;
d. kesimpulan hasil pemeriksaan awal; dan
e. rekomendasi.

Paragraf 3
Tata Cara Penugasan dan Pelaksanaan Tugas Pengkaji Teknis
untuk Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung

Pasal 59
(1) Tata cara pelaksanaan tugas pengkaji teknis dalam
rangka pemeriksaan berkala bangunan gedung meliputi
tahapan:
a. melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen;
b. melakukan pemeriksaan kondisi komponen,
subkomponen, perlengkapan, dan/atau peralatan
bangunan gedung; dan
c. menyusun laporan pemeriksaan berkala bangunan
gedung.
(2) Kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi dokumen:
a. operasi; dan
b. pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung.

JDIH Kementerian PUPR


- 60 -

(3) Pemeriksaan kondisi komponen, subkomponen,


perlengkapan, dan/atau peralatan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengisian daftar simak pemeriksaan kondisi
komponen, subkomponen, perlengkapan, dan/atau
peralatan bangunan gedung; dan
b. pengisian komentar terhadap hasil pemeriksaan
kondisi komponen, subkomponen, perlengkapan,
dan/atau peralatan bangunan gedung.
(4) Pengisian daftar simak pemeriksaan kondisi komponen,
subkomponen, perlengkapan, dan/atau peralatan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dilakukan oleh pengkaji teknis sesuai dengan
kondisi nyata di lapangan.
(5) Format daftar simak sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 60
Penyusunan laporan pemeriksaan berkala bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kumpulan
dari seluruh daftar simak pemeriksaan kondisi komponen,
subkomponen, perlengkapan, dan/atau peralatan bangunan
gedung.

Pasal 61
Ketentuan mengenai Penyelenggaraan Pengkaji Teknis yang
terdiri atas:
a. bagan alir tata cara pelaksanaan tugas pengkaji teknis
dalam rangka pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan
gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39;
b. contoh daftar simak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44;
c. contoh format Surat Pernyataan Kelaikan Fungsi
Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58 ayat (3); dan

JDIH Kementerian PUPR


- 61 -

d. bagan alir tata cara pelaksanaan tugas pengkaji teknis


untuk pemeriksaan berkala Bangunan Gedung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IV
PENILIK BANGUNAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 62
(1) Penilik Bangunan ditetapkan oleh Kepala Dinas yang
menangani sub-urusan bangunan gedung.
(2) Penilik Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki status kepegawaian sebagai Aparatur Sipil
Negara.
(3) Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi:
a. pegawai negeri sipil; dan/atau
b. pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja.

Bagian Kedua
Tugas dan Fungsi Penilik Bangunan

Pasal 63
(1) Penilik Bangunan memiliki tugas memastikan
penyelenggaraan bangunan gedung yang dilaksanakan
oleh penyelenggara bangunan gedung sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
pada masa:
a. konstruksi; dan
b. pemanfaatan.

JDIH Kementerian PUPR


- 62 -

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), Penilik Bangunan menyelenggarakan fungsi:
a. pemantauan terhadap pelaksanaan aturan
bangunan gedung yang dilakukan oleh
penyelenggara bangunan gedung;
b. pemeriksaan terhadap pelaksanaan aturan
bangunan gedung yang dilakukan oleh
penyelenggara bangunan gedung; dan
c. evaluasi terhadap pelaksanaan aturan bangunan
gedung yang dilakukan oleh penyelenggara
bangunan gedung.

Bagian Ketiga
Tata Kelola Penilik Bangunan

Paragraf 1
Pelaksana Pengelolaan Penilik Bangunan

Pasal 64
(1) Kepala dinas yang menangani sub-urusan Bangunan
Gedung bertindak sebagai penanggung jawab pelaksana
pengelolaan penilik bangunan.
(2) Kepala dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menugaskan unit kerja di bawahnya sebagai pelaksana
pengelolaan penilik bangunan.
(3) Pelaksana pengelolaan penilik bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan unit yang memiliki
tugas:
a. mengelola operasional penilik bangunan;
b. memfasilitasi pelaksanaan tugas penilik bangunan;
c. memfasilitasi pembinaan terhadap penilik
bangunan;
d. mengelola pembiayaan penilik bangunan; dan
e. melakukan pengawasan terhadap kinerja
pelaksanaan tugas penilik bangunan.

JDIH Kementerian PUPR


- 63 -

Pasal 65
(1) Pengelolaan operasional penilik bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) huruf a paling sedikit
meliputi:
a. mengidentifikasi pengelompokan bangunan gedung;
b. menentukan objek sasaran penilikan bangunan;
c. menyiapkan surat penugasan anggota penilik
bangunan;
d. menerima dan menindaklanjuti laporan hasil
pelaksanaan tugas penilik bangunan; dan
e. menyiapkan tata surat-menyurat dan administrasi.
(2) Penentuan objek sasaran penilikan bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan
berdasarkan ketentuan:
a. laporan indikasi pelanggaran yang ditemukan oleh
penilik bangunan;
b. indikasi pelanggaran yang diterima melalui
pengaduan masyarakat;
c. jumlah objek sasaran penilikan bangunan pada
masa konstruksi paling sedikit 40 (empat puluh)
bangunan gedung per tahun bagi setiap penilik
bangunan; dan
d. jumlah objek sasaran penilikan bangunan pada
masa pemanfaatan paling sedikit 10 (sepuluh)
bangunan gedung per tahun bagi setiap penilik
bangunan.
(3) Untuk pemenuhan jumlah objek sasaran penilikan
bangunan gedung pada masa konstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, pelaksana pengelolaan
penilik bangunan harus meminta data penerbitan IMB
termasuk jadwal pelaksanaan konstruksi bangunan
gedung dari dinas yang menangani perizinan.
(4) Tata surat-menyurat dan administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi semua dokumen
yang dihasilkan dalam pelaksanaan tugas penilik
bangunan.

JDIH Kementerian PUPR


- 64 -

Paragraf 2
Persyaratan Penilik Bangunan

Pasal 66
(1) Persyaratan Penilik Bangunan dari unsur pegawai negeri
sipil meliputi:
a. pejabat fungsional teknik tata bangunan dan
perumahan tingkat ahli;
b. memiliki pendidikan paling rendah sarjana (S1)
bidang teknik terkait Bangunan Gedung; dan
c. memiliki masa kerja sebagai pejabat fungsional
teknik tata bangunan dan perumahan ahli paling
sedikit 2 (dua) tahun.
(2) Persyaratan Penilik Bangunan dari unsur pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja meliputi:
a. memiliki sertifikat kompetensi kerja kualifikasi ahli
madya dan utama dalam bidang arsitektur,
konstruksi, geoteknik dan struktur, mekanikal,
elektrikal, tata ruang luar, dan/atau pemeliharaan
dan perawatan bangunan gedung;
b. memiliki pendidikan paling rendah sarjana (S1); dan
c. memiliki pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun
dalam melakukan pemeliharaan, perawatan,
pengoperasian, dan/atau pengawasan konstruksi
Bangunan Gedung.

Paragraf 3
Pembiayaan Penilik Bangunan

Pasal 67
(1) Pembiayaan Penilik Bangunan meliputi:
a. biaya operasional; dan
b. honorarium.
(2) Pembiayaan Penilik Bangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
dinas yang menangani sub-urusan Bangunan Gedung.

JDIH Kementerian PUPR


- 65 -

(3) Biaya operasional Penilik Bangunan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk:
a. operasional penilik bangunan;
b. pengadaan peralatan; dan
c. pengadaan alat tulis kantor.
(4) Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b berupa pemberian honorarium orang per bulan.
(5) Honorarium orang per bulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diberikan sesuai dengan beban kerja dan
pembiayaannya mengacu pada standar biaya orang per
bulan yang berlaku di kabupaten/kota tempat Penilik
Bangunan bertugas.
(6) Bentuk dan besaran honorarium Penilik Bangunan
ditetapkan dalam keputusan bupati/wali kota atau
Gubernur untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.

Bagian Keempat
Tata Cara Penugasan dan Pelaksanaan Tugas Penilik
Bangunan

Paragraf 1
Tata Cara Penugasan Penilik Bangunan

Pasal 68
(1) Tata cara penugasan Penilik Bangunan diatur
berdasarkan tugas Penilik Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) melalui surat
penugasan Kepala Dinas yang menangani sub-urusan
Bangunan Gedung.
(2) Surat penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencantumkan:
a. objek sasaran penilikan bangunan; dan
b. jangka waktu penugasan.
(3) Tata cara penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. penugasan pada masa konstruksi; dan

JDIH Kementerian PUPR


- 66 -

b. penugasan pada masa pemanfaatan.

Paragraf 2
Tata Cara Pelaksanaan Tugas Penilik Bangunan pada Masa
Konstruksi

Pasal 69
(1) Tata cara pelaksanaan tugas penilik bangunan pada
masa konstruksi meliputi:
a. Penilik Bangunan menerima surat penugasan dari
Kepala Dinas yang menangani sub-urusan
Bangunan Gedung;
b. Penilik Bangunan melakukan pemantauan,
pemeriksaan dan evaluasi bangunan gedung sesuai
dengan penugasan;
c. Penilik Bangunan menyusun laporan hasil
pemantauan, pemeriksaan, dan evaluasi bangunan
gedung; dan
d. Penilik Bangunan menyerahkan laporan kepada
pengelola penilik bangunan dengan tembusan
kepada pelaksana konstruksi.
(2) Pemantauan, pemeriksaan, dan evaluasi bangunan
gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilaksanakan terhadap:
a. kesesuaian dengan persyaratan teknis dan Standar
Nasional Indonesia;
b. kesesuaian pelaksanaan pekerjaan dengan dokumen
IMB;
c. pemenuhan prosedur dan tata cara pelaksanaan
pekerjaan; dan
d. pemenuhan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
(3) Penilik Bangunan Gedung dalam memantau, memeriksa,
dan mengevaluasi pelaksanaan Bangunan Gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit harus
menggunakan peralatan:
a. instrumen survei;
b. alat ukur; dan

JDIH Kementerian PUPR


- 67 -

c. peralatan pengujian.
(4) Penilik Bangunan Gedung dalam memantau, memeriksa,
dan mengevaluasi pelaksanaan Bangunan Gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit harus
memastikan kesesuaian terhadap spesifikasi persyaratan
teknis dan dokumen teknis Izin Mendirikan Bangunan
terhadap:
a. persyaratan K3;
b. tata letak sumbu;
c. kelurusan horizontal dan vertikal; dan
d. elevasi struktur.
(5) Laporan hasil pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling
sedikkit memuat:
a. hasil temuan ketidaksesuaian pekerjaan;
b. foto yang diambil pada saat kunjungan di lokasi
pekerjaan;
c. hasil pengukuran; dan
d. hasil pengujian.

Paragraf 3
Tata Cara Pelaksanaan Tugas Penilik Bangunan pada Masa
Pemanfaatan Bangunan Gedung

Pasal 70
(1) Tata cara pelaksanaan tugas penilik bangunan pada
masa pemanfaatan meliputi:
a. Penilik Bangunan menerima surat penugasan dari
Kepala Dinas yang menangani sub-urusan
Bangunan Gedung;
b. Penilik Bangunan melakukan pemantauan,
pemeriksaan dan evaluasi Bangunan Gedung sesuai
dengan penugasan;
c. Penilik Bangunan menyusun laporan hasil
pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi Bangunan
Gedung; dan

JDIH Kementerian PUPR


- 68 -

d. Penilik Bangunan menyerahkan laporan kepada


pengelola Penilik Bangunan dengan tembusan
kepada pemilik dan/atau pengguna Bangunan
Gedung.
(2) Pemantauan, pemeriksaan, dan evaluasi Bangunan
Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilaksanakan terhadap:
a. kewajiban pemilik Bangunan Gedung dalam
pemeliharaan, perawatan, dan pengoperasian
Bangunan Gedung untuk mempertahankan
persyaratan keandalan Bangunan Gedung;
b. pemeriksaan berkala Bangunan Gedung; dan
c. proses SLF.
(3) Penilik Bangunan Gedung dalam memantau, memeriksa,
dan mengevaluasi pemanfaatan Bangunan Gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
menggunakan peralatan, paling sedikit:
a. instrumen survei;
b. alat ukur; dan
c. peralatan pengujian.
(4) Laporan hasil pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat,
paling sedikit:
a. hasil temuan ketidaksesuaian pemanfaatan
Bangunan Gedung;
b. foto yang diambil pada saat kunjungan di lokasi
bangunan gedung;
c. hasil pengukuran; dan
d. hasil pengujian.

Pasal 71
Ketentuan mengenai Penyelenggaraan Penilik Bangunan yang
terdiri atas:
a. contoh surat penugasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68;

JDIH Kementerian PUPR


- 69 -

b. bagan alir tata cara penugasan dan pelaksanaan tugas


penilik bangunan pada masa konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69;
c. contoh daftar simak pemantauan, pemeriksaan, dan
evaluasi sebagai instrumen survei pada masa konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf a;
d. bagan alir tata cara pelaksanaan tugas penilik bangunan
pada masa pemanfaatan sebagaimana dimaksud Pasal
70; dan
e. contoh daftar simak pemantauan, pemeriksaan, dan
evaluasi sebagai instrumen survei pada masa
pemanfaatan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (3)
huruf a.
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB V
PEMBINAAN

Pasal 72
(1) Pemerintah pusat dalam penyelenggaraan TABG,
Pengkaji Teknis, dan Penilik Bangunan melakukan
pembinaan kepada Pemerintah Daerah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. fasilitasi;
b. konsultasi;
c. pendidikan dan pelatihan; dan
d. penelitian.

Pasal 73
(1) Dinas yang menangani sub-urusan bangunan gedung
melakukan pembinaan di daerah kepada:
a. TABG;
b. Pengkaji Teknis; dan
c. Penilik Bangunan.

JDIH Kementerian PUPR


- 70 -

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


dan huruf c dilakukan melalui pendataan, sosialisasi,
diseminasi, bimbingan teknis, dan/atau pelatihan.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
melibatkan:
a. perangkat pemerintah daerah;
b. Asosiasi Profesi Khusus;
c. pakar/akademisi; dan/atau
d. narasumber.

Pasal 74
(1) Pembinaan kepada TABG di daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a dilakukan
untuk meningkatkan kesadaran serta meningkatkan
kemampuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.
(2) Pembinaan kepada anggota TABG sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyebarluasan informasi terkait peraturan
perundang-undangan terkait pelaksanaan tugas
TABG; dan
b. fasilitasi forum komunikasi TABG.
(3) Kegiatan forum komunikasi TABG sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) huruf b, meliputi:
a. diskusi terkait Standar Nasional Indonesia (SNI)
terkini;
b. diskusi terkait penyelenggaraan Bangunan Gedung;
dan
c. diskusi terkait pengalaman nyata lapangan.
(4) Pembinaan kepada pengkaji teknis di daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf b
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran serta
meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas
dan fungsinya.

JDIH Kementerian PUPR


- 71 -

(5) Pembinaan kepada Penilik bangunan di daerah


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf c
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran serta
meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas
dan fungsinya.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 75
(1) TABG dan pengkaji teknis yang sudah dibentuk sebelum
berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap diakui
keberadaannya sampai dengan berakhir masa
penugasannya.
(2) Peraturan mengenai TABG dan Pengkaji Teknis yang ada
di daerah harus disesuaikan dengan ketentuan dalam
peraturan Menteri ini.
(3) Pelaksana pengelolaan TABG dan pelaksana pengelolaan
Penilik Bangunan dibentuk paling lama 6 (enam) bulan
sejak peraturan Menteri ini diundangkan.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 76
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

JDIH Kementerian PUPR


- 72 -

Pasal 77
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 April 2018

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN


PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

M. BASUKI HADIMULJONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 April 2018

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 560

JDIH Kementerian PUPR

Anda mungkin juga menyukai