Anda di halaman 1dari 28

TREN DAN ISU KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PENGATURAN POLA SHIFT PERAWAT UGD UNTUK MENINGKATKAN


KESELAMATAN PASIEN
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Kelompok 1

1. Siswo Margo Handoyo NIM.18507020911001


2. Zia Suflan Hakim NIM.18507020911002
3. Ismet D Luawo NIM.18507020911003
4. Novrelia Nityassari NIM.18507020911004
5. Mohammad Irwan A NIM.18507020911005
6. Yohanes Vianey Salmun NIM.18507020911021
7. Christine Ivana D NIM.18507020911031
8. Anastasia Intan P NIM.18507020911045
9. Ainur Rohmah NIM.18507020911046
10. Arni Juniwati NIM.18507020911047
11. Eka Nurul S NIM.18507020911048
12. Regina Hege NIM.18507020911049

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

1
2018

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya, sehingga kita dapat menyelesaikan tugas kelompok tentang
intoksikasi bahan pada insektisida sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas dalam
mata kuliah keperawatan gawat darurat.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ns.Ika Setyo Rini.S.Kep.,M.kep selaku pengajar mata kuliah keperawatan gawat darurat
untuk membimbing dan menjelaskan tugas yang kami peroleh
2. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuannya selama menyelesaikan
tugas yang kami kerjakan.
Kami menyadari bahwa penyusunan tugas kelompok ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan tugas selanjutnya.

Malang, 15 November 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 1
1.4 Manfaat Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
BAB III PEMBAHASAN 12
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 13
4.2 Saran 13
Daftar Pustaka 14

4
5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan salah satu instansi yang menuntut kerja selama 24 jam
sehingga tenaga medis khususnya perawat yang merupakan tenaga yang paling lama
berhubungan dengan pasien dituntut kehadirannya setiap saat (Wijaya, 2006 dan
Amriyati, 2003). Dengan demikian diperlukan tenaga perawat yang bersedia bekerja
dengan sistem shift.
Sistem kerja bergilir (shift) mengakibatkan gangguan circadian rhythm dan stres
kerja. Stres terjadi karena tubuh berusaha beradaptasi dengan sistem shift kerja dengan
waktu yang relatif singkat (Pease and Raether, 2003). Pekerja shift, terutama shift malam
mengalami gangguan dalam ritme biologi atau apa yang dinamakan circadian rhythm
disebabkan pekerja tersebut menentang perubahan alamiah dari ritme tubuh tersebut yang
ditandai dengan gangguan tidur.
Perubahan ritme tubuh tersebut bisa menghambat pemulihan stres kerja
(Rafknowledge, 2004). Stres kerja pada perawat dapat merangsang Hipotalamic Pituitary
Adrenal (HPA) axis yang kemudian merangsang korteks adrenal memproduksi kortisol.
Perubahan sircadian rhythm akan mempengaruhi HPA (Hipotalamic Pituitary Adrenal)
axis juga yang akan mempengaruhi hormon kortisol.
Stres juga akan mempengaruhi hipotalamus yang melalui batang otak akan
mengaktifkan sistem saraf simpatis merangsang medula adrenal untuk memproduksi
epinefrin dan norepinefrin (Lovallo, 2005, Vitaterna, 2001, Ganong,2003, Greenspan,
1991). Kelelahan kerja pada perawat yang bekerja dengan sistem shift dapat
menyebabkan penurunan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh serta risiko kecelakaan
kendaraan dan kecelakaan ditempat kerja meningkat. Kekurangan tidur pada perawat
menyebabkan kemampuan berpikir dan bergerak menjadi lambat, lebih banyak membuat
kesalahan dan mempunyai kesulitan untuk mengingat sesuatu sehingga dapat
menurunkan produktivitas kerja dan juga dapat menyebabkan kecelakaan.

6
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Menganalisa tentang rotasi perawat UGD untuk mengurangi beban kerja dan
meningkatkan keselamatan pasien.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui beban kerja perawat di ugd
2. Untuk mengetahui pola shift perawat UGD
3. Mengetahui pola shift yang baik, untuk mengurangi beban kerja dari perawat ugd
4. Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien di UGD
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Manfaat Akademik
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi dasar pemahaman lebih lanjut
dan sumber referensi untuk peningkatan keselamatan kerja dengan pola shift yang baik
di ruang UGD.

1.3.2 Manfaat Praktis


Hasil penulisan ini secara tidak langsung sebagai bahan acuan untuk mengatur pola
shift perawat yang efektif dan sebagai bahan pertimbangan untuk pembagian beban
kerja perawat di UGD.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Instalasi Gawat Darurat (IGD)


Pengertian Instalasi Gawat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas
menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta
pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis.
IGD memiliki peran sebagai gerbang utama masuknya penderita gawat darurat
(Ali,2014). Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan
pelayanan segera, yaitu cepat tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan
kecacatan. Pelayanan ini bersifat penting (emergency) sehingga diwajibkan untuk
melayani pasien 24 jam sehari terus-menurus.
IGD merupakan instalasi di rumah sakit yang memiliki tuntutan beban kerja
dan resiko yang tinggi bagi perawat,dimana pelayanan berlangsung selama 24 jam
dengan jumlah pasien yang tinggi,waktu tunggu pasien yang lama sehingga dapat
meningkatkan kecemasan klien maupun keluarga.Dalam lingkungan yang
membutuhkan tindakan perawatan pasien yang cepat dan tepat perawat dituntut untuk
selalu siap dalam memenuhi kebutuhan pasien akan perawatan dalam kondisi apapun
dan dalam waktu kapanpun.

2.1.1 Definisi Perawat Instalasi Gawat Darurat


Perawat ( bahasa inggris nurse, berasal dari bahasa latin yaitu nutrix yang
berarti merawat atau memelihara ) adalah profesi yang difokuskan pada perawatan
individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai,
mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari
lahir sampai mati.
Seseorang dapat dikatakan sebagai perawat dan mempunyai tanggungjawab
sebagai perawat manakala yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa dirinya telah
menyelesaikan pendidikan perawat baik di luar maupun didalam negeri yang biasanya

8
dibuktikan dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar. Dengan kata lain, seseorang
dikatakan perawat bukan dari keahlian turun menurun, melainkan dengan melalui
jenjang pendidikan perawat (Bertha, 2013).
Perawat UGD adalah perawat yang bekerja di ruang Instalasi Gawat Darurat.
Perawat IGD harus menguasai dasar – dasar tindakan yang ada dilingkup IGD
diantaranya adalah Kemampuan anamnesa dengan cepat dan tepat, Kemampuan
menilai kesadaran pasien, Kemampuan melakukan tindakan penyelamatan nyawa,
Kemampuan menjahit luka dengan cepat, Kemampuan untuk berkomunikasi secara
efisien efektif.

2.2 Definisi Shift Kerja


Menurut Suma’mur (2013), shift kerja merupakan pola waktu kerja yang
diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya
dibagi atas kerja pagi, sore dan malam. Proporsi pekerja shift semakin meningkat dari
tahun ke tahun, ini disebabkan oleh investasi yang dikeluarkan untuk pembelian
mesin-mesin yang mengharuskan penggunaannya secara terus menerus siang dan
malam untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Sebagai akibatnya pekerja juga harus
bekerja siang dan malam. Hal ini menimbulkan banyak masalah terutama bagi tenaga
kerja yang tidak atau kurang dapat menyesuaikan diri dengan jam kerja yang lazim.
Menurut Nurmianto (2004), shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa,
dimana pada hari kerja biasa, pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang
telah ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali
untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari. Biasanya perusahaan yang berjalan secara
kontinyu yang menerapkan aturan shift kerja ini. Selain itu, masyarakat yang
membutuhkan kebutuhkan sosial akan pelayanan dengan waktu yang lebih banyak
seperti polisi dan rumah sakit juga benar – benar dibutuhkan dalam 24 jam/hari, 7
hari/minggu.

2.3 Peran dan Tugas Perawat Instalasi Gawat Darurat


Secara Umum Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam system, dimana dapat
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi
keperawatan yang bersifat konstan.

9
Menurut UU RI No. 38 tahun 2014 pasal 29, perawat bertugas sebagai :
1. Pemberi asuhan keperawatan.
2. Penyuluh dan konselor bagi Klien.
3. Pengelola pelayanan keperawatan.
4. Peneliti keperawatan.
5. Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang
6. Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
Fungsi perawat secara umum
1. Fungsi Independen Fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (Care)
2. Fungsi Dependen Fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi
lain
3. Fungsi Kolaboratif Kerjasama saling membantu dlm program kes. (Perawat
sebagai anggota Tim Kes.)

Fungsi Independen Di IGD Dijabarkan :


1. Sebagai tuan rumah yang baik bagi pasien / anggota tim kesehatan lain
2. Melaksanakan pengkajian, membuat diagnosa keperawatan, merencanakan
pelayanan keperawatan, melaksanakan tindakan asuhan keperawatan, mengevaluasi
pelayanan keperawatan, mendokumentasikan proses keperawatan.
3. Melaksanakan kebijakan dan prosedur yg berlaku di rumah sakit / Intalasi gawat
darurat

2.1 Beban Kerja


2.4.1 Pengertian Beban Kerja
Setiap pekerjaan yang dilakukan seseorang merupakan beban kerja
baginya, beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja
sehingga disebut sebagai beban kerja. Dan tubuh manusia dirancang untuk
dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari. Menurut Everly dkk (1980)
mengatakan bahwa beban kerja adalah keadaan di mana pekerja dihadapkan
pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Definisi tersebut
sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Manuaba (2000) yang
menyatakan beban kerja merupakan kemampuan tubuh dalam menerima
pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima

10
seseorang harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik,
kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban
tersebut (Munandar, 2001).
Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam
hubungannya dengan beban kerja. Mereka mungkin ada yang lebih cocok
dengan beban kerja fisik, mental atau sosial, namun sebagai persamaan,
mereka hanya mampu memikul beban sampai suatu berat tertentu sesuai
dengan kapasitas kerjanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa beban kerja adalah
serangkaian tugas yang diberikan kepada seseorang yang harus diselesaikan
pada waktu tertentu.

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja


Menurut Rodahl dan Manuaba (dalam Prihatini, 2007) menyatakan
bahwa beban kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
a. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :
1. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata
ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja,
sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas
pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.
2. Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja
bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi,
pelimpahan tugas dan wewenang.
3. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,
lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.
Ketiga aspek ini sering disebut sebagai sumber stresor.

b. Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat
dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut ​strain​, berat
ringannya ​strain ​dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor
internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status
gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan,
keinginan dan kepuasan).

11
2.4.3 Dampak Beban Kerja
Beban kerja yang dapat menimbulkan stres terbagi menjadi dua (Susanto,2011) :
1. ​Role overload
Role overload ​terjadi ketika tuntutan-tuntutan melebihi kapasitas dari seorang
manajer atau karyawan untuk memenuhi tuntutan tersebut secara memadai.
2. ​Role underload
Role underload a​ dalah pekerjaan di mana tuntutan-tuntutan yang dihadapi
dibawah kapasitas yang dimiliki seorang karyawan.

2.4.4 Beban Kerja Perawat Instalasi Gawat Darurat


Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan
perawat dengan jenis pekerjaan dan beratnya pekerjaan yang ditetapkan dalam
satuan waktu tertentu di suatu unit pelayanan keperawatan. Beban kerja dapat
dibedakan menjadi beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja
kuantitatif menunjukan adanya jumlah pekerjaan yang besar yang harus dilakukan
misalnya jam kerja yang tinggi, derajat tanggung jawab yang besar, tekanan kerja
sehari – hari dan sebagainya. Sedangkan beban kerja kualitatif menyangkut
kesulitan tugas yang dihadapi.
Kelebihan beban kerja secara kuantitatif mencakup :
a. Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja.
b. Terlalu banyak dan beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan.
c. Kontak langsung perawat dengan pasien secara terus – menerus selama jam
kerja.

Sedangkan kelebihan beban kerja secara kualitatif mencakup :


a. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat tidak mampu
mengimbangi sulitnya pekerjaan di ruangan.
b. Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien kritis di
ruangan.
c. Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas.
d. Tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien.
e. Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.

12
f. Tugas memberikan obat secara intensif.
g. Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma, dan kondisi
terminal.
h. Tindakan penyelamatan pasien.

2.5 Sistem Shift Kerja


Sistem shift kerja dapat berbeda antar instansi atau perusahaan, walaupun biasanya
menggunakan tiga shift setiap hari dengan delapan jam kerja setiap shift. Menurut
William yang dikutip oleh Ramayuli (2004), dikenal dua macam system shift kerja yang
terdiri dari :
1. Shift Permanen
Tenaga kerja bekerja pada shift yang tetap setiap harinya. Tenaga kerja yang
bekerja pada shift malam yang tetap adalah orang – orang yang bersedia bekerja pada
malam hari dan tidur pada siang hari.
2. Sistem Rotasi
Tenaga kerja bekerja tidak terus – menerus di tempatkan pada shift yang tetap.
Shift rotasi adalah shift rotasi yang paling mengganggu terhadap irama circardian
dibandingkan dengan shift permanen bila berlangsung dalam jangka waktu
panjang.Pergantian shift yang normal 8 jam/shift kerja. Shift kerja yang dilaksanakan
24 jam termasuk hari Minggu dan hari libur memerlukan 4 regu kerja. Regu ini
dikenal dengan regu kerja terus – menerus dan diperlukan sedikitnya 3 regu yang
disebut dengan regu kerja semi terus – menerus (ILO dalam Ramayuli, 2004).

2.5.2 Efek Shift Kerja


1. Efek Fisiologis
a. Kualitas tidur : tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan
biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja
malam.
b. Menurunnya kapasitas kerja fisik akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah.
c. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
2. Efek Psikososial

13
Efek menunjukkan masalah lebih besar dari efek fisiologis, antara lain adanya
gangguan kehidupan keluarga, hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk
berinteraksi dengan teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat.
3. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan
efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental
menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas
kendali dan pemantauan.
4. Efek terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini cenderung terjadi
pada usia 40 – 50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi masalah terhadap
keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes.

Menurut Nurmianto (2004), sebagian besar dari pekerja yang bekerja pada shift
malam memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja
dibandingkan mereka yang bekerja pada shift normal. Josling (1998) dalam artikelnya
yang berjudul Shift Work and Ill-Health mempertegas anggapan tersebut dengan
menyebutkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Circardian Leraning Centre di
Amerika Serikat yang menyatakan bahwa para pekerja shift, terutama yang bekerja di
malam hari, dapat terkena beberapa permasalahan kesehatan. Permasalahan kesehatan
tersebut ditambah dengan tekanan stress yang besar dapat secara otomatis
meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan pada para pekerja shift malam.
2.6 Irama Circardian
Irama Circardian adalah jam alami dalam tubuh manusia. Dalam 24 jam tubuh
akan mengalami fluktuasi berupa temperature, kemampuan untuk bangun, aktivitas
lambung, denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormone, dikenal sebagai irama
circardian ( Folkard dan Monk dalam Firdaus, 2005). Circardian Rhythm adalah irama
dan pengenalan waktu yang sesuai dengan perputaran bumi dalam siklus 24 jam.
Hampir seluruh makhluk hidup di dunia ini mempunyai irama yang secara teratur
mengalai perubahan fungsi tubuh dan fisiologik dalam siklus 24 jam, tetapi ada pula
beberapa perubahan yang sesuai dengan bulan atau tahun.
Menurut Folkard dan Monk serta Mc. Cormick dan Ilgen yang dikutip oleh
Firdaus (2005) menyatakan bahwa circardian rhythm setiap individu berbeda dalam

14
penyesuaian kerja malam, namun antara shift pagi dan siang terlihat sedikit perbedaan.
Pola aktivitas tubuh akan terganggu apabila bekerja malam dan maksimum terjadi
selama shift malam. Masing – masing orang mempunyai jam biologis sendiri –
sendiri, kehidupan mereka diatur menjadi sama dan seragam dalam daur hidup 24 jam
sehari.
Gangguan circadian rhythm yang terjadi pada perawat mempengaruhi
suprachiasmatic nucleus pada hipotalamus yang kemudian mempengaruhi
paraventricular nucleus memacu peningkatan CRF (corticotropin releasing factor).
Melalui HPA-axis menyebabkan respons fisik seperti peningkatan frekuensi
pernapasan, nadi dan tekanan darah. Tubuh memerlukan waktu untuk beradaptasi
terhadap perubahan jadwal bekerja antara 3 sampai 14 hari (Ganong, 2003).
Gangguan tidur umumnya dialami oleh pekerja shift yang bekerja pada jam
dimana sebagian besar orang tidur (Barion, 2007). Gangguan tidur adalah masalah
dengan tidur, termasuk kesulitan jatuh atau tetap tertidur, tertidur pada saat yang salah,
terlalu banyak tidur, atau perilaku abnormal selama tidur (Sadock dkk, 2007).
Kemampuan untuk beradaptasi pada pekerja shift bervariasi secara individual, dengan
beberapa pekerja shift yang lebih rentan terhadap efek negatif dari jadwal
tidur-bangun yang tidak menentu daripada yang lain (Richardson, 2006).
Menurut Nurmianto (2004), pengaturan dilakukan oleh penangguh waktu yang
ada di luar tubuh seperti :
1. Perubahan dari siang ke malam dan semacamnya.
2. Kontak sosial.
3. Pekerjaan
4. Pengetahuan waktu jam
Fungsi tubuh yang ditandai dengan circardian rhythm adalah pola tidur,
kesiapan bekerja, beberapa fungsi otonom, vegetative seperti metabolisme,
temperature tubuh, detak jantung, dan tekanan darah. Setiap hari fungsi tubuh ini akan
berubah – ubah antara maksimum dan minimum, pada siang hari meningkat dan pada
malam hari menurun.

2.7 Definisi Kelelahan


Semua jenis pekerjaan akan menimbulkan kelelahan. Lelah bagi setiap orang
akan mempunyai arti tersendiri dan subjektif. Kelelahan merupakan salah satu keluhan

15
yang paling sering dan umum yang dirasakan pekerja seperti rasa letih, baik karena
kurang tidur malamnya, terlalu banyak bekerja atau suatu masalah emosional lainnya.
Menurut Suma’mur (2013), kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda – beda,
tetapi semuanya berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh.
Menurut Wignjosoebroto dan Schuler yang dikutip oleh Sudana, kelelahan
kerja (job bournout) adalah sejenis stress yang banyak dialami oleh orang – orang
yang bekerja dalam pekerjaan – pekerjaan pelayanan terhadap manusia lainnya seperti
perawat kesehatan, transportasi, kepolisian, pendidikan dan sebagainya. Kelelahan
akibat kerja sering sekali diartikan sebagai menurunnya efisiensi, performans kerja
dan berkurangnya kekuatan/ ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus
dilakukan.
2.8.1 Jenis-Jenis Kelelahan
Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelelahan
berdasarkan proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.
a. Kelelahan berdasarkan Proses
1. Kelelahan Otot
Menurut Tarwaka,dkk (2004), kelelahan otot meupakan tremor pada
otot atau perasaan nyeri pada otot. Menurut Suma’mur (2013), kelelahan otot
adalah suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat kontraksi yang
berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama akan mengakibatkan keadaan
yang dikenal sebagai kelelahan otot.
Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, kurangnya
waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya koordinasi serta otot menjadi
gemetar.
Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui
fisik dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan
fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan.

2. Kelelahan Umum
Menurut Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk
(2004), biasanya kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya
kemauan untuk bekerja, yang sebabnya adalah pekerjaan yang
monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan,

16
sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Perasaan
adanya kelelahan secara umum dapat ditandai dengan berbagai kondisi
antara lain : lelah pada organ penglihatan ( mata ), mengantuk, stress
(pikiran tegang), dan rasa malas bekerja (Nurmianto dalam Putra).
b. Kelelahan berdasarkan Waktu Terjadinya Kelelahan
1. Kelelahan akut
Terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara
berlebihan.
2. Kelelahan Kronis
Kelelahan kronis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor
yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi. Gejala-gejala
yang tampak jelas akibat lelah kronis ini dapat dicirikan seperti :
∙ Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang
toleran atau a-sosial terhadap orang lain.
∙ Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan.
∙ Depresi yang berat, dan lain-lain.
c. Kelelahan berdasarkan Penyebab Terjadinya Kelelahan
1. Faktor fisiologis, yaitu akumulasi dari substansi toksin (asam laktat)
dalam darah, penurunan waktu reaksi.
2. Faktor psikologis, yaitu konflik yang mengakibatkan stress yang
berkepanjangan, ditandai dengan menurunnya prestasi kerja, rasa lelah
dan ada hubungannya dengan faktor psikososial.

2.8.2 Faktor yang Menimbulkan Kelelahan


Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah pekerjaan yang akan dilakukan
seseorang setiap hari dan tingkat kelelahan fisik akibat kerja. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat kelelahan yaitu : jam kerja; periode istirahat; cahaya, suhu
dan ventilasi yang berpengaruh pada kenyamanan fisik, sikap, mental dan kelelahan
tenaga kerja; kebisingan dan getaran merupakan gangguan yang tidak diinginkan,
sejauh mungkin dikurangi atau dihilangkan. Hal ini sebaiknya dipahami sehingga
tercipta kondisi fisik yang menyenangkan dalam bekerja. Tanda-tanda kelelahan yang
utama adalah hambatan terhadap fungsi-fungsi kesadaran otak dan

17
perubahan-perubahan pada organ-organ diluar kesadaran serta proses pemulihan.
Orang-orang lelah menunjukkan :
1. Penurunan perhatian.
2. Perlambatan dan hambatan persepsi.
3. Lambat dan sukar berfikir.
4. Penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja.
5. Kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental.
Ada lima (5) kelompok penyebab kelelahan yaitu :
1. Keadaan monoton.
2. Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental.
3. Keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan.
4. Keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik.
5. Penyakit, perasaan sakit, keadaan gizi.
Faktor organisasi kerja seperti pengaturan waktu kerja termasuk didalamnya
shift kerja dan periode istirahat juga berpengaruh terhadap timbulnya kelelahan
kerja. Shift kerja secara nyata berpengaruh terhadap timbulnya kelelahan terutama
shift kerja siang dan shift kerja malam. Kedua shift ini nyata lebih lelah
dibandingkan shift pagi karena menyebabkan gangguan circardian rhythm.

2.9. Keselamatan Pasien dan Faktor Manusia


Keselamatan Pasien adalah suatu rangkaian sistem bagi ​pasien yang meliputi
asessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko ​pasien​, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Patient safety atau keselamatan ​pasien di Indonesia menjadi salah satu
indikator pelayanan kesehatan, diatur dalam pasal 43 Undang-Undang No. 44 Tahun
2009 tentang ​Rumah Sakit dan untuk kepentingan pelaksanaannya maka
ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang

18
Keselamatan Pasien yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1691/MENKES/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien ​Rumah
Sakit dengan menganalisa perkembangan dan kebutuhan pelayanan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Kebijakan Pengaturan Keselamatan Pasien bertujuan untuk meningkatkan
mutu pelayanan pada fasilitas layanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko
dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan. Mengingat masalah keselamatan
pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di fasilitas pelayanan
kesehatan di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan ​pasien yang merupakan
acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam melaksanakan
kegiatannya.
Sasaran Keselamatan Pasien menjadi syarat yang harus diterapkan di semua
pelayanan kesehatan dalam hal ini ​Rumah Sakit dan menjadi standar akreditasi oleh
Komisi Akreditasi ​Rumah Sakit​. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine
Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan
juga oleh Komite Keselamatan Pasien ​Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari
Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan
spesifik dalam keselamatan ​pasien​. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah
dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis
bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik
secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan
bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi
yang menyeluruh.
Keselamatan ​pasien adalah bagian penting dari asuhan keperawatan yang
bertujuan mencegah kesalahan yang dapat dihindari dan bahaya ​pasien​. Keselamatan
pasien adalah fitur dari sistem perawatan kesehatan dan serangkaian cara yang telah
teruji untuk memperbaiki perawatan.
Mengembangkan budaya keselamatan ​pasien menjadi sangat sulit ketika sikap
dan perilaku yang membuat staf enggan belajar dari kejadian yang dapat dicegah
dipupuk dalam sebuah organisasi pelayanan kesehatan, hal ini memungkinkan insiden
yang sama akan terjadi lagi.

19
Organisasi dapat mendorong pendekatan proaktif terhadap keselamatan ​pasien
dengan mengembangkan strategi “​What You Can Do to Be a Safe Patient".​ Studi
terbaru tentang budaya organisasi dan keselamatan ​pasien menekankan peran
pemimpin keperawatan dalam mendukung proses pembelajaran dan
mengkomunikasikan pentingnya keselamatan ​pasien daripada tujuan organisasi
lainnya.
Pemimpin yang efektif diajak untuk menunjukkan keterlibatannya secara aktif
terhadap ​pasien dan staf untuk meningkatkan perawatan ​pasien yang lebih aman. Staf
keperawatan memainkan peran penting sebagai pemimpin dalam tatanan klinis,
mereka memahami masalah keamanan ​pasien​, memanfaatkan sumber daya dan
memberikan solusi terhadap permasalahan keselamatan ​pasien​.
Human Factors In Patient Safety Model yang dikembangkan oleh Royal
College Of Nursing (RCN) adalah model yang disarankan untuk mengadopsi
perspektif sistem keselamatan pada dunia keperawatan dengan mempertimbangkan
berbagai faktor kontekstual yang berhubungan dengan ​manusia dalam sistem untuk
mempengaruhi kinerja perawat.
Faktor ​manusia didefinisikan sebagai disiplin ilmiah bukan kumpulan faktor
tentang ​manusia​, yang dapat mempengaruhi perilaku yang mengakibatkan kesalahan
pada ​pasien​. Faktor ​manusia menghasilkan faktor langsung berupa tindakan atau
kelalaian yang mempengaruhi praktik keperawatan, sehingga berpotensi untuk
memperbaiki hal-hal yang memperburuk Sistem & Budaya melalui intervensi
perbaikan sistem dan budaya (RCN,2014). Analisis sistem faktor ​manusia
menyediakan cara untuk mengidentifikasi di mana potensi kesalahan yang mungkin
timbul.
Manfaat menerapkan ​Human Factors In Patient Safety Model bagi seorang
pemimpin di tatanan keperawatan adalah dapat memahami mengapa staf membuat
kesalahan dan faktor mana yang mengancam keselamatan ​pasien​, memperbaiki
budaya keselamatan tim dan organisasi, meningkatkan kerja tim dan memperbaiki
komunikasi antar staf, memperbaiki disain sistem dan peralatan dalam menunjang
mutu pemberian asuhan keperawatan, mengidentifikasi apa yang 'salah' dan
memprediksi apa yang 'bisa salah' dan yang penting selanjutnya adalah menganalisa
bagaimana alat tertentu dapat membantu mengurangi kemungkinan bahaya pada
pasien​ (Patient Safety First, 2010).

20
Pemberian asuhan keperawatan bersifat kompleks sehingga membutuhkan
strategi dalam mengelola produktivitas yang secara fundamental berhubungan dengan
kinerja perawatan berkualitas tinggi dan aman.

BAB III
PEMBAHASAN

21
3.1 Pentingnya Analisis Beban Kerja untuk menigkatkan kualitas kinerja demi
meningkatkkan keselamatan kerja.
Untuk memperkirakan beban kerja perawat pada sebuah unit, manajer harus
mengumpulkan data tentang: jumlah pasien yang masuk pada unit itu setiap hari/bulan/
tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien di unit tersebut, rata-rata hari
perawatan, jenis tindakan yang dibutuhkan pasien, frekuensi masing - masing tindakan
keperawatan yang dilakukan, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memberi tindakan
keperawatan (Gillies, 1994).
Pendekatan berdasarkan sistem klasifikasi pasien ini menghasilkan perhitungan
beban kerja yang lebih akurat karena pasien telah dikelompokkan sesuai tingkat
ketergantungan, tingkat kesulitan, serta kemampuan yang diperlukan untuk memberikan
perawatan. Pembagian beban kerja dengan memperhatikan perhitungan jumlah tenaga
yang baik juga akan meningkatkan pelayanan kesehatan serta peningkatan keselamatan
pasien. Salah satu cara untuk memenuhi hal tersebut diatas penghitungan jumlah tenaga
yang baik harus dilakukan.

1. Metode WISN (Work Load Indicator Staffing Need)


adalah suatu metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada
beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap
unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan,
mudah digunakan, secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis.
Workload Indicator Staff Need (WISN) bermanfaaf untuk menghitung
kebutuhan saat ini dan masa mendatang, membandingkan SDM Kesehatan pada
daerah atau fasilitas kesehatan yang berbeda, dapat melihat apa tenaga kesehatan
bekerja sudah sesuai dengan profesinya atau tidak, dan dapat mengidentifikasi
seberapa besar beban kerja SDM Kesehatan (Depkes dan GTZ, 2009). Adapun
langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5 langkah, yaitu
:
1.Menetapkan waktu kerja tersedia;
2.Menetapkan unit kerja dan kategori SDM;
3.Menyusun standar beban kerja;
4.Menyusun standar kelonggaran;
5.Perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja.

22
Pada dasarnya metode WISN ini dapat di gunakan di rumah sakit, puskesmas
dan sarana kesehatan lainnya, atau bahan dapat digunakan untuk kebutuhan tenaga di
Kantor Dinas Kesehatan. Dengan rumus sebagai berikut.

2. Analisis Beban Kerja Metoda Ilyas (Workload Analysis)

Metoda Ilyas memberikan alternatif solusi yang akurat dan mudah diterapkan.
Metoda ini dapat menghitung beban kerja personel dengan cepat dengan tingkat
akurasi yang tinggi sehingga menghasilkan informasi yang dapat dipercaya untuk
pengambilan keputusan manajemen.

Menghitung kebutuhan SDM pada dasarnya adalah mengetahui secara benar beban
kerja setiap unit atau setiap personel di organisasi. Untuk mengetahui beban kerja di
setiap unit organisasi dibutuhkan sejumlah data dan informasi yang akurat yang
berasal dari pelaku ahli atau kompeten di organisasi itu sendiri. Informasi yang
didapatkan dari pelaku ahli yang telah melakukan transaksi bisnis ribuan kali akan
dapat memberikan informasi dengan akurat waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan setiap unit produk atau jasa. Metoda Ilyas menggunakan pendekatan
​ rtinya, metoda ini menghitung beban kerja yang harus dikerjakan atas dasar
demand. A
permintaan untuk menghasilkan unit produk atau jasa per waktu yang dibutuhkan.
Dengan demikian, beban kerja tergantung juga volume transaksi bisnis yang harus
dilakukan oleh setiap tenaga kerja atau unit organisasi.

Sebagai contoh: seorang perawat rumah sakit mempunyai sejumlah transaksi


bisnis memandikan pasien setiap hari 2 kali sebanyak 10 orang dan membutuhkan
waktu 20 menit untuk sekali kegiatan. Dengan demikian beban kerja memandikan
pasien = 2 x 20 menit x10 orang = 400 menit/hari.

Untuk menghitung beban kerja personel organisasi dibutuhkan informasi yang


akurat tentang hal berikut:

a. Kejelasan transaksi bisnis utama atau penunjang setiap personel dan unit
organisasi.

23
b. Kejelasan waktu yang dibutuhkan untuk setiap transaksi bisnis utama atau
penunjang
c. Jenis dan jumlah transaksi bisnis per hari, per minggu, per bulan atau per
tahun
d. Jumlah jam kerja efektif (produktif) per hari pada organisasi
e. Jumlah hari kerja efektif dalam setahun organisasi
Untuk memudahkan menghitung beban kerja; sebaiknya dibuat matrix
beban kerja unit yang memasukkan semua jenis kegiatan yang dilakukan unit RS
untuk menghasilkan produk atau jasa unit. Dengan merinci setiap transaksi
bisnis pada unit RS maka akan dihasilkan beban kerja perhari dalam satuan
waktu menit atau jam dar unit tersebut. Bila pekerjaan bersifat mingguan maka
beban kerja per hari dibagi hari kerja RS. Sebagai contoh: rapat mingguan unit
selama 2 jam ( 120 menit) per minggu, maka beban harian rapat tersebut adalah
120 menit : 5 hari per minggu = 24 menit/hari. Demikian juga, bila pekerjaan
bersifat bulanan maka beban kerja harian tersebut dibagi dengan 22 hari kerja
per bulan. Sebagai contoh: rapat bulanan 3 jam (180 menit), maka beban harian
adalah 180 menit : 22 hari = 8,18 menit/hari.
Matrix Transaksi Bisnis Unit Keperawatan RS
No Transaksi bisnis Waktu Volume Beban
Transaksi Transaksi kerja/hari

1 Membuat Resume asuhan keperwatan 10 mnt 20 pasien 200 mnt

2 Menyuluh pasien 15 mnt 10 pasien 150 mnt

3 Memandikan pasien 20 mnt 20 pasien 400 mnt

4 Memberikan obat pada pasien 2 mnt 20 pasien 40 mnt

5 Mendampingi Visite dokter 10 mnt 20 pasien 200 mnt

6 dll -- -- --

formula hitung beban kerja metoda Ilyas ​Formula dapat bekerja dengan
baik dengan syarat Manager atau penanggung jawab pekerjaan dapat
menentukan dengan akurat jenis, jumlah dan waktu transaksi bisnis dan tidak
terjadi duplikasi kegiatan. Manager dapat menghitung beban kerja setiap unit
perhari dalam satuan waktu menit atau jam per hari kerja. Dengan mengetahui

24
komponen tersebut dapat dkembangkan formula menghitung SDM per hari
sebagai berikut:

Beban kerja /hari = B.K ​i-j​ = J T x W.T


 ​B.K​ ​i-j​ = Jenis Beban Kerja
 ​J.T. = Jumlah Transaksi per hari
 ​W.T.= Waktu( menit atau jam) untuk setiap jenis Transaksi
3.2 Pengaturan Shif Jaga Dengan Metoda Goal Programing
Setelah mengetahui beban kerja dan metoda pengukurannya selanjutnya adalah
peengaturan shif yang baik bagi tenaga perawat. Pengaturan shif dengan metode goal
programming adalah salah satu cara untuk melakukannya.
Goal programming adalah salah satu cabang dari model Optimisasi
multi-obyektif yang juga merupakan bagian dari analisis keputusan
multi-kriteria.Model goal programming merupakan perluasan dari model
pemrograman linear, sehingga seluruh asumsi, notasi, formulasi model matematis,
prosedur perumusan model dan penyelesaiannya tidak berbeda (Siswanto, 2007: 341).
Perluasannya terletak pada pemrogaman linear yang hanya dapat menyelesaikan satu
fungsi tujuan saja yaitu memaksimalkan atau meminimalkan, sedangkan model goal
programming dapat menyelesaikan beberapa fungsi tujuan. Perbedaan hanya terletak
pada kehadiran sepasang variabel deviasi yang muncul pada fungsi tujuan dan
fungsi-fungsi kendala. Goal programming digunakan untuk melakukan tiga jenis
analisis yaitu untuk menentukan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai satu
rangkaian tujuan yang diinginkan, menentukan tingkat pencapaian tujuan dengan
sumber daya yang tersedia, dan memberikan solusi terbaik yang memenuhi berbagai
macam jumlah sumber daya dan prioritas - prioritas tujuan. Model goal programming
cocok untuk menyelesaikan berbagai macam masalah optimisasi, termasuk
penjadwalan. Model goal programming mempunyai dua metode yaitu model goal
programming preemptive atau prioritas dan non - Preemptive atau pembobotan.
Bentuk dari goal programming

25
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penentuan pola sift di UGD Sebaiknya menggunkkan metode goal pograming
dimana pembagan shift ini didasarkan pada sumber daya dan
keterbatasan-keterbatasan dalam pelaksanaan tugas. Namun sebelum masuk dalam
tahap pembagian shift, terlebih dahulu ketahuilah berapa beban kerja perawat di UGD
setiap harinya sehingga sehigga menjadi dasar dalam pembagian shift yang merata.
Irama Circardian adalah jam alami dalam tubuh manusia. Dalam 24 jam tubuh
akan mengalami fluktuasi berupa temperature, kemampuan untuk bangun, aktivitas
lambung, denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormone, dikenal sebagai irama
circardian ( Folkard dan Monk dalam Firdaus, 2005).
Gangguan circadian rhythm yang terjadi pada perawat mempengaruhi
suprachiasmatic nucleus pada hipotalamus yang kemudian mempengaruhi
paraventricular nucleus memacu peningkatan CRF (corticotropin releasing factor).
Melalui HPA-axis menyebabkan respons fisik seperti peningkatan frekuensi
pernapasan, nadi dan tekanan darah. Berdasarkan penelitian gangguan cicardian
rhythm lebih sering terjadi ada shift sore dan malam hari.
Kelelahan kerja pada perawat yang bekerja dengan sistem shift dapat
menyebabkan penurunan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh serta risiko kecelakaan
kendaraan dan kecelakaan ditempat kerja meningkat. Kekurangan tidur pada perawat
menyebabkan kemampuan berpikir dan bergerak menjadi lambat, lebih banyak
membuat kesalahan dan mempunyai kesulitan untuk mengingat sesuatu sehingga
dapat menurunkan produktivitas kerja dan juga dapat menyebabkan kecelakaan
Sehingganya pembagian shift yang merata, diharapkan mampu memperkecil
faktor kelalahan, kurang tidur dan Gangguan circadian rhythm pada perawat UGD
yang akan meningkatkan budaya keselamatan pasien itu sendiri.
4.2 Saran
Melihat dari hasil penelitian jurnal-jurnal keperawatan tersebut. Diharapkan
keefektifan pelayanan, sistem koordinasi serta organisasi managemen kerja perawat
dapat memperbaiki dan mencari solusi agar pelayanan dapat terpenuhi dengan baik

27
selama 24 jam, namun tidak mengesampingkan keselamatan dan kesehatan perawat
dan pasien.

Daftar Pustaka

Ruggiero, S. J & Tamara, A.I. 2016 . Sleep pattern of emergency departmen nurses on
work day and day off. USA: The journal of Nursing research. Vol.24 (2)

Kunert, K, Mayoor. L.K, dkk. Fatigue and sleep quality in nurse. Journal of physicho
social nursing. Vol 45 (8)

Katsifaraki., M dkk. 2017.The association of sleepness, insomnia, sleep distract and


pain study among shift working nurse. Japannes sociaty research

Weafer,.L dkk. 2016 sleep quality but not quantity is accociate with self-perceived
minor error among rate among emercency spartemen nurse. International eemergeni nursing.

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/e67183ccaed6a64ac487ea1777281f9a.pd
f​ (diunduh pada tanggal 14 november 2018)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64887/Chapter%20II.pdf?sequ
ence=4&isAllowed=y​ (diunduh pada tanggal 14 november 20198

http://repository.ump.ac.id/3021/3/Nina%20Destifiana%20BAB%20II.pdf​ (diunduh
pada tanggal 14 november 2018)

28

Anda mungkin juga menyukai