Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PRINSIP ANTI KORUPSI TENTANG

KONTROL KEBIJAKAN

Disusun Oleh :
ANNISA MAULIDA YP (P23139017017)

BELLA ASAHIDA A. (P23139017025)

CINTANTYA NANDA M. (P23139017027)

FAZRIA APRILIANTI (P23139017041)

FEBRIANI DWI K. (P23139017043)

GALIH MAULID A. (P23139017047)

KHAERUNNISA (P23139017057)

KIKI RISKI A. (P23139017059)

NUR FADHILAH F. (P23139017079)

REGA ARDIWAN P. (P23139017091)

SHEIKA WULANDARI (P23139017105)

Lokal 2A

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 2

JURUSAN FARMASI
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada pihak yang telah membantu hingga
selesainya tugas mata kuliah ini. pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terimakasih
kepada ibu Netty Thamaria P., SH., M.H. selaku dosen mata kuliah Pengenalan Budaya Anti
Korupsi yang telah memberikan bimbingannya kepada kami selama penyusunan makalah ini.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan.

Jakarta, Maret 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………….... 2
Daftar Isi ……………………………….…….………………………...………..... 3
BAB I Pendahuluan ………………….………………………………….……...... 4
1. Latar Belakang …………………………….………………………….……... 4
2. Rumusan Masalah ……………….……………………………………….….. 4
3. Tujuan Penulisan ………..……………………………………..……...……... 4
BAB II Pembahasan ………….……...………………………………..………….. 5
1. Akuntabilitas …………………………….………………………….……..... 5
2. Transparansi …………………………….………………………….……...... 5
3. Kewajaran …………………………….………………………….……......... 6
4. Kebijakan …………………………….………………………….…….......... 7
5. Kontrol Kebijakan …………………………….…………………………….. 8
BAB III PENUTUP................................................................................................... 10
1, Kesimpulan......................................................................................................... 10
2. Saran................................................................................................................... 10
Daftar Pustaka …………………….………………………..................................... 11

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan


keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu
proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.
Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukanoleh dua faktor, yaitu
sumberdaya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan
samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Di antara dua faktor tersebut yang paling
dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di
Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya,
negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah
merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.
Hal itu terjadi salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya
tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan
rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan
terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social
(penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian
materil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi
adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara
kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang
pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan
pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal
itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol
adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Karena korupsi membawa dampak negatif
yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja prinsip-prinsip anti korupsi?

2. Bagaimana penerapan prinsip anti korupsi?

1.3 Tujuan

Dengan mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan sebagai


berikut :
1. Mengetahui prinsip-prinsip anti korupsi.

2. Mengetahui contoh kasus korupsi tentang penyalahgunaan kebijakan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

Prinsip-Prinsip Anti Korupsi


Prinsip-prinsip anti korupsi pada dasarnya merupakan langkah-langkah antisipatif yang
harus dilakukan agar laju pergerakan korupsi dapat dibendung bahkan diberantas. Pada
dasarnya Prinsip-prinsip anti korupsi terkait dengan semua objek kegiatan publik yang
menuntut adanya integritas, objektivitas, kejujuran, keterbukaaan, tanggung gugat dan
meletakkan kepentingan publik diatas kepentingan individu. Dalam konteks korupsi ada
beberapa prinsip yang harus ditegakkan untuk mencegah terjadinya korupsi, yaitu prinsip
akuntabilitas, transparansi, kewajaran dan adanya aturan maen yang dapat membatasi ruang
gerak korupsi, serta kontrol terhadap aturan main tersebut.
Prinsip-Prinsip Anti Korupsi tersebut diantaranya adalah :

1. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga
mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk
konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu
dengan individu) maupun pada level lembaga. Akuntabilitas publik secara tradisional
dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku
administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban
(answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik : 2005). Selain itu
akuntabilitas publik dalam arti yang lebih fundamental merujuk kepada kemampuan
seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan. (Pierre : 2007). Seseorang yang
diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki legitimasi untuk melakukan
pengawasan dan mengharapkan kinerja (Prasojo : 2005). Akuntabilitas publik
memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya, antara lain adalah akuntabilitas
program, akuntablitas proses, akuntailitas keuangan, akuntabilitas outcome,
akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik (Puslitbang, 2001). Dalam
pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui
mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan.
Evaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang
diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka panjang dari
sebuah kegiatan.

2. Transparansi
Prinsip transparansi penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi
dan mengharuskan semua proseskebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala
bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk
sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dlam bentuk

5
yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk
saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan
kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi semua orang untuk
melanjutkan hidupnya di masa mendatang. Dalam prosesnya transparansi dibagi
menjadi lima, yaitu :
– Proses penganggaran,
– Proses penyusunan kegiatan,
– Proses pembahasan,
– Proses pengawasan, dan
– Proses evaluasi.
Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi,
laporan pertanggungjawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran.
Di dalam proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses
pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi
anggaran (anggaran belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembutan rancangan peraturan yang berkaitan
dengan strategi penggalangan (pemungutan dana), mekanisme pengelolaan proyek
mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan
pertanggungjawaban secara teknis.
Proses pengawasan dalam pelksnaaan program dan proyek pembangunan berkaitan
dengan kepentingan publik dan lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang
diusulkan oleh masyarakat sendiri.
Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan secara
terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara
teknis dan fisik dari setiap output kerja-kerja pembangunan.

3. Kewajaran
Prinsip fairness atau kewajaran ini ditunjukkan untuk mencegah terjadinya manipulasi
(ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun
ketidakwajaran dalam bentuk lainnya. Sifat-sifat prinsip ketidakwajaran ini terdiri dari
lima hal penting komperehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran dan
informatif. Komperehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,
berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui
batas (off budget). Fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk
mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dlam
perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit dalam tahun
anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya
prinsip fairness di dalam proses perencanaan pembangunan. Kejujuran mengandung
arti tidak adanya bias perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang disengaja yang
berasal dari pertimbangan teknis maupun politis. Kejujuran merupakan bagian pokok

6
dari prinsip fairness. Penerapan sifat informatif agar dapat tercapainya sistem
informasi pelaporan yang teratur dan informatif. Sistem informatif ini dijadikan
sebagai dasar penilaian kinerja, kejujuran dan proses pengambilan keputusan selain itu
sifat ini merupakan ciri khas dari kejujuran.

4. Kebijakan
Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan
yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu
identik dengan undang-undang anti korupsi, namun bisa berupa undang-undang
kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-
monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus
mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat
negara. Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan,
pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti korupsi akan efektif apabila
didalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan
kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor
penegak kebijakan yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga
pemasyarakatan. Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai,
pemahaman, sikap, persepsi dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-
undang anti korupsi. Lebih jauh lagi kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Untuk mengatur interaksi agar tidak terjadi penyimpangan terdapat empat aspek
kebijakan anti korupsi yaitu:
a. Isi
Berikut contoh isi kebijakan dari kepanitiaan sebuah kegiatan :
1) Ketua panitia dan semua anggotanya berkewajiban hadir dalam setiap rapat yang
diadakan terkecuali sakit atau kepentingan mendesak.
2) Menargetkan dana yang akan dibutuhkan dengan meminta rincian dana yang
diperlukan masing-masing seksi.
3) Memberikan bukti dalam penggunaan dana berupa nota/kwitansi.
4) Membuat target bahwa persiapan untuk kegiatan harus selesai/siap dalam waktu
kurang dari satu minggu sebelum hari pelaksanaan.
b. Pembuat
Ketua panitia dengan kesepakatan semua anggota kepanitiaan.
c. Pelaksana
Ketua panitia dan semua anggota kepanitiaan.
d. Kultur
Semua anggota kepanitiaan melaksanakan isi dari kebijakan tersebut tanpa terkecuali
ataupun merasa terpaksa.
7
5. Kontrol Kebijakan
Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif
dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Bentuk kontrol kebijakan berupa
partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan partisipasi yaitu melakukan
kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya.
Kontrol kebijakan evolusi yaitu dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang
dianggap lebih layak. Kontrol kebijakan reformasi yaitu mengontrol dengan
mengganti kebijakan yang dianggap tidak sesuai.

Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak


buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan
sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem
pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Dilain pihak upaya
pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil
yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah
telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal
yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat
korupsi akan menghancurkan negeri ini. Ini dapat menjadi indikator bahwa nilai-nilai
dan prinsip anti korupsi seperti yang telah diterangkan diatas penerapannya masih
sangat jauh dari harapan. Banyak nilai-nilai yang terabaikan dan tidak dengan
sungguh-sungguh dijalani sehingga penyimpangannya menjadi hal yang biasa.
Tak dapat dipungkiri untuk menanamkan nilai dan prinsip-prinsip anti korupsi perlu
diajarkan sejak dini kepada seluruh masyarakat secara umum. Saat ini sebagain besar
baru terpusat pada golongan tertentu di tempat tertentu. Tak dapat dipungkiri untuk
menanamkan prinsip-prinsip anti korupsi perlu diajarkan sejak dini kepada seluruh
masyarakat secara umum. Saat ini sebagain besar baru terpusat pada golongan tertentu
di tempat tertentu. Untuk langkah yang lebih serius, seharusnya penanaman nilai dan
prinsip anti korupsi ini harus di terapkan.
Ada tiga model kontrol kebijakan yang dapat dilakukan yaitu :
a) Partisipasi
Semua anggota kepanitiaan dapat berpartisipasi dalam mengontrol kebijakan
yang telah dibuat.
b) Evolusi
Semua anggota kepanitiaan tanpa terkecuali dapat memberikan ide/masukan
alternatif kebijakan baru yang berguna untuk sesuai dengan situasi dan kondisi.
c) Reformasi
Penggantian/reformasi kebijakan yang baru dapat dilakukan sesuai dengan yang
di usulkan serta kebijakan baru tersebut telah mendapat persetujuan oleh anggota
kepanitiaan lainnya.

8
Contoh Kasus :

tirto.id - Kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama terbongkar setelah Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Ketua Umum Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy alias Romy, Jumat (15/3/2019) pekan lalu.
Romy diduga menerima duit suap dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa
Timur, Haris Hasanusin sebesar Rp250 juta. Tak hanya itu, Romy juga diduga menerima
uang Rp50 juta dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Gresik, Muhammad
Muafaq Wirahadi. KPK menduga uang yang diserahkan kepada Romy sebagai imbalan
karena telah memuluskan jalan Haris dan Muafaq dalam lelang jabatan pimpinan tinggi di
lingkungan Kemenag akhir 2018. KPK pun telah menetapkan Romy, Haris dan Muafaq
sebagai tersangka pada Sabtu (16/3/2019) kemarin.
"KPK sangat miris dan menyesalkan terjadinya kembali jual beli jabatan ke kementerian
yang seharusnya memberikan contoh baik bagi instansi lain," kata Wakil Ketua KPK Laode
Muhammad Syarif saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta.
KPK menggeledah sejumlah lokasi dalam rangka mendalami perkara jual beli jabatan di
Kemenag, termasuk ruang kerja Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin. Penyidik
antirasuah menyita duit senilai Rp180 juta dan 30 ribu dolar AS dari ruang kerja Lukman.
"Kemarin sudah dilakukan penyitaan uang yang ditemukan di laci meja ruang kerja Menteri
Agama. Uang tersebut akan diklarifikasi juga tentunya," kata Juru Bicara KPK, Febri
Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/3/2019).
KPK masih menelusuri asal-muasal uang tersebut, termasuk menyelidiki dugaan keterlibatan
Menteri Lukman dalam kasus suap pengisian jabatan di Kemenag. "Uang tersebut sudah
disita dan dipelajari lebih lanjut," ujar Febri.

BAB III
PENUTUP

9
1. KESIMPULAN
Sebagai sebuah penyimpangan, korupsi tidak hanya berlangsung pada ranah
kekuasaan untuk mencari keuntungan materi juga dalam bentuk penyimpangan
kepercayaan yang ada pada setiap orang. Korupsi bukan hanya milik pemerintah, tapi
juga sektor swasta bahkan lembaga pendidikan. Korupsi tidak hanya berlangsung pada
level struktural, tapi juga kultural.
Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi
tertanam dalam diri setiap individu. Setiap individu perlu memahami dengan mendalam
prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan
kontrol kebijakan dalam suatu organisasi /institusi/ masyarakat. Upaya pencegahan
korupsi pada dasarnya dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya
mengurangi, kedua faktor penyebab korupsi tersebut.
Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

2. SARAN
Jauhilah korupsi, karena korupsi selain merugikan orang lain juga merugikan
diri kita sendiri. Selain dilarang oleh agama juga ada hokum pidana baik yang
memberi maupun yang menerima.

DAFTAR PUSTAKA

https://muhammadapryadi.wordpress.com/tentang-ilmu-hukum/nilai-dan-prinsip-anti-
korupsi/

http://sarfaraazyusuf.blogspot.com/2016/03/prinsip-prinsip-anti-korupsi.html

10
11

Anda mungkin juga menyukai