Wa0000
Wa0000
Pembimbing :
Oleh :
Pembimbing :
dr. Krisbiyanto, Sp.P
Disusun Oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing
Dipresentasikan dihadapan
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. S
Usia : 70 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta/Buruh
Alamat : Duri Slahung
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal Masuk RS : 10 Agustus 2018
Tanggal Pemeriksaan : 14 Agustus 2018
No. Rekam Medis : 413367
II. Anamnesis
A. Keluan Utama
Sesak nafas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Harjono Ponorogo dengan keluhan sesak
napas, sejak 4 bulan yang lalu dan memburuk satu hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak dirasakan saat beraktivitas maupun saat beristirahat.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih sejak 4 bulan
yang lalu yang kadang disertai bercak darah, benjolan keras pada lehernya
yang terasa nyeri dan sudah ada sejak 10 tahun yang lalu, serta nyeri dada.
Pasien sudah pernah mengalami sesak 4 bulan yang lalu dan di rawat di RS.
Muhammadiyah selama 1 minggu dengan keluhan yang sama dan di
berikan pengobatan OAT yang sudah berjalan 3 bulan. Terdapat riwayat
merokok (+) sejak muda sebanyak 1 bungkus/hari. Penurunan berat badan
(+) sejak munculnya sesak dan batuk tersebut sampai saat ini. Pasien
mengeluhkan mual, suara serak, serta kesulitan saat menelan. Terdapat
bengkak pada lengan bawah kanan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Penyakit DM : disangkal
Riwayat Penyakit TBC : diakui
Riwayat Pengobatan OAT : diakui
Riwayat Batuk lama : diakui
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Penyakit asma : disangkal
Riwayat Opname : diakui
Riwayat Operasi : disangkal
D. Riwayat Pribadi
Riwayat Merokok : diakui
Minum-minuman Alkohol : disangkal
Minum Jamu : diakui
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis : keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis
2. Status Lokalis
a. Kepala : Normocephal, conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), Nafas cuping hidung (-)
b. Leher : Retraksi suprasternal (-), deviasi trakea (+) ke
kanan, massa (+) dengan ukuran ±7x4 cm terfiksir dengan
konsistensi padat, Pembesaran kelenjar getah bening (-),
Peningkatan JVP (-), pembesaran saraf (-)
c. Thorax :
Paru
Inspeksi : dada kanan-kiri simetris (+), ketinggalan
gerak (-), luka (-), sikatrik (-), retraksi intercostae (-),
inspirasi dan ekspirasi (ekspirasi memanjang)
Palpasi :
Ketinggalan gerak
Depan Belakang
- - - -
- - - -
- - - -
Fremitus raba
Depan Belakang
N N
N N N N
N N N N
Perkusi
Depan Belakang
Redup Sonor Redup Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi
Depan Belakang
N N
N N N N
N N N N
Fremitus Vokal
Depan Belakang
N N
N N N N
N N N N
2. Kimia klinik
Analisis Flag Hasil Satuan Nilai Rujukan
Glukosa sewaktu 133 mg/dL 30 - 180
Ureum 35.50 mg/dL 10 - 50
Creatinin 0.63 mg/dL 0.6 - 1.3
Asam Urat H 7.6 mg/dL 2.5 - 7.0
SGOT 27 U/L 1 - 37
SGPT 5 U/L 1 - 40
Gamma GT H 114 U/L 0 - 30
Alkali Fosfatase H 150 U/L 30 - 120
Protein Total 7.0 g/dL 6.2 - 8.5
Albumin L 3.4 g/dL 3.5 - 5.3
Globulin H 3.8 g/dL 1.5 - 3.0
Bilirubin Total 0.90 mg/dL 0.2 - 1.2
Bilirubin Direk H 0.78 mg/dL 0 - 0.5
3. EKG
HR : 89 bpm
Irama : normal sinus rithme
4. Rongent Thorax
a. Tanggal : 7 April 2018
Bacaan :
- Foto polos proyeksi PA
- Simetris kanan dan kiri
- Terdapat perselubungan pada lobus superior dextra
- Ukuran jantung dalam batas normal
- Sudut costophrenicus kanan dan kiri tajam
5. Mikrobiologi
Cek sputum BTA : MTB not detected
V. Daftar Masalah
A. Anamnesis
1. Sesak napas
2. Usia >35 tahun
3. Batuk berdahak dan berdarah
4. Nyeri dada
B. Pemeriksaan Fisik
1. Deviasi trakea ke kanan
2. Wheezing
3. Stridor
4. Penurunan nafsu makan
5. Penurunan berat badan
6. Penurunan kesadaran
7. Perokok aktif
8. Benjolan di leher kanan
9. Nyeri leher
10. Kesulitan menelan
11. Suara parau
12. Mual
13. Edema lengan bawah kanan
VI. Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Harjono Ponorogo dengan keluhan sesak
napas, sejak 4 bulan yang lalu dan memburuk kemarin sebelum masuk rumah sakit.
Sesak dirasakan saat beraktivitas maupun saat beristirahat. Pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih sejak 4 bulan yang lalu yang kadang
disertai bercak darah, benjolan keras pada lehernya yang terasa nyeri dan sudah ada
sejak 10 tahun yang lalu, serta nyeri dada. Pasien sudah pernah mengalami sesak 4
bulan yang lalu dan di rawat di RS. Muhammadiyah selama 1 minggu dengan
keluhan yang sama dan di berikan pengobatan OAT yang sudah berjalan 3 bulan,
lalu dokter memberhentikan OAT. Terdapat riwayat merokok (+) sejak muda
sebanyak 1 bungkus/ hari. Penurunan berat badan (+) sejak munculnya sesak dan
batuk tersebut sampai saat ini. Pasien mengeluhkan mual, suara serak serta
kesulitan saat menelan.
Dari hasil pemeriksaan vital sign, didapatkan Tekanan Darah 140/80 mmHg,
denyut nadi 106x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, suhu 36,70 C, saturasi oksigen
99%. Pada pemeriksaan fisik inspeksi, bentuk dada simetris, ketertinggalan gerak
(-), inspirasi dan ekspirasi memanjang, benjolan dileher kanan, terdapat vena cava
superior syndrome berupa venektasi pada dinding dada sebelah kanan. Terdapat
edema pada lengan bawah kanan. Palpasi didapatkan deviasi trakea kekanan,
ketertinggalan gerak (-) fremitus raba simetris, teraba benjolan keras dileher kanan,
pada perkusi didapatkan redup pada dada sebelah kanan. Pada auskultasi terdapat
suara tambahan wheezing (+) dan stridor (+).
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap, Hb 9,8 g/dL, leukosit
8.800/mm3. Hasil pembacaan foto thorax didapatkan perselubungan pada lobus
superior dextra berbatas tegas berbentuk segitiga apex ke hillus.
VII. ASSESMENT
- Atelektasis Paru (D)
- Ca Paru
- TB Paru
- PPOK
VIII. PENATALAKSANAAN
Pemeriksaa
Anamnesis Pemeriksaan
n Penunjang
Planning :
Diagnosis Banding :
1. Xray thorax PA Diagnosis
1. Atelektasis (D) 2. Darah Lengkap
2. Ca Paru Dextra 3. Sitologi Sputum Pasti ?
3. TB Paru 4. Sputum BTA
4. Ca Intrakranial 5. Bronkoskopi
5. Ca Nasofaring 6. CT Scan
6. Limfadenopati 7. FNAB
8. MRI
Follow Up
No Tanggal Subjective Objective Assesment Rencana Terapi
P : Deviasi
trachea dextra,
Fremitus
melemah,
ketertinggalan
gerak (-)
P : Redup di dada
kanan atas
A : vesikuler
lemah di dada
kanan, Stridor
(+), wheezing (+)
P : Deviasi
trachea dextra,
Plan diagnosis :
Fremitus
melemah, FNAB
ketertinggalan
gerak (-)
P : Redup di dada
kanan atas
A : vesikuler
lemah di dada
kanan, Stridor
(+), wheezing (+)
P : Deviasi
trachea dextra,
Plan diagnosis :
Fremitus
melemah, FNAB
ketertinggalan
gerak (-)
P : Redup di dada
kanan atas
A : vesikuler
lemah di dada
kanan, Stridor
(+), wheezing (+)
P : Deviasi
trachea dextra,
Fremitus Plan diagnosis :
melemah,
FNAB
ketertinggalan
gerak (-) Sitologi sputum
P : Redup di dada
kanan atas
A : vesikuler
lemah di dada
kanan , Stridor
(+), wheezing (+)
P : Redup di dada
kanan atas
A : vesikuler
lemah di dada
kanan, Stridor
(+), wheezing (+)
BAB III
PEMBAHASAN
A. KANKER PARU
1. Definisi
Kanker paru merupakan kanker yang onsetnya dimulai dari paru-paru
dimana terjadi pertumbuhan sel abnormal yang sangat cepat dan tidak
terkendali. Pertumbuhan sel yang tidak normal tersebut dipicu oleh kerusakan
DNA diantaranya adanya delesi pada bagian DNA, inaktivasi gen supresor
tumor, aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen, tidak terjadinya apoptosis dan
aktivitas dari enzim telomerase
2. Etiologi
Secara umum penyebab kanker paru belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa kepustakaan menyebutkan etiologi kanker paru sangat berhubungan
dengan frekuensi kebiasaan merokok. Asap rokok mengandung sekitar 60 jenis
karsinogen dapat menyebabkan terjadinya mutasi DNA.
Etiologi kanker paru dapat dibedakan dua jenis, yaitu : faktor resiko yang
dapat dimodifikasi anatra lain polusi udara, asap rokok lingkungan, makanan,
karsinogen
di lingkungan pekerjaan dan beberapa jenis penyakit paru juga sangat
berpengaruh terhadap dengan meningkatnya risiko berkembangnya kanker
paru. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetika,
jenis kelamin.
3. Gambaran klinis
Tanda dan gejala yang menunjukkan adanya kanker paru:
Batuk pada pasien kanker paru-paru sekitar 65%-75%
Hemoptisis pada pasien kanker paru-paru sekitar 6%-35%, dan sekitar 20-
30% pada pasien akan mengembangkan hemoptisis, dengan 3%
mengalami hemoptisis yang fatal
Sesak nafas pada pasien kanker paru-paru sekitar 65%. Penyebab sesak
napas pada kanker paru-paru termasuk paru-paru parenkim utama, efusi
pleura, pneumonia, dan komplikasi dari kemoterapi atau terapi radiasi,
seperti pneumonitis
Nyeri dinding dada pada pasien kanker paru-paru sekitar 50%. Nyeri dada
dapat terjadi karena penyebaran langsung dari tumor ke permukaan pleura
Suara serak pada pasien kanker paru-paru sekitar 18%
Kehilangan berat badan, nyeri tulang, sakit kepala, kelelahan, anoreksia
a. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap merupakan salah satu kunci utuk diagnosis
kanker paru yang tepat. Sasaran untuk deteksi dini terutama pada subyek
dengan risiko tinggi yaitu .
Laki-laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok .
Paparan industri tertentu
Selain itu dapat muncul salah satu atau lebih gejala berupa batuk darah,
batuk kronik, sesak nafas, nyeri dada dan berat badan menurun. Golongan
lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah
satu gejala diatas dan seseorang dengan gejala klinis berupa batuk berdarah,
batuk kronik dan sakit dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang
jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru
juga menjadi factor pertimbangan (PDPI, 2003).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan
berupa perubahan bentuk dinding dada dan trakea, pembesaran kelenjar
getah bening dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan
cairan pleura. Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan
teliti. Hasil yang didapatkan sangat bergantung pada kelainan saat
pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil yang terletak di perifer
dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan. Tumor dengan
ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat dari kompresi
bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil
yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk
penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor di luar paru.
Metastasis organ lain juga dapat dideteksi dengan perubahan hepar,
pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrkranial
dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang (Jusuf, 2005).
Pemeriksaan fisik pada thoraks harus dilakukan dengan teliti, sesuai
urutan dan tepat dalam setiap menilai penemuan. Pada inspeksi dapat
ditemukan kelianan abnormal seperti adanya benjolan pada dinding dada
ataupun perbedaan bentuk pada kedua bidang dada. Perbedaan pada
gerakan nafas dada kanan dan kiri juga penting untuk dinilai karena secara
noma an atau kiri saat bernafas dan terjadi tidak ada perbedaan gerakan
dada kan bersamaan . Saat dilakukan palpasi pada dinding dada sangat
penting dilakukan pada dada kanan dan kiri serta depan dan belakang.
Palpasi yang dilakukan secara tepat dapat mempertajam setiap temuan
abnormal pada inspeksi dan mungkin didapatkan abnormalitas yang belum
ditemukan saat inspeksi. Pada pemeriksaan perkusi secara normal adalah
suara sonor kecuali pada batas jantung dan juga tulang. Apabila ditemukan
suara selain sonor saat dilakukan perkusi, hal tersebut menunjukkan adanya
kelainan baik suara hipersonor ataupun suara redup selain bats jantung.
Auskultasi merupakan pendengaran suara pada dinding dada depan ataupun
belakang dengan menggunakan bantuan stetoskop. Suara paru normal tanpa
disertai suara tambahan baik mengi atau ronki. Apabila terdapat kelainan-
kelainan pada setiap pemeriksaan tersebut maka dicurigai terdapat masa
berupa benda padat, cair ataupun gas (Alsegaff, 2005).
c. Pemeriksaan Penunjang
Hasil dari pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan radiologis
adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dilakukan untuk
menentukan dan metastasis, serta menentukan stadium penyakit
berdasarkan sistem TNM (Tumor, Nodul, Metastasis). Pemeriksaan
radiologis paru yaitu foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan thoraks.
Selain pemeriksaan radiologi, perlu juga dilakukan pemeriksaan sitologi
sputum, salah satu pemeriksaan penunjang lokasi tumor primer biopsi,
endoskopi maupun tumor marker (PDPI, 2003).
Pasien pada kasus ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
foto thoraks. Hasil foto rontgen thoraks pasien menunjukkan adanya
perselubungan pada lobus atas paru kanan batas tegas berbentuk segitiga
apex ke hilus. Dan selanjutnya akan dijadwalkan untuk pemeriksaan FNAB
dan sitologi sputum.
B. ATELEKTASIS
1. Definisi
Atelektasis paru adalah ekspansi tak lengkap atau kolapsnya semua atau
sebagian paru. Keadaan ini sering disebabkan oleh obstruksi bronkus dan
kompresi pada jaringan paru
2. Etiopatogenesis
Terdapat tiga mekanisme yang dapat menyebabkan atau memberikan
kontribusi terjadinya atelektasis, diantaranya adalah: Obstruksi saluran
pernapasan, kompresi jaringan parenkim paru pada bagian ekstratoraks,
intratoraks, maupun proses pada dinding dada , penyerapan udara dalam alveoli,
dan gangguan fungsi dan defisiensi surfaktan. Ketiga penyebab ini dapat
menjelaskan dasar fisiologis penyebab atelektasis.1
1) Atelektasis Resorpsi
Apabila aliran masuk udara ke dalam alveolus dihambat, udara yang
sedang berada di dalam alveolus akhirnya berdifusi keluar dan alveolus
akan kolaps.2
C. TUBERKULOSIS PARU
1. Definisi
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi
kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang
efektif (Daniel, 1999).
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang diserang
kuman Mycobacterium tuberculosis terdiri dari tuberkulosis paru dan
tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Sedangkan tuberkulosis
ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru
misalnya, pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-
lain (Depkes RI, 2006).
2. Cara penularan
Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+). Pada
waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan
di udara pada suhu kamar selama beberapa jam dan dapat menginfeksi individu
lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Kuman tuberkulosis yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru ke bagian
tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes
RI, 2006).
3. Risiko penularan
Risiko penularan tiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection =
ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada
daerah dengan ARTI sebesar 1% mempunyai arti bahwa pada tiap tahunnya
diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang
terinfeksi tidak akan menderita tuberkulosis, hanya sekitar 10% dari yang
terinfeksi yang akan menjadi penderita tuberkulosis (Depkes RI, 2006).
4. Patogenesis tuberkulosis
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
tuberkulosis. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke
alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil
berkembang biak dengan cara membelah diri di paru yang mengakibatkan
radang dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman ke kelenjar limfe di
sekitar hilus paru, dan ini disebut kompleks primer. Waktu terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadi perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi
positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya respon
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman
tuberkulosis. Meskipun demikian, ada beberapa kuman menetap sebagai kuman
persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman. Akibatnya dalam beberapa bulan yang
bersangkutan akan menjadi pasien tuberkulosis. Masa inkubasi mulai dari
seseorang terinfeksi sampai menjadi sakit, membutuhkan waktu sekitar 6 bulan
(Depkes RI, 2006).
5. Diagnosis tuberkulosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologis.
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan radiologis
D. PPOK
1. Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease, 2009).
2. Faktor Risiko
Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang
menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor
risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor
lingkungan. Faktor pejamu meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas dan
pertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1
antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga
dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan
dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan
fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko
mendapatkan PPOK (Helmersen, 2002)
3. Diagnosis
Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan
pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat
penyakit.
a. Anamnesis
2) Gejala klinis
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan
respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap
sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan. Batuk kronik
adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan
pengobatan yang diberikan. Kadang-kadang pasien menyatakan hanya
berdahak terus menerus tanpa disertai batuk. Selain itu, sesak napas
merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada saat
melakukan aktivitas.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi tidak didapatkan bentuk dada tong (Barrel chest) namun
terdapat ekspirasi yang memanjang. Pada pasien juga terdapat mengi saat
sesak nafas.
c. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium terutama dilakukan untuk melihat keadaan
umum pasien dan kesiapannya untuk terapi yang akan dijalani (bedah, radiasi,
ataupun kemoterapi). Pemeriksaan yang perlu dilakukan, yaitu: darah lengkap,
hemostasis, LDH, fungsi hati dan ginjal, gula darah, serologi hepatitis B dan C,
dan elektrolit lengkap.
2. Epidemiologi
Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker
payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru. Berdasarkan GLOBOCAN 2012
87.000 kasus baru nasofaring muncul setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus
baru terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan). 51.000
kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000 pada perempuan)
KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria
dan wanita adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60
tahun. Angka kejadian tertinggi di dunia terdapat di propinsi Cina Tenggara
yakni sebesar 40 - 50 kasus kanker nasofaring diantara 100.000 penduduk.
Kanker nasofaring sangat jarang ditemukan di daerah Eropa dan Amerika Utara
dengan angka kejadian sekitar <1/100.000 penduduk.
3. Faktor Risiko
1. Jenis Kelamin Wanita
3. Umur 30 – 50 tahun
6. Riwayat keluarga.
7. Faktor Gen HLA (Human Leokcyte Antigen) dan Genetik
8. Merokok
9. Minum Alkohol
Pasien merupakan seorang laki-laki ras asia yang memiliki riwayat merokok
sejak muda. Walaupun demikian di keluarga pasien tidak ada yang memiliki
riwayat menderita kanker.
4. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada pasien ditemukan benjolan dileher sebelah kanan. Walaupun begitu tidak
ditemukan gejala lain seperti telinga terasa penuh, otalgia, hidung tersumbat,
dan diplopia
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan nasofaring
o Rinoskopi posterior
o Laringoskopi
3. Pemeriksaan Radiologik
a. CT Scan
b. USG abdomen
c. Foto Thoraks
H. LIMFADENOPATI
1. Definisi
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm. Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati
sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya
kelenjar getah
bening supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan
terabanya
kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan
abnormal.
Pada pasien terdapat massa didaerah coli dengan ukuran lebih besar dari 1 cm.
2. Diagnosis
Anamnesis
Umur penderita dan lamanya limfadenopati
Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan meningkat
seiring
bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada periode neonatal dan
sebagian besar anak sehat mempunyai kelenjar getah bening servikal, inguinal,
dan aksila yang teraba.
Pasien merupakan usia lanjut yang memiliki risiko keganasan yang tinggi.
Pajanan
Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab limfadenopati. Pajanan
binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat, kontak penderita infeksi dan
riwayat infeksi rekuren penting dalam evaluasi limfadenopati persisten.
Gejala yang menyertai
Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering menyertai
limfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom mononukleosis.
Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan lebih dari 10% dapat
merupakan gejala limfoma B symptom.
3. Pemeriksaan Fisik
• Karakter dan ukuran kelenjar getah
bening
Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan kemungkinan
penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma Hodgkin tipe
sklerosa nodular mempunyai karakteristik terfiksasi dan terlokalisasi dengan
konsistensi kenyal. Limfadenopati karena virus mempunyai karakteristik
bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas tegas. Limfadenopati
dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya disebabkan oleh inflamasi karena
infeksi.
G. Diagnosis Banding
No Gejala Atelekta Ca Ca TB PPOK Pasien
Klinis sis Paru Intrakranial Paru
1 Laki-laki + + + + + +
2 Usia > 35 + + + + + +
tahun
3 Merokok - + + - + +
4 Batuk + + - + - +
Berdahak
5 Batuk - + - - - +
berdarah
6 Sesak napas + + - + + +
7 Mengi - - - - + +
8 Ekspirasi - - - - + +
memanjang
7 Nyeri Dada - + - - - +
8 Suara parau - + - - - +
9 Penurunan - + + - - +
nafsu makan
10 Penurunan - + + + - +
berat badan
11 Mual - + + - - +
12 Nyeri leher - - - - - +
13 Nyeri telan - - - - - +
14 Kejang - - - - - +
15 Massa di - - - + - +
leher
16 Vena cava - + - - - +
superior
syndrome
17 Deviasi - + - + - +
trakea
18 Wheezing + - - - + +
19 Stridor + - - - - +
20 Radio - - - - - +
luscent
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien adalah seorang laki-laki usia 70 tahun dating ke RSUD Dr. Harjono
Ponorogo dengan keluhan sesak napas, sejak 4 bulan yang lalu dan memburuk 1
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan saat beraktivitas
maupun saat beristirahat. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih
sejak 4 bulan yang lalu yang kadang disertai bercak darah, benjolan keras pada
lehernya yang terasa nyeri dan sudah ada sejak 10 tahun yang lalu, serta nyeri dada.
Pasien sudah pernah mengalami sesak 4 bulan yang lalu dan di rawat di RS.
Muhammadiyah selama 1 minggu dengan keluhan yang sama dan di berikan
pengobatan OAT yang sudah berjalan 3 bulan. Terdapat riwayat merokok (+) sejak
muda sebanyak 1 bungkus/ hari. Penurunan berat badan (+) sejak munculnya sesak
dan batuk tersebut sampai saat ini. Pasien mengeluhkan mual, suara serak serta
kesulitan saat. Terdapat edema pada lengan bawah kanan.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kelainan yang berupa:
1. Inspeksi : terdapat vena cava sup syndrome, pada leher kanan terdapat massa
2. Palpasi : Deviasi trachea dextra, Fremitus melemah pada dada kanan atas
3. Perkusi : Redup pada dada kanan atas
4. Auskultasi : vesikuler lemah di dada kanan, Stridor (+), wheezing (+)
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap, Hb 9,8 g/dL,
leukosit 8.800/mm3. Hasil dari kimia klinik Asam Urat 7.6 mg/dL, Gamma GT 114
U/L, Alkali Fosfatase 150 U/L. Hasil pembacaan foto thorax didapatkan
perselubungan pada lobus superior dextra berbatas tegas berbentuk segitiga apex ke
hillus.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang tersebut
diatas dapat disimpulkan bahwa pasien menderita atelectasis pada apex pulmo
dextra et causa Ca paru dengan PPOK stabil.
Pemeriksaan
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Penunjang
Planning :
Diagnosis Banding : 1. Xray thorax PA : Atelektasis Atelektasis ec
2. Darah Lengkap: Leukosit Ca Paru
1. Atelektasis (D) normal dengan
2. Ca Paru Dextra 3. Sputum BTA : negative PPOK stabil
3. TB Paru 4. Sitologi Sputum: -
4. Ca Intrakranial 5. Bronkoskopi: -
5. Ca Nasofaring 6. CT Scan : -
6. Limfadenopati 7. FNAB: -
8. MRI : -
DAFTAR PUSTAKA