Anda di halaman 1dari 44

CASE REPORT

SEORANG PENDERITA DENGAN EFUSI PLEURA

Disusun oleh :

Nabila Maharani A.P (J510185020)


Rosy Rahma Sari (J510185082)
Lea Rahmadinia (J510185096)
Yusuf Rizal (J510185105)

HALAMAN JUDUL
Pembimbing :
dr. H. Krisbiyanto, Sp. P

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


RSUD DR. HARJONO KABUPATEN PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
CASE REPORT

SEORANG PENDERITA DENGAN EFUSI PLEURA

LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :

Nabila Maharani A.P (J510185020)


Rosy Rahma Sari (J510185082)
Lea Rahmadinia (J510185096)
Yusuf Rizal (J510185105)

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing
dr. H. Krisbiyanto, Sp.P (…………………….)

Dipresentasikan dihadapan
dr. H. Krisbiyanto, Sp.P (…………………….)

Disahkan Ketua Program Profesi


dr. Flora Ramona S. P., Sp. KK, M.Kes (…………………….)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


RSUD DR. HARJONO KABUPATEN PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.STATUS PASIEN ......................................................................................................... 1
BAB II. ANALISIS KASUS .................................................................................................. 19
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 20
BAB IV. KESIMPULAN ....................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 41

iii
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
1. Nama : Tn. P
2. Usia : 53 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Alamat : Sambirejo, Puhpelem, Wonogiri
5. Suku : Jawa
6. Agama : Islam
7. Status Perkawinan : Menikah
8. Pekerjaan : Petani
9. Pendidikan Terakhir : SD
10. No. RM : 411 xxx
11. Tanggal MRS : 16 Juli 2018
12. Tanggal Pemeriksaan : 30 Juli 2018
13. Ruang : L (Putra) nomor 4

II. ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dan
alloanamnesis yang dilakukan pada tanggal 1 Agustus 2018.
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk ke Bangsal Asoka RSUD dr. Harjono S. Ponorogo pada
tanggal 16 Juli 2018 dengan keluhan sesak nafas sejak sebulan terakhir.
Sesak nafas dirasakan semakin memberat jika tidur miring ke kanan.
Sesak yang dirasakan pasien semakin ringan saat istirahat dalam posisi

1
tidur. Selain itu pasien didapatkan batuk dengan dahak berwarna putih.
Pasien mengaku tidak mengalami keringat malam, demam sumer-sumer
(-), penurunan berat badan (-). Pasien mengaku sudah 2 minggu di rumah
sakit dan pernah mendapatkan pemasangan selang. Setelah dipasang
selang, sesak yang dirasakan pasien berkurang namun sesaknya bertambah
lagi sekitar 6 hari yang lalu. Pasien mengaku tidak mengalami penurunan
nafsu makan, tidak mual, tidak muntah, dan tidak merasa sebah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat tuberkulosis : disangkal
b. Riwayat pengobatan OAT : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat DM : disangkal
f. Riwayat sakit serupa : disangkal
g. Riwayat sakit jantung : disangkal
h. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
i. Riwayat opname : disangkal
j. Riwayat operasi : disangkal
4. Riwayat Pribadi
a. Riwayat tuberkulosis : disangkal
b. Riwayat pengobatan OAT : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat DM : disangkal
f. Riwayat sakit serupa : disangkal
g. Riwayat sakit jantung : disangkal
h. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
i. Riwayat opname : disangkal
j. Riwayat operasi : disangkal

2
5. Riwayat Kebiasaan
a. Merokok : diakui, sejak SD dan berhenti
sejak 1 tahun yang lalu
b. Minum-minuman beralkohol : disangkal
c. Minum jamu : disangkal
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Tempat tinggal pasien dihuni oleh tiga orang dengan dua kamar tidur.
Ventilasi di dalam rumah cukup. Tidak terdapat tetangga, teman ataupun
keluarga yang menderita sakit serupa. Tetapi lingkungan sekitar memiliki
kebiasaan merokok.
III. STATUS INTERNA
1. Keadaan Umum
Pasien tampak pucat dan kesakitan, pasien tampak kurus.
2. Vital Signs
a. TD : 100/65 mmHg
b. Nadi : 63 x/menit
c. Respiration Rate : 20 x/menit
d. Suhu : 36,7 C
e. SpO2 : 98%
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-), nafas cuping
hidung (-)
b. Leher
Leher simetris, retraksi suptrasternal (-), deviasi trakea (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-/-), peningkatan JVP (-)

3
c. Thorax
1) Pulmo
a) Inspeksi
Retraksi interkostalis pada (-), pergerakan dada kanan
tertinggal, tidak nampak adanya benjolan, inspirasi sama
dengan ekspirasi
b) Palpasi
Deviasi trakea (-)
Ketertinggalan gerak nafas
Depan Belakang
Kanan Kiri Kanan Kiri
+ - + -
+ - + -
+ - + -

Fremitus raba
Depan Belakang
Kanan Kiri Kanan Kiri
 N  N
 N  N
 N  N

c) Perkusi
Depan Belakang
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Redup Sonor Redup Sonor

4
d) Auskultasi
Suara dasar vesikuler
Depan Belakang
Kanan Kiri Kanan Kiri
 N  N
 N  N
 N  N

Fremitus vokalis
Depan Belakang
Kanan Kiri Kanan Kiri
 N  N
 N  N
 N  N
Suara Tambahan Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)

2) Jantung
a) Inspeksi
Dinding dada tidak cembung/cekung, iktus cordis tidak
tampak.
b) Palpasi
Iktus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat, di SIC V mid
clavivularis sinistra.
c) Perkusi
Batas kiri jantung Batas kanan jantung
Atas Bawah Atas Bawah
SIC II lateral
SIC V linea SIC II linea SIC IV linea
linea
mid clavicularis parasternalis parasternalis
parasternalis
sinistra dextra dextra
sinistra

d) Auskultasi
Bunyi jantung I-II regular, suara bising jantung (-)

5
d. Abdomen
1) Inspeksi
Dinding abdomen simetris, distended (-), tidak terdapat benjolan.
2) Auskultasi
Peristaltik (+)
3) Perkusi
Timpani diseluruh lapang abdomen.
4) Palpasi
Supel, defansmuskuler (-), nyeri tekan (-), lien tidak teraba, hepar
tidak teraba, ginjal tidak teraba, nyeri ketok kostovertebral (-),
tidak teraba adanya masa.
e. Ekstremitas
Clubbing finger (-), palmar eritema (-), edema ekstremitas superior
dan inferior (-), pitting oedem (-), akral hangat (+/+).
f. Fungsi vegetasi
1) Miksi
Dalam batas normal
2) Defekasi
Dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium Darah Lengkap
Keterangan Hasil Nilai Normal Interpretasi
16-07-2018
Darah Lengkap
Hemoglobin 10.3 14.0-18.0 L
Eritrosit 3.65 4.40-5.90 L
Hematokrit 32.2 40.0-48.0 L
Lekosit 7100 4000-10000 N
Trombosit 258000 150000-450000 N
Index Eritrosit
MCV 88.1 75.0-100.0 N
MCH 28.2 26.0-34.0 N

6
MCHC 32.0 32.0-36.0 N
RDW-CV 14.3 11.0-16.0 N
RDW-SD 47.5 35.0-56.0 N
MPV 8.0 8.0-11.0 N
PDW 16.0 0.1-99.9 N
PCT 2.1 1.08-2.82 N
P-LCC 52 30-90 N
P-LCR 20.1 11.0-45.0 N
Hitung Jenis (diff)
Lymph# 0.7 0.8-4.0 L
Mid# 0.5 0.1-1.5 N
Gran# 5.9 2.0-7.0 N
Lymph% 9.9 25.0-40.0 L
Mid% 7.1 2.0-8.0 N
Grand% 83.0 50.0-70.0 H
IMUNOLOGI
HbsAg Kualitatif Negative Negative N
Anti-HIV: ONCOPROBE NON REAKTIF NON REAKTIF N
Anti-HIV INTEC ONE TIDAK NON REAKTIF N
STEP 1&2 DIKERJAKAN
Anti-HIV: RIGHT SIGN TIDAK NON REAKTIF N
1.2.0 DIKERJAKAN
KIMIA KLINIK
Ureum 17.90 10-50 N
Creatinin 0.56 0.6-1.3 L
Asam urat 4.1 2.5-7.0 N
SGOT 26 1-37 N
SGPT 7 1-40 N
Alkali Fosfate 98 30-120 N
Protein total 5.0 6.2-8.5 L
Albumin 2.0 3.5-5.3 L
Globulin 2.4 1.5-3.0 N
Bilirubin total 0.30 0.2-1.2 N
Bilirubin direk 0.18 0-0.5 N

17-7-2018
KOAGULASI
PPT 8.8 Kontrol :10.8 L
Nilai normal: 9.9-
11.6
APTT 26.7 Kontrol :27.3 N
Nilai normal: 25.0-
31.3
INR 0.83 0.9-1.15 N

23-7-2018
Darah Lengkap
Hemoglobin 9.7 14.0-18.0 L

7
Eritrosit 3.55 4.40-5.90 L
Hematokrit 31.2 40.0-48.0 L
Lekosit 5300 4000-10000 N
Trombosit 341000 150000-450000 N
Index Eritrosit
MCV 87.8 75.0-100.0 N
MCH 27.3 26.0-34.0 N
MCHC 31.1 32.0-36.0 L
RDW-CV 14.1 11.0-16.0 N
RDW-SD 47.7 35.0-56.0 N
MPV 7.0 8.0-11.0 L
PDW 15.0 0.1-99.9 N
PCT 2.4 1.08-2.82 N
P-LCC 40 30-90 N
P-LCR 11.9 11.0-45.0 N
Hitung Jenis (diff)
Lymph# 0.6 0.8-4.0 L
Mid# 0.3 0.1-1.5 N
Gran# 4.4 2.0-7.0 N
Lymph% 11.5 25.0-40.0 L
Mid% 5.0 2.0-8.0 N
Grand% 83.5 50.0-70.0 H

24-7-2018
Darah Lengkap
Hemoglobin 11.0 14.0-18.0 L
Eritrosit 4.00 4.40-5.90 L
Hematokrit 34.5 40.0-48.0 L
Lekosit 6500 4000-10000 N
Trombosit 330000 150000-450000 N
Index Eritrosit
MCV 86.3 75.0-100.0 N
MCH 27.5 26.0-34.0 N
MCHC 31.9 32.0-36.0 L
RDW-CV 14.2 11.0-16.0 N
RDW-SD 47.4 35.0-56.0 N
MPV 7.1 8.0-11.0 L
PDW 14.9 0.1-99.9 N
PCT 2.3 1.08-2.82 N
P-LCC 43 30-90 N
P-LCR 11.3 11.0-45.0 N
Hitung Jenis (diff)
Lymph# 0.3 0.8-4.0 L
Mid# 0.2 0.1-1.5 N
Gran# 6.0 2.0-7.0 N
Lymph% 5.0 25.0-40.0 L

8
2. Rontgent thorax
a. 14-7-2018

Bacaan Rontgent : Proyeksi AP, simetris, terdapat gambaran


radioopaque di seluruh lapang paru dextra, sudut costophrenicus dextra
sulit dievaluasi, sudut costophrenicus sinistra tajam, batas jantung
kanan tidak dapat dievaluasi.

9
b. 17-7-2018

Bacaan Rontgent : Proyeksi AP, simetris, terdapat gambaran


perselubungan 2/3 di lapang paru dextra, sudut costophrenicus dextra
sulit dievaluasi, sudut costophrenicus sinistra tajam, batas jantung
kanan tidak dapat dievaluasi.

10
c. 27-7-2018

Bacaan Rontgent : Proyeksi AP, simetris, terdapat gambaran


perselubungan 2/3 di lapang paru dextra, sudut costophrenicus dextra
sulit dievaluasi, sudut costophrenicus sinistra tajam, batas jantung
kanan tidak dapat dievaluasi.

11
3. Sputum BTA
MTB Not Detected

4. Sitologi cairan Pleura


Makroskopik : Cairan sebanyak 10 cc, warna merah, tak tampak jendalan.
(Hapusan Diff Quick dan PAP).
Mikroskopik : Hapusan menunjukkan massa amorf disertai sebaran diffuse
eritrosit, tambah sebaran ringan limfosit, histosit, dan makrofag, tak
tampak sel ganas.
Sitomorfologi : Non Malignancy Effussion (Proses inflamasi disertai
perdarahan)
Catatan : Sedang dilakukan pemeriksaan sel blok dan hasil menyusul
Saran : -

5. EKG
Normal

12
V. DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis
a. Pasien Laki – laki
b. Usia 53 tahun
c. Sesak nafas
d. Riwayat merokok aktif dan pasif
e. Batuk
f. Dahak warna putih
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : Gerak dada tertinggal sebelah kanan
b. Palpasi : Gerak dada tertinggal sebelah kanan, Fremitus taktil menurun
sebelah kanan
c. Perkusi : redup sebelah kanan bawah
d. Auskultasi : Vesikuler menurun sebelah kanan, Fremitus vokal
menurun di kanan bawah

VI. ASSESMENT/ DIAGNOSIS


1. Efusi pleura dextra
2. Susp. TB
3. Susp. Ca Paru
4. Hipoalbuminemia

13
VII. POMR
Assessment Planning Diagnose Planning Therapy Planning Monitoring
Efusi Pleura - Darah lengkap - Infus PZ - Gejala Klinis
Dextra - Foto thoraks PA - Dexamethason 3x1 - Foto Thoraks
dan Lateral kanan amp - Darah lengkap
- Ceftriaxone 2x1 vial
- Drip Aminophiyllin
3x1 amp
- Pungsi pleura
Susp. TB - Darah lengkap - OAT - Gejala Klinis
Paru - Foto Thoraks PA - Sputum BTA
- Sputum BTA - Foto Thoraks
Susp. Ca - Darah lengkap - Aminophylline - Gejala klinis
Paru - Foto thoraks PA - MST - Darah lengkap
- Sitologi sputum - Infus PZ - Foto thoraks
- Sitologi Cairan
Pleura
- CT-Scan
Hipoalbumi - Darah lengkap - Infus Albumin - Gejala klinis
nemia - Pemeriksaan - Konsul interna - Pemeriksaan Albumin
albumin

14
VIII. FOLLOW UP
Tanggal Subyektif Obyektif Assesment Planning
30-7-18 Sesak nafas (+) TD : 100/65 mmHg Efusi pleura - O2 3L/menit
Nyeri pada HR : 63x/menit dextra - Infus PZ 2x1
dada kanan RR : 20x/menit - Ceftriaxone 2x1
pada saat T : 36,7C vial
berpindah SpO2 : 98% - Drip
posisi karena Aminophiylin 3x1
pemasangan Inspeksi amp
WSD. Pergerakan dada - Dexamethason
kanan tertinggal 3x1 amp
Palpasi - Ranitidine 2x1
Fremitus dada amp
kanan melemah
Perkusi
Sonor diseluruh
lapang paru,
kecuali redup pada
bagian kanan
bawah.

Auskultasi
Vesikuler kiri
melemah.
Wheezing (-)
Rhonki (-)

Produksi cairan
pleura 200 ml.

31-7-18 Sesak nafas (+) TD : 100/60 mmHg Efusi pleura - O2 3L/menit


Nyeri pada HR : 61x/menit dextra - Infus PZ 2x1
dada kanan RR : 20x/menit - Ceftriaxone 2x1
pada saat T : 36,5C vial
berpindah SpO2 : 98% - Drip
posisi karena Aminophiylin 3x1
pemasangan Inspeksi amp
WSD. Pergerakan dada - Dexamethason
kanan tertinggal 3x1 amp
Palpasi - Ranitidine 2x1
Fremitus thoraks amp
normal
Perkusi
Sonor diseluruh
lapang paru
Auskultasi
Vesikuler kiri
melemah.
Wheezing (-)
Rhonki (-)

15
Produksi cairan
pleura 200 ml.

1-8-18 Sesak nafas (+) TD : 100/60 mmHg Efusi pleura - O2 3L/menit


Nyeri pada HR : 61x/menit dextra - Infus PZ 2x1
dada kanan RR : 20x/menit - Ceftriaxone 2x1
pada saat T : 36,5C vial
berpindah SpO2 : 98% - Drip
posisi karena Aminophiylin 3x1
pemasangan Inspeksi amp
WSD. Pergerakan dada - Dexamethason
kanan tertinggal 3x1 amp
Palpasi - Ranitidine 2x1
Fremitus thoraks amp
normal
Perkusi - Rencana
Sonor diseluruh Pleurodesis
lapang paru
Auskultasi
Vesikuler kiri
melemah.
Wheezing (-)
Rhonki (-)

Produksi cairan
pleura 125 ml.

2-8-18 Sesak nafas (-) TD : 100/61 mmHg Efusi pleura - O2 3L/menit


Nyeri HR : 56x/menit dextra - Infus PZ 2x1
berkurang RR : 20x/menit - Ceftriaxone 2x1
sedikit (+) T : 36,5C vial
SpO2 : 98% - Drip
Aminophiylin 3x1
Inspeksi amp
Pergerakan dada - Dexamethason
kanan tertinggal 3x1 amp
Palpasi - Ranitidine 2x1
Fremitus thoraks amp
normal
Perkusi - Pleurodesis D5 6fl
Sonor diseluruh
lapang paru
Auskultasi
Vesikuler kiri
melemah.
Wheezing (-)
Rhonki (-)

Produksi cairan
pleura 100 ml.

16
3-8-18 Sesak nafas (-) TD : 106/65mmHg Efusi pleura - O2 3L/menit
Keluhan lain HR : 58x/menit dextra - Infus PZ 2x1
sudah membaik RR : 18x/menit - Ceftriaxone 2x1
T : 36,7C vial
SpO2 : 98% - Drip
Aminophiylin 3x1
Inspeksi amp
Pergerakan dada - Dexamethason
kanan tidak 3x1 amp
tertinggal - Ranitidine 2x1
Palpasi amp
Fremitus thoraks
normal
Perkusi
Sonor diseluruh
lapang paru
Auskultasi
Vesikuler simetris
Wheezing (-)
Rhonki (-)

Produksi cairan
pleura 150 ml.

4-8-18 Tidak ada TD : 104/62mmHg Efusi pleura - O2 3L/menit


keluhan HR : 59x/menit dextra - Infus PZ 2x1
RR : 18x/menit - Ceftriaxone 2x1
T : 36,5C vial
SpO2 : 98% - Dexamethason
3x1 amp
Inspeksi - Ranitidine
Dalam batas 2x1 amp
normal
Palpasi
Dalam batas
normal
Perkusi
Dalam batas
normal
Auskultasi
Dalam batas
normal

Produksi cairan
pleura 0 m

Lepas WSD

5-8-18 Tidak ada TD : 110/62mmHg Post efusi - O2 3L/menit


keluhan HR : 66x/menit pleura dextra - Infus PZ 2x1
RR : 18x/menit - Ceftriaxone 2x1

17
T : 36,8C vial
SpO2 : 98% - Dexamethason
3x1 amp
Inspeksi - Ranitidine
Dalam batas 2x1 amp
normal
Palpasi
Dalam batas
normal
Perkusi
Dalam batas
normal
Auskultasi
Dalam batas
normal

6-8-18 Tidak ada TD : 110/62mmHg Post efusi - O2 3L/menit


keluhan HR : 60x/menit pleura dextra - Infus PZ
RR : 16x/menit - Ceftriaxone 2x1
T : 36,5C vial
SpO2 : 98% - Dexamethason
3x1 amp
Inspeksi - Ranitidine
Dalam batas 2x1 amp
normal
Palpasi KRS
Dalam batas
normal
Perkusi
Dalam batas
normal
Auskultasi
Dalam batas
normal

18
BAB II
ANALISIS KASUS

ANALISIS AWAL

PEMERIKSAAN
ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK
PENJUNJANG

Vital Signs a. Darah Lengkap


a. Pasien Laki – Laki a. TD : 100/65 mmHg b. Foto Rontgen
b. Usia 53 tahun b. Nadi: 63 x/menit Thoraks
c. Sesak nafas c. RR: 20 x/menit
d. Riwayat merokok d. Suhu : 36,7°C
aktif dan pasif e. SpO2: 98%
e. Batuk
f. Dahak warna putih Pemeriksaan Fisik Thoraks
g. Penurunan nafsu a. Inspeksi
makan Gerak dada tertinggal sebelah
kanan.
b. Palpasi
Gerak Nafas tertinggal sebelah
kanan, Fremitus taktil menurun
sebelah kanan.
c. Perkusi
Redup sebelah kanan bawah
d. Auskultasi
Vesikuler menurun sebelah kanan,
Fremitus vokal menurun di kanan
bawah

DIAGNOSIS BANDING PLANNING DIAGNOSIS

a. Efusi Pleura Dextra a. Protein Albumin


b. Ca Paru b. Foto Rontgen Lateral kanan DIAGNOSA
c. TB Paru c. Sputum BTA PASTI
d. Hipoalbuminemia d. Sitologi cairan Pleura ???
e. CT Scan Thoraks

19
BAB III
PEMBAHASAN

EFUSI PLEURA

Efusi pleura merupakan masalah kesehatan publik yang signifikan. Efusi


pleura merupakan penumpukan cairan di rongga pleura yang dapat berupa cairan
transudat (filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi
jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural
terganggu ataupun berupa eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau
kavitas) yang biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor yang
mengenai permukaan pleural.1
Efusi pleura dapat diakibatkan oleh proses infeksi (tuberkulosis, pneumonia,
abses paru) maunpun non infeksi (gangguan pada organ seperti jantung, ginjal,
saluran limfe, keganasan, maupun trauma). Pasien dengan efusi pleura umumnya
memiliki simptom seperti dispneu (sesak napas) dan penurunan fungsi paru.
Diperkirakan terdapat diagnosis efusi pleura lebih dari satu juta orang per tahun
terjadi di Amerika Serikat. Penangan pasien efusi pleura memiliki tujuan yang
difokuskan untuk mengatasi simptom (dispneu), memperbaiki fungsi paru,
meminimalisasi angka masuk rumah sakit, dan mengefektifkan penanganan yang
diberikan. Beberapa prosedur perlu dilakukan untuk menegakan diagnosis serta untuk
mencari penyakit dasar yang menyebabkan efusi pleura. Management medis tidak
hanya untuk mengurangi cairan efusi namun penting untuk menterapi penyebab dasar
efusi agar terapi dapat efektif.1

I. DEFINISI
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Rongga
pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru

20
dan rongga dada, diantara permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan
normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml
yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan
fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada
waktu pernafasan. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi
merupakan tanda suatu penyakit.1,2

II. EPIDEMIOLOGI
Banyak penyakit yang dapat menyebabkan efusi pleura baik pada anak
maupun orang dewasa. Beberapa penyakit tersebut antara lain pneumonia,
kanker payudara dan gagal jantung. Sehingga umumnya efusi pleura
merupakan efek sekunder dari penyakit lainnya. Diperkirakan sebanyak satu
juta orang menderita efusi pleura setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Penyebab tersering efusi pleura adalah kanker. Diperkirakan efusi pleura
maligna telah mengenai 150.000 orang per tahun di Amerika Serikat.1

21
III. ETIOLOGI
Terjadinya efusi pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu:1,2
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:
tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik. Adanya infeksi (di
paru) menimbulkan peradangan yang dapat meningkatkan permeabilitas
kapiler dan terjadi peningkatan jumlah cairan di cavum pleura dan dapat
disertai berbagai produk hasil inflamasi dan juga sel-sel radang.1
Tuberkulosis adalah penyakit bakteri yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis (terkadang oleh Mycobacterium bovis dan
Mycobacterium africanum). Infeksi terjadi apabila seseorang terpapar
oleh tubercle bacilli. Droplet nuklei selanjutnya akan terhirup dan
menginfeksi paru. Gejala yang paling penting dalam penegakan diagnosis
TB adalah batuk lebih dari 2-3 minggu, adanya dahak, dan penurunan
berat badan. Gejala lain yang bisa muncul pada penderita TB adalah
adanya nyeri dada, batuk darah, sesak nafas, demam, keringat malam,
mudah lelah, nafsu makan menurun, dan terjadinya amenorrhea pada
wanita. Pemeriksaan tambahan yang digunakan untuk menegakkan
diagnostik adalah pemeriksaan dahak (BTA I,II,III) dan pemeriksaan
rontgen thoraks. Gold standart adalah ditemukan kuman TB pada kultur.
Pada pasien ini dari anamnesis diperoleh Pasien mengalami sesak
nafas sejak sebulan yang lalu, batuk disertai dahak warna putih , demam,
keringat malam, mudah lelah, dan nafsu makan menurun. Gejala tersebut
merupakan gejala umum yang terjadi pada pasien penderita TB.
Pemeriksaan fisik didapatkan penurunan fremitus kanan, penurunan
vesikuler kanan, perkusiredup dari ICS 2 sampai ke arcus costa pada
thoraks bagian kanan. Pada hasil rontgen thoraks A/P didapatkan kesan
efusi pleura massif.

22
2. Non infeksi
Penyebab non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara
lain: gangguan sirkulasi (gagal jantung), perikarditis konstruktifa, sirosis
hati, gagal ginjal.1
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi
pleura antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1) Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab
terbanyak timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya dalah
perikarditis konstriktiva dan sindrom vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena
sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas
reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga
akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura
dan paru-paru meningkat.1,2
2) Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli
pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa
infark. Emboli menyebabkan turunnya aliran darah arteri
pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim
paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah
(warna merah). Di samping itu permeabilitas antara satu atau
kedua bagian pleura akan meningkat, sehingga cairan efusi mudah
terbentuk. Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak
banyak, dan biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi
emboli pulmonal lainnya. Pada efusi pleura dengan infark paru

23
jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuhan juga
lebih lama. 1,2
3) Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia
seperti sindrom nefrotik, malnurtrisi atau keadaan lain dengan
asites serta anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekanan
osmotic protein cairan pleura dibandingkan dengan tekana osmotic
darah. 1,2
Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan yang ditandai ddengan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan edema.
Pada sindrom nefrotik ini ginjal mengalami kerusakan sehingga
protein yang seharusnya tidak diekskresikan dapat keluar sehingga
terjadi proteinuria. Protein yang diekskresikan termasuk albumin
pada jumlah yang cukup besar, sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Kwashiorkor adalah keadaan malnutrisi yang disebabkan karena
defisiensi protein. Manifestasi klinis kwashiorkor seperti asites,
edema pulmo, penurunan massa otot, anemia, hepatomegali dan
kurus. Defisiensi protein yang terjadi adalah protein total, termasuk
albumin dan globulin yang kadarnya mencapai <1g/dl. Seperti
diketahui bahwa albumin berfungsi sebagai pengatur tekanan
osmotik dalam darah. Hal ini menyebabkan kegagalan
mempertahankan cairan dan mempercepat terjadinya perpindahan
cairan, salah satunya terjadi efusi pleura. Efusi yang terjadi
kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudate. 1,2
Dari pemerikasaan laboratorium protein darah, kadar
albumin pasien 2,8 dapat dikatakan bahwa pasien mengalami
hipoalbuminemia. Hal ini kurang spesifik untuk mengindikasikan
bahwa terjadinya hipoalbumin dikarenakan sindrom nefrotik atau
suatu malnuirisi karena tidak disertai dengan gejala lain.

24
Misalnya, proteinuria, penurunan kadar ureum dan kreatinin pada
sindrom nefrotik. Pada pasien kadar creatinin normal, dan kadar
ureum mengalami penurunan tetapi tidak signifikan yaitu 0,56 dari
nilai normal 0.6-1.3 mg/dl. Pada keadaan malnutrisi terutama
kwashiorkor didapatkan kadar albumin yang sangat rendah
<1g/dl dan disertai tanda klinis ascites,anemia, atropi otot, dan
hepatomegali.
Pada pasien juga mengalami pernurunan nafsu makan, hal
inilah yang dicurigai sebagai sebab dari turunannya kadar
albumin karena intake dari luar yang mengalami penurunan. Efusi
pleura karena hipoalbumin dapat disangkal juga karena pada
psien efusi pleura hanya terjadi pada pleura paru kanan saja serta
cairan yang diproduksi jenis eksudat.
b. Efusi pleura karena neoplasma
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat
menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Terdapat
beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yaitu :
1) Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas
pleura terhadap air dan protein
2) Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran
pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura
gagal memindahkan cairan dan protein
3) Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan
selanjutnya timbul hipoproteinemia. 1,2
Pada pemeriksaan sitologi cairan pleura yang dilakukan
terhadap pasien, ditemukan hasil “Non Malignancy Effussion (Proses
inflamasi disertai perdarahan)”. Namun efusi pleura pada pasien
terjadi berulang, dan hal ini mengindikasikan adanya neoplasma.
Hasil non malignancy ini dapat terjadi jika ada sel neoplasma dalam

25
jaringan paru yang belum terinfliltrasi ke dalam cairan pleura
sehingga hasil sitologi cairan pleura menunjukkan non malignancy.
Sesuai staging tumor hal ini sesuai dengan Stage To yaitu tidak
terbukti adanya tumor primer.
c. Efusi pleura karena sebab lain
1) Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka,
tangan dan efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru.
Pada beberapa pasien terdapat juga kuku jari yang berwarna
kekuning-kuningan. 1,2
2)
Reaksi hipersensitif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol
kadang-kadang memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru
dan pleura berupa radang dan dan kemudian juga akan
menimbulkan efusi pleura. 1,2
3)
Efusi pleura idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur
diagnostic secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis
cairan, biopsy pleura), kadang-kadang masih belum bisa
didapatkan diagnostic yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan
dalam efusi pleura idiopatik. 1,2
4)
Sirosis Hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan
efusi pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat
kesamaan antara cairan asites dengan cairan pleura, karena
terdapat hubungnan fungsional antara rongga pleura dan rongga
abdomen melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot
diafragma. 1,2
5)
Dialisis Peritoneal

26
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya
dialysis peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun
bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke
rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti
dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisat. 1,2

IV. PATOFISIOLOGI
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan
di rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi
oleh pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis.
Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi
di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan
cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang
yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoproteinemia dapat
menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah.
1,2
Keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:
1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O
2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal
yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(peradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke
jantung (kegagalan jantung kiri), tekanan negatif intrapleura (atelektasis).
Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang normal

27
ini. Pertama, jaringan elastis paru yang cenderung menarik paru-paru
menjauh dari rangka thoraks. Tetapi, permukaan pleura viseralis dan
pleura parietalis yang saling menempel itu tidak dapat dipisahkan,
sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang cenderung memisahkannya.
Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif dari ruang pleura.1,3
Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intra
pleura adalah kekuatan osmotic yang terdapat di seluruh membran pleura.
Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura
parietalis ke ruang pleura dan kemudian di serap kembali melalui pleura
viseralis. Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling
tentang pertukaran trans kapiler yaitu, pergerakan cairan bergantung pada
selisih perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung
mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang
cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi
cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih
perbedaan pembentukan cairan parietalis dan permukaan pleura viseralis
lebih besar daripada plura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam
keadaan normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.1,2,3
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intra pleura adalah
kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki
ruang pleura tetapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura
parietalis. Ketiga faktor ini kemudian, mengatur dan mempertahankan
tekanan negatif intra pleura normal.1,3
2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata,
gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,
peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan
tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada

28
hipoalbuminemia. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk.1,2,3
Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat satu
sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat sedikit,
yang berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya bergesekan
dengan mudah selama bernafas. Sedikitnya cairan serous menyebabkan
keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan reabsorbsi oleh
jaringan limfatik di selaput visceral dan parietal. Jumlah cairan yang
abnormal dapat terkumpul jika tekanan vena meningkat karena
dekompensasi cordis atau tekanan vena cava oleh tumor intratorak.1,3
Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu jernih, dan agak menggumpal.
Cairan pleura jenis ini biasanya terjadi karena rusaknya dinding kapiler
melalui proses suatu penyakit, seperti pneumonia atau TBC, atau karena
adanya percampuran dengan drainase limfatik, atau dengan neoplasma.
Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit terbentuk, dimana pada
umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang disebabkan oleh
inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses inflamasi yang
melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau ruang subdiafragmatik.1,3
Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada sedikit
peningkatan cairan pleura. selama lesi berkembang, selalu ada
peningkatan cairan pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di
jelaskan sebelumnya. Pada tahap awal, cairan pleura yang berupa eksudat
ini bening, memiliki banyak fibrinogen, dan serin disebut serous atau
serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih
gelap dan konsistensinya kental karena meningkatkanya kandungan sel
PMN.1,3
Efusi pleura tanpa peradangan menghasilkan cairan serous yang jernih,
pucat, berwarna jerami, dan tidak menggumpal, cairan ini merupakan
transudat, biasanya terjadi pada penyakit yang dapat mengurangi tekanan

29
osmotic darah atau retensi Na, kebanyakan ditemukan pada pasien yang
menderita oedem umum sekunder terhadap penyakit yang melibatkan
jantung, ginjal, atau hati. Bila cairan di ruang pleura terdiri dari darah,
kondisi ini merujuk pada hemothorax. Biasanya hal ini disebabkan oleh
kecelakaan penetrasi traumatic dari dinding dada dan menyobek arteri
intercostalis, tapi bisa juga terjadi secara spontan saat subpleural rupture
atau sobeknya adhesi pleural.1,3

V. MANIFESTASI KLINIS
Akumulasi atau penumpukan cairan pleura dapat menyebabkan
gangguan restriktif pernapasan, menurunkan kapasitas total paru dan kapasitas
fungsional. Hal ini kemudian dapat menimbuklan gangguan ventilasi-perfusi.
Gejala yang biasanya timbul dari efusi pleura dikarenakan oleh akumulasi
cairan di rongga pleura maupun akibat dari penyakit dasar yang menimbulkan
efusi pleura. Gejala yang sering timbul biasanya berupa sesak napas, batuk
non produktif dan nyeri dada pleuritis.4,5
Pada efusi pleura yang disebabkan oleh pneumonia akan menyebabkan
demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan
gejala. Efusi yang luas akan menyebabkan sesak napas. Area yang
mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama
sekali mengandung bunyi datar, pekak saat perkusi. Deviasi trakea menjauhi
tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang
signifikan. Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin
saja tidak ditemukan.4,5
Pada pasien ditemukan adanya sesak nafas sejak sebulan terakhir.
Sesak nafas dirasakan semakin memberat jika tidur miring ke kanan. Sesak
yang dirasakan pasien semakin ringan saat istirahat dalam posisi tidur.
Selain itu pasien didapatkan batuk dengan dahak berwarna putih. Pasien

30
mengaku tidak mengalami keringat malam, demam sumer-sumer (-),
penurunan berat badan (-). Pasien mengaku sudah 2 minggu di rumah sakit
dan pernah mendapatkan pemasangan selang. Setelah dipasang selang, sesak
yang dirasakan pasien berkurang namun sesaknya bertambah lagi sekitar 6
hari yang lalu.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui jika efusi pleura yang terjadi
pada pasien bukan karena infeksi seperti Pneumonia karena pasien
menyangkal adanya demam, menggigil maupun nyeri dada serta Trias TB
berupa penurunan berat badan, demam sumer - sumer, dan keringat malam
tidak ditemukan. Efusi pleura yang terjadi cenderung mengarah pada
malignansi karena hanya didapatkan sesak nafas dan batuk pada pasien.
VI. DIAGNOSIS
Untuk membuat diagnosis efusi pleura tentunya diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penujang. Pada efusi pleura perlu dicari
juga penyebab atau penyakit dasarnya.4,5
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien merupakan seorang laki –
laki, berusia 53 tahun. Pasien merupakan seorang perokok aktif dan pasif
dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan semakin memberat jika tidur
miring ke kanan. Sesak yang dirasakan pasien semakin ringan saat istirahat
dalam posisi tidur. Selain itu pasien juga mengeluhkan batuk dengan dahak
berwarna putih. Pasien mengaku tidak mengalami keringat malam, demam
sumer-sumer (-), penurunan berat badan (-). Pasien mengaku sudah 2 minggu
di rumah sakit dan pernah mendapatkan pemasangan selang. Setelah
dipasang selang, sesak yang dirasakan pasien berkurang namun sesaknya
bertambah lagi sekitar 6 hari yang lalu.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik pasien pada inspeksi terlihat gerak
dada tertinggal sebelah kanan pada sisi yang sakit, palpasi teraba adanya
gerakan dada tertinggal sebelah kanan, fremitus taktil menurun sebelah
kanan, pada perkusi terdengar redup sebelah kanan bawah di sisi yang sakit,

31
serta pada auskultasi ditemukan vesikuler menurun dan fremitus vokal
menurun sebelah kanan dada yang sakit.
Adapun dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan dengan
menggunakan rontgen thorax pada pasien posisi A/P terlihat adanya efusi
pleura kanan yang massive.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang dapat diindikasikan bahwa pasien mengalami efusi pleura kanan.
Efusi pleura kanan yang terjadi cenderung mengarah pada malignansi
karena hanya didapatkan sesak nafas dan batuk pada pasien. Efusi pleura
karena Tuberkulosis dapat disingkirkan karena tidak ditemukan adanya Trias
TB berupa penurunan nafsu makan, demam sumer-sumer, dan keringat
malam hari.

VII. PEMERIKSAAN FISIK


Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan:
1. Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar, pergerakan
pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke arah
kontralateral
2. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun
3. Perkusi: perkusi yang pekak, garis Ellis damoisseaux
4. Auskultasi: suara nafas yang menurun bahkan menghilang 4,5
Pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan adanya :
1. Inspeksi : Gerak dada tertinggal sebelah kanan (sisi sakit)
2. Palpasi : Gerak dada tertinggal sebelah kanan (sisi sakit), Fremitus
taktil menurun sebelah kanan (sisi sakit)
3. Perkusi : redup sebelah kanan bawah (sisi sakit posisi pasien setengah
duduk)
4. Auskultasi : Vesikuler menurun sebelah kanan (sisi sakit), Fremitus
vokal menurun di kanan bawah (sisi sakit posisi pasien setengah duduk)

32
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiografi
Pemeriksaan chest radiography atau rontgen dada biasanya merupakan
pemeriksaan penunjang awal yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi
pleura. Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi daripada bagian medial.4,5,6
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk menggelilingi lobus
paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan
konsolidasi parenkim lobus. Bisa juga terdapat secara parallel dengan sisi
jantung, sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Hal lain yang dapat juga
terlihat dalam foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastenum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Di samping itu
gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi
pleura yaitu bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor dan
adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan.4,5,6
Rontgen dada dapat memberikan petunjuk untuk mengetahui
penyebab efusi pleura. Efusi bilateral biasanya berhubungan dengan
kardiomegali yang disebabkan oleh CHF (congestive heart failure). Efusi
unilateral yang luas tanpa menggeser mediastinal dapat terjadi pada
atelektasis, infiltrasi paru oleh tumor, atau mesotelioma.4,5,6
2. Ultrasonografi
Keuntungan dari penggunaan ultrasonografi berupa kemampuan
pemeriksaan ini untuk membedakan antara komponen solid (tumor atau
penebalan pleura) dengan komponen cair di rongga pleura. Pemeriksaan
ini juga berguna untuk mendeteksi keabnormalan pada area subpulmonik
atau subfrenik (di bawah diafragma) serta membedakan keduanya.
Penggunaan utama ultrasonografi ini untuk membantu tindakan

33
torakosintesis terutama pada efusi yang terlokalisasi. Namun, pemeriksaan
ini tidak dianjurkan untuk semua kasus efusi pleura.5

3. CT Scan
CT scan dengan gambaran crosssectional dapat berguna untuk
mengevaluasi keadaan anatomis yang tidak dapat dilihat dengan
menggunakan pemeriksaan radiografi atau ultrasonografi. CT scan dapat
membantu untuk membedakan empiema dengan abses paru, mendeteksi
massa di pleura (mesotelioma), mendeteksi kelainan parenkim paru, serta
menentukan lokalisasi akumulasi cairan pleura.5

4. Thorakosintesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostic maupun terapeutik. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik
mengerjakan aspirasi berulangulang daripada satu kali aspirasi sekaligus
yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.5,6
Indikasi untuk melakukan torakosintesis dilihat dari tanda klinis efusi
pleura (dengan tebal lebih dari 10 mm pada ultrasonografi atau radiografi
lateral dekubitus) dengan sebab yang belum diketahui. Jika pasien
memiliki CHF (congestive heart failure) dan efusi bilateral yang
memiliki ukuran yang sama, terapi diuretik dapat diberikan. Sekitar 80%
pasien efusi pleura yang disebabkan oleh CHF memiliki efusi pleura
bilateral dan sekitar 75% efusi yang disebabkan oleh CHF menjadi
membaik (berkurang) setelah 48 jam pemberian diuretik. Jika efusi tetap
terjadi lebih dari 3 hari dapat diindikasikan dilakukan torakosintesis,
begitu juga untuk efusi pleura unilateral torakosintesis diindikasikan.6
Komplikasi torakosentesis adalah pneumotoraks, ini yang paling
sering, udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada

34
pembuluh darah interkostalis), emboli udara. Dapat juga terjadi laserasi
pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh sendiri dengan cepat. Bila
laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke
vena pulmonalis sehingga terjadi emboli udara.6
Dari cairan pleura yang didapatkan dari proses torakosintesis, dapat
dilakukan beberapa analisis sebagai berikut, antara lain:
a. Warna
Cairan pleura biasanya berwarna agak kekuning-kuningan
(serous-xanthochrome), beberapa penyebab efusi pleura akan
mempengaruhi pada warna cairan pleura.4
b. Biokimia
Efusi pleura dapat berupa transudat maupun eksudat sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan biokimia untuk membedakan keduannya

5. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura sangat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan patologis atau
dominasi sel –sel tertentu.
c. Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
d. Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma malignum.
e. Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark paru.biasanya
juga ditemukan banyak sel eritrosit.
f. Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
g. Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
h. Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.5,6

35
6. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairanya purulen.Efusi
yang purulan dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupaun
anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura
adalah pneumokokus, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.5,7

7. Biopsi
Jika dengan torakosintesis belum dapat ditentukan penyebab efusi
pleura, maka dapat dilakukan biopsi (pengambilan lapisan pleura
untuk diperiksa dan dianalisa). Pada anak biasanya dilakukan apabila
peradangan efusi pleura tidak dapat dijelaskan. Pemeriksaan ini
penting untuk membedakan penyebab efusi pleura seperti infeksi (TB)
atau keganasan.5,6,7

8. Bronkoskopi atau torakoskopi


Pada keadaan tertentu dapat dilakukan bronkoskopi ataupun
torakoskopi untuk pemeriksaan efusi pleura (biasanya dilakukan oleh
pulmonologist). Dengan bronkoskopi dapat digunakan untuk
membantu mememukan sumber cairan yang terkumpul. Torakoskopi
menjadi pilihan prosedur diagnostik pada pasien dengan hasil sitologi
negatif dan dicurigai mengalami efusi pleura malignancy.5,7,8

IX. PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi pasien dengan efusi pleura adalah mengeluarkan isi
abnormal di dalam cavum pleura dan berusaha mengembalikan fungsi tekanan
negatif yang terdapat di dalam cavum pleura.
Beberapa pilihan untuk terapi pada efusi pleura adalah sebagai berikut :
1. Water Seal Drainage (tube thoracostomy)

36
Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum
pleura berisi cairan abnormal dengan botol sebagai perangkat. WSD yang
nantinya akan menarik keluar isi cairan abnormal yang ada di dalam cavum
pleura dan mengembalikan cavum pleura seperti semula, menyebabkan
berkurangnya kompresi terhadap paru yang tertekan dan paru akan kembali
mengembang.

2. Thoracocentesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi
menggunakan jarum yang ditusukkan biasanya pada linea axillaris media
spatium intercostalis 6. Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum dan
spuit, atau dapat juga menggunakan kateter. Aspirasi dilakukan dengan batas
maksimal 1000 – 1500 cc untuk menghindari komplikasi reekspansi edema
pulmonum dan pneumothoraks akibat terapi

3. Pleurodesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara memasukkan substansi
kimiawi pada dinding bagian dalam pleura parietal, dengan tujuan merekatkan
hubungan antara pleura visceral dan pleura parietal. Dengan harapan celah
pada cavum pleura akan sangat sempit dan tidak bisa terisi oleh substansi
abnormal. Dan dengan harapan supaya paru yang kolaps bisa segera
mengembang dengan mengikuti gerakan dinding dada.

37
DIAGNOSIS BANDING

Efusi Pleura Efusi Pleura Efusi Pleura


Efusi Pleura
No. Karakteristik et causa et causa et causa
pada Pasien
Ca paru TB Paru Hipoalbuminemia
1. Usia >40 tahun Semua usia Semua usia >40th
2. Riwayat merokok + - - +
3. Batuk + + + +
Kuning/darah
4. Warna dahak Putih/darah - Putih
banyak
5. Sesak + + + +
6. Nyeri Dada + + -
+
7. Demam +/- - -
(sumer sumer)
8. Keringat malam - + - -
Penurunan Nafsu
9. + + - +
Makan
Penurunan Berat
10. + + + -
Badan
11. Leukosit Normal/turun Naik Normal Normal
Eksudat/
12. Jenis cairan Eksudat Transudat Eksudat
hemorrhage
Bagian Paru
13. Unilateral Unilateral Bilateral Unilateral
Efusi
Dapat
Ditemukan ditemukan
Temuan
14. sel bakteri Hipoalbuminemia Hipoalbuminemia
tambahan
malignansi Mycobacterium
Tb

38
ANALISIS LANJUTAN

PEMERIKSAAN
ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK
PENJUNJANG

a. Darah Lengkap
a. Pasien Laki – Laki Pemeriksaan Fisik Thoraks : Anemnia
b. Usia 53 tahun a. Inspeksi Leukosit
c. Sesak nafas Gerak dada tertinggal sebelah normal
d. Riwayat merokok kanan. b. Foto rontgen
aktif dan pasif b. Palpasi thoraks :
e. Batuk Gerak Nafas tertinggal sebelah Gambaran
f. Dahak warna putih kanan, Fremitus taktil menurun Radiopaq pada
g. Penurunan nafsu sebelah kanan. paru kanan
makan c. Perkusi
Redup sebelah kanan bawah
d. Auskultasi
Vesikuler menurun sebelah kanan,
Fremitus vokal menurun di kanan
bawah

DIAGNOSIS BANDING PLANNING DIAGNOSIS

a. Efusi Pleura Dextra a. Sputum BTA : MTB Negatif


b. Ca Paru Efusi Pleura
c. TB Paru Dextra et causa
d. Hipoalbuminemia Ca Paru

SARAN
CT-Scan Thorax
Tumor Marker

39
BAB IV
KESIMPULAN

a. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi
normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis dapat
berupa transudat atau cairan eksudat.
b. Etiologi efusi pleura dapat karena infeksi dan non infeksi.
c. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang :
Usia diatas 40 tahun, riwayat merokok aktif maupun pasif, batuk berdahak putih,
efusi pleura kanan terjadi berulang, dan jenis cairan pleura eksudat. Dengan
pemeriksaan fisik dapat ditegakkan bahwa terjadi efusi pleura kanan ditambah
dengan pemeriksaan penunjang laboratorium darah dan pemeriksaan sputum
menunjukkan bahwa MTB negatif, dapat menyingkirkan efusi pleura karena TB
maupun hipoalbuminemia, sehingga dapat disimpulkan diagnosis pasien ini Efusi
pleuran dextra ec Ca Paru, namun untuk menunjang diagnosa pasti diperlukan
CT scan dan Tumor marker.
d. Prinsip terapi pasien dengan efusi pleura adalah mengeluarkan isi abnormal di
dalam cavum pleura dan berusaha mengembalikan fungsi tekanan negatif yang
terdapat di dalam cavum pleura.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Djojodibroto, R. Darmanto. 2009. Respirologi Respiratory Medicine. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
3. Rogers, A. W et al. 1992. Textbook of Anatomy. Edinburgh: Churchill
Livingstone.
4. Smith, A. Lorraine. 1973. Principles of Microbiology Seventh Edition. Texas:
The C.V Mosby Company.
5. Katsambas, Andreas D. et al. European Handbook of Dermatological Treatments
Third edition. Ney York: Springer.
6. Brooks, Geo F. et al. 2010 Jawetz, Melnick, & Aldenberg Mikrobiologi
Kedokteran Edisi 25. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi kedua. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Chapman, Stephen et al. 2009. Oxford Handbook of Respiratory Medicine
Second Edition. New York: Oxford University Press.
9. Bahry, Bahroelim et al. 2006. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
10. Sutton, David. 2002. A Textbook of Radiology and Imaging Seventh Edition.
Amsterdam: Elsevier.

41

Anda mungkin juga menyukai