Anda di halaman 1dari 24

REFLEKSI KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kandungan dan
Kebidanan di RSI Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Mira Ramdian Ningsih
30101306994

Penguji:
dr. Muslich Azhari, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG
RSI SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
STATUS ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
SMF KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

Nama Mahasiswa : Mira Ramdian Ningsih


NIM : 30101306994
Dokter Pembimbing : dr. Muslich Azhari, Sp. OG

A. IDENTITAS

 Nama penderita : Ny. M


 Umur : 38 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 No.CM : 01137171

 Agama : Islam

 Pendidikan terakhir : SD
 Pekerjaan : Swasta
 Alamat : Ds. Daleman RT04/RW01 Sayung,
DEMAK
 Status : Menikah
 Tanggal masuk : 13/03/2018
 Ruang : B. Nissa 2
 Kelas : II

B. ANAMNESA
Dilakukan autoanamnesa tanggal 13 Maret 2018 Pukul 07.00 WIB.

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang wanita umur 38 tahun G3P2A0 hamil 8 minggu datang ke
IGD RSI Sultan Agung Semarang dengan keluah nyeri perut bawah sejak
kemarin sore. Nyeri perut dirasakan tiba-tiba, melilit terus menerus dan
semakin memberat. Nyeri tidak diperingan oleh apapun. Selain nyeri pasien
juga mengeluhkan 7 hari yang lalu keluar flek-flek terus menerus, mual(+),
muntah (+) berupa makanan setiap kali makanan, lemas, pingsan (-), pusing
(-). Hari pertama haid terakhir pasien tanggal 15 januari 2018. Sebelumnya
pasien belum pernah mengalami seperti ini .

Riwayat Haid

 HPHT : 15 – 01- 2018


 Menarche : 14 tahun
 Siklus : 28 hari
 Lama : 5-7 hari
 Dismenorrhea : (+)
 Leukorrhea : (-)
 Menopause : (-)

Riwayat Perkawinan
Pasien menikah yang pertama kali dengan suami sekarang. Usia
pernikahan ± 14 tahun.

Riwayat Obstetric
G3P2A0

 HPHT : 15 – 01 - 2018
 HPL : 22 – 10 - 2018
 UK : 8 minggu
1. Laki-Laki, bidan, spontan, BB : 3.200 gr, 13 tahun sehat
2. Perempuan, bidan, spontan, BB : 27.00 gr, 7 tahun sehat
3. Hamil ini usia 8 minggu

Riwayat KB

KB suntik 3 bulan

Riwayat Penyakit Dahulu


 Hipertensi : diakui
 DM : disangkal
 Asma : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
 Hipertensi : disangkal
 DM : disangkal
 Asma : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pendidikan terakhir SD. Pasien dan suami pasien bekerja sebagai


pekerja swasta

Kesan Ekonomi

Cukup Baik.

C. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
TB : 158
BB : 96 kg
Vital Sign
 Tensi : 140/100 mmHg
 Nadi : 80 x / menit
 RR : 20 x / menit
 Suhu : 36,5 0C
STATUS INTERNUS

 Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)


 Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
 Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
 Telinga : Discharge (-)
 Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran tiroid (-)
 Kulit : Turgor kembali lambat (-), ptekiae (-)
 Pulmo
Inspeksi : Pergerakan hemithorax dextra dan sinistrasimetris
Palpasi : Stem fremitus dextra dan sinistra sama, nyeri
tekan (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
 Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : tidak dilakukan.
Auskultasi : suara tambahan (-)
 Abdomen
Inspeksi : Perut cembung, striae gravidarum (+), bekas
operasi (-).
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : pekak
Palpasi : Nyeri tekan (+)

D. STATUS GINEKOLOGI
 Genitalia Eksterna
Vulva oedem (-), massa (-), perlukaan (-), eritema (-), vaginal
discharge (-).
 Genitalia Interna (VT)

 Vulva : tidak ada kelainan, fluxus (-). Fluor (-)


 Vagina : tidak ada kelainan
 Portio : tebal, nyeri goyang portio (+), cavum douglas
menonjol (+)
 OUE/OUI : tertutup
 Uterus : terdapat pembesaran uterus sebesar telur Bebek
 Adneksa : massa (-)
 Parametrium : nyeri tekan (-)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 USG
USG Kandungan
UTERUS ukuran besar ,tak tampak GS intrauterine,endometrial line baik.
Tak tampak GS diregio adneksa
Tampak fluid collection minimal di cavum doyuglas dan morisson puch
Uterus besar, tak tampak GS intrauterine, ataupun ekstrauterine disertai fluid
collection minimal di cavum douglas dan morison pouch ,curiga kehamilan
ektopik terganggu

Darah rutin (dilakukan pada tanggal 14 maret 2018)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGY

Darah Rutin 1

Hemoglobin 10,2 L 11.7-15.5 g/dl

Hematokrit 37,5 L 33-45 %

Leukosit 10.13 H 3.6-11.0 Ribu/uL

Trombosit 270 150-440 Ribu/Ul

Golongan Darah/Rh A/Positif


APTT/PTTK 22.8 21.8-28.0 Detik

Kontrol 25.3 21.0-28.4 Detik

PTT 9.8 9.3-11.4 Detik

Kontrol 11.4 9.2-12.4 Detik

IMUNOSEROLOGI

HbsAg Kualitatif Non Reaktif Non Reaktif -

KIMIA

GDS 185 H 76-110 mg/dl

Ureum 20 10-50 mg/dl

Kreatinin Darah 0.85 0.5-0.9 mg/dl

Natrium 139.9 135-147 mg/dl

Kalium 3.92 3.5-5 mg/dl

Chloride 107,0H 95-105 mg/dl

 Imunoserologi
HbsAg : Negatif.
Hb Seri : 8,3
F. RESUME
Pasien G3P2A0 usia 38 tahun hamil 8 minggu (tes kehamilan dengan
urin tanggal 14 maret (+) datang dengan keluhan nyeri perut dan kram
bagian bawah melilit disertai mual dan muntah, riwayat pingsan (-), keluar
darah pervaginam berupa flek flek, prongkolan (-), nyeri perut dan flek-
flek ± 7 hari yang lalu. Pasien mempunyai riwayat hipertensi, keluarga
pasien juga tidak mempunyai keluhan yang sama. Dari hasil pemeriksaan
fisik umum didapatkan kesan nyeri pada perut bawah.

G. DIAGNOSIS KERJA
Pasien wanita G3P2A0 hamil 8 minggu , 38 tahun dengan curiga KET.
H. TATALAKSANA
 Rawat inap
 Pengawasan: KU, TTV
 Laparoskopi
 Terapi medikamentosa:
a. Infus RL 20 tpm
b. Premed operasi: Sharox 750 gr IV dan cygest 400 mg supp
c. Post operasi: infus DS-rl 32 tpm
- Sharox 750 gr IV
- kalnex 3x500 gr IV
- Kaltrofen supp 3x1
- cek Hb post op

I. EDUKASI
 Jaga luka tetap kering, ganti perban setiap hari
 Latihan mobilisasi

Follow up post-operasi ( 16 maret 2018)

S O A P
- Nyeri luka - TD : 130/90 Post op Salfo- - Planning Tx: Infus RL
operasi (+) ooferoctomi 20 tpm
- Nadi : 80x/m
- Mual (-) Dextra
- Cefradoxil 2x500
- Muntah (-) - RR : 18 x/m
- Nafsu - Asam trameksamat 3
- Suhu : 36ºC
makan baik x500
- BAB dan -
- Asam mefenamat
BAK dbn
3x500

- Ferofort 1x1

- Non Farmako:
Perbaikan KU Rawat
luka
- Monitoring TTV &
KU

- Boleh makan dan


minum, istirahat
cukup.

Follow up post-operasi (17 maret 2018)


S O A P
- Nyeri luka - TD : 160/100 Post op - Planning Tx: Infus RL
operasi (+) Salfingo- 20 tpm
- Nadi : 80x/m
- Mual (-) ooferektomu
- Non Farmako:
- Muntah (-) - RR : 20x/m dekstra
Perbaikan KU Rawat
- Nafsu
- Suhu : 36ºC luka Pasang DC
makan baik
- BAB dan - - Monitoring TTV &
BAK dbn KU

- Boleh makan dan


minum, istirahat
cukup.

Follow up post-operasi (18 maret 2018)


S O A P
- Nyeri luka - TD : 110/70 - Post op • Non Farmako:
operasi (+) - Nadi : 76x/m Salpingektomi Perbaikan KU
- Mual (-) Dextra
- RR : 20x/m • Monitoring TTV
- Muntah (-)
& KU
- Nafsu - Suhu : 36ºC
makan baik • Boleh pulang
-
- BAB dan
BAK dbn

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/


melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga
rahim (Wibowo dan Rachimhadi, 2002). Sedangkan yang disebut sebagai
kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami
abortus ruptur pada dinding tuba (Polan dan Wheeler, 1997) .

2.2 Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi


sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam
bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab
kehamilan ektopik terganggu (Rachimhadhi, 2005):

2.2.1 Faktor mekanis Halhal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan


ovum yang dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:

2.2.1.1 Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan


aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan
saluran atau pembentukan kantongkantong buntu.
Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga
menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
2.2.1.2 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca
nifas, apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan
tertekuknya tuba atau penyempitan lumen.
2.2.1.3 Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium
asesorius dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi d. Bekas
operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang
kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada
sterilisasi.
2.2.1.4 Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan
adanya benjolan pada adneksia.
2.2.1.5 Penggunaan IUD.
2.2.2 Faktor Fungsional
2.2.2.1 Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan
duktus mulleri yang abnormal
2.2.2.2 Refluks menstruasi
2.2.2.3 Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon
estrogen dan progesterone
2.2.3 Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang
dibuahi.
2.2.4 Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya
(Rachimhadi, 2005) .

2.3 Klasifikasi

Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya mengklasifikasikan kehamilan


ektopik berdasarkan lokasinya antara lain (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005) :

2.3.1 Tuba Fallopii


 Parsinterstisialis
 Isthmus
 Ampula
 Infundibulum
 Fimbrae

2.3.2 Uterus
 Kanalis servikalis
 Divertikulum
 Kornu
 Tanduk rudimenter
2.3.3 Ovarium
2.3.4 Intraligamenter
2.3.5 Abdominal
 Primer
 Sekunder
2.3.6 Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

(Prawirohardjo dan Hanifa, 2005).


2.4 Epidemiologi

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara


20-40 tahun dengan umur ratarata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik
terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio ekonomi rendah dan tinggal
didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi.
Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian
kehamilan ektopik terganggu. Diantara kehamilan ektopik terganggu, yang
banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%) (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).
Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi
tetapi perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu
sehingga menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan
berimplantasi ke tuba (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

Penelitian Cunningham Di Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan


etopik terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit
putih karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit
hitam. Frekuensi kehamilan ektopik terganggu yang berulang adalah 1- 14,6%
(Cunningham, 2005).

Di Negara - negara berkembang, khususnya di Indonesia, pada RSUP


Pringadi Medan (19791981) frekuensi 1:139, dan di RSUPN Cipto Magunkusumo
Jakarta (19711975) frekuensi 1:24, sedangkan di RSUP. DR. M. Djamil Padang
(1997 1999) dilaporkan frekuensi 1:110 (Fridsto, 2005).

Kontrasepsi IUD juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik


terhadap persalinan di rumah sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa
faktor predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan
kontrasepsi, sehingga jumlah persalinan turun, dan frekuensi kehamilan ektopik
terhadap kelahiran secara relatif meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara
efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan
ektopik (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

Menurut penelitian Abdullah dan kawankawan (19951997) ternyata paritas


03 ditemukan peningkatan kehamilan ektopik terganggu. Pada paritas >36
terdapat penurunan kasus kehamilan ektopik terganggu (Abdullah, 1997) .
Cunningham dalam bukunya menyatakan bahwa lokasi kehamilan ektopik
terganggu paling banyak terjadi di tuba (9095%), khususnya di ampula tuba
(78%) dan isthmus (2%). Pada daerah fimbrae (5%), intersisial (23%), abdominal
(12%), ovarium (1%), servikal (0,5%) (Cunningham, 2005).

2.5 Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada
nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur
bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka
ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan
kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk
kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh
invasi trofoblas (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum


graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua (Wibowo dan Rachimhadi, 2002). Beberapa perubahan
pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi,
lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal
mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi
seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium
secara keseluruhan disebut sebagai reaksi AriasStella (Rachimhadhi, 2005).
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkepingkeping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degeneratif (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005).

Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6


sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan
yang mungkin terjadi adalah (Wibowo dan Rachimhadi, 2002) :
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati


karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah


oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat
melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersamasama dengan
robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara
plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan
sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba
ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan
berhenti dan gejala gejala menghilang.

3. Ruptur dinding tuba

Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili


korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur
tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus
dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang
terjadi pada parsintersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat
terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada
koitus dan pemeriksaan vagina (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

2.6 Gambaran Klinik

Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada


lokasinya (Wibowo dan Rachimhadi, 2002). Tanda dan gejalanya sangat
bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut (Saifiddin dan
Wiknjosastro, 2002) . Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara
lain (Cunningham, 2005) :

2.6.1 Keluhan gastrointestinal


Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien
kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman
menekankan pentingnya keluhan gastrointestinal dan vertigo atau
rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam
hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di
samping keterlambatan diagnosis.
2.6.2 Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan
pemeriksaan, khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai
pada lebih dari tiga per empat kasus kehamilan ektopik sudah atau
sedang mengalami ruptur, tetapi kadang kadang tidak terlihat
sebelum ruptur terjadinya.
2.6.3 Amenore Riwayat
Amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih.
Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan
pervaginam yang lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode
haid yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid
terakhir yang keliru.
2.6.4 Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan
uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin
dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan
mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-
sedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-putus atau terus-
menerus.
2.6.5 Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu
sisi oleh masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum
atau ligamentum latum terisi darah, uterus dapat mengalami
pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian kecil
pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat
disertai oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi
spontan jaringan abortus dari kavum uteri.
2.6.6 Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan
perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya
kadang kadang sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi
untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah
atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
2.6.7 Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi
dalam posisi duduk merupakan tanda yang paling sering
menunjukkan adanya penurunan volume darah yang cukup banyak.
Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul
hipovolemi yang serius.
2.6.8 Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal
atau bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai
dalam keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan
gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan tuba
yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada
keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 380 Celcius.

2.6.9 Masa pelvis


Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut
mempunyai ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi.
Biasanya masa ini berukuran 515 cm, sering teraba lunak dan
elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang
luas oleh darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu
masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus.
Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya
masa pelvis dalam tindakan palpasi.
2.6.10 Hematokel pelvik
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi
bertahap akan diukuti oleh perembesan darah secara perlahanlahan
ke dalam lumen tuba, kavum peritonium atau keduanya. Gejala
perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan
dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan berkumpul
dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlekatan
dan akhirnya membentuk hematokel pelvis (Cunningham, 2005) .
2.7 Diagnosis

Gejala - gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga


pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada
kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding
tuba sulit untuk dibuat diagnosis (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005) . Berikut ini
merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik
(Wibowo dan Rachimhadi, 2002) :

2.7.1 HCG-β 11
Pengukuran subunit beta dari HCGβ (Human Chorionic
GonadotropinBeta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam
diagnosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan
intrauterin dengan kehamilan ektopik.

2.7.2 Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah
yang diisap berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit,
membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.
2.7.3 Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi
perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata
disamping uterus.
2.7.4 Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis
terakhir apabila hasil-hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk
kehamilan ektopik terganggu meragukan. Namun beberapa dekade
terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.
2.7.5 Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah
tidak invasif, artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga
perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal
endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan apakah kavum
Douglas berisi cairan.
2.7.6 Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat
membuktikan adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan
pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin dapat diraba suatu
tumor.
2.7.7 Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam
letak paksa. Pada foto lateral tampak bagianbagian janin menutupi
vertebra Ibu.
2.7.8 Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar
dari biasa, dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan
jika diagnosis kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan
dengan USG (Ultra Sono 12 Graphy) dan MRI (Magnetic
Resonance Imagine) (Wibowo dan Rachimhadi, 2002) . Trias klasik
yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).
2.8 Diagnosis Diferensial

Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah (Wibowo dan


Rachimhadi, 2002) :

2.8.1 Infeksi pelvis


Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu
haid dan jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian
bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal
pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal
dan ketiak melebihi 0,5 0 C, selain itu leukositosis lebih tinggi
daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan
menunjukkan hasil negatif.
2.8.2 Abortus iminens/ Abortus inkomplit

Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu


perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering
berlokasi di daerah median dan adanya perasaan subjektif penderita
yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke arah
abortus imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada abortus
tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan
gerakan servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.

2.8.3 Tumor/ Kista ovarium


Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan
pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih
besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.
2.8.4 Appendisitis
Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
servik uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik
terganggu. Nyeri perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada
titik McBurney (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).
2.9 Terapi

Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya


terhadap jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap
dilakukan tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (nonoperatif) yaitu
walaupun darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau
untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina
dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-
perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun
salpingoooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat
kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba.
Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat
dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi (Wibowo dan
Rachimhadi, 2002).

Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam


divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter.
Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang
menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah
dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi
darah (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila


dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat
dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi (Cunningham, 2005).
Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering
mengakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara
yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi
konservatif (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

2.10 Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu
turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan)
setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami
kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain (Wibowo dan Rachimhadi,
2002).

Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai


resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang
sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat
kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang (Schwart,
2000).

Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas


wanita. Dalam kasuskasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 5060%
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih
10% mengalami kehamilan ektopik berulang (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri
William (William's Obstetri). Edisi XVIII. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005; 59926.

Fridsto Z. Kehamilan Ektopik di RSUP. DR. M. Djamil Padang selama 3 Tahun


(1 januari 199731 Desember 1999). Skripsi. Padang: Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas, 2000

Polan ML, Wheeler JM. Kehamilan Ektopik (Diagnosis dan Terapi). Dalam: Seri
Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Infertilitas. Edisi I.
Jakarta: Bina Rupa Aksara. 1997; 1025

Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam:


Ilmu Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 2005; 2508.

Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005; 19810.

Saifiddin AB, Wiknjosastro H, Kehamilan Ektopik Terganngu. Dalam: Buku


Panduan praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I.
Editor: Affandi B, Waspodo B. Jakarta: yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2002; 156

Schwart SI, Shires TS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Intisari PrinsipPrinsip Ilmu
Bedah. Edisi VI. Editor: Spencer FC. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2000; 59906

Wibowo B, Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi


III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,2002;
36285

Anda mungkin juga menyukai