Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE

1. PENDAHULUAN
Oral Candidiasis atau kandidiasis adalah istilah umum yang
digunakan untuk menggambarkan infeksi oral yang disebabkan oleh
jamur Candida sp. Meskipun agen etiologi utamanya adalah Candida
1
Albicans, spesies non- albican juga dapat menyebabkan infeksi.
Spesies Candida sp lain yang menyebabkan kandidiasis oral adalah
Candida glabrata, Candida tropicalis, Candida krusei, Candida
2,3,
guilliermondii, Candida parapsilosis, Candida dublinensis.
Kandidiasis pseudomembran akut dikenal juga dengan istilah thrush
dan merupakan bentuk kandidiasis yang paling umum. Kandidiasis ini
dapat mengenai pasien yang memiliki penyakit kronis atau penyakit yang
menekan sistem imun. Lesi ini juga dapat muncul pada pasien yang
memakai obat antibiotik, imunosupresan dan kortikosteroid.
Secara epidemiologi menurut laporan World Health Organization
(WHO) tahun 2001 frekuensi KO antara 5,8% sampai 98,3%.1,7 Menurut
penelitian Shiboski dan kawan-kawan, kejadian kandidiasis meningkat
pada usia lebih dari 35 tahun.5
Kandidiasis pseudomembran akut merupakan suatu infeksi jamur
yang umumnya disebabkan oleh jamur candida spp. Faktor predisposisi
6
nya terbagi menjadi dua yaitu:
1. Faktor lokal
a. Saliva
Fungsi kelenjar saliva yang terganggu dapat menjadi
predisposisi dari kandidiasis oral. Pada saliva terdapat
polipepsida seperti histidin, laktoferin, lisosim dan
sialoperoksidase yang dapat menghambat pertumbuhan
berlebih pada kandida yang mempengaruhi kuantitas dan
kualitas sekresi saliva yang dapat menyebabkan
peningkatan resiko kandidiasis oral.
b. Gigi tiruan
Sekitar 65% pengguna gigi tiruan terinfeksi kandidiasis
oral yang disebabkan karena basis gigi gigi tiruan yang
tidak pas, penurunan aliran saliva dibawah basis gigi
tiruan atau tingkat kebersihan yang tidak terjaga.
c. Obat-obatan topikal
Penggunaan kortikosteroid topikal atau inhalasi dan
penggunaan obat kumur antimikroba yang terlalu
berlebihan dapat mengakibatkan kekebalan lokal dan
menyebabkan perubahan pada flora normal pada mulut
menjadi patogen.
d. Merokok
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat
mempengruhi terjadinya kandidiasis oral karena pecahnya
enzimatik hidrokarbon aromatik yang terkandung dalam
asam rokok, penurunan eksudat gingiva, peningkatan
kadar hemoglobin dan akhirnya asap tembakau
meningkatkan kadar adrenalin dalam darah, secara tidak
langsung mempengaruhi kadar glukosa darah.
e. Diet
Asupan makanan yang tidak seimbang dari gula,
karbohidrat dan susu (mengandung laktosa yang tinggi)
dapat menurunkan pH dan memicu pertumbuhan kandida.
2. Faktor sistemik
a. Usia
Usia dapat memicu pertumbuhan kandida karena imun
yang melemah.
b. Nutrisi
Defisiensi zat besi mengurangi aksi fungistatik transferin
dan enzim. selain itu, nutrisi lain yang dapat memicu
pertumbuhan kandida yaitu asam folat, vitamin A dan
vitamin B6, magnesium, selenium dan seng.
c. Obat
Penggunaan obat sistemik yang berkepanjangan seperti
antibiotik spektrum luas dapat menekan kekebalan tubuh
dan dapat menimbulkan efek samping yaitu xerostomia
yang dapat mengurangi laju alir saliva, sehingga
menyebabkan pertumbuhan kandidiasis oral. Selain itu,
terapi radiasi pada daerah kepala dan leher juga dapat
menyebabkan kandidiasis oral. Pasien mengalami abses
serebri sehingga dokter meresepkan obat antibiotik berupa
Meropenem dan Azitromicin yang menyebabkan
terganggunya keseimbangan komposisi normal dari
populasi bakteri yang mendiami jaringan akibatnya terjadi
superinfeksi dan meningkatkan pertumbuhan kandida.
Penggunaan obat-obatan antibiotik memiliki efek samping
terutama di rongga mulut, antara lain :
 Reaksi alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua
antibiotika dengan melibatkan sistem imun, terjadinya
tidak bergantung pada besarnya dosis obat.
Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat
bervariasi.
 Reaksi toksik
Efek toksik pada host dapat ditimbulkan oleh semua
jenis antibiotika. Dalam menimbulkan efek toksik,
masing-masing antibiotika dapat memiliki predileksi
terhadap organ atau sistem tertentu pada tubuh.
 Reaksi idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang
diturunkan secara genetik terhadap pemberian
antibiotika tertentu.
 Superinfeksi
Superinfeksi adalah suatu infeksi baru yang terjadi
akibat terapi atau pemakaian antibiotika yang lama.
Penggunaan antibiotika yang berlebihan dan kurang
tepat akan menyebabkan resistensi bakteri terhadap
antibiotika tersebut dan menjadikannya superinfeksi.
Pemilihan jenis antibiotika dengan dosis yang tepat
merupakan suatu hal yang penting untuk mendapatkan
hasil terapi yang optimal, disamping mengurangi
terjadinya resistensi bakteri dan superinfeksi17.
Pada tubuh hospes baik yang sehat maupun yang
menderita infeksi terdapat populasi mikroflora normal.
Dalam pengobatan abses serebral, antibiotika memegang
peranan sebagai terapi kausal. Namun, penggunaan
antibiotika terutama yang berspektrum luas dapat
mengganggu keseimbangan komposisi normal dari
populasi bakteri yang mendiami rongga mulut, akibatnya
bisa terjadi superinfeksi. Antibiotika juga menyebabkan
perubahan proporsi jamur di rongga mulut. Menurut
Caldwell dan Cluff (1974) pemakaian ampisilin, penisilin,
tetrasiklin, gentamisin, klorampenikol dan nitrofurantoin
menyebabkan peningkatan pertumbuhan kandida dan
keparahan kandidiasis mulut. Obat-obatan yang digunakan
dalam pengobatan abses serebral dalam kasus ini berupa
antibiotik golongan b-lactam yaitu Meropenem dan
golongan Makrolid yaitu Azitromicin. Sibrim, Jose, dkk
menyatakan bahwa obat-obatan tersebut dapat memberi
predisposisi terhadap terjadinya infeksi Candida, akibat
berkurangnya mikroba pesaing dalam jaringan.
d. Gangguan endokrin
Berbagai laporan mengungkapkan bahwa kandidiasis oral
lebih sering terjadi pada pasien dengan disfungsi endokrin
seperti diabetes.
e. Gangguan imun
Gangguan imun seperti AIDS merupakan faktor
predisposisi kandidiasis oral.
f. Terapi kanker
Prevalensi kandidiasis oral yang disebabkan karena
perawatan kanker yaitu 7,5% sebelum perawatan, 39,1%
selama pengobatan dan 32,6% setelah terapi kanker.
Kolonisasi yang sering terjadi yaitu kandida albicans
(42%) dan NCAC yaitu candida tropikalis (16,6%), C.
Glabrata (5,5%) dan C. Krusei (3%).
g. Genetik
Kondisi bawaan yang terkait dengan sistem kekebalan
tubuh seperti sindrom George, defisiensi myeloperoxidase
herediter biasanya rentan terhadap infeksi kandida.
Patogenesis candidiasis dimulai pada saat kondisi lingkungan
dalam rongga mulut memungkinkan untuk menjadi patogen, hal ini
ditandai dengan peningkatan jumlah candida spp. Sebelum terjadi
proses kolonisasi, candida terlebih dahulu harus melekat/ adhesi
pada dinding sel epitel mukosa rongga mulut. Dinding sel Candida
spp terdiri atas polisakarida mannan, glucan dan chitin. Perlekatan
kandida pada mukosa dibantu oleh enzim Als1p, Als5p, Int1p dan
Hwp1p. Glikoprotein tersebut berikatan dengan matriks ekstra
selular dinding sel inang seperti fibrinogen, laminin dan kolagen.
Setelah kandida berhasil melekat maka candida akan melakukan
kolonisasi kemudian tahap selanjutnya adalah invasi.
Candida spp dapat melakukan penetrasi ke dalam epitel dengan
merusak permukaan epitel, hifa Candida spp memiliki enzim
aspartyl proteinase, enzim ini bersifat dapat melisiskan lapisan
epitel rongga mulut sehingga epitel rusak dan candida dapat
menginvasi lapisan epitel lebih dalam, kemudian candida spp akan
melekat pada complement receptor 3 (CR3) pada permukaan
endotel. Jika infeksi candida terus berlanjut menjadi lebih parah
maka melalui sistem pembuluh darah candida akan menyebar ke
jantung, ginjal, dan sebagainya.7
Gambaran klinis lesi ini adalah terdapat plak putih, lunak, dan
sedikit tinggi pada mukosa bukal dan lidah. Lesi juga dapat terlihat
pada gingiva, palatum dan dasar mulut. Plak putih tersebut ketika

dibersihkan atau diseka meninggalkan daerah yang kemerahan.2,4


Kandidiasis Pseudomembran Akut
Kandidiasis akut pseudomembran dikenal juga dengan istilah
thrush dan merupakan bentuk kandidiasis yang paling umum.
Kandidiasis ini dapat mengenai pasien yang memiliki penyakit
kronis atau penyakit yang menekan sistem imun. Lesi ini juga dapat
muncul pada pasien yang memakai obat antibiotik, imunosupresan
dan kortikosteroid. Gambaran klinis lesi ini adalah terdapat plak
putih, lunak, dan sedikit tinggi pada mukosa bukal dan lidah. Lesi
juga dapat terlihat pada gingiva, palatum dan dasar mulut. Plak putih
tersebut dapat dibersihkan atau diseka dengan meninggalkan daerah
yang kemerahan.2, 4

Gambar 1. Kandidiasis Pseudomembran Akut


Kandidiasis Eritematosa
Erythematous candidiasis dikenal juga dengan istilah
atrophic oral candidiasis atau antibiotic sore mouth. Permukaan
eritematosa tidak hanya menunjukkan atrofi tetapi permukaan yang
atrofi juga mengalami peningkatan vaskularisasi. Lesi ini memiliki
batas yang difus yang membantu membedakannya dengan
eritoplakia yang memiliki batas yang jelas. Lesi ini biasanya
ditemukan pada palatum dan dorsum lidah pasien yang menjalani

terapi kortikosteroid inhalasi dan pengguna antibiotik.2,4

Gambar 2. Kandidiasis Eritematosa

Kandidiasis Hiperplastik Kronis (Candidal Leukoplakia)


Kandidiasis ini sering disebut sebagai kandidiasis tipe
‘leukoplakia’. Lesi ini asimtomatik yang ditandai dengan plak putih
yang persisten biasanya pada bibir, lidah dan pipi mirip seperti
leukoplakia. Lesi dapat homogen atau speckled (nodular) dan
bertahan dalam waktu yang lama. Beberapa kasus hiperplastik
kronis biasanya dihubungkan dengan defisiensi zat besi atau asam

folat.1,4

Gambar 3. Kandidiasis Hiperplastik Kronis


Denture stomatitis ( Kandidiasis Atrofik Kronis)
Kandidiasis ini dikenal sebagai denture sore mouth yang
biasanya terjadi pada pemakai gigi tiruan yang tidak pas. Gambaran
klinis dari lesi ini ditandai dengan eritema dan edema pada mukosa
yang berkontak dengan gigi tiruan. Lesi ini jarang mengenai
mukosa mandibula. Denture stomatitis terdiri dari 3 tipe: Tipe I
yaitu eritematosa kecil karena trauma oleh gigi tiruan, tipe II
mempengaruhi bagian yang lebih besar yaitu gigi tiruan yang
menutupi mukosa dan tipe III yaitu mukosa granular di bagian

tengah palatum.1,2,4

Gambar 4. Denture stomatitis

Median rhomboid glossitis


Median rhomboid glossitis secara klinis ditandai dengan lesi
eritomatosa pada bagian tengah posterior dorsum lidah. Gejalanya
bersifat asimptomatis. Daerah eritomatosa disebabkan karena atrofi
papila filiformis. Perokok, pemakai gigi tiruan dan pasien yang
menggunakan kortikosteroid inhalasi mempunyai resiko yang tinggi

terjadinya median rhomboid glossitis.2

Gambar 5. Median rhomboid glossitis


Angular cheilitis
Gambaran klinis dari angular cheilitis adalah terdapat infeksi
pada fisur komisura mulut yang biasanya dikelilingi eritema. Lesi
ini merupakan gabungan infeksi dari Candida albicans dan
Staphylococcus aureus. Biasanya lesi ini terjadi pada pasien yang
mengalami kekurangan vitamin B12, zat besi dan kehilangan
dimensi vertikal. Kulit kering juga dapat memungkinkan invasi dari

mikroorganisme.2

Gambar 6. Angular cheilitis

2. PENATALAKSANAAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Putra Agung
Tempat/tanggal lahir : Palembang / 10 November 1984
Suku : Melayu
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Alamat : Kelurahan 32 ilir, kecamatan ilir barat II
Palembang
Pendidikan terakhir : SLTP
HP : 081271641399
Pekerjaan : Buruh
No. Rek.Med : 1073599
Peserta Asuransi : BPJS Kesehatan
B. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Pasien (34th) mengeluhkan adanya bercak putih kekuningan pada
lidah pasien yang disadari muncul +/- 3 hari yang lalu. Bercak
tersebut menyebabkan kemerahan pada lidah saat dibersihkan
dengan kassa, sehingga terasa sakit dan pasien menjadi tidak nafsu
makan, pasien ingin diobati.
b. Keluhan tambahan : tidak ada
c. Riwayat Perawatan Gigi : belum pernah dilakukan perawatan
d. Kebiasaan Buruk : tidak ada
e. Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang kepala rumah tangga yang tinggal bersama
istrinya dan memiliki 2 orang anak.

C. PEMERIKSAAN EKSTRAORAL
Wajah : Simetris
Bibir : Sehat
Kelenjar Getah Bening : Kanan: tidak teraba, tidak sakit
Kiri : tidak teraba, tidak sakit

D. PEMERIKSAAN INTRAORAL
Debris : Ada, regio a,b,c,d,e,f
Plak : Ada, regio a,b,c,d,e,f
Kalkulus : Ada, regio a,b,c,d,e,f
Pendarahan papila interdental : Ada, regio a,b,c,d,e,f
Gingiva : -Terdapat eritema dan edema pada
gingiva di regio b,c,d
Mukosa : sehat
Palatum : sehat
Lidah : -Terdapat bercak putih kekuningan
pada lidah, sakit
*- Terdapat lapisan plak berwarna
putih kekuningan pada 2/3 posterior
dorsum lidah, mengelupas saat
dikerok dan meninggalkan dasar
kemerahan dan terasa sakit saat
dikerok.
*-Terdapat gambaran merah halus
pada lateral lidah sebelah kiri,
berbatas jelas dengan struktur lidah
normal dan berbentuk seperti peta.
Dasar mulut : Sehat
Hubungan rahang : Orthognati
Lain - lain : -
OHI-S : 2,2 (sedang)
PEMERIKSAAN GIGI-GELIGI DAN JARINGAN PENYANGGA
 Lesi D3 pada gigi 21,38,42,47,48
 Lesi D5 pada gigi 12
 Atrisi pada gigi 33,32,31,41,42,43

E. PEMERIKSAAN LANJUTAN

*Laboratorium : Hematologi dan Hemostatis. Dengan hasil


pemeriksaan tertera pada lampiran.

F. DIAGNOSA
1. Terdapat lesi plak berwarna putih kekuningan yang tersebar pada 2/3
posterior dorsum lidah, plak tersebut dapat terangkat saat dikerok,
terasa sakit saat dikerok dengan diagnosis Kandidiasis
Pseudomembran Akut (Thrush)
2. Terdapat gambaran merah halus pada lateral lidah sebelah kiri
berbatas jelas dengan struktur lidah normal dan berbentuk peta.
3. Terdapat kalkulus, eritema, edema, dan perdarahan regio a,b,c,d,e,f
dengan diagnosis Periodontitis marginalis kronis generalisata.
4. Terdapat lesi D3 pada gigi 21, 38, 42, 47, 48, perkusi (-), palpasi (-),
CE (+) dengan diagnosis Pulpitis reversibel
5. Terdapat lesi D5 pada gigi 12 perkusi (-), palpasi (-), CE (+) dengan
diagnosis Pulpitis reversibel

F. RENCANA PERAWATAN
 Pro Oral Medicine : pemberian obat untuk kandidiasis
pseudomembran akut
* observasi lesi geographic tongue
 Pro Periodonsia : scaling dan root planning
 Pro Konservasi :
- Restorasi resin komposit kelas V pada gigi 21 dan 42
- Restorasi GIC kelas I pada gigi 38, 47, 48
 Pro Orthodonsia : Removable Appliance

G. PENATALAKSANAAN KASUS
 Tanggal 25 Juli 2018 (Pemeriksaan Awal)
Pemeriksaan Subjektif : Pasien mengeluhkan terdapat plak putih
kekuningan di dorsum lidah, bisa
terkelupas saat diseka dan sakit.
* Pasien mengeluhkan terdapat plak putih
kekuningan pada dorsum lidah dan
pangkal lidah serta lateral kiri dan kanan,
lesi ini bisa terkelupas saat dikerok dan
sakit.
Pemeriksaan Objektif : Terdapat lesi plak putih pada dorsum
lidah.
*Terdapat lesi plak putih kekuningan
pada dorsum dan pangkal lidah serta
lateral lidah kiri dan kanan, lesi ini dapat
terkelupas dan meninggalkan dasar
kemerahan serta nyeri, selain itu pada
lateral lidah sebelah kiri terdapat
gambaran merah halus, berbatas jelas
dengan struktur lidah normal dan
berbentuk seperti peta.
*Pasien merupakan pasien rujukan dari
bagian saraf dengan diagnosa abses
serebri.
*Dilakukan pemeriksaan hematologi
pada tanggal 24 Juli 2018

Gambar 7. Foto pasien


Assassement : suspect Kandidiasis Pseudomembran
Akut (Thrush)
Plan : R/ Sol Betadine 1% no I
S3dd 10 ml garg
- Pemeriksaan lab (swab lidah)
- Instruksi menjaga oral hygiene
- Observasi dan instruksi kontrol 1 minggu
kemudian
*pemeriksaan mikrobiologi menggunakan
sampel swab lidah
 Tanggal 2 agustus 2018 (pemberian obat antijamur)
Pemeriksaan Subjektif : Pasien mengeluhkan terdapat plak
putih kekuningan di dorsum lidah, bisa
terkelupas saat diseka dan sakit.
* Pasien mengeluhkan terdapat plak
putih kekuningan pada dorsum lidah dan
pangkal lidah serta lateral kiri dan kanan,
lesi ini bisa terkelupas saat dikerok dan
sakit.
Pemeriksaan Objektif : Terdapat lesi plak putih pada dorsum
lidah.
*terdapat lesi plak putih kekuningan
pada dorsum dan pangkal lidah serta
lateral lidah kiri dan kanan, lesi ini dapat
terkelupas dan meninggalkan dasar
kemerahan serta nyeri, selain itu pada
lateral lidah sebelah kiri terdapat
gambaran merah halus, berbatas jelas
dengan struktur lidah normal dan
berbentuk seperti peta.
*Pemeriksaan mikrobiologi hasil
patologi anatomi no 1807250445 di
RSUP Dr moh hoesin Palembang
menyatakan yeast cell (+) candida
dubliensis
Assassement : Candidiasis Pseudomembran Akut
Plan : Medikasi
- pemberian obat antijamur
R/ Nistatin drop no I
S3dd 2ml gtt
- Observasi dan instruksi kontrol 1
minggu kemudian
 Tanggal 9 agustus 2018 (Kontrol 1)
Pemeriksaan Subjektif : Pasien mengeluhkan masih terdapat
plak putih kekuningan pada dorsum dan
pangkal lidah serta lateral kiri dan kanan,
kondisi ini berkurang dari kondisi 1
minggu yang lalu, selain itu di pangkal
lidah sebelah kanan terdapat area yang
halus, merah dan berbentuk tidak teratur,
ukuran area ini membesar dibandingkan
ukuran 1 minggu yang lalu dan lokasi
nya juga berubah.
Pemeriksaan Objektif : Terdapat lesi plak putih kekuningan pada
dorsum dan pangkal lidah serta lateral
lidah kiri dan kanan, lesi ini dapat
terkelupas dan meninggalkan dasar
kemerahan serta nyeri, selain itu pada
pangkal lidah sebelah kiri terdapat
gambaran merah halus, berbatas jelas
dengan struktur lidah normal dan
berbentuk seperti peta
Assassement : Candidiasis pseudomembran akut
disertai geographic tongue
*Dorsum lidah masih terdapat
kandidiasis pseudomembran akut
Plan : R/ Sol Betadine 1% no. I
S 3 dd 10 ml garg
*R/ Nistatin drop no I
S3dd 2ml gtt
- Observasi dan instruksi kontrol 1
minggu kemudian.

Gambar 8. Foto kontrol 1


 Tanggal 16 agustus 2018 ( kontrol 2)
Pemeriksaan Subjektif : Pasien mengeluhkan masih terdapat
plak putih kekuningan pada lateral lidah
sebelah kanan, dan pangkal lidah,
kondisi ini berkurang dari kondisi 1
minggu yang lalu, selain itu di pangkal
lidah sebelah kanan dan kiri terdapat
area yang halus, merah dan berbentuk
tidak teratur, ukuran area ini membesar
dibanding 1 minggu yang lalu dan
lokasinya berubah serta jumlah area
bertambah.
Pemeriksaan Objektif : Terdapat lesi plak putih kekuningan pada
pangkal dan lateral lidah sebelah kanan,
lesi ini dapat terkelupas dan
meninggalkan dasar kemerahan serta
nyeri, selain itu pada pangkal lidah
sebelah kiri dan kanan terdapat
gambaran merah halus, berbatas jelas
dengan struktur lidah normal dan
berbentuk seperti peta.
Assassement : Candidiasis pseudomembran akut
disertai geographic tongue
Plan : - Instruksi untuk menggunakan alat
pembersih lidah dan menjaga oral
hygiene
- Observasi dan instruksi kontrol 1
minggu kemudian
*R/ Nistatin drop no I
S3dd 2ml gtt

Gambar 9. Foto kontrol 2


 Tanggal 23 agustus 2018 ( kontrol 3)
Pemeriksaan Subjektif : Pasien mengeluhkan masih terdapat
plak putih kekuningan pada pangkal
lidah dan ½ dorsum lidah sebelah kiri,
kondisi ini berkurang dari kondisi 1
minggu yang lalu, selain itu di pangkal
lidah sebelah kanan dan kiri serta di
lateral sebelah kiri terdapat area yang
halus, merah dan berbentuk tidak teratur,
ukurannya mengecil dan jumlah area
bertambah.
Pemeriksaan Objektif : Terdapat lesi plak putih kekuningan pada
pangkal dan ½ dorsum lidah sebelah kiri,
lesi ini dapat terkelupas dan
meninggalkan dasar kemerahan serta
nyeri, selain itu pada pangkal lidah
kanan dan kiri serta lateral sebelah kiri
terdapat gambaran merah halus, berbatas
jelas dengan struktur lidah normal dan
berbentuk seperti peta.
Assassement : Candidiasis pseudomembran akut
disertai geographic tongue
Plan : - Instruksi untuk menjaga oral hygiene
- Observasi dan instruksi kontrol 1
minggu kemudian
*R/ Nistatin drop no I
S3dd 2ml gtt

Gambar 10. Foto kontrol 3


 Tanggal 30 agustus 2018 ( kontrol 4)
Pemeriksaan Subjektif : Plak putih kekuningan pada pangkal,
dorsum, dan lateral lidah telah hilang,
pasien tidak mengeluhkan nyeri, tetapi
area halus pada lidah masih ada dan
ukurannya bertambah serta lokasinya
berubah.
Pemeriksaan Objektif : Lesi plak berwarna putih kekuningan
tidak terlihat pada lidah.
Assassement : Lidah telah mengalami proses
penyembuhan dari kandidiasis
pseudomembran akut tapi masih ada
geographic tongue.
Plan : - Instruksi menjaga oral hygiene

Gambar 11. Foto kontrol 4

3. DIAGNOSIS BANDING
Kandidiasis pseudomembran akut Diagnosa
Deskripsi Lesi banding
Teori Pasien
(coated tongue)
Mukosa bukal,
palatum dan yang
Lokasi Dorsum lidah Dorsum lidah
paling sering adalah
dorsum lidah
Plak yang terdiri
Plak yang terdiri dari Lapisan tipis
Morfologi dari hifa, yeast
hifa, yeast dan debris atau plak
dan debris
Warna Putih kekuningan Putih kekuningan Putih
Berdasarkan dalam Berdasarkan
ukuran satuan metrik perluasan yaitu
yang diperoleh pada dorsal lidah
berdasarkan panjang dari +/- Berdasarkan
Ukuran
dan lebar pada pertengahan 2/3 perluasan
dimensi terbesar, anterior lidah
ketebalan dan sampai 1/3
perluasan posterior lidah
Gambaran
Klinis

Berdasarkan Pemeriksaan
pemeriksaan penunjang yang
mikrobiologi untuk dilakukan adalah
mendiagnosa suatu pemeriksaan Tidak dilakukan
lesi yang disebabkan mikrobiologi pemeriksaan
kandida seperti dengan jenis laboratorium
kandidiasis atau lesi kultur jamur atau jika
Pemeriksaan
oral yang disebutkan terhadap swab dilakukan maka
Laboratorium
bakteri seperti lidah. Hasil hasil yang
ANUG. Hasil mikroskopis diperoleh yeast
mikroskopis KOH KOH yeast cell cell (-) dan hasil
yeast cell (+) dan hasil (+) dan hasil biakan kuman(-)
biakan kuman, biakan kuman
tergantung jenis berupa candida
kuman dublinensis

4. PEMBAHASAN
Penentuan diagnosa pada kasus ini yaitu kandidiasis
pseudomembran akut ditegakkan berdasarkan amanesa, pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesa, pasien
mengeluhkan terdapat bercak putih kekuningan pada lidah yang disadari
muncul +/- 3 hari yang lalu. Bercak tersebut bisa dikerok dan
menyebabkan kemerahan pada lidah saat dikerok dan terasa sakit. Pasien
merasa tidak nyaman dengan kondisi lidahnya tersebut, sehingga pasien
ingin lidahnya diobati. Berdasarkan riwayat sistemik nya, pasien
terdiagnosis mengalami abses serebri dan dirawat di bangsal saraf.

Abses serebri merupakan infeksi sekunder dari penyakit otogenik


(sinus paranasalis, telingan tengah, mastoid cel), odontogen, trauma
kepala, tindakan pembedahan kraniotomi, endokarditis, dan infeksi lain
di dalam tubuh. Penjalaran odontogenik ke arah serebral jarang terjadi,
namun membahayakan jiwa penderita. Penjalaran perkontinuitatum
odontogenik bisa melalui loge intra temporalis dan fossa pterygopalatina
dan orbita, foramen (lacerum, ovale, rotundum), fosa opticum, dan
hematogen melalui trombophebitis vena wajah yang menyebabkan
trombosis sinus cavernosus ke otak. Setelah bakteri menginfeksi
jaringan otak akan terjadi serebritis yang merupakan stadium dini dari
abses otak. Hal ini ditandai dengan keradangan akut pusat nekrosis,
terbentuknya reticulin, infiltrasi neutrofil, sel plasma dan sel monokuler
pada jaringan perivasculer, edema serebral yang selanjutnya akan
berkembang ke stadium abses8.

Perawatan yang dilakukan di bangsal syaraf untuk mengatasi


keluhan sistemik pasien adalah berupa medikasi yaitu pemberian obat-
obatan, antara lain antibiotik berupa Meropenem dan Azitromisin,
antiinflamasi berupa Dexamethaon dan antikonvulsan Fenitoin. Setelah
dilakukan pemerikaan oral ditemukan lesi pada lidah sehingga pasien di
konsulkan di tempat dari bagian Gigi dan Mulut.

Berdasarkan pemeriksaan klinis yang dilakukan oleh dokter gigi (25-


07-2018), terdapat lesi berupa lapisan plak berwarna putih kekuningan
pada dorsum dan pangkal lidah serta lateral lidah kiri dan kanan, lesi ini
dapat terkelupas dan meninggalkan dasar kemerahan serta nyeri, selain
itu pada pangkal lidah sebelah kiri terdapat gambaran merah halus,
berbatas jelas dengan struktur lidah normal dan berbentuk seperti peta.
Berdasarkan hal tersebut dokter gigi meresepkan obat kumur betadine
dan menginstruksikan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
swab lidah dan pemeriksaan kultur jamur. Betadine merupakan obat
kumur dengan kandungan aktif berupa povidone iodine. Povidone iodine
mempunyai sifat antiseptik (membunuh kuman) baik bakteri gram positif
maupun negatif9.

Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu


pemeriksaan mikrobiologi dengan jenis kultur jamur terhadap swab lidah
pasien, hasil pemeriksaan menyatakan bahwa tampak hasil mikroskopis
KOH yeast cell (+) dan hasil biakan kuman berupa candida dublinensis.
Candida dubliniensis adalah spesies jamur klamidospor yang baru saja
ditemukan dan merupakan jamur gram positif yang ditemukan terutama
dari rongga mulut pasien HIV ( orang yang terinfeksi HIV dan pasien
AIDS)8. Jamur ini ditemukan pada pasien di lokasi geografis yang luas,
dan karakteristik fenotipik dan genotipiknya telah dijelaskan secara
mendalam dalam sejumlah laporan. Data terbaik yang tersedia pada
kasus C. dubliniensis berasal dari studi di Irlandia. Dalam penelitian
tersebut, C. dubliniensis ditemukan dari rongga mulut 27% individu
terinfeksi HIV dan 32% pasien AIDS dengan gejala klinis kandidiasis
oral dan dari 19% orang yang terinfeksi HIV dan 25% pasien AIDS tanpa
gejala klinis kandidiasis oral10.

C. dubliniensis juga telah ditemukan sebanyak 5 dari 150 (3%) orang


yang tidak mengidap HIV di Irlandia tanpa tanda klinis kandidiasis oral
dan 7 dari 48 (14,6%) pasien negatif HIV dengan kandidiasis oral yang
berhubungan dengan gigi tiruan. C. dubliniensis dapat menyebabkan
penyakit secara independen sama seperti spesies Candida lainnya,
setidaknya pada orang yang terinfeksi HIV dan pasien AIDS. Manifestasi
klinis yang paling umum dari kandidiasis yang disebabkan oleh C.
dubliniensis adalah kandidiasis erythemous, yang tidak mengherankan
karena ini adalah manifestasi paling umum dari kandidiasis9. Virulensi
dari suatu spesies candida dapat dilihat dari kemampuannya membentuk
hifa. Candida dublinensis adalah satu-satunya spesies candida selain
albicans yang dapat membentuk hifa dan spora11.

Patogenesis dari Candida dublinensis diawali dengan menempelnya


mikroorganisme dalam jaringan host, interaksi ini diperentarai oleh
komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan
reseptor. Setelah terjadi proses penempelan, candida berpenetrasi ke
dalam sel epitel mukosa. Enzim yang berperan adalah aminopeptidase
dan asam fosfatase. Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan
pertumbuhan candida serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan
tubuh manusia. Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan
dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam
jaringan dapat terjadi12.

Media kultur yang dipakai untuk biakan candida adalah Sabouraud


dextrose agar/SDA dengan atau tanpa antibiotik, ditemukan oleh
Raymond Sabouraud (1864-1938) seorang ahli dermatologi
berkebangsaan Perancis. Pemeriksaan kultur dilakukan dengan
mengambil sampel cairan atau kerokan sampel pada tempat infeksi,
kemudian diperiksa secara berturutan menggunakan Sabouraud’s
dextrose broth kemudian Sabouraud’s dextrose agar plate. Pemeriksaan
kultur darah sangat berguna untuk endokarditis kandidiasis dan sepsis.
Kultur sering tidak memberikan hasil yang positif pada bentuk penyakit
diseminata lainnya13.

Sabouraud’s dextrose broth/SDB berguna untuk membedakan C.


albicans dengan spesies jamur lain seperti Cryptococcus, Hasenula,
Malaesezzia. Pemeriksaan ini juga berguna mendeteksi jamur
kontaminan untuk produk farmasi. Pembuatan SDB dapat ditempat
dalam tabung atau plate dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48
jam, setelah 3 hari tampak koloni C. albicans sebesar kepala jarum
pentul, 1-2 hari kemudian koloni dapat dilihat dengan jelas. Koloni C.
albicans berwarna putih kekuningan, menimbul di atas permukaan
media, mempunyai permukaan yang pada permulaan halus dan licin dan
dapat agak keriput dengan bau ragi yang khas. Pertumbuhan pada SDB
baru dapat dilihat setelah 4-6 minggu, sebelum dilaporkan sebagai hasil
negatif. Jamur dimurnikan dengan mengambil koloni yang terpisah,
kemudian ditanam seujung jarum biakan pada media yang baru untuk
selanjutnya dilakukan identifikasi jamur. Pertumbuhan C. albicans dan
jamur lain13.

Pemeriksaan hematologi lengkap diperlukan untuk mengetahui


kondisi kesehatan seseorang secara menyeluruh dan mendeteksi adanya
gangguan kesehatan tertentu seperti infeksi, leukemia, dan anemia. Tes
hematologi lengkap juga sering dilakukan guna memantau kondisi pasien
setelah menjalani pengobatan. Dari tes hematologi lengkap akan
didapatkan hasil pengukuran berbagai komponen darah meliputi:
 Sel darah putih. Sel-sel darah putih yang berperan memerangi infeksi,
juga dalam proses alergi dan peradangan. Dalam tes hematologi
lengkap, dokter dapat mengevaluasi jumlah dan menghitung jenis sel
darah putih.
 Sel darah merah. Fungsinya untuk membawa oksigen ke seluruh
tubuh. Komponen sel darah merah yang diperiksa dalam tes
hematologi lengkap antara lain:
 Hemoglobin, protein yang membawa oksigen dalam sel darah
merah.
 Hematokrit, yaitu persentase jumlah sel darah merah dalam volume
darah. Kadar hematokrit yang rendah dapat menunjukkan kurangnya
zat besi dalam tubuh yang sebenarnya dibutuhkan untuk
memproduksi sel darah merah. Sedangkan kadar hematokrit tinggi
dapat menandakan bahwa Anda mengalami dehidrasi atau kondisi
lain.
 MCV (mean corpuscular volume), yaitu perhitungan ukuran rata-
rata sel darah merah. Nilai MCV yang terlalu tinggi dapat
mengindikasikan kekurangan vitamin B12 atau folatdalam darah.
Sebaliknya, jika terlalu rendah, dapat mengindikasikan bahwa pasien
mengidap salah satu jenis anemia.
 MCH (mean corpuscular hemoglobin), yaitu perhitungan jumlah
rata-rata hemoglobin di dalam sel darah merah.
 MCHC (mean corpuscular hemoglobin concentration) adalah
perhitungan seberapa padatnya molekul hemoglobin dalam sel darah
merah.
 RDW (red cell distribution width) merupakan perhitungan untuk
melihat variasi ukuran sel darah merah.
 Platelet. Disebut juga trombosit adalah sel darah yang berperan
dalam proses pembekuan darah. Dalam tes hematologi lengkap,
dokter akan menilai jumlah, ukuran rata-rata, dan keseragaman
ukuran platelet dalam darah.
Secara umum, jumlah sel darah merah yang rendah bisa jadi
menandakan bahwa Anda sedang mengalami kondisi tertentu seperti
anemia. Secara garis besar, di bawah ini adalah peran penting tes
hematologi lengkap untuk kesehatan:
 Mengevaluasi kesehatan secara menyeluruh. Kemungkinan adanya
penyakit dapat dideteksi dari peningkatan atau pun penurunan kadar
sel darah yang terlihat pada hasil tes.
 Mendiagnosis penyebab gangguan kesehatan, terutama jika pasien
mengalami gejala tertentu seperti demam, kelelahan, lemas,
bengkak, perdarahan.
 Memantau perkembangan kesehatan pasien yang sudah didiagnosis
mengalami penyakit yang memengaruhi kadar sel darah.
 Memantau penanganan penyakit, terutama yang memengaruhi kadar
sel darah dan memerlukan tes hematologi secara teratur14.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan


penunjang yang telah dilakukan, maka diagnosa pada kasus ini yaitu
kandidiasis pseudomembran akut disertai adanya geographic tongue.
Geographic tongue merupakan kondisi umum dengan prevalensi 0,28-
2,4% pada pasien dewasa. Geographic tongue atau benign migratory
glossitis atau erythema migrains adalah suatu lesi inflamasi pada lidah
yang bersifat jinak dan tidak memiliki kecenderungan berubah menjadi
ganas. Kelainan ini sesuai dengan namanya, terjadi pada lidah khususnya
pada bagian dorsum atau pada bagian lateral lidah. Lesi pada geographic
tongue bersifat asimptomatik karena terdapat atrofi papilla atau
depapilasi dari papilla filiformis yang mampu mengubah sensasi15.

Etiologi dari geographic tongue belum diketahui, akan tetapi


beberapa jurnal manyatakan geographic tongue berkaitan dengan
beberapa faktor pemicu, antara lain stress, oral hygiene buruk, merokok,
diabetes melitus, keseimbangan hormonal, genetik, konsumsi obat berupa
obat kontrasepsi dan Lithium karbonat, dan alergi terutama pada pasien
asma. Berdasarkan Cariot (2004), adanya geographic tongue dapat dipicu
oleh tingkat stress dan kecemasan, dimana kedua hal ini akan
menyebabkan terganggunya salivary flow. Peningkatan level stress dan
kecemasan dapat mnurunkan tingkat laju saliva sehingga self cleansing
dalam rongga mulut juga berkurang15. Keadaan stress tinggi dan
kecemasan merupakan ciri umum dari gejala abses serebri.

Gambar 12. Foto indikasi


Kandidiasis pseudomembran akut disebabkan oleh berbagai faktor
predisposisi baik lokal maupun sistemik. Berdasarkan faktor lokal pasien
memiliki oral hygiene yang sedang yang dilihat pada pemeriksaan OHI-S
dengan skor 2,2. Selain itu pasien juga menggunakan obat antibiotik
berupa Meropenem dan Azitromisin dalam jangka waktu yang lama yang
menyebabkan terganggunya keseimbangan komposisi normal dari
populasi bakteri yang mendiami jaringan, akibatnya terjadi superinfeksi
dan meningkatkan pertumbuhan kandida.

Superinfeksi adalah suatu infeksi baru yang terjadi akibat terapi atau
pemakaian antibiotika yang lama. Penggunaan antibiotika yang
berlebihan dan kurang tepat akan menyebabkan resistensi bakteri
terhadap antibiotika tersebut dan menjadikannya superinfeksi. Pemilihan
jenis antibiotika dengan dosis yang tepat merupakan suatu hal yang
penting untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal, disamping
mengurangi terjadinya resistensi bakteri dan superinfeksi17.

Pada tubuh hospes baik yang sehat maupun yang menderita infeksi
terdapat populasi mikroflora normal. Dalam pengobatan abses serebral,
antibiotika memegang peranan sebagai terapi kausal. Namun,
penggunaan antibiotika terutama yang berspektrum luas dapat
mengganggu keseimbangan komposisi normal dari populasi bakteri yang
mendiami rongga mulut, akibatnya bisa terjadi superinfeksi.

Antibiotika juga menyebabkan perubahan proporsi jamur di rongga


mulut. Menurut Caldwell dan Cluff (1974) pemakaian ampisilin,
penisilin, tetrasiklin, gentamisin, klorampenikol dan nitrofurantoin
menyebabkan peningkatan pertumbuhan kandida dan keparahan
kandidiasis mulut. Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan abses
serebral dalam kasus ini berupa antibiotik yaitu Meropenem dan
Azitromisin. Meropenem merupakan obat antibiotik β-lactams jenis
suntik yang berspektrum luas yang digunakan untuk mengobati berbagai
macam infeksi yang disebabkan oleh bakteri, berkerja dengan cara
menghambat aktivitas bakteri dengan menghambat sintesis dinding
bakteri sel gram-positif and gram-negatif18. Azithromycin adalah
golongan antibiotik makrolida yang dapat digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri pada beberapa bagian tubuh, seperti saluran pernapasan,
mata, kulit, dan alat kelamin (misalnya klamidia, gonore, atau granuloma
inguinale). Azithromycin bekerja dengan cara menghentikan dan
mencegah perkembangbiakan bakteri yang menjadi penyebab infeksi.
Sibrim, Jose, dkk menyatakan bahwa obat-obatan tersebut dapat memberi
predisposisi terhadap terjadinya infeksi Candida, akibat berkurangnya
mikroba pesaing dalam jaringan19.

Perawatan pada pasien ini adalah pasien diberikan medikasi topikal


suspensi nistatin 100.000 IU dan menginstruksikan pasien untuk menjaga
kebersihan gigi dan mulutnya dengan menyikat gigi dan membersihkan
lidah setelah menyikat gigi, menggunakan obat nistatin dengan cara
diteteskan pada dorsum lidah kemudian diarahkan diratakan dengan
lidah, gunakan obat tersebut selama 4 kali sehari sebanyak 1 ml. Nystatin
adalah obat antijamur yang digunakan untuk mengatasi infeksi
jamur Candida pada rongga mulut, tenggorokan, usus, dan vagina.
Dalam meredakan infeksi, nystatin bekerja dengan cara merusak sel
jamur dan menghentikan pertumbuhan Candida. Nystatin tersedia dalam
3 bentuk obat, yaitu cairan suspensi, tablet vagina (ovula), dan salep10.
Agen Dispensasi
Kelas Sediaan Regimen Catatan
antijamur instruksi

Topikal
Kulum dan Khasiat
100,000 meludah bervariasi.
Satu botol (atau Jika lesi
Nystatin Polyene U/mL
(473 mL) telan jika Tidak
Suspensi
menderita mengalami
lesi pada perubahan,
esofagus perawatan
) selama 1- dilakukan
2 menit secara
dua hingga sistemik
tiga kali /
hari.
Pengobatan
dilanjutkan
hingga
lesi teratasi
Satu tablet
Tablet
Satu botol hisap larut
10 mg hisap sulit
(70 atau dalam
Clotrimazole Azole tablet larut pada
140 tablet mulut,
hisap pasien
hisap) empat
xerostomia
kali/hari
Tanda dan
Oles krim gejala
pada umumnya
sudut-sudut merespons
Nystatin/ Satu tube mulut dalam
Polyene and
triamcinolone krim (15, 30,
corticosteroid sebanyak waktu 2–3
acetonide atau 60 g)
dua kali hari

sehari

Sistemik
Satu tablet
sekali untuk
sehari. Lidah
menjadi Resistensi
bersih terhadap
umumnya 7 fluoconazole
hari. Pasien sangat
Satu bulan dengan langka. Oral
persediaan infeksi yang suspensi
Tablet (30 tablet). berulang berguna
(100, Perawatan (misalnya, untuk pasien
150, selama 30 penggunaan dengan
and 200 hari steroid kesulitan
Flukonazole Azole mg) jarang topikal, menelan
oral dilakukan. hipofungsi pil. Tidak
suspensi Hal ini kelenjar ada
ludah) bukti yang
(40 memastikan pengobatan menjelaskan
mg/mL) obat cukup dengan satu topikal
jika terjadi Tablet 100 fluoconazole
rekurensi. mg sekali lebih efektif
atau daripada
dua kali nistatin atau
seminggu clotrimazole
lebih
efektif
Pasien diinstruksikan untuk melakukan kontrol. Pada kontrol
pertama (09-08-2018), berdasarkan pemeriksaan subjektif yaitu pasien
mengeluhkan masih terdapat plak putih kekuningan pada dorsum lidah
dan pangkal lidah serta lateral kiri dan kanan, namun kondisi ini
berkurang dari kondisi 1 minggu yang lalu (02-08-2018). Pada
pemeriksaan objektif yaitu lapisan plak yang berwarna putih kekuningan
pada dorsum dan pangkal lidah serta lateral lidah kiri dan kanan, dapat
terkelupas dan meninggalkan dasar kemerahan serta nyeri, selain itu pada
pangkal lidah sebelah kiri terdapat gambaran merah halus, berbatas jelas
dengan struktur lidah normal dan berbentuk seperti peta. Pasien
kemudian diinstruksikan untuk melanjutkan pemakaian obat anti fungal,
menjaga oral hygiene dan kontrol satu minggu kemudian (16-08-2018).

Gambar 13. Foto kontrol I


Pada kontrol kedua, hasil pemeriksaan subjektif pasien masih
mengeluhkan terdapat plak putih kekuningan pada lateral lidah sebelah
kanan, dan pangkal lidah, tapi kondisi ini berkurang dibanding 1 minggu
sebelumnya (09-08-2018). Pada pemeriksaan objektif yaitu lapisan plak
yang berwarna putih kekuningan pada pangkal dan lateral lidah sebelah
kanan, dapat terkelupas dan meninggalkan dasar kemerahan serta nyeri,
selain itu pada pangkal lidah sebelah kiri dan kanan terdapat gambaran
merah halus, berbatas jelas dengan struktur lidah normal dan berbentuk
seperti peta. Pasein diinstruksikan untuk melanjutkan pemakaian obat
anti fungal, menjaga oral hygiene dan kontrol satu minggu kemudian (23-
08-2018).
Gambar 14. Foto kontrol II
Pada kontrol ketiga, hasil pemeriksaan subjektif pasien masih
megeluhkan terdapat plak putih kekuningan pada pangkal lidah dan ½
dorsum lidah sebelah kiri, tapi kondisi ini berkurang dibanding 1 minggu
sebelumnya (16-08-2018). Pada pemeriksaan objektif yaitu terdapat
lapisan plak yang berwarna putih kekuningan pada pangkal dan ½ lateral
lidah sebelah kiri, dapat terkelupas dan meninggalkan dasar kemerahan
serta nyeri, selain itu pada pangkal lidah kanan dan kiri serta lateral
sebelah kiri terdapat gambaran merah halus, berbatas jelas dengan
struktur lidah normal dan berbentuk seperti peta. Pasien diinstruksikan
untuk melanjutkan pemakaian obat anti fungal, menjaga oral hygiene dan
kontrol satu minggu kemudian (30-08-2018).

Gambar 15. Foto kontrol III

Pada kontrol keempat, hasil pemeriksaan subjektif yaitu pasien tidak


ada keluhan lagi pada lidahnya serta nyaman pada saat makan, minum
dan berbicara. Pemeriksaan subjektif lapisan plak yang berwarna putih
kekuningan pada pangkal dan lateral lidah telah hilang dan sudah tampak
bersih, tetapi area merah halus pada pangkal lidah kanan dan kiri serta
lateral lidah sebelah kiri masih ada, ukurannya bertambah dan lokasinya
berubah. Pasien diinstruksikan untuk menghentikan penggunaan obat anti
fungal dan tetap menjaga oral hygiene.

Gambar 16. Foto kontrol IV


4. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan
penunjang maka diagnosis lesi pada lidah pasien yaitu kandidiasis
pseudomembran akut yang disebabkan oleh hygiene yang buruk serta
efek samping dari obat antibiotik Meropenem dan Azitromisin yang
menyebabkan reaksi superinfeksi akibat ketidakseimbangan flora mulut
dan geographic tongue yang disebabkan tingkat stress dan kecemasan
pasien.
Perawatan yang dilakukan pada pasien ini adalah menghilangkan
atau mengontrol faktor predisposisi kandidiasis, pemberian instruksi
untuk menjaga oral hygiene dan pemberian obat kumur betadine dan
anti fungal berupa Nystatin.
Daftar Pustaka
1. Tilakaratne WM, Warnakulasuriya S. Oral medicine and pathology-a
guide to diagnosis & management. New Delhi : Jaypee; 2014. p.362-6.
2. Glick, Michael. Burket’s Oral Medicine, 12th ed. USA: People’s Medical
Publishing House; 2015. p.93-9.
3. Mark, Robert E. Oral and maxillofacial pathology, 1st ed. Hongkong:
Quintessence Publishing Co.Inc; 2003. p.213-24.
4. Rajedran A, Sivapathasundharam B. Shafer’s textbook of oral pathology,
7th ed. India: Elseiver; 2012. p.371-5.
5. Leslie D, Nancy WB. General and oral pathology for the dental hygienist.
2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013. p.371-93.
6. Isaac W. Atlas of oral diseases. Amsterdam: Springer; 2016. p.23-4.
7. Patil S, Rao RS, Majumdar B, Anil S. Clinical appearance of oral candida
infection and therapeutic strategies. Frontiers in microbiology.2015; vol
6: 2-3.
8. Sulliva D, David C. Candida Dublinensis : Characteristics and
Identification. Journal of Clinical Microbiology, 1998 : p. 329-334.
9. Sulliva D, David C. Candida Dublinensis : Characteristics and
Identification. Journal of Clinical Microbiology, 1998 : p. 329-334.
10. Mutiawati, Vivi Keumala. Pemeriksaan Mikrobiologi pada Candida
Albicans. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2016 (1) : p. 53-63.
11. D. Sullivan and D. Coleman, “Candida dubliniensis: characteristics and
identification,” Journal of Clinical Microbiology, vol. 36, no. 2, pp. 329–
334, 1998
12. Rahayu. Abses Otak dan Pelaksanaannya. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang. 2012 : p 94-97.
13. Wijanarko, Ferry, Agus Tuchan. Brain Abcess with Congenital Hearth
Disease. Bedah Saraf Solo. 2010 : p 01-20.
14. Mustafa, M, M. Iftikhar, M.I Latif, R.K Munaidy. Brain Abcess :
Pathognesis, Diagnosis, and Management Strategies. IJRANSS. 2014 (2)
: p 299-308.
15.Goodkin, HP. et. al. Prevalence, Symptoms, and Prognosis of
Intercerebral Abcess. AAP Grand Rounds. 2004 (113) : p 1765-1770.
16. Zhu, Zifeng, Z. Huang, Z. Li, X. Li, C. Du, Y. Tian. Multiple Brain
Abscesses Caused by Infection with Candida Glabrata : A Case Report.
Experimental and Therapeutic Medicine. 2018 (15) :p 2374-2380.
17. Setiabudi R dan Gan VHS. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4 Jakarta :
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995 :
571-83
18. Andriana, Aditya. Laporan Pendahuluan Abses Cerebri RSU Dr.
Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Widyagama Husada. Malang. 2015 : 01-23.
19. Jayakarann TG. The effect of drugs in the oral cavity - a review. J Pharm
Sci & Res. 2014; 6(2): 89 – 96.
LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE
MANAJEMEN DAN PENATALAKSANAAN ORAL
CANDIDIASIS PADA PASIEN DEWASA

Nama : Dimas Puja Permana.


Nim : 04074821618033
Dosen Pembimbing : drg. Ade Puspa Sari Sp.PM

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019

Anda mungkin juga menyukai