Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM PAJAK

“Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)”

Muhammad Yusran

(B121 14 016)

Hukum Administrasi Negara

Universitas Hasanuddin

2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................i

A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Fungsi dan Peran Pajak dalam Pembangunan Di Indonesia.................................2
C. Praktek Penyelenggaraan Pengampunan Pajak di Indonesia................................3
1. Program Pengampunan Pajak tahun 1964......................................................4
2. Program Pengampunan Pajak di tahun 1984..................................................5
3. Program Sunset Policy 2008...........................................................................6
D. Praktik Tax Amnesty Di Beberapa Negara............................................................6
1. Afrika Selatan.................................................................................................7
2. Amerika Serikat..............................................................................................8
E. Sistem Pengampunan Pajak yang Akan Diterapkan.............................................8
F. Penutup................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................11

Halaman | 1
A. Latar Belakang
Indonesia masih memiliki berbagai agenda pembangunan dalam mencapai
tujuan bernegara. Walaupun memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di regional sebesar 5 s.d. 6 persen
pada beberapa tahun terakhir1, namun investasi di sektor publik baik dari sektor
kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur masih sangat dibutuhkan.
Bagi negara-negara yang ada di dunia ini pajak merupakan unsur penting dan
bahkan paling penting dalam rangka untuk menopang anggaran penerimaan negara.
Oleh karenanya pemerintah negara-negara di dunia ini begitu besar menaruh
perhatian terhadap sektor pajak. Secara garis besar, Hukum Pajak dibagi dalam arti
luas dan arti sempit. Hukum Pajak dalam arti luas adalah hukum yang berkaitan
dengan pajak. Hukum pajak dalam arti sempit adalah seperangkat kaidah hukum
tertulis yang mengatur hubungan antara pejabat pajak dan wajib pajak yang memuat
sanksi pajak.2
Di Indonesia usaha-usaha untuk menggenjot atau mengoptimalkan penerimaan
sektor ini dilakukan melalui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak. 3
Hal ini dapat terlihat dari beberapa regulasi di bidang perpajakan dalm bentuk
undang-undang pajak dengan kedudukan sebagai pengganti maupun mengubah
undang-undang pajak yang dalam melaksanakan amanat dari pasal 23 ayat (2) UUD
1945.
Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, hal tersebut bukanlah tugas yang
mudah terutama mengingat bahwa dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir, tax ratio di
Indonesia hanya berada dalam kisaran 12 persen. Angka ini tergolong sangat rendah

1 OECD, 2015, Survei Ekonomi OECD Indonesia Maret 2015. Paris: OECD Publishing, Hal. 7.

2 Muhammad Djafar Saidi, 2014, Pembaruan Hukum Pajak, Jakarta: Rajawali Pers,
Hal. 1.

3 Surat direktur jenderal pajak No. S - 14/PJ.7/2003, 2003.

Halaman | 1
jika dibandingkan dengan rata-rata tax ratio negara maju yang berada dalam kisaran
di atas 24 persen atau negara berpendapatan menengah lainnya yang berada dalam
kisaran 16 s.d. 18 persen. Tidak hanya itu, jika menggunakan indikator tax effort
(penerimaan pajak actual terhadap potensinya) maka Indonesia hanya memiliki tax
effort sebesar 0.47, atau penerimaan pajak masih setengah dari apa yang menjadi
potensinya.4 Kinerja penerimaan pajak yang belum optimal tersebut juga akibat dari
rendahnya kepatuhan pajak di Indonesia.
Mencermati permasalahan di sektor pajak, maka diperlukan kebijakan-
kebijakan yang mampu memberikan lompatan penerimaan serta menjamin
keberlanjutan fiskal di kemudian hari. Salah satu opsi kebijakan yang penting untuk
dipertimbangkan adalah Pengampunan Pajak. Pada dasarnya, Pengampunan Pajak
bukanlah sesuatu hal yang baru di Indonesia karena sudah pernah dilaksanakan pada
tahun 1964, 1984, dan 2008. Walaupun demikian, program Pengampunan Pajak
sebelumnya belum pernah menyasar harta Wajib Pajak yang disimpan di luar negeri.
Pada faktanya program yang bertujuan untuk pengungkapan aset maupun kekayaan
yang disimpan di luar negeri dewasa ini marak dilakukan di berbagai negara. Program
tersebut sering disebut sebagai Offshore Voluntary Disclosure Program (OVDP) yang
memiliki karakteristik hampir serupa dengan Pengampunan Pajak. Pelaksanaan
OVDP didorong, terutama, oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk
menyembunyikan kekayaan di luar negeri karena semakin transparannya sektor
perpajakan global dan intensitas pertukaran informasi antar negara.
B. Fungsi dan Peran Pajak dalam Pembangunan Di Indonesia
Bagi suatu negara, pajak merupakan sumber pemasukan bagi pemerintah yang
cukup penting dalam mengisi pembangunan di semua sektor. Pajak tidak hanya
dirasakan urgensinya bagi kepentingan nasional oleh pemerintah pusat, melainkan
juga dirasakan begitu besar masyarakat di daerah yang bersangkutan.

4 Ricardo Fenochietto dan Carola Pessino, 2013, Understanding Countries’ Tax Effort”, IMF Working
Paper WP/13/244, Hal. 13.

Halaman | 2
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., Guru Besar Hukum Pajak pada
Universitas Pajajaran, Bandung, mengatakan: "Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas
Negara (peralihan kekayaan dari sektor Pemerintah) dengan tiada mendapat jasa
timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum".5
Menurut Prof. Dr. PJA Adriani (Guru Besar Hukum Pajak pada Universitas
Amsterdam), mengatakan: "Sumber penerimaan negara yang pokok adalah Pajak,
yaitu iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelanggarakan pemerintahan".6
Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara mempunyai peranan yang
sangat penting dalam menggerakkan pembangunan di segala sektor kehidupan.
Dalam beberapa negara, pajak bahkan berperan sebagai sumber pembiayaan negara
yang utama. Saat ini dapat dikatakan hampir tidak ada transaksi jual beli yang tidak
dikenakan pajak, demikian juga harta benda dan penghasilan seseorang semuanya
menjadi obyek pajak. Obyek pajak tersebut selanjutnya diklasifikasikan menurut nilai
jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan
pajak yang terhutang.7

5 Rochmat Sumitro, 1979, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1994,
Bandung: Eresco, Hal. 24-25.

6 Syafri Nurmantu, 2001, Bahan Kuliah Hukum Pajak, Jakarta : Sarjana STIH
IBLAM, 2001.

7 Arinta Kustadi AK, H. Moh. Zairin AK, 1986, Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea
Meterai 1988, Bandung: Alumni, hal. 4.

Halaman | 3
C. Praktek Penyelenggaraan Pengampunan Pajak di Indonesia
Pemerintahan memiliki program yang di dalamnya berisi tentang suatu visi
pembangunan di berbagai sektor kehidupan dengan 9 agenda prioritas. 8 Seluruh
program tersebut memerlukan pembiayaan yang terutama bersumber dari penerimaan
pajak sebagai tulang punggung anggaran. Mencermati permasalahan yang cukup
berat di sektor pajak, maka diperlukan suatu kebijakan-kebijakan terobosan yang
mampu memberikan lompatan penerimaan di satu sisi, serta menjamin keberlanjutan
fiskal di kemudian hari di sisi lain. Salah satu opsi kebijakan yang penting untuk
dipertimbangkan adalah Pengampunan Pajak. Pengampunan Pajak bukanlah suatu
kebijakan yang tidak memiliki justifikasi. Pemerintah Indonesia melalui Direktorat
Jenderal Pajak pernah melaksanakan kebijakan Pengampunan Pajak yaitu pada tahun
1964, 1984, serta 2008 (bernama Sunset Policy).9

1. Program Pengampunan Pajak tahun 1964


Program Pengampunan Pajak tahun 1964 dilakukan berdasarkan Penetapan
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1964 Tentang Peraturan Pengampunan
Pajak. Program tersebut memiliki pertimbangan bahwa ketentuan fiskal tidak
membeda-bedakan apakah tambahan harta itu disebabkan oleh usaha-usaha halal atau
diperoleh dengan tindak pidana salah satunya korupsi. Dengan demikian maka
kelonggaran-kelonggaran fiskal yang sekiranya akan diadakan harus disertai pula
kelonggaran-kelonggaran dibidang kepidanaan.
Menyadari sepenuhnya bahwa aparatur pemungutan pajak yang sedang
dibangun untuk sementara tidak akan mampu menghadapi pelanggaran-pelanggaran
fiskal tersebut maka oleh Pemerintah membentuk suatu kebijaksanaan untuk
8 Lihat Republik Indonesia, Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan Tahun Anggaran 2015.

9 Direktur Jendral Pajak, 2016, Naskah Akademik Rancangan Undang- undang


Tentang Pengampunan Pajak, Diakses dari
http://wikidpr.org/uploads/ruu/56a7d8530d00db504b0000b0/surpres-na-ta-ruu-
pengampunan-pajak-15022016.pdf, Hal. 40-45.

Halaman | 4
mengatasi hal tersebut. Mereka yang memiliki modal tetapi belum/tidak membayar
pajak telah merasa bersalah dan menurut petunjuk-petunjuk yang diperoleh, mereka
bersedia memenuhi panggilan Pemerintah untuk ikut serta di dalam pembangunan
ekonomi asalkan diadakan kelonggaran kelonggaran fiskal dan kepidanaan.10
Penerapan Pengampunan Pajak pada masa tersebut belum cukup berhasil dikarenakan
sistem administrasi perpajakan pada masa tersebut dianggap belum memadai dan
kurangnya sosialisasi kepada masyarakat.
2. Program Pengampunan Pajak di tahun 1984
Pengampunan Pajak di tahun 1984 dilakukan melalui Keputusan Presiden
Nomor 26 tahun 1984 tanggal 18 April 1994. Pengampunan Pajak diberikan kepada
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dengan nama dan dalam bentuk apapun, baik
yang telah maupun yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak diberi kesempatan
untuk mendapatkan Pengampunan Pajak. Tujuan diberikan Pengampunan Pajak ini
adalah karena pada saat itu, tengah diterapkan serangkaian UU perpajakan baru yang
mempunyai perbedaan signifikan dengan ketentuan yang sebelumnya ada sehingga
dipandang perlu adanya suatu titik awal yang bersih dari masyarakat. Pengampunan
Pajak tersebut diberikan atas pajak-pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya
dikenakan atau dipungut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun bentuk pengampunannya dikenakan tebusan dengan tarif:
1. Sebesar 1% (satu persen) dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang dimintakan pengampunan, bagi Wajib Pajak yang
pada tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden ini telah memasukkan Surat
Pemberitahuan Pajak Pendapatan/Pajak Perseroan tahun 1983 dan Pajak
Kekayaan tahun 1984;
2. Sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang dimintakan pengampunan, bagi Wajib Pajak yang
pada tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden ini belum memasukkan Surat

10 Penjelasan Umum Atas Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1964 Tentang
Peraturan Pengampunan Pajak.

Halaman | 5
Pemberitahuan Pajak Pendapatan/Pajak Perseroan tahun 1983 dan Pajak
Kekayaan tahun 1984.
Namun demikian, meskipun sudah diperpanjang selama enam bulan, Gillis
menyatakan bahwa Pengampunan Pajak1984 ini telah gagal dan tidak banyak Wajib
Pajak yang tertarik untuk memanfaatkannya. 11 Selain itu, sepertinya Pemerintah
belum terlalu memberikan perhatian yang besar terhadap sektor pajak, terutama
mengingat masih adanya alternatif pembiayaan pembangunan dari sektor migas,
perdagangan internasional, maupun utang luar negeri.
Dapat dikatakan bahwa penerapan Pengampunan Pajak pada masa tersebut
belum cukup berhasil dikarenakan sistem administrasi perpajakan pada masa tersebut
dianggap belum memadai dan pada saat itu ketergantungan penerimaan negara dari
sektor pajak belum sebesar saat ini.

3. Program Sunset Policy 2008


Sunset Policy di tahun 2008 dapat dikatakan sebagai program paripurna
modernisasi pajak pada periode 2001 – 2007. Pada tahun 2008 tersebut jumlah
NPWP baru bertambah sebanyak 5.365.128 NPWP, SPT tahunan bertambah sebanyak
804.814 SPT dan penerimaan PPh meningkat sebesar Rp7,46 triliun. Dari 3 (tiga)
Kebijakan Pengampunan Pajak yang pernah dilaksanakan, sunset policy 2008 adalah
kebijakan yang dianggap berhasil karena realisasi penerimaan pajak pada tahun 2008
telah mencapai target yang ditetapkan dalam APBN.
Namun demikian, data kepatuhan Wajib Pajak pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
mencapai 47,39 persen dari total Wajib Pajak sebanyak 15.469.590. Hal ini
menunjukkan masih rendahnya tingkat kepatuhan dan kemungkinan Wajib Pajak
kembali ke perilaku ketidakpatuhan. Di samping itu, dari sisi administrasi perpajakan
tidak dapat dibedakan antara Wajib Pajak yang memanfaatkan sunset policy dengan

11 Malcolm Gillis, 1989, Comprehensive Tax Reform: The Indonesian Experience, 1981-1988' dalam
Malcolm Gillis (ed), Tax Reform in Developing Countries (Duke University Press, 1989), Hal. 79.

Halaman | 6
Wajib Pajak yang menyampaikan SPT tahunan sehingga tidak dapat dilakukan
monitoring tingkat kepatuhan pada tahun-tahun berikutnya.
Beberapa hal utama yang menjadi kendala pelaksanaan sunset policy antara
lain: (i) pengampunan hanya meliputi sanksi administrasi; (ii) ketidaksiapan sistem
administrasi perpajakan; (iii) jangka waktu pelaksanaan terlalu pendek.

D. Praktik Tax Amnesty Di Beberapa Negara


Indonesia pernah menerapkan pengampunan pajak pada 1984. Namun
pelaksanaannya belum efektif karena wajib pajak sendiri kurang merespons dan tidak
diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara terpadu dan
menyeluruh. Demikian juga minimnya keterbukaan dan peningkatan akses informasi
ke masyarakat termasuk sistem kontrol dari Ditjen Pajak sendiri. 12 Pemberian tax
amnesty tidak sekedar menghapus hak tagih atas wajib pajak namun yang lebih
penting lagi sebenarnya adalah memperbaiki sikap dan perilaku WP, sehingga
diharapkan akan terjadi peningkatan penerimaan negara di masa yang akan datang.
Pada dasarnya pemerintah dapat mencari format terbaik yang bias
diimplementasikan bila Tax Amnesty diterapkan. Pemerintah juga dapat mengkaji dan
belajar dari negara yang telah mengimplementasikan kebijakan pengampunan pajak
seperti Afrika Selatan, Italia, Amerika Serikat, India, Korea Selatan dan lain-lain.
1. Afrika Selatan
Di Afrika Selatan program Pengampunan Pajak dikaitkan dengan sistem
pengendalian devisa (exchange control) dan diberikan atas penghasilan dari dalam
dan luar negeri disertai dengan adanya rekonsiliasi Pajak di mana pengampunan tidak
hanya diberikan Undang-Undang Perpajakan tetapi juga Undang-Undang Lalu-Lintas
Devisa. Terhadap harta yang disimpan di luar negeri yang melebihi batas tersebut
yang dibawa kembali ke Afrika Selatan diberikan diskon 50 persen dari tarif
dibandingkan bila harta tersebut tetap di simpan di luar negeri sedangkan untuk harta

12 Ragimun, Analisis Implementasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia,


Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Hal. 19.

Halaman | 7
yang tetap berada di luar negeri yang berasal dari penghasilan yang belum dipenuhi
kewajiban perpajakannya dikenakan tarif tambahan sebesar 2 persen.
Harta yang disimpan di dalam negeri yang berasal dari penghasilan dalam
negeri dan belum dilaporkan dalam SPT serta belum dibayar pajaknya, tidak dapat
memperoleh Pengampunan Pajak. Pelaksanaan Pengampunan Pajak di Afrika Selatan
berhasil mendatangkan dana sebesar 2,2 miliar Rand (0.7% dari PDB).
2. Amerika Serikat
Selama periode 1982-2011, 45 negara bagian di Amerika Serikat telah
melakukan 111 program Pengampunan Pajak, atau rata-rata tiap negara bagian telah
melakukan minimal 2 kali Pengampunan Pajak. Rata-rata durasi berlangsungnya
Pengampunan Pajak adalah selama 76 hari dimana penerimaan tambahan yang
didapat dari program sebesar 0.74 persen dari total penerimaan pajak di tiap negara
bagian.13 Studi empiris membuktikan bahwa negara bagian biasanya berhasil
memperoleh suatu tambahan penerimaan yang cukup signifikan, namun efeknya akan
semakin kecil seiring kembali dilakukannya program tersebut.14
E. Sistem Pengampunan Pajak yang Akan Diterapkan
Hal yang paling utama dari Pengampunan Pajak adalah adanya kemauan untuk
memaafkan atau mengampuni dari sisi Pemerintah kepada Wajib Pajak atas kesalahan
masa lalu, yang hanya diberikan jika Wajib Pajak menebusnya dengan suatu jumlah
yang telah ditentukan (exchange). Bentuk pengampunan yang diberikan Pemerintah
dapat saja berupa pengurangan ataupun penghapusan pajak terutang maupun sanksi
administrasi dan pidana di bidang perpajakan.
Pengampunan Pajak memiliki setidaknya empat tujuan: Pertama, mendorong
repatriasi harta yang berada di luar negeri. Hal ini diperlukan guna memperbaiki
struktur ekonomi melalui peningkatan pembentukan modal di dalam negeri. Salah

13 Hari S. Luitel,2014, Is Tax Amnesty a Good Tax Policy?, London: Lexington


Books, Hal. 30.

14 Ibid., Hal. 74.

Halaman | 8
satu syarat pertumbuhan ekonomi adalah adanya kapital (modal) yang memadai
dalam rangka produksi barang atau jasa dalam suatu negara.
Kedua, meningkatkan penerimaan dalam jangka pendek untuk menutup
kebutuhan anggaran negara. Permasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau
cenderung menurun seringkali menjadi faktor pendorong diberikannya Pengampunan
Pajak. Hal ini berdampak pada keinginan Pemerintah yang berkuasa untuk
memberikan Pengampunan Pajak dengan harapan pajak yang dibayar oleh Wajib
Pajak selama program Pengampunan Pajak akan meningkatkan penerimaan pajak.15
Penerimaan yang meningkat ini berasal dari bertambahnya jumlah basis pajak yang
berasal dari kemauan Wajib Pajak yang sebelumnya tidak patuh untuk berpartisipasi
dalam Pengampunan Pajak.
Ketiga, meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akan datang.
Permasalahan kepatuhan pajak merupakan salah satu pertimbangan pemberian
Pengampunan Pajak. Para pendukung program ini umumnya berpendapat bahwa
kepatuhan sukarela akan meningkat setelah Pengampunan Pajak dilakukan. Hal ini
didasari pada harapan bahwa setelah Pengampunan Pajak dilakukan, Wajib Pajak atau
penghasilan dan kekayaannya yang sebelumnya berada di luar sistem administrasi
perpajakan akan masuk menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan. Dengan
menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan, maka Wajib Pajak tersebut tidak
akan bisa mengelak dan menghindar dari kewajiban perpajakannya.
Keempat, transisi ke era yang baru. Pengampunan Pajak dapat dijustifikasi
ketika digunakan sebagai alat transisi menuju rekonsiliasi perpajakan nasional
termasuk sistem perpajakan yang baru.16 Dalam konteks ini, Pengampunan Pajak
menjadi instrumen dalam rangka memfasilitasi rekonsiliasi perpajakan nasional.

15 Peter Stella, 1989, An Economic Analysis of Tax Amnesties , IMF Working Paper
No. WP/89/42.

16 Jacques Malherbe dkk, 2010, Tax Amnesties in the 2009 Landscape, Bulletin for International
Taxation, April 2010, Hal. 241.

Halaman | 9
Adanya transisi ini juga dapat memberikan ruang penyesuaian bagi Masyarakat
Indonesia
khususnya Wajib Pajak sebelum memasuki era baru. Secara umum, pelaksanaan
kebijakan Pengampunan berfungsi untuk melakukan pembinaan, sosialisasi,
penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan. Hal ini
dimaksudkan agar dapatmenggerakkan peran serta semua lapisan subjek pajak dalam
meningkatkan penerimaan dalam negeri. Dengan Pengampunan Pajak, muncul
harapan dimulainya suatu hubungan atau permulaan yang baru. Meminjam istilah
yang dipergunakan
Kellner, semua pihak akan mulai dengan piring yang bersih (clean plate).17
Pengampunan Pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama
ini belum atau kurang dibayar, disamping meningkatkan kepatuhan membayar pajak
karena makin efektifnya pengawasan karena semakin akuratnya informasi mengenai
daftar kekayaan wajib pajak. Untuk masa selanjutnya, para wajib pajak yang belum
atau kurang patuh dapat membayar pajak dengan lebih tenang, terlepas dari rasa
ketakutan yang selama ini menghantuinya, karena track record penghasilannya yang
hitam atau kelabu telah diputihkan.
F. Penutup
Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara mempunyai peranan yang
sangat penting dalam menggerakkan pembangunan di segala sektor kehidupan.
Dalam beberapa negara, pajak bahkan berperan sebagai sumber pembiayaan negara
yang utama. Namun penerimaan Negara dalam sektor perpajakan masih mengalami
kendala oleh rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajibannya.
Mencermati permasalahan di sektor pajak, maka diperlukan kebijakan-
kebijakan yang mampu memberikan lompatan penerimaan serta menjamin
keberlanjutan fiskal di kemudian hari. Salah satu opsi kebijakan yang penting untuk

17 Martin Kellner, 2004, Tax Amnesty 2004/2005-An Appropriate Revenue Tool,


German LJ 5, Hal. 339.

Halaman | 10
dipertimbangkan adalah Pengampunan Pajak. Pemerintah Indonesia melalui
Direktorat Jenderal Pajak pernah melaksanakan kebijakan Pengampunan Pajak yaitu
pada tahun 1964, 1984, serta 2008 (bernama Sunset Policy), namun dalam
pelaksanaannya masih belum mencapai hasil yang maksimal.
Pada dasarnya pemerintah dapat mencari format terbaik yang bisa
diimplementasikan bila Tax Amnesty diterapkan. Pemerintah juga dapat mengkaji dan
belajar dari negara yang telah mengimplementasikan kebijakan pengampunan pajak
seperti Afrika Selatan, Italia, Amerika Serikat, India, Korea Selatan dan lain-lain.
Pengampunan Pajak memiliki setidaknya empat tujuan: Pertama, mendorong
repatriasi harta yang berada di luar negeri. Kedua, meningkatkan penerimaan dalam
jangka pendek untuk menutup kebutuhan anggaran negara. Ketiga, meningkatkan
kepatuhan pajak di masa yang akan datang dan Keempat, transisi ke era yang baru.

DAFTAR PUSTAKA

Buku, Artikel dan Internet


Arinta Kustadi AK, H. Moh. Zairin AK. 1986. Undang-undang Pajak Bumi dan
Bangunan dan Bea Meterai 1988. Bandung: Alumni.
Direktur Jendral Pajak. 2016. Naskah Akademik Rancangan Undang- undang
Tentang Pengampunan Pajak. Diakses dari
http://wikidpr.org/uploads/ruu/56a7d8530d00db504b0000b0/surpres-na-ta-
ruu-pengampunan-pajak-15022016.pdf.
Hari S. Luitel. 2014. Is Tax Amnesty a Good Tax Policy?, London: Lexington Books.
Jacques Malherbe dkk. 2010. Tax Amnesties in the 2009 Landscape. Bulletin for
International Taxation, April 2010.
Malcolm Gillis. 1989. Comprehensive Tax Reform: The Indonesian Experience,
1981-1988' dalam Malcolm Gillis (ed). Tax Reform in Developing Countries
(Duke University Press, 1989).

Halaman | 11
Martin Kellner. 2004. Tax Amnesty 2004/2005-An Appropriate Revenue Tool,
German LJ 5.
Muhammad Djafar Saidi. 2014. Pembaruan Hukum Pajak. Jakarta: Rajawali Pers.
OECD. 2015. Survei Ekonomi OECD Indonesia Maret 2015. Paris: OECD
Publishing.
Peter Stella. 1989. An Economic Analysis of Tax Amnesties , IMF Working Paper No.
WP/89/42.
Ragimun. Analisis Implementasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Indonesia.
Badan Kebijakan Fiskal. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Republik Indonesia. Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2015.
Ricardo Fenochietto dan Carola Pessino. 2013. Understanding Countries’ Tax Effort”,
IMF Working Paper WP/13/244.
Rochmat Sumitro. 1979. Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1994.
Bandung: Eresco.
Surat direktur jenderal pajak No. S - 14/PJ.7/2003, 2003.
Syafri Nurmantu. 2001. Bahan Kuliah Hukum Pajak. Jakarta : Sarjana STIH IBLAM,
2001.
Peraturan Perundang-undagan
Penjelasan Umum Atas Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1964
Tentang Peraturan Pengampunan Pajak.
Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak.
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Halaman | 12

Anda mungkin juga menyukai