Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MEKANIKA KLASIK

“ Tinjauan Ulang Mekanika Newton ”

Disusun Oleh:

Emelda Meva Elsera : 181052601013


Erwan Susanto : 181052601002
Muh. Syamsudin : 181052601012
Re’kun Matandung : 181052601011

PROGRAM PASCA SARJANA FISIKA SAINS

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2018
Mekanika adalah salah satu cabang ilmu fisika yang paling tua dan familiar.
Menjelaskan mengenai benda dalam keadaan diam maupun bergerak dan kondisi diam
ataupun bergerak ketika berada dibawah pengaruh gaya internal maupun gaya eksternal. Ilmu
mekanika terbagi atas kinematika dan dinamika (Jufriadi, A., dkk., 2015).
Kajian tentang gerak benda merupakan bagian penting dari penggambaran
alam semesta. Sejak zaman dahulu manusia berusaha menyingkap rahasia tentang gerak
benda. Mulai dari masa Aristoteles sampai masa Galileo dan Newton, pemahaman gerak
mengalami perkembangan yang signifikan (Setya, N., 2009).

A. Hukum-Hukum Newton
Pembahasan tentang hukum-hukum Newton dan pemahaman konsep secara
kualitatifnya telah Anda dapatkan di SMP. Hukum-hukum tersebut membahas tentang
hubungan antara gerak benda dan gaya. Di sini Anda akan mengkaji kembali ketiga hukum
Newton tersebut dan mengaplikasikannya pada persoalan-persoalan dinamika sederhana.
1. Hukum Newton I
Pada zaman dahulu, orang percaya bahwa alam ini bergerak dengan sendirinya. Tidak
ada sesuatu pun yang menggerakkannya. Mereka menyebutnya dengan gerak alami. Di lain
sisi, untuk benda yang jelas-jelas digerakkan, mereka menamakan gerak paksa. Teori yang
dipelopori oleh Aristoteles ini terbukti salah saat Galileo dan Newton mengemukakan
pendapat mereka. Galileo mematahkan teori Aristoteles dengan sebuah percobaan sederhana.
Ia membuat sebuah lintasan lengkung licin yang digunakan untuk menggelindingkan sebuah
bola. Satu sisi dari lintasan tersebut diubah- ubah kemiringannya. Setelah mengamati, Galileo
menyatakan “ Jika gaya gesek pada benda tersebut ditiadakan, maka benda tersebut akan
terus bergerak tanpa memerlukan gaya lagi”.
Teori Galileo dikembangkan oleh Isaac Newton. Newton mengatakan bahwa “ Jika
resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang diam akan tetap diam
dan benda yang bergerak akan tetap bergerak dengan kecepatan tetap”. Kesimpulan Newton
tersebut dikenal sebagai hukum I Newton. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.

ΣF = 0

Berdasarkan hukum I Newton, dapatlah Anda pahami bahwa suatu benda cenderung
mempertahankan keadaannya. Benda yang mula-mula diam akan mempertahankan keadaan
diamnya, dan benda yang mulamula bergerak akan mempertahankan geraknya. Oleh karena
itu, hukum I Newton juga sering disebut sebagai hukum kelembaman atau hukum inersia.
Ukuran kuantitas kelembaman suatu benda adalah massa. Setiap benda memiliki tingkat
kelembaman yang berbeda beda. Makin besar massa suatu benda, makin besar
kelembamannya.
Deskripsi matematis dari gerak partikel memerlukan sebuah kerangka acuan, atau satu
set koordinat dalam ruang konfigurasi yang dapat menentukan posisi, kecepatan dan
percepatan dari partikel pada waktu tertentu. Kerangka acuan dimana hukum pertama
Newton berlaku valid disebut kerangka acuan inersia. Hukum ini mengesampingkan
kerangka acuan dipercepat sebagai inersia, karena objek yang benar-benar diam atau
bergerak dengan kecepatan konstan, yang terlihat dari kerangka acuan yang dipercepat akan
muncul dipercepat. Sementara objek yang diam pada kerangka acuan ini akan terlihat
dipercepat jika diamati dari kerangka acuan inersia.
Contoh sederhana untuk menjelaskan tentang kerangka acuan noninersia, misalnya
seorang pengamat berada di dalam gerbong kereta api yang bergerak dipercepat dengan a.
kemudian sebuah bandul timbangan dicencang pada atap gerbong. Apa yang yang akan
terlihat oleh pengamat tersebut? Jadi, pengamat yang ada di dalam gerbong disini berarti
berada dalam kerangka acuan noninersia dan diam terhadap gerbong. Sementara bandul
kelihatannya juga diam dengan membentuk sudut θ terhadap vertikal, padahal apabila tidak
ada gaya selain gravitasi dan tension, maka bandul akan berada vertikal lurus. Tetapi yang
terjadi bahwa ada gaya yang tidak diketahui yang mendorong bandul ke belakang.

Gambar 1. Kerangka acuan noninersia

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mungkin menentukan kerangka acuan yang
diberikan itu merupakan kerangka inersia. Pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Kemudian
apakah ada kerangka acuan inersia itu? Untuk tujuan praktis, tentu tidak perlu presisi yang
terlampau tinggi. Sistem koordinat yang tetap di bumi adalah hampir inersia. Sebagai contoh,
sebuah bola billiard sepertinya bergerak lurus dengan laju konstan selama tidak terjadi
benturan dengan bola lain. Padahal sebenarnya, jika diukur dengan presisi tinggi lintasan bola
tersebut sedikit melengkung. Hal ini dikarenakan bumi berotasi dan sistem koordinat yang
tetap di bumi sebenarnya bukanlah sistem inersia. Sistem yang lebih baik mungkin sistem
yang menggunakan pusat bumi, pusat matahari dan bintang yang jauh sebagai titik-titik
acuan. Tetapi hal ini juga tidak inersia sekali, karena bumi bergerak mengitari matahari.
Berikutnya mungkin lebih baik jika diambil pusat matahari dan dua bintang yang jauh
sebagai titik-titik acuan. Biasanya disepakati bahwa siatem inersia, kaitannya dengan
mekanikan Newtonian adalah sistem yang didasarkan pada rata-rata background dari seluruh
benda di dunia.
2. Hukum II Newton
Hukum I Newton hanya membahas benda yang tidak dikenai gaya dari luar, artinya
benda tidak mengalami percepatan. Bagaimana jika suatu benda mendapat gaya dari luar atau
pada benda tersebut bekerja beberapa gaya yang resultannya tidak sama dengan nol? Pada
kondisi ini benda mengalami perubahan percepatan.

Gambar 2. Pengaruh resultan gaya terhadap percepatan

Misalkan Anda mendorong sebuah kotak di atas lantai licin (gaya gesek diabaikan)
dengan gaya F, ternyata dihasilkan percepatan sebesar a. Saat gaya dorong terhadap kotak
Anda perbesar menjadi dua kali semula (2F), ternyata percepatan yang dihasilkan juga dua
kali semula (2a). Ketika gaya dorong Anda tingkatkan menjadi tiga kali semula (3F), ternyata
percepatan yang dihasilkan juga menjadi tiga kali semula (3a). Jadi, dapat disimpulkan bahwa
percepatan berbanding lurus dengan besarnya resultan gaya yang bekerja pada suatu benda (a
~ f).
Sekarang, taruhlah sebuah kotak (dengan massa sama) di atas kotak yang tadi Anda
dorong (massa kotak menjadi 2 kali semula (2m)). Ternyata dengan gaya F dihasilkan
percepatan yang besarnya setengah percepatan semula (½a). Kemudian tambahkan lagi
sebuah kotak (dengan massa sama) di atas kotak yang tadi Anda dorong (massa menjadi 3
kali semula). Ternyata dengan gaya F dihasilkan percepatan yang besarnya sepertiga
percepatan semula (½a). Jadi, dapat disimpulkan bahwa percepatan berbanding terbalik
1
dengan massa benda (𝑎 ~ ).
𝑚

Berdasarkan dua kesimpulan tersebut Newton menggabungkannya menjadi sebuah


pernyataan, yang dikenal dengan hukum II Newton, yaitu “Percepatan yang dihasilkan oleh
resultan gaya yang bekerja pada suatu benda berbanding lurus dengan resultan gaya, dan
berbanding terbalik dengan massa benda”. Secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut.

a ~f 𝛴𝐹
sehingga a = atau 𝛴𝐹 = m x a
1 𝑚
𝑎~
𝑚

3. Hukum III Newton


Newton menyatakan bahwa suatu gaya yang bekerja pada sebuah benda selalu berasal
dari benda lain. Artinya, tidak ada gaya yang hanya melibatkan satu benda. Gaya yang hadir
sedikitnya membutuhkan dua benda yang saling berinteraksi. Pada interaksi ini gaya-gaya
selalu berpasangan. Jika A mengerjakan gaya pada B (aksi), maka B akan mengerjakan gaya
pada A (reaksi). Pasangan gaya inilah yang terkenal dengan pasangan aksi reaksi.
Di SMP Anda telah mengetahui bahwa gaya aksi dan reaksi besarnya sama tetapi
arahnya berlawanan. Pasangan gaya aksi reaksi ini dijelaskan Newton dalam hukum
ketiganya. Bunyi hukum III Newton adalah sebagai berikut “Jika benda A mengerjakan gaya
pada benda B, maka benda B akan mengerjakan gaya pada benda A, yang besarnya sama
tetapi arahnya berlawanan”. Hukum ini biasanya juga dinyatakan sebagai berikut “Untuk
setiap aksi, ada suatu reaksi yang sama besar tetapi berlawanan arah”. Secara matematis
hukum III Newton dapat di tulis sebagai berikut.

B. Hukum Newton Dan Aplikasi Sederhananya


Hukum-hukum Newton secara sederhana dinyatakan sebagai berikut:
Hukum pertama : Sebuah benda tetap pada keadaan awalnya yang diam atau bergerak
dengan kecepatan sama kecuali jika dipengaruhi gaya eksternal resultan.
Hukum kedua : Percepatan sebuah benda berbanding terbalik dengan massanya dan
sebanding dengan gaya eksternal resultan yang bekerja padanya.
Hukum ketiga : Gaya-gaya selalu terjadi berpasangan. Setiap ada aksi selalu ada reaksi yang
besarnya sama dan arahnya berlawanan.
Gerak benda disekitar lingkungan kita sangat rumit oleh adanya gaya gravitasi dan
gaya gesek. Jika ditinjau sebuah benda yang terisolasi dengan kecepatan konstan dalam
sebuah ruangan. Benda terisolasi berarti benda tersebut jauh dengan benda lainnya, sehingga
tidak ada interaksi satu dengan lainnya. Hal tersebut menyebabkan tidak ada gaya yang
bekerja pada benda tersebut. Untuk menjelaskan gerak suatu benda, dibuat suatu sistem
koordinat dimana benda bergerak dengan kecepatan konstan, sistem koordinat demikian
disebut sebagai sistem inersial. Esensi dari hukum pertama Newton adalah penegasan
keberadaan sistem inersial.
Kita semua tahu bahwa batu yang besar tidak hanya sangat susah untuk diangkat,
tetapi juga sulit untuk digerakkan atau diberhentikan dari gerakan dibandingkan dengan
sebatang kayu. Kita katakan bahwa batu lebih inersia dibanding kayu tersebut. Ukuran
kuantitatif dari inersia adalah massa. Misal kita memiliki dua benda A dan B. bagaimana kita
menentukan inersia dari satu relatif dari yang lainnya jika kedua benda dibuat untuk saling
berinteraksi misalnya dengan mengikatkan pegas ke masing-masing benda, maka akan
diperoleh bahwa percepatandari kedua benda akan selalu berlawanan arah dengan rasio
konstan. (diasumsikan bahwa percepatan diberikan di dalam sistem acuan inersia dan hanya
pengaruh timbal-balik dari A danB saja yang diperhatikan). Kita dapat menyatakan hal ini
dengan persamaan

𝑑𝑣𝐴 𝑑𝑣𝐵
=− 𝜇𝐵𝐴 (1.1)
𝑑𝑡 𝑑𝑡

Konstanta 𝜇𝐵𝐴 menyatakan ukuran inersia B terhadap A. Dari persamaan itu, kita
dapat nyatakan 𝜇𝐵𝐴 = 1/𝜇𝐵𝐴 Mungkin akan lebih bagus lagi jika 𝜇𝐵𝐴 dinyatakan lagi dengan
persamaan

𝑚𝐵
𝜇𝐵𝐴 =
𝑚𝐴

𝑚
Dan gunakan benda standar sebagai satuan inersia. Sekarang rasio dari 𝑚𝐵 harus bebas
𝐴

terhadap pemilihan satuan. Jika ada benda satu lagi yaitu C, maka
𝜇𝐵𝐶
= 𝜇𝐵𝐴
𝜇𝐴𝐶

Kita menyebut besaran m sebagai massa.


Lebih mudahnya, m lebih baik disebut sebagai massa inersia, karenna definisinya
didasarkan pada sifat-sifat inersia. Dalam prakteknya, rasio massa biasanya ditentukan
dengan pembobotan. Gaya berat atau gravitasi adalah sebanding dengan apa yang dsebut
massa gravitasi dari benda. Akan tetapi, semua eksperimen menunjukkan bahwa massa
inersia dan massa gravitasi adalah sepadan, sehingga kita tidak perlu membedakannya. Jika m
konstan, maka ungkapan (1) dapat dinyatakan lagi sebagai

𝑑(𝑚𝐴 𝑣𝐴 ) 𝑑(𝑚𝐵 𝑣𝐵 ) (1.2)


=−
𝑑𝑡 𝑑𝑡

Laju perubahan dari produk massa dengan kecepatan merupakan perubahan gerak
dari hukum Newton kedua, dan menurut hukum tersebut, berbanding langsung dengan gaya.
Dengan kata lain kita dapat menyatakan hukum Newton kedua melalui ungkapan

𝑑(𝑚𝑣) (1.3)
𝐹=𝑘
𝑑𝑡

dimana F adalah gaya dan k adalah konstanta kesebandingan. Biasanya k diambil


sama dengan (1.1) sehingga (1.3) menjadi

𝑑(𝑚𝑣) 𝑑𝑣 (1.4)
𝐹=𝑘 =𝑚
𝑑𝑡 𝑑𝑡

karena m adalah tetap.

Dari persamaan (1.4) kita dapat mengintepretasikan suatu kenyataan bahwa ungkapan (2)
menyatakan bahwa dua benda yang saling berinteraksi mengerahkan gaya yang sama besar
dan berlawanan.

𝐹𝐴 = −𝐹𝐵 (1.5)

masing-masing gaya disebut aksi dan reaksi.

Momentum linier merupakan produk dari massa dan kecepatan yang ditandai dengan
p. Jadi,
p = mv (1.6)
Hukum Newton kedua selanjutnya dinyatakan sebagai
𝑑𝑝
𝐹= (1.7)
𝑑𝑡

Atau dapat dinyatakan ketika sebuah gaya bekerja pada sebuah benda, maka gaya
tersebut sama dengan laju perubahan momentum linier benda tersebut. Hukum ketiga
Newton selanjutnya dapat dinyatakan dalam bentuk momentum menjadi
𝑑𝑣𝐴 𝑑𝑣𝐵
=− 𝜇
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝐵𝐴
Atau

𝑑𝑝𝐴 𝑑𝑝𝐵
=
𝑑𝑡 𝑑𝑡

𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (1.8)

Jadi, jumlah total dari dua benda yang saling berinteraksi adalah konstan. Pernyataan
ini dapat digeneralisir menjadi “ jumlah total momentum linier dari setiap sistem yang
terisolasi adalah konstan”. Pernyataan ini merupakan statemen dasar dari hukum kekekalan
momentum.

C. Konsep Massa dan Gaya


Massa adalah ukuran inersia suatu benda. Makin besar massa yang dimiliki sebuah
benda, maka makin sulit merubah keadaan geraknya. Lebih sulit menggerakkannya dari
keadaan diam atau memberhentikannya pada waktu sedang bergerak, bahkan sulit merubah
gerakannya untuk keluar dari lintasannya yang lurus. Sebuah truk akan memiliki inersia yang
lebih besar jika dibandingkan dengan sebuah mobil sedan, dan truk itu lebih sulit untuk
dipercepat ataupun diperlambat geraknya. Dalam satuan SI, satuan massa adalah kilogram
(kg). Istilah massa dan berat merupakan dua istilah yang berbeda. Jika massa adalah jumlah
zat dari suatu benda, maka berat adalah gaya, yaitu gaya gravitasi yang bekerja pada sebuah
benda. Sebagai contoh misalnya sebuah benda di bawa ke Bulan. Maka benda tersebut akan
mempunyai berat seperenam dari beratnya di bumi, karena gaya gravitasi di bulan lebih
lemah, tetapi massa benda tersebut akan tetap sama. Benda tersebut akan tetap memiliki
jumlah zat yang sama dan inersia yang sama.
Jika kita mendorong atau menarik sebuah benda , maka dapat dikatakan bahwa kita
melakukan gaya kepada benda tersebut. Tetapi gaya juga dapat dilakukan oleh benda-benda
mati. Seperti pegas yang regang akan melakukan gaya kepada benda-benda yang dikaitkan ke
ujung-ujungnya, atau sebuah lokomotif akan melakukan gaya kepada deretan gerbong-
gerbong yang sedang ditariknya.
Sebuah gaya memiliki arah dan besar, sehingga gaya merupakan vektor yang
mengikuti aturan-aturan penjumlahan vektor. Gaya dapat dinyatakan dengan sebuah garis
yang bertanda panah di ujungnya sebagai arah dari gaya tersebut sedangkan panjang garis
menyatakan besar gaya tersebut. Dalam satuan SI, satuan gaya adalah Newton (N) atau
kg.m/s2.
a. Gaya Gravitasi
Benda-benda yang dijatuhkan di dekat permukaan bumi akan jatuh dengan percepatan
yang sama yaitu sebesar percepatan gravitasi (g = 9,8 m/s2 = 9,8 N/kg dalam satuan SI), jika
hambatan udara dapat diabaikan. Gaya yang menyebabkan percepatan ini disebut dengan
gaya gravitasi (FG). Maka dapat dikatakan bahwa gaya gravitasi merupakan gaya yang
dilakukan oleh bumi terhadap setiap benda yang berada di dekatnya. Hukum gravitasi
menyatakan bahwa gaya antara dua partikel yang mempunyai massa M dan m dan terpisah
oleh jarak r adalah suatu gaya tarik menarik sepanjang garis yang menghubungkan kedua
partikel tersebut.
b. Gaya Normal
Gaya normal N merupakan gaya yang timbul jika dua buah benda saling bersentuhan.
Arah gaya normal selalu tegak lurus terhadap permukaan yang bersentuhan (bidang
singgung) dengan benda tersebut (Gambar 3). Besar kecilnya gaya normal tergantung pada
besar kecilnya gaya tekanan terhadap permukaan kontak (bidang singgung).

Gambar 3. Gaya Normal


c. Gaya Gesek
Sebuah benda yang diluncurkan di atas suatu permukaan rata horizontal, maka lajunya
akan berkurang dan akhirnya berhenti. Jelas bahwa suatu gaya dalam arah horizontal bekerja
pada benda tersebut, dimana arah gaya tersebut berlawanan dengan gerak benda. Gaya ini
biasa disebut sebagai gaya gesek (f) yang bekerja pada benda tersebut dan disebabkan oleh
permukaan itu. Gaya gesek terjadi jika dua buah benda bergesekan, yaitu permukaan kedua
benda tersebut saling bersinggungan pada waktu benda yang satu bergerak terhadap benda
yang lainnya dan sejajar dengan permukaan yang saling bersinggungan tersebut. Arah gaya
gesek selalu berlawanan arah dengan arah gerak dari benda yang bergerak (Gambar 4). Jadi
jika sebuah balok bergerak dari kiri ke kanan di atas sebuah lantai, maka sebuah gaya gesek
dengan arah ke kiri akan bekerja pada balok tersebut.

Gambar 4. Gaya Gesek

Gaya gesek yang bekerja antara dua permukaan yang berada dalam keadaan diam
relatif satu dengan lainnya disebut dengan gaya gesek statik (fs). Gaya gesek statik
maksimum adalah gaya terkecil yang menyebabkan benda bergerak. Untuk permukaan yang
kering dan tidak diberi pelumas, diperoleh bahwa gaya gesek statik maksimum diantara dua
permukaan tidak bergantung pada luas permukaan kontak yang saling bergesekan, tetapi
sebanding dengan besarnya gaya normal diantara kedua benda yang saling bergesekan
(Gambar 4).
Misalkan sebuar partikel bermassa m mendapatkan gaya dari beberapa gaya F1, F2,
…, Fn. Maka gaya resultan yang bekerja pada partikel tersebut dinyatakan dengan prinsip
superposisi, yaitu
F = 𝜮𝑭𝒏 = 𝑭𝟏 + 𝑭𝟐 + ⋯ + 𝑭𝒏 (1.9)

Gerak partikel diuraikan oleh hukum kedua Newton sebagai

𝑑𝑝
𝐹=
𝑑𝑡
Dimana p adalah momentum linear dari partikel. Ketika massa m tetap konstan, maka
dapat ditulis

𝑑2𝑟
𝐹=𝑚 = 𝑚𝑎 (1.10)
𝑑𝑡 2

Dengan persamaan dinamika bagi partikel menggambarkan keadaan gerak partikel.


Jadi solusi/ pemecahan persamaan di atas menggambarkan gerak partikel. Problem mekanika
(klasik) pada umumnya adalah:
- Memecahkan persamaan/ hukum Newton.
- Solusinya bergantung pada fungsi gaya F
Adapun bentuk-bentuk fungsi gaya yang paling sederhana adalah:
1) F = 0 (GLB)
𝑑2𝑥 𝑑𝑟
𝑚 =0 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 = 𝑣
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡

𝑟 = ∫ 𝑣 𝑑𝑡 = 𝑣𝑡 + 𝑟0

2) F = konstan (GLBB)
𝑑2𝑥 𝑑2𝑟 𝐹
𝑚 = 𝐹 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡 2 𝑚
𝑑𝑥 𝐹 𝐹
𝑣= ∫ 𝑑𝑡 = 𝑡 + 𝑣0 , 𝑣0 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎
𝑑𝑡 𝑚 𝑚
𝐹
𝑣= 𝑡 + 𝑣0
𝑚
𝐹 2
𝑟 = ∫ 𝑣 𝑑𝑡 = 𝑡 + 𝑣0 𝑡 + 𝑟0 , 𝑟0 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎
2𝑚
Dimana:
𝐹
=𝑎
𝑚
Jika persamaan (1.10) diuraikan dengan gerak pada koordinat rectangular, maka dapat
ditulis dalam bentuk tiga komponen
𝑑2𝑥
𝐹𝑥 = ∑ 𝐹𝑛𝑥 𝑚 = 𝑚ẍ = 𝑚𝑎 (1.11)
𝑑𝑡 2

Bentuk persamaan (1.11) tersebut juga sama untuk Fy dan Fz. Jika percepatan a atau
komponen-komponennya ax, ay, az diketahui, maka bisa digunakan untuk mencari F.
Persamaan (1.11) juga bisa ditulis dalam bentuk
𝑑2 𝑥
𝐹=𝑚 2 (1.12)
𝑑𝑡

Untuk lebih jelasnya, persamaan di tulis dalam bentuk

𝑑2𝑥
𝐹(𝑥, ẋ, 𝑡) = 𝑚 2 (1.13)
𝑑𝑡

Dimana 𝑥̇ = dx/dt = v, adalah kecepatan partikel dan persamaan (1.13) menunjukkan


bahwa gaya yang bekerja terhadap partikel merupakan fungsi dari posisi, kecepatan dan
waktu. Penyelesaian masalah terhada gaya dengan fungsi dari tiga variable sekaligus sangat
sulit dilaksanakan. Jika gaya merupakan fungsi yang hanya satu variabel, masalah akan lebih
sederhana. Sehingga pada pembahasan ini, akan dibagi menjadi empat kasus:
1. Gaya dalam kondisi konstan; F= konstan. Contohnya seperti gerak jatuh bebas dan
gerak harian.
2. Gaya dalam fungsi waktu; F= F(t). Contohnya pada kasus gelombang elektromagnetik.
3. Gaya dalam fungsi kecepatan; F= F(v). Seperti gaya hambat udara untuk benda jatuh
atau naik.
4. Gaya dalam fungsi posisi; F= F(x). Seperti gaya pemulih untuk getaran pegas. Sebelum
memulai menyelesaikan persamaan (1.12) untuk kasus berbeda, harus diingat bahwa
𝑑2 𝑥 𝑑𝑣 𝑑𝑣 𝑑𝑥 𝑑𝑣
= = = 𝑣 (1.14)
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡 𝑑𝑥 𝑑𝑡 𝑑𝑡
Persamaan (1.12) bisa ditulis dalam bentuk yang berbeda, yaitu
𝑑2𝑥
𝐹=𝑚 2 (1.15)
𝑑𝑡
𝑑𝑣
𝐹=𝑚 (1.16)
𝑑𝑡
𝑑𝑣
𝐹 = 𝑚𝑣 (1.17)
𝑑𝑥
Jika momentum p didefinisikan sebagai p = mv = m(dx/dt), dapat ditulis ulang
persamaan (1.15) sebagai
𝑑𝑝
𝐹=
𝑑𝑡

Jika gaya bekerja pada selang waktu t1 dan t2, dengan integrasi didapatkan
𝒕𝟐

P2 − P1 = ∫ 𝐹 dt (1.18)
𝒕𝟏
Persamaan (1.18) yang merupakan bentuk integral dari hukum kedua Newton, dimana
persamaan (1.15) sampai (1.16) adalah bentuk lainnya. Bentuk integral pada sisi kanan
persamaan (1.18) adalah impuls yang dikirim oleh gaya F selama interval waktu singkat (t2 –
t1). Jadi perubahan momentum linear adalah sama dengan impuls terkirim. Persamaan (1.18)
adalah pernyataan dari Teori impuls-momentum.

1. Gaya Konstan: F=Konstan


Ketika gaya yang bekerja pada partikel konstan dalam waktu, maka kita dapat menulis
hukum kedua Newton sebagai
𝑑2 𝑥 𝑑𝑣 𝑓
= = = 𝑎 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (1.19)
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡 𝑚
Dengan integral dengan asumsi bahwa ketika t=0 maka kecepatan awalnya adalah v0
dan ketika t=t maka kecepatannya adalah v, sehingga didapat
𝒗 𝒕

∫ 𝑑𝑣 = ∫ 𝑎 𝑑𝑡 (1.20)
𝒗𝟎 𝒕𝟎

Hasil integrasi tersebut adalah


𝑣 = 𝑣0 + 𝑎𝑡 (1.21)
Dengan mensubstitusikan v=dx/dt pada persamaan (1.21) dan mengasumsikan lagi
bahwa ketika x=x0 saat t=0, maka di dapatkan hasil pengintegralan yaitu
1
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑡2 (1.22)
2
Dengan mengeliminasi t antara persamaan (1.21) dan (1.22) didapatkan
𝑣 2 = 𝑣02 + 2𝑎(𝑥 − 𝑥0 ) (1.23)
Persamaan (1.21), (1.22) dan (1.23) adalah persamaan gerak translasi dari partikel
pada satu dimensi. Salah satu contoh dari gerak dengan gaya konstan, karena itu
percepatan juga konstan adalah gerak jatuh bebas, dimana ada kasus ini jika a diganti
dengan g.
2. Gaya Sebagai Fungsi Waktu: F=F(t)
Pada kasus ini, gaya diberikan oleh F = F(t), yang menyatakan bahwa gaya adalah
fungsi dari waktu. Karena itu hukum kedua Newton dapat ditulis sebagai
𝑑𝑣
𝑚 = 𝐹(𝑡) (1.24)
𝑑𝑡
Dengan melakukan intgrasi dan asumsi bahwa v = v0 pada saat t = t0,
𝑡
1
𝑣 = 𝑣0 + ∫ 𝐹(𝑡) 𝑑𝑡 (1.25)
𝑚
𝑡0

Jika v = v(t) = dx(t)/dt, persamaan (1.25) bisa ditulis dalam bentuk


𝑡
𝑑𝑥(𝑡) 1
= 𝑣0 + ∫ 𝐹(𝑡) 𝑑𝑡 (1.26)
𝑑𝑡 𝑚
𝑡0

Dan dengan pengintegralan lagi, maka


t t
1
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣0 (𝑡 − 𝑡0 ) + ∫ [∫ F(t) dt ] dt (1.27)
𝑚
t0 t0

Karena dilakukan pengintegralan sebanyak dua kali, maka dapat digunakan dua
variable, yaitu t’ dan t” sehingga persamaan (1.27) dapat dinyatakan
t 𝑡
1
𝑥 = 𝑥0 + 𝑣0 (𝑡 − 𝑡0 ) + ∫ 𝑑𝑡′ ∫ 𝐹(𝑡")𝑑𝑡" (1.28)
𝑚
t0 𝑡0

Ilustrasi tentang pembahasan ini bisa dilakukan dengan menjelaskan interaksi dari
gelombang radio dengan electron pada ionosfer, hasil dari pemantulan gelombang radio
dari ionosfer. Ionosfer menutupi bumi pada ketinggian 200 km (sekitar 125 mil) dari
permukaan tanah. Ionosfer berisi ion-ion bermuatan negative dan positif sehingga
membentuk gas netral. Ketika gelombang radio yang merupakan gelombang
elektromagnetik melewati ionosfer, sehingga terjadi interaksi dengan muatan partikel dan
mempercepatnya. Gerak dari elektron bermassa m dan bermuatan negatif yang awalnya
dalam keadaan diam, ketika terjadi interaksi dengan gelombang elektromagnetik yang
datang dengan medan listrik E, maka dapat dinyatakan
𝐸 = 𝐸0 sin(𝜔𝑡 + ∅) (1.29)
Dimana  adalah frekuensi osilasi dalam radian per detik dari gelombang
elektromagnetik dan  adalah sudut fasa awal. Interaksi tersebut menghasilkan gaya
terhadap elektron sebesar
𝐹 = −𝑒𝐸 = −𝑒𝐸0 sin(𝜔𝑡 + ∅) (1.30)
Dimana percepatan dari elektron adalah
𝐹 𝑒𝐸0
𝑎= =− sin(𝜔𝑡 + ∅) (1.31)
𝑚 𝑚
Jika a0 = eE0/m menjadi percepatan yang maksimum, maka
𝑎 = −𝑎0 sin(𝜔𝑡 + ∅) (1.32)
Jika a = dv/dt, persamaan gerak dari elektron menjadi
𝑑𝑣 𝑒𝐸0
=− sin(𝜔𝑡 + ∅) (1.33)
𝑑𝑡 𝑚𝜔
Dengan asumsi bahwa ketika dalam keadaan diam t=t0 maka v0=0, pengintegralan
dari persamaan (1.33) menghasilkan
𝑒𝐸0 𝑒𝐸0
𝑣=− cos ∅ + cos(𝜔𝑡 + ∅) (1.33)
𝑚𝜔 𝑚𝜔
Dan jika v = dx/dt dengan asumsi bahwa x=x0 ketika t0=0, pengintegralan dari
persamaan (1.33) menghasilkan
𝑒𝐸0 𝑒𝐸0 𝑒𝐸0
𝑥=− sin ∅ − ( 𝑐𝑜𝑠∅) 𝑡 + sin(𝜔𝑡 + ∅) (1.34)
𝑚𝜔 𝑚𝜔 𝑚𝜔 2
Dua suku yang pertama menunjukkan bahwa elektron mengalir dengan kecepatan
yang tetap dan kecepatan ini merupakan fungsi dari keadaan awal. Superposisi dari gerak
aliran elektron iniadalah gerak osilasi yang ditunjukkan pada suku terakhir. Frekuensi
osilasi elektron  tidak tergantung atas kondisi awal, dan hal ini sama dengan kejadian
gelombang elokromagnetik.

Gambar 5. Pemantulan gelombang radio pada ionosfer


Jika dibandingkan antara persamaan (1.30) dengan (1.31), maka sangat jelas bahwa
osilasi dari perpindahan x adalah sebesar 180o. Biasanya dalam sebuah dielektrik pada
frekuensi rendah muatan berpindah searah dengan gaya, hasil dari polarisasi muatan.
Dalam banyak hal hasil koefisien dielektrik dari material lebih dari 1. Pada kasus
ionosfer, dapat ditunjukkan bahwa hasil polarisasi adalah 180o; oleh karena itu koefisien
dielektrik dari ionosfer kurang dari 1. Hasil ini menimbulkan dua konsekuensi
1. Kecepatan fase v dari gelombang elektromagnetik pada ionosfer adalah lebih besar
dari kecepatan cahaya c.
2. Indeks refraksi ionosfer untuk gelombang elektromagnetik yang baru dating lebih
kecil dari indeks refraksi angkasa luar

3. Gaya Sebagai Fungsi Kecepatan: F=F(v)


Contoh kejadian yang menyatakan bahwa adalah gaya yang merupakan fungsi
kecepatan adalah ketika sebuah benda berada dalam medan gravitasi. Disana ada gaya
tahan udara yang bekerja pada benda yang jatuh atau naik, dan gaya ini adalh fungsi
kecepatan yang rumit. Sama dengan gaya yang bergerak dalam fluida (gas dan udara).
Gaya yang melawan gerak dalam fluida dinamakan dengan gaya viskositas. Pada kasus
ini hukum kedua Newton dapat ditulis dalam bentuk
𝑑𝑣
𝐹(𝑣) = 𝑚 (1.35)
𝑑𝑡
𝑑𝑣 𝑑𝑥 𝑑𝑣
𝐹(𝑣) = 𝑚 = 𝑚𝑣 (1.36)
𝑑𝑥 𝑑𝑡 𝑑𝑥
Untuk menganalisa gerak, dihitung nilai x sebagai fungsi waktu dengan dimulai dari
persamaan (1.35)
𝑑𝑣
𝐹(𝑣) = 𝑚
𝑑𝑡
𝑑𝑣 𝑑𝑥 𝑑𝑣
𝐹(𝑣) = 𝑚 = 𝑚𝑣 (1.37)
𝑑𝑥 𝑑𝑡 𝑑𝑥
Untuk menganalisa gerak, dihitung nilai x sebagai fungsi waktu dengan dimulai dari
persamaan (1.35)
𝑑𝑣
𝑑𝑡 = 𝑚 (1.38)
𝐹(𝑣)
Dengan pengintegralan menghasilkan
𝑑𝑣
𝑡 = 𝑡(𝑣) = 𝑚 ∫ (1.39)
𝐹(𝑣)
Penyelesaian ini menghasilkan v sebagai fungsi waktu; v=v(t), sehingga
𝑑𝑥
𝑣= 𝑣(𝑡) (1.40)
𝑑𝑡
𝑑𝑥 = 𝑣(𝑡)𝑑𝑡 (1.41)
Integralkan persamaan (1.41) menghasilkan

𝑥 = 𝑥(𝑡) = ∫ 𝑣(𝑡) 𝑑𝑡 (1.42)

jika dimulai dari persamaan (1.37)


𝑣𝑑𝑣
𝑑𝑥 = 𝑚 (1.43)
𝐹(𝑣)
Integralkan persamaan (1.43) menghasilkan
𝑣𝑑𝑣
𝑥 = 𝑥(𝑡) = 𝑚 ∫ (1.44)
𝐹(𝑣)
Persamaan (2.36) dan (2.37), yang menjelaskan perpindahan x sebagai fungsi dari
waktu kelihatan berbeda. Tetapi kalau dievaluasi sebenarnya mereka menghasilkan
hubungan sama.
Kasus Khusus
Misalkan sebuah mobil bergerak dengan kecepatan v0 pada permukaan yang halus,
tiba-tiba mesin mobil mati. Dengan asumsi bahwa hambatan udara sebanding dengan
kecepatan; maka
𝐹𝑟 = 𝐹𝑟 (𝑣) = −𝑘𝑣 (1.45)
Diasumsikan bahwa saat t=0, v=v0, hitunglah v dan x sebagai fungsi t. Maka dapat
ditulis
𝑑𝑣
𝐹𝑟 (𝑣) = −𝑘𝑣 = 𝑚 𝑑𝑡 (1.46)
𝑣
𝑚 𝑑𝑣
𝑑𝑡 = − ∫
𝑘 𝑣
𝑣0

Integralkan persamaan (1.46) menghasilkan


𝑚 𝑣
𝑡=− 𝑙𝑛 ( ) (1.47)
𝑘 𝑣0
Dengan menyusun ulang persamaan diatas
𝑘
𝑣 = 𝑣0 𝑒 −(𝑚)𝑡 𝑑𝑡 (1.48)
Ini adalah persamaan kecepatan yang menurun secara eksponensial dengan waktu,
jika disubstitusikan v=dx/dt pada persamaan (1.48) dan disusun ulang didapat
𝑘
𝑑𝑥 = 𝑣0 𝑒 −(𝑚)𝑡 𝑑𝑡 (1.49)
Integralkan persamaan (1.49) dengan asumsi bahwa saat t=0 maka x=0, sehingga
menghasilkan
𝑚𝑣0 𝑘
𝑥= [1 − 𝑒 −(𝑚)𝑡 ] (1.50)
𝑘
Dari persamaan (1.48) dan (1.50) bahwa ketika t=0, v=v0, x=0 adalah sebuah
keharusan. Dari persamaan (1.48) bahwa v = 0 hanya ketika t = , dan dari persamaan
(1.50), x = mv0/k = xl, dimana xl adalah jarak terbatas. Benda tidak pernah bergerak
melebihi jarak ini. Dari persamaan (1.48) dan (1.50), diketahui bahwa benda tidak dapat
bergerak terus selamanya. Asumsi bahwa mobil sampai pada kecepatan minimum
tertentu vl maka mobil juga akan sampai pada jarak akhir xl. Hal ini akan benar selama v
kurang dari nilai kecepatan minimum tertentu vl. Dengan substitusi v=vl pada persamaan
(1.48), dapat dihitung waktu tl untuk sampai pada vl; yaitu
𝑘
𝑣1 = 𝑣0 𝑒 −(𝑚)𝑡1 (1.51)
𝑚 𝑣0
𝑡 = 𝑙𝑛 ( ) (1.52)
𝑘 𝑣1
Kenyataan yang menarik lainnya adalah pernyataan jika gerak dengan interval waktu
singkat ketika gaya penghambat hanya bekerja pada benda bergerak. Untuk
mendiskusikan hal tersebut, maka diekspansikan persamaan (1.47) dan (1.50) pada
bagian kanan dengan menggunakan Deret taylor (ex = 1+x + x2/2! + x3/3!+…). Yaitu
𝑘𝑣0 𝐹𝑟0
𝑣 = 𝑣0 − 𝑡 + ⋯ = 𝑣0 + 𝑡+⋯ (1.53)
𝑚 𝑚
𝑣 = 𝑣0 + 𝑎𝑟0 𝑡 (1.54)
Dimana ar0 = Fr0/m adalah percepatan saat t = 0,
1 𝑘𝑣0 2 𝐹𝑟0 2
𝑥 = 𝑣0 𝑡 − 𝑡 + ⋯ = 𝑣0 𝑡 + 𝑡 +⋯ (1.55)
2 𝑚 𝑚
1
𝑣 = 𝑣0 𝑡 + 𝑎𝑟0 𝑡 2 (1.56)
2
4. Gaya Sebagai Fungsi Posisi: F = F(x)
Pembahasan materi ini cukup penting, karena banyak gerak benda tergantung
pada posisinya. Contohnya adalah gaya gravitasi, gaya coulomb, gaya elastic.
Persamaan diferensial yang menguraikan gerak benda dibawah pengarah gaya sebagai
fungsi posisi, adalah
𝑑2𝑥
𝑚 2 = 𝐹(𝑥) (1.57)
𝑑𝑡
Atau juga bisa ditulis dalam bentuk yang lain
𝑑𝑣
𝑚𝑣 = 𝐹(𝑥) (1.58)
𝑑𝑥
𝑑 1
( 𝑚𝑣 2 ) = 𝐹(𝑥) (1.59)
𝑑𝑥 2
Karena energi kinetik dari partikel adalah K=1/2mv2, dapat ditulis
𝑑К
= 𝐹(𝑥) (1.60)
𝑑𝑥
Integralkan persamaan (1.60) diperoleh
𝑥

𝐾 − 𝐾0 = ∫ 𝐹(𝑥)𝑑𝑥 (1.61)
𝑥0
Atau ditulis dalam bentuk lain
𝑥
1 1
𝑚𝑣 2 − 𝑚𝑣𝑜 2 = ∫ 𝐹(𝑥)𝑑𝑥 (1.62)
2 2
𝑥0

Bagian persamaan sisi sebelah kanan sama dengan usaha yang dilakukan untuk
memindahkan partikel dari x0 ke x. Pembahasan mengenai ini, sangat cocok untuk
memperkenalkan energi potensial atau fungsi energi potensial V(x), yaitu
𝑑𝑣𝑥
− = 𝐹(𝑥) (1.63)
𝑑𝑥
Definisi dari V(x) adalah usaha yang dilakukan oleh gaya ketika partikel
dipindahkan dari titik x ke titik standart xs.
𝑥𝑠 𝑥

𝑉(𝑥) = ∫ 𝐹(𝑥)𝑑𝑥 = − ∫ 𝐹(𝑥)𝑑𝑥 (1.64)


𝑥 𝑥𝑠

Sama dengan persamaan (1.63), jadi usaha bekerja dari x0 sampai x, yaitu
𝑥 𝑥 𝑥
𝑑𝑣(𝑥)
∫ 𝐹(𝑥)𝑑𝑥 = ∫ [− ] 𝑑𝑥 = − ∫ 𝑑𝑉(𝑥) (1.65)
𝑑𝑥
𝑥𝑜 𝑥0 𝑥0
𝑥 𝑥𝑠 𝑥

∫ 𝐹(𝑥)𝑑𝑥 = − ∫ 𝑑𝑉(𝑥) − ∫ 𝑑𝑉(𝑥) (1.66)


𝑥𝑜 𝑥0 𝑥𝑠
𝑥

∫ 𝐹(𝑥)𝑑𝑥 = +𝑉(𝑥𝑜 ) − 𝑉(𝑥) = −𝑉(𝑥) + 𝑉(𝑥𝑜 ) (1.67)


𝑥𝑜

Jika persamaan (1.61) dikombinasikan dengan persamaan (1.67), maka didapat


𝐾 + 𝑉(𝑥) = 𝐾0 + 𝑉(𝑥𝑜 ) = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 = 𝐸 (1.68)
1 𝑑𝑥 2
𝑚 ( ) + 𝑉(𝑥) = 𝐸 (1.69)
2 𝑑𝑡
Persamaan ini menyatakan bahwa, jika partikel bergerak dibawah pengaruh gaya yang
merupakan fungsi posisi, maka jumlah energi kinetik dan potensial adalah konstan. Gaya
yang demikian disebut dengan gaya konservatif. Untuk gaya nonkonservatif, K+V 
konstan. Contohnya adalah gaya gesek.

Gerak Pada Gaya Pemulih Linear


Gerak dari sebuah partikel untuk gaya linear dinyatakan sebagai
𝐹(𝑥) = −𝑘𝑥 (1.70)
Persamaan ini adalah pernyataan dari hukum Hooke. Contohnya adalah gerak dari
sebuah massa pada pegas. Hasil dari geraknya adalah gerak harmonik sederhana. Dari
definisi energy potensial maka bisa ditulis
𝑥 𝑥

𝑉(𝑥) = − ∫ 𝐹(𝑥)𝑑𝑥 = − ∫ −𝑘𝑥 𝑑𝑥 (1.71)


𝑥𝑠 0

Atau
1
𝑉(𝑥) = 𝑘𝑥 2 (1.72)
2
𝑑𝑣
𝑚𝑣 = 𝐹(𝑥) = −𝑘𝑥 (1.73)
𝑑𝑥
Integralkan persamaan (1.73), sehingga diperoleh
𝑚𝑣𝑑𝑣 = −𝑘𝑥 𝑑𝑥 (1.74)
1 1
𝑚𝑣 2 = − 𝑘𝑥 2 + 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 (1.75)
2 2
Atau
1 1
𝑚𝑣 2 + 𝑘𝑥 2 = 𝐸 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 (1.76)
2 2
DAFTAR PUSTAKA

Jufriadi, A. dan Ayu, H.D., 2015. Bahan Materi Kuliah Mekanika. Malang: Universitas
Kanjuruhan Malang.
Setya, Nurachmandani. 2009. Fisika I untuk SMA/MA kelas X. Jakarta Pusast: Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Supardi. 2014. Catatan Kuliah Mekanika Klasik. http://staffnew.uny.ac.id/upload
/132206562/pendidikan/MEKANIKA+NEWTONIAN+(Autosaved).pdf (diakses
pada tanggal 20 Desember 2018)
Solusi Persamaan Newton. https://www.scribd.com/document/371841667/94065-Bab-03-
Solusi-Persamaan-Newton (Diakses pada tanggal 21 Desember 2018)

Anda mungkin juga menyukai