Kasus "Gayus jilid 2" itu bisa jadi pertaruhan bagi kejaksaan, khususnya bagi jajaran
penyidik JAM Pidsus. Sebab, selama ini, nyaris tak ada kasus besar yang bisa dituntaskan
Gedung Bundar. Kejaksaan kalah pamor dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
selama ini menangani skandal miliaran rupiah yang melibatkan M. Nazaruddin dan kasus cek
perjalanan.
Yang mengejutkan, meski banyak menyebut kasus Dhana adalah "Gayus jilid II", justru
perkara ini dilakukan jauh sebelum mantan pegawai Direktorat Keberatan Pajak itu menjalankan
aksinya. Jika kasus Gayus terjadi pada 2009, Dhana beraksi 2002. Saat itu, dia masih bertugas
sebagai petugas pemeriksa pajak Ditjen Pajak.
Pertama, tindak pidana korupsi menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75 miliar.
Perbuatan pertama Dhana tersebut diuraikan jaksa dalam dakwaan primer dan subsider.
Dakwaan primer memuat Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, sedangkan dakwaan subsidernya memuat Pasal 11
undang-undang yang sama. Menurut jaksa, pada 11 Januari 2006, Dhana menerima uang dari
Herly Isdiharsono senilai Rp 3,4 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri Cabang
Nindya Karya, Jakarta. Penerimaan uang 3,4 miliar itu berkaitan dengan penerimaan melawan
hukum, yaitu mengurangi kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Kemudian, sebanyak Rp 1,4 miliar
dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar rumah atas nama Herly Isdiharsono.
Sedangkan sisanya, Rp 2 miliar, dipakai untuk kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut
ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara
Virgo hanya membayar Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar yang seharusnya.
Adapun total uang yang dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny
Basuki, ke para pegawai pajak tersebut mencapai Rp 20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun
menetapkan Jhonny sebagai tersangka kasus ini. Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana
kembali menerima uang gratifikasi senilai Rp 750 juta dari pencairan cek perjalanan di Bank
Mandiri Cabang Nindya Karya.
Kedua, Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp
1,2 miliar. Dhana terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum
untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara. Dakwaan primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, memuat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor.
Atau, dakwaan kedua, dua, primer yang memuat Pasal 12 Huruf e Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan subsidernya memuat Pasal 12 huruf g undang-
undang yang sama.
Menurut tim JPU Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama dengan Salman Magfiron
sengaja menggunakan data eksternal sebagai dasar perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama,
sehingga pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan
Salman pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans Utama, Lee Jung Ho atau
Mr Leo, yang intinya menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan
perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar. Namun, permintaan imbalan tersebut
diacuhkan PT Kornet. Perusahaan itu kemudian mengajukan keberatan melalui Pengadilan Pajak
yang hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap
merugikan negara Rp 1,2 miliar atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.
Ketiga, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang. Menurut jaksa, Dhana menerima uang dari tindak pidana korupsi yang
selanjutnya secara bertahap ditransaksikan dengan maksud untuk menyembunyikan asal-usul
hartanya. Hal tersebut, kata Jaksa, dilakukan Dhana dengan sejumlah cara.
Cara pertama, dengan transaksi perbankan secara bertahap. Dhana memasukkan uang
yang dimilikinya ke berbagai rekening, di antaranya, Bank CIMB Niaga Cabang Jakarta sekitar
Rp 4 miliar, Bank HSBC Cabang Jakarta Kelapa Gading sekitar Rp 2,6 miliar, Bank Standard
Chartered sekitar 271.000 dollar AS, Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Rp 474.000, CIMB
Niaga Jakarta Sudirman sebesar Rp 54 juta dan Rp 30.000 dollar AS, kemudian Bank BCA
Cabang Kalimalang sekitar Rp 4,1 miliar.
Cara kedua, dengan membelanjakan uang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi
tersebut untuk membeli logam mulia seberat 1.100 gram yang kemudian disimpan dalam safe
deposite box Bank Mandiri Cabang Mandiri Plaza, Jakarta.
Cara ketiga, membelanjakan uangnya untuk membeli tanah dan properti. Keempat,
menyembunyikan uang dalam beberapa mata uang asing. Kelima, membeli barang-barang
berharga. Keenam, membeli kendaraan bermotor uang disembunyikan dengan cara seolah-olah
sebagai barang dagangan PT Mitra Modern Mobilindo88, menginvestasikan hartanya pada
bidang properti.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto menyebut modus yang dilakukan
Dhana sama dengan modus yang dilakukan oleh Gayus. Setelah proses penyidikan berjalan satu
bulan, penyidik menetapkan Firman sebagai tersangka baru. Dia merupakan Kepala seksi
Pengawasan dan Konsultasi kantor pelayanan pajak Setiabudi I Jakarta. Keterlibatan Firman
dalam perkara ini ketika pada tahun 2006, dia menjabat sebagai supervisor di kantor pelayanan
pajak Jakarta Pancoran. Sedangkan, Dhana sebagai ketua tim pemeriksa pajak PT Kornet Trans
Utama (KTU).
Menurut Noor Rachmad, penyidik telah memblokir lima rekening milik Dhana. Yakni, di
Bank BNI, BCA, Bukopin, Mega, dan Mandiri. "Kami juga sudah menyita flashdisk, sertifikat
rumah, komputer, dan mobil. Pokoknya banyak," katanya. Salah satu mobil yang disita adalah
mobil Chrysler PT Cruiser. Mobil hijau metalik itu diparkir di belakang Gedung Bundar.
Dhana disebut memiliki 12 rekening yang tersebar di enam bank yakni BCA, BNI, bank
Mandiri, bank HSBC, Standar Chartered, dan CIMB Niaga. Salah satu rekening itu memiliki
aliran uang mencapai Rp 97 miliar. Namun Kejaksaan Agung baru menyita kekayaan Dhana
senilai Rp 18 miliar, antara lain di penyedia jasa keuangan sebesar Rp 11 miliar, dalam bentuk
uang tunai terdiri dari dollar Amerika senilai Rp 270 juta, Dinar Irak senilai Rp 7 juta dan Real
Saudi Arabia senilai Rp 1 juta. Kekayaan Dhana juga berbentuk emas seberat 1,1 Kg senilai Rp
495 juta. Mobil Daimler-Chrysler dan 17 truk senilai Rp 1,6 miliar. Serta jam Rolex seharga Rp
103 juta. Serta dalam bentuk investasi sebesar Rp 4,5 miliar.
Seharusnya kasus sebelumnya seperti kasus Gayus, sudah menjadi pelajaran bagi
Indonesia bahwa lemahnya perhatian yang dilakukan pihak yang berwenang terhadap kasus
pajak sebelumnya. Kasus pajak ini bisa mencoret nama baik pegawai pajak lain yang tidak
melakukan penggelapan pajak seperti yang dilakukan Gayus Tambunan dan Dhana Widyatmika.
Tidak semua pegawai pajak melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan para penggelap
pajak yang disebut kan di atas.
Kasus yang dilakukan Dhana ini, sangat merugikan Negara. Diharapkan kasus ini bisa
menjadi pelajaran bagi bangsa kita atau bagi pemeriksa agar dapat memperhatikan orang-orang
yang mencurigakan melakukan penggelapan. Diharapkan kasus penggelapan lain, dapat ditindak
lanjuti dengan cepat tanpa menunggu lama.
Atas kasus Dhana, Kejagung menetapkan empat orang tersangka. Herly Isdiharsono,
rekan Dhana di PT Mitra Modern Mobilindo dan Johny Basuki, wajib pajak PT Mutiara Virgo
yang sempat buron. Kemudian Firman dan Salman Maghfiron, atasan dan bawahan Dhana di
KPP Pancoran I saat menangani PT Kornet Trans Utama.
Kasus skandal pajak juga menyebut nama Gayus Halomoan Partahanan Tambunan.
Gayus diperiksa Kejaksaan Agung Republik Indonesia saksi di Lembaga Pemasyarakatan
Cipinang atas kasus korupsi dan pencucian uang, Dhana Widyatmika Merthana. Kejagung
menilai ada konspirasi antara mantan pegawai Ditjen pajak Gayus Tambunan dan Dhana
Widyatmika Mertahana, dengan wajib pajak PT Kornet Trans Utama (KTU). Negara dinyatakan
kalah pada saat itu, usai PT KTU menang di pengadilan banding.
Untuk kasus ini Dhana Widyatmika Merthana terjerat Pasal 12 B Ayat 1 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat 1 ke-KUHP dan Pasal 12 Huruf e
UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan melakukan tindak pidana pencucian uang
yang diancam pidana sesuai dengan Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65
Ayat 1 KUHP. Putusan ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang meminta hakim
menjatuhkan vonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Hakim tidak sependapat dengan jaksa dalam penerapan pasal pada dakwaan kedua.
Semakin lama kasus-kasus seperti penggelapan dan pencucian uang semakin marak
terjadi diindonesia, kalau menurut saya mungkin hukumannya untuk orang yang telah melakukan
tindakan kriminal tersebut kurang berat atau kurang ampuh untuk membuat orang tersebut
merasa bersalah atas apa yang telah mereka lakukan. Maka dari itu harus ada upaya pemerintah
membuat peraturan atau perundang-undangan baru yang dapat membuat orang untuk berpikir
dua kali untuk melakukan tindakan seperti itu lagi. Selama pemerintah tidak membuat gerakan
yang mampu menyadarkan orang-orang pelaku kriminal maka selama itu juga akan banyak
orang-orang yang menjadi seperti Dhana Widyatmika dan yang lainnya.