Degumming PDF
Degumming PDF
DENY SUMARNA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Proses Degumming CPO
(Crude Palm Oil) Dengan Menggunakan Membran Ultrafiltrasi adalah karya saya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Deny Sumarna
NIM : F351020041
ABSTRAK
DENY SUMARNA. Kajian Proses Degumming CPO (Crude Palm Oil) dengan
Menggunakan Membran Ultrafiltrasi. Dibimbing oleh SEMANGET KETAREN,
SUPRIHATIN dan KASENO.
Penggunaan minyak ke dalam berbagai macam makanan dari minyak sawit
kasar (CPO) harus dimurnikan terlebih dahulu sehingga memenuhi syarat sebagai
minyak makan. Perlakuan pendahuluan yang umum dilakukan terhadap minyak yang
akan dimurnikan dikenal dengan proses pemisahan gum (degumming). Teknologi
membran yang menggunakan prinsip pemisahan komponen berdasarkan ukuran dan
berat molekul merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk proses
degumming, selain cara konvensional diantaranya wet degumming dengan
penambahan asam ( H3PO4).
Dalam penelitian ini dipelajari pengaruh perlakuan tekanan dan konsentrasi
pada membran ultrafiltrasi. Pengaruh perlakuan tekanan dan konsentrasi tersebut diuji
dengan uji Beda Nyata Jujur dan untuk mencari kondisi yang optimal digunakan
Metode Respon Permukaan (RSM). Hasil yang diperoleh juga dibandingkan dengan
pengolahan secara konvensional berdasarkan analisa fisikokimia minyak meliputi
bilangan asam, kadar air, bilangan iod, fraksi tak tersabunkan, kekentalan, bilangan
penyabunan, bilangan peroksida, kejernihan, konsentrasi Phospor dan kandungan β
karoten.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tekanan dan konsentrasi pada
proses membran ultrafiltrasi tidak berbeda nyata terhadap rejeksi phospohilipid yang
dinyatakan dengan Phospor yaitu antara 60,43 – 81,61%. namun menghasilkan
perbedaan yang nyata terhadap pengolahan konvensional. Proses membran
ultrafiltrasi dapat menurunkan bilangan asam menjadi 10,61% sedangkan proses
konvensional sebanyak 15,95%. Penurunan kandungan β karoten terjadi pada kedua
proses baik proses membran ultrafiltrasi maupun dengan cara konvensional, namun
penurunan terbesar terjadi pada proses konvensional sebanyak 26,20 % sedangkan
proses ultrafiltrasi hanya 14,56%. Perlakuan konsentrasi 44% (v/v) dan tekanan 8 bar
pada membran ultrafiltasi merupakan hasil yang optimal dengan nilai fluks 428
l/m2.jam.
ABSTRACT
DENY SUMARNA. Study on Degumming Process of CPO ( Crude Palm Oil) by Using
Ultrafiltration Membrane. Under the supervision of SEMANGET KETAREN,
SUPRIHATIN, and KASENO.
Crude Palm Oil must be previously purified before applied to various kinds of
food to meet the requirements as edible oil. Common pre treatment for this process is
known as gum separation process or degumming. Membrane technology which uses
component separation principles based on molecular size and weight, is known as an
alternative to be applied in degumming, beside other conventional method such as wet
degumming by acid (H3PO4) addition.
The research studied the effect of pressure and concentration on the peerfomance
ultrafiltration membrane. The effect of pressure and concentration was tested by Honestly
Significant Different test. To find out the optimum condition for the process, a Surface
Respond Method (RSM) was applied. The result obtained was also compared with
compentional processing based on physicochemical analysis of oil such as acid number,
moisture content, iod number, unsaponified fraction, viscosity, saponification number,
peroxide number, clarity, phosphor concentration and β carotene content.
This result of this research showed that the effect of pressure and concentration on
ultrafiltration membrane prosess was not significantly different with respect of
phospolipid rejection that was betwen 60.43 to 81.61%. However, this result showed a
significant difference with conventional processing. Ultrafiltration membrane process can
reduce acid number to 10.61%, which is lower than results of conventional processing of
15.95%. The reduction of β carotene content was occurred in both processing, namely
26.2% for conventional process and 14.56% for ultrafiltration. Concentration treatment
44% (v/v) and pressure 8 bar on ultrafiltration membrane was the optimum result with
flux of 428 l/m2.jam.
© Hak cipta milik Deny Sumarna, tahun 2005
Hak cipta dilindungi
DENY SUMARNA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Karunia-Nya
sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober
2004 sampai dengan bulan Maret 2005 dengan judul Kajian Proses Degumming CPO
(Crude Palm Oil) dengan Menggunakan Membran Ultrafiltrasi.
Terimakasih penulis sampaikan kepada :
1. Ir. Semanget Ketaren, MS, Dr. Suprihatin, Dipl.Ing dan Dr. Ir. Kaseno. M.Eng
selaku dosen pembimbing dalam kajian ini dan bantuannya dalam penyusunan
tesis ini.
2. Seluruh staf pengajar pada program studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas ilmu yang diberikan.
3. Ir. Ahmad Wibisana, MT, teman-teman dan semua pihak yang membantu dalam
penyelesaian penelitian ini.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan,
serta semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Penulis,
Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 24 Oktober 1974 dari ayah Jumhana
dan ibu Arpiah. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara.
Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Samarinda. Pada tahun yang sama
penulis diterima di Program Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, UNMUL dan menamatkannya pada tahun 1997. Tahun 2000 penulis
bekerja sebagai Dosen di Fakultas Pertanian UNMUL.
Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi
Teknologi Industri Pertanian IPB diperoleh pada tahun 2002. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Tinggi.
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................. 5
Tanaman Sawit.................................................................................................... 5
Trigliserida.......................................................................................................... 6
Minyak Sawit Merah (Red Palm Oil) ................................................................. 11
Fosfatida.............................................................................................................. 12
Komponen Minor Minyak Sawit ........................................................................ 14
Degumming......................................................................................................... 17
Pelarut Organik ................................................................................................... 19
Filtrasi Membran................................................................................................. 21
Halaman
Halaman
Halaman
1. Rekapitulasi rata-rata parameter pengamatan ...................................... 61
2. Sidik ragam dan uji lanjut BNJ percobaan........................................... 63
3. Uji kesejajaran dua garis regresi proses pencucian dengan uji -t......... 68
4 Perhitungan model RSM ...................................................................... 69
5. Rata-rata nilai warna minyak, sisa pelarut dan
komposisi lemak .................................................................................. 70
6. Analisis Uji .......................................................................................... 71
7. Analisis GC .......................................................................................... 81
8 Foto-foto hasil penelitian ..................................................................... 83
PENDAHULUAN
Latar belakang
Masalah
Tujuan
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji proses pemisahan gum
dari minyak kelapa sawit dengan menggunakan proses membran. Secara khusus
penelitian ini bertujuan :
4
Ruang Lingkup
Tanaman Sawit
Buah sawit berasal dari tanaman sawit (Elaeis guineensis, Jacq) terdiri dari
bagian-bagian eksokarp, mesokarp, endokarp dan inti. Bagian mesokarp buah
mengandung minyak yang disebut dengan minyak sawit, sedangkan dari bagian
intinya dapat di peroleh minyak inti sawit.
Tanaman sawit adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam
famili Palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau
minyak, sedangkan nama guineesis berasal dari kata Guines, yaitu nama tempat
dimana seorang bernama Jaquin menemukan tanaman sawit pertama kali di pantai
Guines di Afrika Selatan (Hartley 1970; PORIM 1998).
Selain sebagai bahan pangan, minyak sawit juga digunakan sebagai bahan
baku industri kimia. Industri pengolahan minyak nabati belum dapat digolongkan
pada industri teknologi tinggi. Dasar pengolahan seperti ekstraksi, rafinasi,
deodorasi, hidrogenasi, fraksionasi dan destilasi masih merupakan teknologi
konvensional, terutama yang digunakan di negara maju dengan modifikasi yang
relatif kecil untuk bahan olah produk sawit (Loebis 1988; Naibaho dan Tobing
1991).
Berbagai ragam penggunaan produk sawit untuk tujuan bahan pangan atau
bahan non pangan dapat dilihat pada gambar 1 (Pohon Industri Sawit). Dengan
pertimbangan teknologis dan ekonomis, produksi sawit dapat dimodifikasi untuk
digunakan sebagai produk pangan
6
Trigliserida
atau cair, tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Lemak dan
minyak sawit berwujud setengah padat pada suhu kamar, berwarna kuning jingga
karena mengandung pigmen karoten (Naibaho 1983; Budiman 1987), sebaliknya
minyak inti sawit bersifat cair pada suhu kamar. Perbedaan sifat ini disebabkan
oleh perbedaan jenis asam lemak yang membentuk trigliserida dalam kedua
minyak tersebut (Budiman 1987). Perbandingan komposisi asam lemak minyak
sawit, minyak inti sawit dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan
komposisi trigliserida pada minyak sawit disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2. Komposisi asam lemak dalam trigliserida minyak sawit, minyak inti
sawit dan minyak kelapa *)
Hilditch dan William (1964), menemukan 95% asam lemak yang tersusun
didalam molekul trigliserida, sehingga sifat kimia dan fisika minyak atau
lemaknya sebagin besar ditentukan oleh sifat-sifat asam lemaknya. Gliserida yang
umum terdapat dalam minyak sawit adalah oleodipaltimin dan palmitodiolein
(Rousell et.al 1985).
Minyak sawit dapat dibedakan berdasarkan kandungan gliserida-
gliseridanya, yang terdapat dalam jumlah yang seimbang. Kadar asam palmitat
yang tinggi, tercermin dari komposisi asam lemak dalam trigliserida pada posisi
kedua. Asam palmitat dalam minyak sawit terdapat dalam jumlah yang lebih
banyak daripada minyak nabati lainnya (Rousell 1985; PORIM 1988)
9
H2COH H2COOCR3
*) PORIM (1988)
Dari Tabel 2, komposisi asam lemak minyak sawit terdiri dari asam lemak
jenuh ± 50%, MUFA ± 40%, serta asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) yang
relatif sedikit (± 10%). Dari komposisi asam lemak yang demikian, minyak sawit
dapat diklasifikasikan sebagai lemak tidak jenuh (unsaturated fat), tidak seperti
lemak hewan, minyak kelapa atau PKO (PORIM 2003).
Dengan kandungan asam oleat yang tinggi dan kandungan PUFA yang
rendah, minyak sawit cocok digunakan untuk medium penggoreng. Minyak kaya
asam oleat juga diketahui relatif stabil terhadap suhu penggorengan yang tinggi
serta relatif tahan terhadap kerusakan oksidatif penyebab ketengikan minyak
selama penyimpanan.
11
Minyak sawit merah adalah minyak sawit yang masih berwarna merah.
Muchtadi (1992), menyatakan bahwa sesungguhnya penyebab warna merah
tersebut adalah pigmen karotenoid yang sebagian besar terdiri dari beta karoten.
Menurut Naibaho (1990), minyak sawit merah mengandung karoten sebesar 600 –
1000 ppm. Karotenoid yang terdapat dalam minyak sawit merah terdiri dari alpha
karoten lebih kurang 36,2%, beta karoten lebih kurang 54,4%, gamma karoten
lebih kurang 3,3%, lipoken lebih kurang 3,8% dan santofil lebih kurang 2,2%.
Pada masa perkembangan dimana masyarakat dengan kecerdasan dan
seleranya menghendaki tampilan produk-produk yang lebih baik, maka
berkembang pula teknologi proses untuk membuat minyak goreng yang tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak berasa, sehingga pada proses pembuatan minyak
goreng, warna merah yang mengandung zat gizi mikro penangkal penyakit kronik
degeneratif yang terdapat pada minyak sawit justru sengaja dibuang dan sebagain
lagi terbuang dengan tidak sengaja (Muchtadi 1998; Muhillal 1998)
Selain itu, untuk mendapatkan produk-produk akhir minyak sawit
diperlukan adanya bahan kimia dan perlakuan fisik yang secara tidak langsung
dapat merusak komponen-komponen aktif yang terdapat didalamnya terutama
komponen karotenoid.
Dalam proses pengolahan buah sawit menjadi CPO yang selanjutnya
menjadi minyak goreng, selalu diawali dengan pemanasan yang kemudian
dilanjutkan dengan perontokan, perebusan, pengadukan dan pengempaan,
penyaringan dan pemurnian. Mengingat sifat karotenoid yang sensitif terhadap
panas, cahaya maupun udara dan juga proses oksidasi, maka dalam proses
pengolahannya perlu diperhatikan dan dikendalikan parameter-parameter proses
yang dapat merusak komponen tersebut.
Proses pemucatan (bleaching) adalah salah satu tingkat pengolahan
minyak atau lemak yang bertujuan untuk memisahkan zat warna dalam minyak
atau lemak. Menurut Naibaho (1979), proses pemucatan biasanya dilakukan
dalam tangki hampa udara, adsorben ditambahkan sebanyak 0,5 – 5,0% dari berat
minyak. Suhu diatur sekitar 250 0F atau 121 0C, setelah itu suhu minyak
12
Fosfatida
O
R1 – C – O – CH2
R2 – C – O – C – H O
H2C – O – P – O - alkohol
O
(a)
H H H
H3C – (CH2)12 – C = C – C - OH
H–N–C–H O
O=C CH2 - O – P - kolin
R1 O
(b)
Gambar 3. Struktur dasar (a) gliserofosfolipid dan (b) sphingolipid
(Macrae et.al. 1991)
Menurut Torrey (1983), fosfatida terdiri dari dua golongan yaitu fosfatida
hydratable dan fosfatida non hydratable. Komponen terbesar dari fosfatida
hydratable adalah lesitin sedangkan fosfatida non hydratable terdiri dari sefalin,
garam kalsium dan magnesium dari phosphatidic acid.
Fosfatida hydratable dapat dengan mudah dihilangkan dari minyak dengan
menggunakan air atau uap. Pemisahan fosfatida non hydratable biasanya lebih
sulit, membutuhkan perlakuan dengan asam untuk mengubahnya menjadi bentuk
yang hydratable. Fosfatida hydratable berbentuk lendir dengan berat jenis yang
lebih besar dari minyak dan berwujud seperti jonjot (Brekke 1976).
H2C C CH=CH C=CH CH=CH C=CH CH=CH C=CH CH=CH C=CH CH=CH C CH2
CH2 CH2
Beta karoten sebagai salah satu zat gizi mikro didalam minyak sawit
mempunyai beberapa aktifitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh, yang
disampaikan oleh Tan (1987), Klurfield (1989) dan Muhilal (1991), antara lain
untuk penanggulangan kebutaan karena xeroftalmia, mengurangi peluang
terjadinya penyakit kanker, mencegah proses menua yang terlalu dini,
meningkatkan imunisasi tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif.
Minyak sawit merupakan salah satu minyak nabati yang sulit dipucatkan
karena mengandung karoten dalam jumah besar (500 – 600 ppm) yang
menyebabkan minyak berwarna kuning. Karoten diketahui mempunyai sifat tidak
stabil terhadap panas, cahaya dan oksigen; sehingga dalam proses pemurnian
minyak sawit (CPO) banyak terjadi kerusakan komponen-komponen nutrisi yang
berharga seperti beta karoten yang merupakan sumber pro vitamin A.
17
Degumming
Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehinga membentuk sabun (soap stock). Netralisasi dengan
kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri karena lebih efisien
dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu
penggunaan NaOH membantu mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa
getah dan lendir dalam minyak.
Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran
seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi
yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi.
Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut :
O O
RC + NaOH RC + H2O
OH ONa
Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara
mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat
menghilangkan fosfatida, protein, resin dan suspensi dalam minyak yang tidak
19
Pelarut Organik
Kemampuan pelarut baik polar maupun non polar dalam melarutkan bahan
dan perbandingan antar pelarut yang menghasilkan rendemen terbaik dalam suatu
proses belum banyak diketahui. Menurut Ketaren (1985) masing-masing pelarut
mempunyai efisiensi yang berbeda-beda. Pemilihan pelarut harus didasarkan pada
sifat polaritas, stabilitas dan harga. Adapun untuk bahan pangan harus
memperhatikan sifat keamanan terhadap bahan yang dilarutkan.
Konsep like disolves like merupakan konsep yang menjelaskan adanya
fenomena dlam proses ekstraksi, nilai kepolaran pelarut harus sedekat mungkin
dengan kepolaran sampel. Konsep ini sangat berguna jika komponen yang akan
diekstrak sudah diketahui kepolarannya. Untuk bahan yang bersifat polar
sebaiknya menggunakan pelarut yang polar, sedangkan untuk bahan yang non
polar digunakan pula pelarut yang bersifat non polar (Winarno et.al 1973).
Kemampuan pelarut untuk melarutkan suatu bahan akan meningkat dengan
meningkatnya suhu pelarut (Brieger 1969).
Kepolaran pelarut ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (alkohol)
dan karbonil (keton). Interaksi ion dipol, ikatan hidrogen, pembentukan kompleks
dan dipol-dipol mempengaruhi kelarutan bahan dalam pelarut (Brieger 1969).
Indeks polaritas beberapa pelarut organik dapat dilihat pada Tabel 6.
20
Tabel 6. Indeks polaritas dan kelarutan dalam air beberapa pelarut organik *)
Pelarut Indeks polaritas Kelarutan dalam air (% w/w)
Menurut Snape dan Nakajima (1996), pada umumnya pelarut heksan lebih
dapat merusak membran kemudian diikuti dengan metanol, etanol dan
isopropanol yang mempunyai kemungkinan merusak lebih kecil. Ditambahkan
lagi oleh Andreas (2004), bahwa dengan menggunakan heksan sebagai pelarut
pada minyak goreng bekas dapat merusak seal-seal pada sambungan pipa dan
pompa pada modul membran keramik.
Filtrasi membran
sedangkan osmosa balik (Reverse osmosis) adalah dialisis yang dilakukan secara
berlawanan arah (Brock 1983).
mikrofiltrasi (MF) merupakan membran porous dimana rejeksi zat terlarut sangat
dipengaruhi oleh ukuran dan berat zat terlarut terhadap ukuran pori membran.
Membran UF memiliki struktur yang asimetrik dengan lapisan atas yang lebih
dense (ukuran pori lebih kecil dan porositas permukaan rendah) sehingga tahanan
hidrodinamiknya akan lebih besar. Membran UF digunakan untuk memisahkan
bahan, sampai berupa molekul dari larutan. Karakteristik membran umumnya
dinyatkan dalam Molecular Weight Cut Off (MWCO), atau berat molekul yang
ditolak (90%-nya) oleh membran.
BAHAN DAN METODE
Kerangka Pemikiran
Metode Penelitian
Penelitian pendahuluan
Minyak Sawit Kasar (CPO) yang digunakan sebagai bahan baku dalam
penelitian ini dikarakterisasi untuk mengetahui sifat fisiko-kimianya meliputi
analisa : bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan,
kadar Phospor, kadar air, β-karoten, warna, viskositas dan fraksi tak tersabunkan.
Prosedur analisis karakterisasi bahan baku dapat dilihat pada lampiran 5.
Penelitian utama
digunakan pada proses ultrafiltrasi meliputi tekanan operasi membran (T) dan
nisbah antara pelarut isopropanol dengan minyak sawit (M). Rentang tekanan
operasi pada proses ultrafiltrasi adalah 2 sampai 10 bar. Nisbah antara isopropanol
dengan minyak sawit digunakan adalah 75% sampai 25%.
Parameter yang diukur pada proses ultrafiltrasi yaitu fluks Permeat
(L/jam.m-2), rejeksi membran dan kualitas permeat yang meliputi bilangan asam,
bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan, kadar Phospor, kadar air,
β- karoten, warna, viskositas dan fraksi tak tersabunkan. Prosedur analisis dapat
dilihat pada Lampiran 15. Optimasi dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan
faktor-faktor yang berpengaruh dan taraf masing-masing faktor tersebut. Tekanan
Operasi (T) yang digunakan adalah :
T1= 2 bar; T2= 3 bar;T3 = 6 bar
T4 = 9 bar;T5 = 10 bar
Nisbah antara minyak sawit dan isopropanol (M) digunakan adalah :
M1 = 25% ( 3 bagian pelarut : 1 bagian minyak),
M2 = 50% (1 bagian pelarut : 1 bagian minyak);
M3 = 75% (1 bagian pelarut : 3 bagian minyak);
masing-masing perlakuan diulang dua kali menggunakan percobaan faktorial
dalam RAL (Rancangan Acak Lengkap). Untuk mencari persamaan regresi yang
responnya berupa bidang lengkung, pengolahan data hasil percobaan dilakukan
dengan menggunakan RSM (Response Surface Metod) dengan kombinasi peubah
bebas berupa perlakuan faktorial lengkap
Model persamaan multiple regresi dari respon yang diamati dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Model regeresi linear dengan jumlah faktor 2 adalah :
Pencucian Membran
Dimana :
Prosedur Penelitian
Filtrasi Membran
membran yang dievaluasi adalah fluk permeat dan nilai rejeksi membran.
Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 5.
Pemisahan minyak dengan pelarut (isopopanol), permeat yang dihasilkan
dilakukan dengan proses distilasi. Setelah proses distilasi dilakukan analisis kimia
meliputi : bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan,
kadar Fosfor, kadar abu, β- karoten, viskositas dan fraksi tak tersabunkan.
Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 5. Minyak yang telah selesai
di degumming dilakukan proses netralisasi menggunakan NaOH. Minyak hasil
degumming dan netralisasi dilakukan karakterisasi.
Keterangan :
E-1 : Pompa
V-1,2,3,4 : Klep
UF : Modul membran Ultrafiltrasi
P1,P2 : Presure gauge
Wet degumming
Netralisasi
Pencucian membran
Fluks Minyak-IPA
yang berbeda. Perlakuan lima operasi tekanan pada membran ultrafiltrasi adalah
2 bar (T1), 3 bar (T2), 6 bar (T3), 9 bar (T4) dan 10 bar (T5) dengan konsentrasi
25 % (M1), 50% (M2) dan 75% (M3).
Kurva hubungan antara fluks minyak-IPA terhadap lama filtrasi pada
kondisi tekanan dan konsentrasi yang diberikan dapat dilihat pada Gambar 9
600
500
Fluks (l/m2.jam)
400
300
200
100
0
1 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
Konsentrasi Umpan
Berdasarkan sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi sangat
berpengaruh terhadap besarnya harga fluks permeat (Lampiran 2 ). Setelah diuji
lanjut dengan uji BNJ 5% diperoleh bahwa rata-rata perlakuan konsentrasi
berbeda nyata. Peningkatan konsentrasi cenderung menurunkan fluks permeat Hal
ini dikarenakan semakin rendah konsentrasinya berarti semakin renggang jarak
antara molekul minyak
500
Fluks (l/m .jam)
400 2 bar
300 3 bar
2
6 bar
200
9 bar
100 10 bar
0
25% 50% 75%
Konsentrasi
Tekanan Operasi
500
Fluks (l/jam .jam)
400
25%
2
300
50%
200 75%
100
0
2 3 6 9 10
Tekanan (bar)
Rejeksi Fosfolipid
Mulder (1996) mengemukakan bahwa pada air murni semakin tinggi
tekanan yang diberikan maka fluks air murni juga akan meningkat. Lain halnya
dalam padatan terlarut, ketika tekanan dinaikkan sampai batas tertentu akan
menaikkan fluks tetapi setelah mencapai tekanan tertentu fluks tidak akan
meningkat. Ditambahkan pula bahwa rejeksi dapat tinggi pada proses pemisahan
dengan menggunakan larutan campuran makromolekul dimana polarisasi
konsentrasi sangat berpengaruh tehadap selektivitas. Molekul dengan berat
molekul yang lebih tinggi akan tertahan seluruhnya dan menimbulkan lapisan
dinamis seperti membran yang dapat menahan partikel padatan dengan berat
molekul rendah.
Fosfolipid termasuk salah satu senyawa yang jika terdispersi didalam air
membentuk misel. Jika misel tersebut berada didalam lingkungan pelarut non
polar termasuk IPA cenderung membentuk reverse miscelle dengan rata-rata berat
molekul 20 000 dalton (18 – 200 nm) (Patterson 1992; Paliegro et.al 2001).
Adanya perbedaan berat molekul dengan trigliserida (800 dalton) memungkinkan
fosfolipid sebagai retentat dalam proses degumming dengan ultrafiltrasi 10 000
dalton.
Peningkatan kondisi operasi tekanan yang diberikan terjadi peningkatan
nilai fluks CPO-IPA. Peningkatan ini tidak akan terus terjadi jika kondisi operasi
terus dinaikkan. Mulder (1996) mengemukakan bahwa dalam padatan yang
terlarut, ketika tekanan dinaikkan sampai batas tertentu akan menaikkan fluks
tetapi setelah mencapai tekanan tertentu fluks tidak akan meningkat. Selama
proses filtrasi berlangsung pada membran ultrafiltrasi dapat dilihat bahwa terjadi
penurunan permeat fluks pada awal filtrasi dibanding pada akhir filtrasi
disebabkan oleh lapisan gel. Hal ini diduga karena dengan semakin tinggi tekanan
yang diberikan fenomena polarisasi lebih berperan sedangkan fluks menjadi tidak
sensitif lagi dengan tekanan yang diberikan. Fenomena polarisasi adalah proses
terbentuknya gradien konsentrasi pada lapisan pembatas permukaan membran
akibat akumulasi zat-zat terlarut yang tertahan oleh membran. Lapisan gel sendiri
merupakan bagian dari lapisan polarisasi konsentrasi yang diduga berasal dari
makromolekul (fosfolipid) dan terjadi pada saat kelarutan kritis tercapai
40
(Toyomota dan Higuchi 1992). Pada tekanan tinggi lapisan gel polarisasi yang
terbentuk dari molekul yang terejeksi menumpuk pada permukaan membran
menyebabkan aliran proses menjadi sangat tergantung pada konsolidasi lapisan
tersebut (Cheryan 1996; Pagliero et al 2001)
Kadar fosfolipid (yang dapat diukur dengan kadar P) berdasarkan sidik
ragam (Lampiran 2 Tabel 11), menunjukkan hasil yang tidak berbeda terhadap
rata-rata nilai rejeksi Phospor. Rata-rata 60,43% - 81,16% phospor dapat direjeksi
oleh membran. Fenomena tidak berpengaruhnya parameter operasi ini lebih
banyak dipengaruhi oleh ukuran pori membran Ultrafiltrasi. Menurut Chiang dan
Cheryan (1986), nilai koefisien rejeksi ultrafiltrasi dikendalikan terutama oleh
ukuran pori dan distribusinya dan hanya sedikit dipengaruhi oleh parameter
operasi (tekanan transmembran, laju alir umpan dan suhu).
Gambar 12. Respon Permukaan dari peubah Tekanan (T) dan Konsentrasi (M)
terhadap fluks (Z).
Gambar 13. Analisa Kontur Respon Permukaan dari peubah Tekanan dan
Konsentrasi terhadap fluks .
Pencucian Membran
Berdasarkan hasil filtrasi CPO dengan proses membran ultrafiltrasi
diketahui bahwa fenomena polarisasi konsentrasi terjadi pada membran. Kejadian
42
1200
1000
y = 93.914x + 112.95
Fluks (l/m2.jam)
800 R2 = 0.9984
600
y = 77.823x + 120.7
400 R2 = 0.9755
y = 74.405x + 81.387
200 R2 = 0.9912
0
0 2 4 6 8 10 12
Tekanan (bar)
Membran ssebelum penelitian Dicuci dengan NaOH 0,1N
Dicuci dengan NaOH 0,2N
Gambar 14. Kurva Perncucian Membran menggunakan larutan NaOH 0,1N dan
0,2 N pada Membran Ultrafiltrasi
43
Pada gambar diatas terlihat bahwa, nilai fluks meningkat secara linear
dengan semakin meningkatnya tekanan. Pola perilaku fluks permeat tersebut
sesuai dengan hukum Darcy yang menyatakan bahwa, fluks permeat pada proses
membran kenaikannya sebanding dengan tekanan transmembran yang digunakan
(fluks ≈ ∆PT).
Permeabilitas membran mengalami penurunan walaupun telah dilakukan
pencucian dengan NaOH yaitu dari 93,914 l/m2.jam.bar (sebelum penelitian)
menjadi 77,823 l/m2.jam.bar. Berdasarkan uji kesejajaran dua garis regresi
menggunakan uji-t (Lampiran 2) antara pemeabilitas membran sebelum proses
dan pencucian menggunakan NaOH konsentrasi 0,2 N menunjukkan kedua garis
(permeabilitas) tidak berbeda nyata. Demikian juga antara NaOH 0,1N dan
NaOH 0,2 N menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf alpha 1 % Hal ini
menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi masih dibutuhkan untuk menetralisasi
minyak, namun perlu diperhatikan dengan kerusakan membran pada konsentrasi
yang ekstrim. Membran dapat mengalami kerusakan baik pada proses fisik
maupun kimia, seperti tekanan dan temperatur yang tinggi serta pH yang ekstrim
(L.Lin,K.C et.al 1998).
Bilangan Asam
Asam lemak dinyatakan sebagai bilangan asam. Bilangan asam suatu
minyak didefinisikan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan FFA dalam 1 gram minyak (Guenther, 1952)
Asam-asam lemak bebas (FFA) yang terkandung di dalam minyak dapat
terbentuk dari proses degradasi ester oleh air. Dalam hal ini asam dapat berfungsi
sebagai katalisator yang mempercepat penguraian ester menjadi asam dan alkohol.
Selain itu asam dapat pula berasal dari hasil oksidasi alkohol primer menjadi
aldehid dan asam karboksilat. Terjadinya proses tersebut dapat dipicu dengan
kondisi penyimpanan yang buruk dan umur simpan yang tinggi (Guenther, 1952)
Adanya FFA dalam minyak akan mudah terhidrolisa menjadi ketonik-
ketonik yang menyebabkan ketengikan yang disebut hydrolitic rancidity yaitu
ketengikan yang terjadi akibat adanya proses hidrolisa. Semakin besar kandungan
FFA dalam minyak, semakin besar jumlah alkali yang dibutuhkan untuk
menetralisasi, berarti semakin besar bilangan asam dari minyak tersebut.
Tingginya nilai bilangan asam merupakan suatu indikasi terjadinya penurunan
mutu.
Adanya gum dalam minyak akan mempercepat terjadinya peristiwa
hidrolisis dan oksidasi pada minyak yang menyebabkan semakin tingginya kadar
asam lemak bebas dalam minyak tersebut. Kandungan air yang terdapat dalam
minyak akan menyebabkan terjadinya proses hidrolisis dalam minyak yang
menyebabkan semakin tingginya nilai FFA. Pemanasan juga dapat menyebabkan
pengurangan jumlah asam lemak bebas karena asam lemak bebas yang
mempunyai berat molekul atau jumlah atom karbon pada rantainya kurang dari 14
dapat menguap (Winarno, 1997).
45
20
a
5 d
e
0
Kontrol Netralisasi
prooksidan dalam minyak seperti kandungan asam lemak bebas yang tinggi dan
adanya air yang dapat menghidrolisis minyak menjadi asam lemak bebas.
Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan adanya perbedaaan yang
nyata pada bilangan peroksida dan berdasarkan uji BNJ 5% menunjukkan
perbedaaan yang nyata antara kontrol dan perlakuan (Lampiran 2). Bilangan
peroksida yang relatif kecil selama proses pengolahan kemungkinan disebabkan
proses yang dilakukan tidak memakan waktu yang lama sehingga pengikatan
oksigen oleh asam lemak tidak jenuh relatif sedikit. Asam lemak tidak jenuh dapat
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.
Bilangan peroksida yang merupakan indikator kerusakan pada produk minyak
selama proses relatif stabil. Peningkatan jumlah oksigen yang diikat oleh asam
lemak tidak jenuh pada minyak relatif kecil selama proses pengolahan.
0,7 a
Bilangan Peroksida
0,6
(mg O/100 g)
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1 c bc
c b
0
Kontrol Netralisasi
yang dapat berperan juga sebagai antioksidan, sehingga proses oksidasi lemaknya
lebih dapat tercegah.
Bilangan Iod
Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 g
minyak atau lemak. Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak
mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Semakin
kecil jumlah ikatan rangkap dalam minyak menyebabkan semakin rendahnya
bilangan iod dari minyak tersebut (Ketaren, 1986). Turunnya bilangan iod dapat
dijadikan pertanda bahwa sebagian lemak telah mengalami kerusakan terutama
disebabkan oleh proses oksidasi. Fosfolipid yang masih tertinggal dalam minyak
akan menjadi autokatalis pada proses oksidasi. Proses oksidasi ini menyerang
ikatan rangkap dari minyak sehingga menyebabkan jumlah ikatan rangkap minyak
semakin berkurang.
Proses oksidasi akan menyerang ikatan rangkap dari minyak sehingga
menyebabkan jumlah ikatan rangkap dalam minyak semakin berkurang. Semakin
kecil jumlah ikatan rangkap dalam minyak menyebabkan semakin rendahnya
bilangan iod dari minyak tesebut (Ketaren 1986). Rendahnya nilai bilangan iod
minyak dapat disebabkan karena terjadinya proses oksidasi selama penyimpanan.
Proses oksidasi menyerang ikatan tidak jenuh pada rantai asam lemak sehingga
membentuk peroksida dan akhirnya terurai menjadi produk-produk asam lemak
bebas rantai pendek yang jenuh. Sebaliknya jika semakin banyak asam lemak
ikatan rangkap yang menyusun suatu minyak maka nilai bilangan iod akan
meningkat.
48
60 b a a
b
50
Bilangan Iod
40
30 c
20
10
0
Kontrol Degumming Netralisasi
a
0,5
Tersabunkan (%)
0,4
Fraksi Tidak
ab ab
0,3
0,2 b b
0,1
0
Kontrol Degumming Netralisasi
Bilangan Penyabunan
Nilai bilangan penyabunan minyak hasil pemurnian dengan filtrasi
membran berkisar antara 201-236,5. sedangakan secara konvensional berkisar
antara 194,5 – 227,5. Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa nilai
ini tidak menunjukkan berbeda nyata, namun nilai tersebut cenderung menurun.
50
250
Bilangan Penyabunan
200
150
100
50
0
Kontrol Degumming Netralisasi
Kadar Air
Kadar air minyak hasil pemurnian dengan filtrasi membran berkisar antara
0,1 – 0,2% dan konvensional antara 0,02 – 0,08 % (Lampiran 2). Berdasarkan
hasil sidik ragam (lampiran tabel 6) menunjukkan bahwa hasil yang berbeda
antara perlakuan konvensional dengan filtrasi membran terhadap kadar air. Dari
uji lanjut BNJ (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kandungan air pada filtrasi
membran lebih tinggi dibandingkan dengan cara konvensional.
51
0,12 a
0,1 ab
Gambar 20. Histogram Kadar Air Proses Degumming dan Netralisasi. balok
dengan huruf yang tidak sama adalah berbeda nyata dengan uji
BNJ 5% (BNJ = 0,059)
Kekentalan(Viscositas)
Berdasarkan Sidik ragam (Lampiran 2) perlakuan menggunakan membran
UF maupun konvensional tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Namun ada
kecenderungan penurunan nilai kekentalan pada proses degumming maupun
netralisasi.
50
Kekentalan (Cp)
40
30
20
10
0
Kontrol Degumming Netralisasi
Penurunan viskositas ini diduga akibat berkurangnya gum dan lendir pada
proses degumming, selain itu diduga hasil pemurnian dengan membran telah
mengalami pengurangan asam lemak berantai panjang. Pada proses secara
konvensional penurunan kekentalan juga terjadi, hal ini disebabkan pengurangan
gum dan selain itu penurunan kekentalan berhubungan dengan penurunan
bilangan peroksida dan kejernihan. Dari analisa Gas Chromatografi peningkatan
jumlah asam lemak tidak jenuh yaitu asam lemak linoleat (C18:2) dan oleat
(C18:1) terjadi pada proses UF sehingga menyebabkan penurunan kekentalan.
Fosfolipid
Berdasarkan sidik ragam (Lampiran 2), proses menggunakan membran UF
dan konvensional menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kandungan
phospor dalam CPO. Dari Uji lanjut BNJ (Lampiran 1), rata-rata nilai kandungan
phospor yang terendah didapatkan dengan proses membran UF.
a
0,07
0,06
Phospor (%)
0,05
0,04
0,03
0,02 b b
0,01 b b
0
Kontrol Degumming Netralisasi
Beta Karoten
Pada percobaan menggunakan membran Ultrafiltrasi terjadi penurunan
konsentrasi beta karoten yaitu dari 93,23 ppm menjadi 78,80 ppm, tetapi
penurunannya lebih kecil dibandingkan dengan cara konvensional (68,8 ppm).
Penurunan ini juga terjadi pada proses netralisasi yaitu 75,65 ppm pada proses
membran ultrafiltrasi dan 62,50 ppm pada proses konvensional.
100
Beta Karoten (ppm)
80
60
40
20
0
Kontrol Degumming Netralisasi
Gambar 23. Histogram Kadar Beta Karoten Proses Degumming dan Netralisasi
Kesimpulan
Saran
1. Perlu kajian lebih lanjut mengenai faktor temperatur dalam proses
pemisahan dengan filtrasi membran (30-60 0C) dan faktor laju alir.
2. Penggunaan lebih lanjut minyak hasil proses membran ultrafiltrasi dan wet
degumming.
3. Perlu kajian lebih lanjut tentang pemisahan komponen-komponen bernilai
tinggi dan deasidifikasi menggunakan membran Nanofiltrasi.
4. Pencucian membran yang tidak sempurna dapat menyisakan air pada
modul membran. Untuk penelitian minyak menggunakan membran,
pengeringan modul membran setelah pencucian perlu diperhatikan karena
dapat meningkatkan kandunggan air dalam minyak.
57
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M., Tranggono dan Pitoyo., 1991. Kandungan Tokoferol Minyak Sawit
dan Cara Isolasinya. Prosiding Seminar Nilai tambah Minyak Kelapa
Sawit untuk Peningkatan Derajat Kesehatan. Jakarta.
Andreas., 2004. Kajian Proses Pemurnian Minyak Goreng Bekas dengan Metode
Filtrasi Membran berukuran pori 0,05 µm. Skripsi, Jurusan Teknologi
Industri Pertanian, IPB, Bogor.
Berger. 1989. Palm Oil Products. Why and How to Make Them. J. food
Technology, 40 (9) : 72
Brekke, O.L. 1976. Handbook of Soy Oil Processing and Utilization. AOCS
Champaign, Illinois.
Brocks, T.D. 1983. Membran Filtration : A user’s Guide and Reverence Manual.
Science Tech. Inc. Madison.
Budiman, S., 1987. Aneka Ragam Penggunaan Minyak Sawit dan Prospeknya.
Sasaran, No. 1, Thn 1.
Goh S.H., Y.M. Choo dan A.S.H. Ong. 1987. Minor Component in Palm Oil.
Proc. of OP/PO Conf. Tecxhnology, Kuala Lumpur.
Goh, S.H., 1985. Minor Components in Palm Oil. JAOCS. Vol. 62, No. 2, 237 –
240
Goodwin, T.W., 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. II, Second
Edition. Academic Press. London, New York, San Francisco
58
Hamilton, R.J., dan A. Bhatti, 1984. Fats and Oil. Chemistry and Technology.
Apl.Sci.Publ. Ltd. London.
Hilditch, T. P dan P.N William. 1964. The Chemical Constitution of Natural Fats.
Chapman and Hall. London.
Ika, A, K., Pontalier, P.Y., dan Rigal, L. 2002. Membrane Processing for
Sunflower Oils Purification
IOPRI. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Jacobs, MB. 1958. Chemical Analysis at Food and Food Product. D Van Nostrand
Co.Inc, New York.
Ketaren, S., 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia (UI-Press).
Jakarta.
Klurfield, D., 1989. Palm and Other Edible Oils : Atherosclerosis: Study in
Rabbit. PORIM Int. Palm Oil Development Conf. Kuala Lumpur
Lin, K.C. Rhee and Koseoglu. 1998. Recent Progress in Membrane Degumming
of Crude Vegetable Oils on a Pilot-Plant Scale. AOCS Press. Illinois.
Naibaho, P.M dan B. Taniputra. 1986. Penanganan Pasca Panen Tandan sebagai
Bahan Olahan Pabrik Kelapa Sawit. Buletin Perkebunan Vol. 17, No. 2, Juni
1986. Medan.
Patterson, H.B.W. 1992. Bleaching and Purifying Fats and Oils. American Oil
Chemist’ Society, USA.
Rousell, J.B., B. King dan M.J. Downes. 1985. Composition of Oil. JAOCS, Vol.
62, No. 2, p 221 – 229
Seger, J.C dan R.L.K.M. van Sande. 1989. Degumming : Theory and Practise.
AOCS, Champaign, Illinois.
Torrey, S. 1983. Edible Oils and Fats. Noyes Data Corporation, New Jersey.
Winarno, F.G., 1986. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekapitulasi rata-rata Parameter Pengamatan
Tabel 1a. Uji lanjut Rata-rata Pengaruh Konsentrasi dan Tekanan Operasi terhadap
Fluks
T1 T2 T3 T4 T5 Rata-rata*)
M1 208,02 h 240,07 g 317,78 c 370,09 b 371,42 b 301,48 c
M2 250,20 fg 261,17 ef 418,93 a 411,81 a 414,14 a 351,25 b
M3 271,46 e 296,23 d 423,17 a 421,94 a 409,75 a 364,51 a
Rata-rata *) 243,23 e 265,82 c 386,63 b 401,28 a 398,44 a
*) Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji BNJ Alpha
5% (BNJ(T)=5,25, BNJ(M)=3,42, BNJ(TM)= 14,07 )
Tabel 2a. Uji Lanjut Rata-rata Bilangan Asam dengan Uji BNJ 5%
Perlakuan rata-rata*)
CPO 12,85 b
Degumming Konvensional 15,95 a
Netralisasi degumming Konvensional 2,39 d
Degumming membran 10,61 c
Netralisasi degumming membran 0,47 e
*) Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada Uji BNJ Alpha 5%, (BNJ(A)= 0,53 )
Tabel 4a. Uji Lanjut Rata-rata Bilangan Peroksida dengan Uji BNJ 5%
Perlakuan rata-rata*)
CPO 0,6250 a
Degumming Konvensional 0,0010 c
Netralisasi degumming Konvensional 0,0005 c
Degumming membran 0,0027 b
Netralisasi degumming membran 0,0012 bc
*) Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada Uji BNJ Alpha 5% (BNJ(A)= 0,002 )
Tabel 5a. Uji Lanjut Rata-rata Bilangan Iod dengan Uji BNJ 5%.
Perlakuan rata-rata*)
CPO 25,55 c
Degumming Konvensional 51,915 b
Netralisasi degumming Konvensional 55,29 a
Degumming membran 51,6215 b
Netralisasi degumming membran 55,295 a
*) Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada Uji BNJ Alpha 5%, (BNJ(A)= 1,287)
Tabel 6a. Uji Lanjut Rata-rata Kadar Air dengan Uji BNJ 5%.
Perlakuan rata-rata*)
CPO 0,035 bc
Degumming Konvensional 0,080 ab
Netralisasi degumming Konvensional 0,028 bc
Degumming membran 0,101 a
Netralisasi degumming membran 0,026 bc
*) Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada Uji BNJ Alpha 5%, (BNJ(A)= 0,06 )
Tabel 9a. Uji Lanjut Rata-rata Phospor dengan Uji BNJ 5%.
Perlakuan rata-rata*)
CPO 0,069 a
Degumming Konvensional 0,013 b
Netralisasi degumming Konvensional 0,011 b
Degumming membran 0,004 b
Netralisasi degumming membran 0,002 b
*) Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada Uji BNJ Alpha 5%, (BNJ(A)= 0.0155 )
Tabel 10a. Uji Lanjut Rata-rata Fraksi Tidak Tersabunkan dengan Uji BNJ 5%.
Perlakuan rata-rata*)
CPO 0,4985 a
Degumming Konvensional 0,3050 ab
Netralisasi degumming Konvensional 0,1445 bc
Degumming membran 0,2925 ab
Netralisasi degumming membran 0,1400 bc
*) Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada Uji BNJ Alpha 5%, (BNJ(A)= 0.216 )
SK JK db KT F-hit F 5%
T 0,0012 4 0,0003 0,6781 3,0556
M 0,0011 2 0,0006 1,2848 3,6823
TM 0,0030 8 0,0004 0,8659 2,6408
GALAT 0,0066 15 0,0004
Total 0,0120 29
Sidik Ragam
db JK KT F-hit Significance F
Regression 1 867877,0158 867877,0158 8051,0898 1,5309E-19
Galat 13 1401,3508 107,7962
Total 14 869278,3666
Tabel 13. Sidik Ragam Regresi Pencucian Membran Menggunakan NaOH 0,1N
Regression Statistics
Multiple R 0,9956
R Square 0,9912
Adjusted R Square 0,9905
Standard Error 19.3263
Observations 15
ANOVA
db JK KT F-hit Significance F
Regression 1 544749,742 544749,742 1458,48316 9.739E-15
Residual 13 4855,556 373,504
Total 14 549605,298
Tabel 14. Sidik Ragam Regresi Pencucian Membran Menggunakan NaOH 0,2N
Regression Statistics
Multiple R 0,9877
R Square 0,9754
Adjusted R Square 0,9736
Standard Error 33,9429
Observations 15
ANOVA
db JK KT F-hit Significance F
Regression 1 595946,9797 595946,9797 517,2580 7,4602E-12
Galat 13 14977,65097 1152,1269
Total 14 610924,6307
Lampiran 3. Uji kesejajaran dua garis regresi proses pencucian dengan uji-t
Uji Kesejajaran Dua Garis Regresi (pencucian dengan NaOH 0,1N dan Pencucian dengan
NaOH 0,2N) dengan Uji-t.
Hipotesis :
H 0 : β1 = β 2
H 1 : β1 ≠ β 2
b1 − b2 74,41 − 77,82
t hit = = = 0,32
⎛ 1 1 ⎞ ⎛ 1 1 ⎞
S 2 gab ⎜⎜ + ⎟⎟ 5431,62⎜ + ⎟
⎝ A
SS SS B ⎠ ⎝ 98,4 98,4 ⎠
t0,05(13) = 2,16
thit ≤ t0.01 Æ terima H0
Uji Kesejajaran Dua Garis Regresi (pencucian dengan NaOH 0,2N dan sebelum proses)
dengan Uji-t.
Hipotesis :
H 0 : β1 = β 2
H 1 : β1 ≠ β 2
b1 − b2 77,82 − 93,91
t hit = = = 2,538
⎛ 1 1 ⎞ ⎛ 1 1 ⎞
S gab ⎜⎜
2
+ ⎟⎟ 1977,41⎜ + ⎟
⎝ SS A SS B ⎠ ⎝ 98,4 98,4 ⎠
t0.01(13) = 3,01
T T2 M M2 TM
Perlakuan Y x1 x2 X3 x4 x5
M1T2 240.0718 -1 1 1 1 -1
M1T3 317.8114 0 0 1 1 0
M1T4 370.0868 1 1 1 1 1
M2T2 260.4095 -1 1 0 0 0
M2T3 418.9335 0 0 0 0 0
M2T4 411.809 1 1 0 0 0
M3T2 296.2278 -1 1 -1 1 1
M3T3 423.1692 0 0 -1 1 0
M3T4 421.943 1 1 -1 1 -1
Regression Statistics
Multiple R 0,9775
R Square 0,9554
Adjusted R
Square 0,8811
Standard Error 25,4324
Observations 9
Sidik Ragam
db JK KT F-hit Significance F
Regression 5 41590,840 8318,168 12,860 0,0307
Galat 3 1940,425 646,808
Total 8 43531,260
Standard
Coefficients Error t Stat P-value
Intercept 399,1929 18,9562 21,0587 0,0002
x1 67,8550 10,3827 6,5353 0,0073
x2 -53,2134 17,9834 -2,9590 0,0596
x3 -35,5617 10,3827 -3,4250 0,0417
x4 -18,8323 17,9834 -1,0472 0,3720
x5 1,0749 12,7162 0,0845 0,9380
71
Lampiran 5. Rata-rata nilai warna minyak, Sisa pelarut dan komposisi asam
lemak
L a b
CPO 22,860 18,850 34,580
Wet degummng (konvensional) 19,775 17,160 16,995
Netralisasi (hasil wet degumming) 32,545 26,150 87,040
Degumming membran 30,000 9,985 77,320
Netralisasi membran 32,295 23,680 55,645
Tabel 16. Rata-rata Sisa Pelarut pada Minyak Sawit Merah (%)
Sisa Pelarut
Proses (%)
Degumming membran 0,115
Netralisasi membran 0,135
Wet
Degumming degummng
Asam Lemak CPO membran (konvensional)
Konsentrasi (%)
Methyl Laurat 0,093 0,100 0,134
Methyl Myristate 0,784 0,808 0,981
Pentadecanoate 0,032 0,000 0,000
Methyl Palmitate 32,216 31,472 33,752
Methyl Palmitoleate 0,138 0,151 0,142
Methyl Stearate 3,343 3,246 3,081
Methyl Oleate 30,103 31,211 30,339
Methyl Linoleate 7,612 7,901 7,697
Methyl Linolenate 0,185 0,190 0,184
Methyl Arachidate 0,246 0,228 0,191
Methyl Behenate 0,042 0,036 0,000
72
Prinsip :
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung
berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan
asam dinyatakan sebagai jumlam miligram NaOH 0,1N yang digunakan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak.
Prosedur :
Minyak dihitung sebanyak 2 – 5 gram ke dalam erlenmayer 250 ml ditambahkan
50 ml etanol 95% netral. Larutan ini kemudian ditambahkan 3-5 tetes indikator PP
dan titrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah muda
tetap (tidak berubah selama 15 detik)
Perhitungan
Bilangan asam = (V x T x 56,1) / M
Keterangan :
Minyak disusun oleh asam lemak berantai pendek berarti mempunyai bobot
molekul relatif kecil dan akan mempunyai bilangan penyabunan yang besar.
Sebaliknya minyak dengan BM besar mempunyai bilangan penyabunan relatif
kecil.
Prinsip:
Asam lemak terikat (dalam trigliserida) dan asam lemak bebas (FFA) bereaksi
dengan basa (NaOH/KOH) membentuk garam, gliserol dan air.
Prosedur :
73
Contoh minyak ditimbang sebanyak 2 gram dengan ketelitian 0,0001 gram dan
dimasukkan ke dalam erlenmayer 250 ml. Sebanyak 25 ml KOH beralkohol 0,5 N
ditambahkan kedalam erlenmayer dengan menggunakan pipet. Erlenmeyer
dihubungkan dengan pendingin tegak dan dididihkan diatas penangas air atau
penangas listrik selama satu jam dengan menggunakan batu didih. Larutan tersebut
kemudian ditambahkan 0,5 – 1 ml indikator PP dan dititrasi dengan menggunakan
HCL 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Dengan cara
yang sama dilakukan penetapan blanko.
Perhitungan :
Keterangan :
Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida. Jumlah peroksida yang terdapat didalam minyak ini
ditentukan dengan metode iodometri.
Prinsip :
Prosedur :
Sampel minyak ditmbang sebanyak 0,3 – 5 gram ke dalam erlenmayer 300 ml,
kemudian ditambahkan 10 ml khloroform dan larutan contoh dengan cara
menggoyangkan erlenmayer dengan kuat, Larutan ditambahkan 15 ml asam asetat
74
glasial dan 1 ml larutan Kalium Iodida jenuh. Erlenmayer segera ditutup dan
dikocok kira-kira 5 menit di tempat gelap pada suhu 15 – 25 0C . Larutan
ditambahkan 75 ml air suling dan dikocok dengan kuat, kemudian dititrasi dengan
larutan standar Natrium tiosulfat 0,02 N dengan larutan kanji sebagai indikator.
Dengan cara yang sama dilakukan penetapan blanko.
Perhitungan :
Keterangan :
Prinsip :
Penambahan larutan iodium monokhlorida dalam campuran asam asetat dan karbon
tetraklorida ke dalam contoh. Setelah melewati waktu tertentu dilakukan penetapan
halogen yang dibebaskan dengan penambahan kalium iodida (KI). Banyaknya Iod
yang dibebaskan dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat dan indikator
kanji
Prosedur :
100 ml air suling. Sampel tersebut kemudian dikocok dalam erlenmayer tertutup,
lalu dititrasi dengan menggunakan larutan natrium tiofosfat 0,1 N dan larutan kanji
sebagai indikator. Dengan cara yang sama dilakukan penetapan blanko.
Perhitungan :
Prinsip :
Penguapan air dengan menggunakan energi panas. Kadar air dihitung berdasarkan
kehilangan bobot pada pemanasan suhu 1050C
Prosedur :
Wadah dipanaskan di dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam, kemudian
didinginkan di dalam desikator selama setengah jam dan ditimbang bobotnya.
Minyak ditimbang sebanyak 5 gram pada wadah yang telah diketahui bobot
kosongnya, kemudian di dalam desikator selama setengah jam. Wadah yang berisi
sampel ditimbang dan dipanaskan kembali sampai diperoleh bobot tetap.
Perhitungan :
Keterangan :
Nilai kekentalan minyak akan meningkat dan dapat diukur dengan menggunakan
alat Brookfield Viscosimeter
76
Prinsip :
Prosedur :
Sampel yang akan diuji didinginkan sampai mencapai suhu 250C. sampel minyak
yang akan diukur viskositasnya ditempatkan dalam wadah dengan diameter dalam
3,25 inchi atau gelas piala 600 ml. Spindel kemudian dicelupkan ke dalam larutan
hingga batas yang telah ditentukan dan alat dihidupkan selama 3 menit dengan rpm
tertentu. Viskositas dari sampel dapat dibaca dari angka yang ditunjukkan oleh
jarum skala pada alat. Pembacaan pada alat diusahakan berkisar 10 – 100 dengan
cara mengatur spindel dan kecepatan yang digunakan pada alat. Nilai kekentalan
diperoleh dari perkalian antara nilai pembacaan pada alat dengan bilangan tertentu
(faktor) tergantung dari nomor spindel dan rpm yang digunakan.
Prinsip :
Nilai absorbsi pada suatu medium cair dipengaruhi oleh besarnya cahaya yang
diserap atau diteruskan oleh zat. Semakin banyak energi yang diserap, maka
konsentrasi logam dalam suatu medium lebih besar.
Prosedur :
Prosedur:
(BR - BA)
Fraksi Tidak Tersabunkan = x 100%
B
Keterangan :
Persiapan pereaksi
Sebanyak 3,834 gram KH2PO3 dilarutkan dalam aquades dan diencerkan sampai
volume 1 liter. Kemudian sebanyak 25 ml larutan tersebut dimasukkan dalam labu
takar 250 ml dan diencerkan samapi tanda tera (1 ml = 0,2 mg P2O5).
Masing-masing sebanyak 0, 2,5, 5, 10, 20, 30, 40 dan 50 ml larutan fosfat
standar dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan masing-masing ke dalam labu
takar ditambahkan 25 ml pereaksi vanadat-molibdat. Kemudian masing-masing
labu takar diencerkan sampai volume 100 ml dengan aquades. Larutan didiamkan
selama 10 menit dan diukur absorbansi degan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 400 nm. Masing-masing labu takar mengandung 0, 0.5, 1, 2, 4, 6, 8
80
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram didalam gelas piala 150 ml. kedalam gelas piala
ditambahkan 20 ml asam nitrat pekat, kemudian didihkan selama 5 menit.
Selanjutnya didinginkan dan ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat. Larutan
dipanaskan dan disempurnakan digestion dengan penambahan HNO3 setetes demi
setetes sampai larutan tidak berwarna, kemudian dilanjutkan dengan pemanasan
hingga timbul asap putih dan didinginkan.
Ke dalam gelas piala ditambahkan 15 ml aquadest dan didihkan lagi selama 10
menit. Setelah dingain, dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml. Gelas piala dibilas
sampai bersih dan air bilasan dimasukkan ke dalam labu takar. Selanjutnya larutan
dalam labu takar diencerkan sampai tanda tera dengan aquades.
Penetapan sampel
Sebanyak 10 ml larutan sampel dimasukkan dalam labu takar 100 ml, kemudian ke
dalam labu takar ditambahkan 40 ml aquades dan 25 ml pereaksi vanadat molibdat
dan diencerkan sampai tanda tera. Larutan didiamkan selama 10 menit, kemudian
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm.
Nilai absorbansi dibandingkan dengan standar fosfor yang telah diketahui
konsentrasinya.
Perhitungan :
C x 2,5
Fosfor dalam sampel (P2O5 )(%) =
W
Keterangan : C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100 ml) yang terbaca dari
kurva standar
W = berat sampel yang digunakan
Nilai yang diperoleh digunakan untuk menentukan tingkat penolakan membran atau
rejeksi membran. Nilai rejeksi membran ditentukan dengan menggunakan
persamaan :
Cr − Cp
σ= x100%
Cr
keterangan :
σ = nilai rejeksi
Cp = Konsentrasi zat pada permeat
Cr = konsentrasi zat pada konsentrat
13. Fluks (Mulder, 1996)
Permeat yang keluar selama satu menit ditampung dalam gelas ukur. Nilai fluks
ditentukan dengan rumus :
permeat (ml / menit ) x 1 liter x 60 menit
Fluks =
1000 ml x jumlah membran yang digunakan x luas membran (m 2 )
82
Lampiran 7. Analisa GC