Anda di halaman 1dari 11

BAB I

A. Latar Belakang
Jagung merupakan bagian dari subsektor tanaman pangan yang
memberikan andil bagi pertumbuhan industri. Hal ini terbukti dari adanya data
Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, bahwa kebutuhan jagung pada tahun
2018 diperkirakan sebesar 15,5 juta ton pipilan kering (PK), terdiri atas: pakan
ternak (7,76 juta ton), peternak mandiri (2,52 juta ton), benih (120 ribu ton), dan
industri pangan (4,76 juta ton). Sementara itu, menurut Badan Pusat Statistik
(2019) total produktivitas jagung di Indonesia pada tahun 2015 mencapai
19.612.435 ton, dengan produksi tertinggi di Jawa Timur sebanyak 6.131.163 ton,
sedangkan produktivitas jagung di Jawa Barat sebesar 959.933 ton. Artinya
produktivitas dalam waktu tujuh tahun hampir mencapai 20 juta ton.
Pada budi daya tanaman jagung umumnya, minimal tanaman jagung
membutuhkan 13 jenis unsur hara yang diserap melalui tanah. Unsur hara N, P,
dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak oleh tanaman jagung (Gozali,
2011).
Unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung itu berbeda-beda
dosisnya. Menurut Cooke (1985) dalam Akil (2010), setiap ton hasil biji, tanaman
jagung membutuhkan 27,4 kg N; 4,8 kg P; dan 18,4 kg K. sebaliknya menurut
Dauphin (1985) dalam Akil (2010), tanaman jagung menyerap 23-34 kg N, 6,5-11
kg P2O5, dan 14-42 kg K2O, oleh karena itu pengelolaan yang tepat sangat
dibutuhkan agar kebutuhan hara terpenuhi secara optimal yang akan berdampak
pada hasil produksi panen.
Tanah latosol menurut Kellog pada tahun 1949 dalam jurnal ilmu-ilmu
hayati yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Biologi- LIPI (2009) merupakan
tanah dengan sifat tanah yang memiliki SiO2 fraksi lempung rendah, KPK rendah,
kemantapan agregat tinggi dan berwarna merah yang memiliki pelapukan dan
perkembangan lanjut sehingga bereaksi masam, kandungan unsur hara pada tanah
latosol berupa N, P, K, Ca, dan Mg sangat rendah sedangkan kadar Al dan Fe
yang tinggi. Budidaya tanaman jagung pada tanah latosol memungkinkan
terjadinya penurunan produksi hasil pertanian dikarenakan kurangnya
ketersediaan unsur hara, yang akan berdampak pada rendahnya hasil produksi
yang didapatkan. Apabila kebutuhan unsur hara pada tanaman jagung yang
didapatkan dari tanah tidak mampu mencukupi maka proses metabolisme tanaman
akan terhambat. Terganggunya metabolisme tanaman umumnya dapat dilihat dari
penampakan secara visual pada tanaman berupa penyimpangan pada
pertumbuhannya.
Gejala-gejala yang muncul akibat kekurangan unsur hara ini berkaitan
dengan mudah atau tidaknya suatu unsur hara ditranslokasikan. Unsur hara yang
mudah ditranslokasikan seperti unsur N cenderung akan memunculkan gejala
tertentu pada bagian tertentu. Terjadinya penyimpangan yang diakibatkan oleh
kekurangan unsur hara yang mudah ditranslokasikan menyebabkan tanaman tidak
mampu menghasilkan produksi yang optimal sehingga mengalami penurunan
produksi (Pratiwi, 2015).
Percobaan yang dilakukan oleh Pratiwi pada tahun 2015 menunjukan
gejala defisiensi unsur hara nitrogen terjadi pada daun tua, dengan tindakan
penyembuhan yang dapat dilakukan ketika tanaman mengalami defisiensi unsur
hara nitrogen adalah dengan penambahan unsur hara nitrogen melalui pemupukan
menggunakan Urea atau (NH4)2SO4. Oleh karena itu, pada penelitian ini, akan
dilakukan pengkajian mengenai gejala-gejala defesiensi unsur hara N dengan
perlakuakuan pemberian pupuk anorganik dengan kandungan N yang berbeda
pada setiap perlakuan pada budidaya tanaman jagung yang dilakukan pada lahan
tanah latosol Cilibende.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh pemberian pupuk Urea dan Za pada tanaman jagung 4
minggu setelah tanam?
2. Bagaimana pengaruh pemberian pupuk Urea dan Za pada tanaman jagung 5
minggu setelah tanam?
3. Bagaimana pengaruh pemberian pupuk Urea dan Za pada tanaman jagung 6
minggu setelah tanam?
4. Apa saja upaya yang dilakukan untuk menanggulangi gejala-gejala defisiensi
unsur hara nitrogen pada pada tanaman jagung 4 minggu setelah tanam?
5. Apa saja upaya yang dilakukan untuk menanggulangi gejala-gejala defisiensi
unsur hara nitrogen pada pada tanaman jagung 5 minggu setelah tanam?
6. Apa saja upaya yang dilakukan untuk menanggulangi gejala-gejala defisiensi
unsur hara nitrogen pada pada tanaman jagung 6 minggu setelah tanam?
C. Tujuan
1. Dalam tulisan ini akan dideskripsikan dampak pemberian pupuk Urea dan Za
pada tanaman jagung 4 minggu setelah tanam terhadap pertumbuhan tanaman
jagung
2. Dalam tulisan ini akan dideskripsikan dampak pemberian pupuk Urea dan Za
pada tanaman jagung 5 minggu setelah tanam terhadap pertumbuhan tanaman
jagung
3. Dalam tulisan ini akan dideskripsikan dampak pemberian pupuk Urea dan Za
pada tanaman jagung 6 minggu setelah tanam terhadap pertumbuhan tanaman
jagung
4. Dalam tulisan ini akan dideskripsikan upaya menanggulangi defisiensi unsur
hara nitrogen pada pada tanaman jagung 4 minggu setelah tanam
5. Dalam tulisan ini akan dideskripsikan upaya menanggulangi defisiensi unsur
hara nitrogen pada pada tanaman jagung 5 minggu setelah tanam
6. Dalam tulisan ini akan dideskripsikan upaya menanggulangi defisiensi unsur
hara nitrogen pada pada tanaman jagung 6 minggu setelah tanam

BAB II
A. Kerangka Teori
a. Jagung (Zea mays L.)
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan
biji-bijian yang berasal dari Amerika. Jagung tersebar ke Asia dan Afrika melalui
kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Di Indonesia, daerah-daerah
penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,
Madura, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
dan Maluku (Tim Karya Tani Mandiri 2010).

Batang jagung tegak, tidak bercabang, terdiri atas beberapa ruas dan buku
ruas. Pada buku ruas muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi
tanaman jagung pada umumnya berkisar antara 60 – 300 cm, tergantung dari
varietas (Purwono dan Hartono 2011). Daun jagung memanjang, mempunyai ciri
bangun pita (ligulatus), ujung daun runcing (acutus), tepi daun rata (integer).
Diantara pelepah dan helai daun terdapat ligula (Subekti 2013). Menurut Purwono
dan Hartono (2011), fungsi ligula adalah mencegah air masuk ke dalam kelopak
daun dan batang. Bunga jantan dan bunga betina pada jagung terpisah dalam satu
tanaman (monoecious). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa
karangan bunga (inflorescence). Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol
tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun (Subekti 2013).

Produktivitas jagung ditentukan oleh kualitas lingkungan tumbuh dan


varietas yang ditanam. Ketersediaan hara tanah untuk pertumbuhan tanaman
jagung sangat menentukan keberhasilan budi daya jagung. Menurut Syafruddin
(2006) dalam Sutoro (2015) Banyak faktor yang menentukan produktivitas
optimal jagung. Menurut Kasno (2006) dalam Sutoro (2015) faktor lain yang
mempengaruhi hasil jagung yaitu kecukupan hara yang diperoleh dari pemberian
pupuk, pengendalian hama penyakit dan penyiangan, serta kelembaban.
Kandungan bahan organik dalam tanah mempengaruhi tingkat serapan hara oleh
tanaman dari dalam tanah, baik yang berasal dari pupuk maupun mineral tanah.
Oleh karena itu, pengolahan lahan tanam sebelum dan sesudah penanaman
dilakukan penting diperhatikan untuk mendapatkan hasil produksi yang
menguntungkan bagi petani.

b. Nitrogen
Sebagian besar senyawa kimia tumbuhan mengandung nitrogen. Protein
dan enzim tersusun atas asam amino yang mengandung nitrogen. Kekurangan
nitrogen memberikan gejala perubahan warna daun–daun bawah menjadi
kekuningan (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005). Tanaman mengabsorpsi nitrogen
dalam bentuk nitrat (NO3-), walaupun ternyata ammonium (NH4+) dapat juga
langsung diabsorpsi tanaman. Efisiensi relatif absorpsi ammonium dan nitrat
dipengaruhi oleh pH tanah (Hakim, 2007). Nitrogen berfungsi untuk
meningkatkan pertumbuhan vegetatif, sehingga daun tanaman menjadi lebih lebar,
berwarna lebih hijau dan lebih berkualitas (Wahyudi, 2010).
Sumber nitrogen berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya
berasal dari aktifitas di dalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi nitrogen
secara simbiotik khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai
bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan nitrogen dan senyawa lainnya
setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.
Sumber nitrogen lainnya yaitu berasal dari pupuk anorganik yang tersedia di
pasaran. Pupuk anorganik dengan kandungan nitrogen tergolong cukup banyak
ragamnya. Tetapi, jika diamati di pasaran, tidak semua pupuk tersedia atau dijual.
Ini erat kaitannya dengan kebiasan petani dalam menggunakan pupuk nitrogen.
Umumnya petani hanya memilih urea atau ZA sehingga tentu saja pedagang
pupuk tidak akan menjual lain selain urea atau ZA. Selain pupuk urea dan ZA
terdapat beberapa jenis pupuk nitrogen lain yang jarang diketahui oleh petani
diantaranya adalah pupuk Chilisalpeter (N; 16%), Amoniumsulfatnitrat (ASN) (N;
26%), Amoniumnitrat (N; 35%), Amoniumklorida (N; 24%), dan Kalium
amoniumnitrat (N; 20,5%).
c. Defisiensi Hara Nitrogen
Pengertian defisiensi hara
Defisiensi didefinisikan sebagai kondisi dimana tanaman kekurangan material
berupa unsur hara yang dibutuhkannya. Unsur yang dibutuhkan tanaman beda-berbeda
tergantung jenis tanamannya. Kebutuhan unsur hara ini berpengaruh terhadap
metabolisme tanaman dan fisiologis tanaman. Tanaman memerlukan unsur hara dengan
porsi yang berbeda-beda, kekurangan maupun kelebihan unsur hara menimbulkan
permasalahan dalam pertumbuhan tanaman, permasalahan ini dapat diketahui dengan
gejala yang terlihat atau nampak pada tanaman (Champbell, Reece dan Mitchell, 2007).
Macam gejala defisiensi hara
Ciri gejala defisiensi hara nitrogen
Ciri-ciri tanaman yang kekurangan Nitrogen dapat dikenali dari daun
bagian bawah. Daun pada bagian tersebut menguning karena kekurangan klorofil.
Pada proses lebih lanjut, daun akan mengering dan rontok. Tulang-tulang di
bawah permukaan daun muda akan tampak pucat. Pertumbuhan tanaman
melambat, kerdil dan lemah. Akibatnya produksi bunga dan biji pun akan rendah.
Kemudian kekurangan unsuh hara N dapat menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tanaman sehingga dapat menyebabkan kekerdilan yang disertai
dengan berubahnya warna daun menjadi kuning dan dapat mempengaruhi
penyerapan unsur hara yang lainnya seperti P, dan K (Suwandi, 2009).
Dampak gejala defisiensi hara nitrogen
Penanggulangan defisiensi hara nitrogen
Melakukan pemupukan sesuai kebutuhan tanaman dan status hara tanah
(pemupukan berimbang, sesuai dengan rekomendasinya) merupakan salah satu
cara untuk mengatasi kekuarangan N. Pemupukan N pada tanaman jagung
sebaiknya dilakukan 3 kali: 7 HST; 30-35 HST; dan 45-50 HST (berdasarkan
pengukuran dengan menggunakan Bagan Warna Daun/BWD). Pemberian N
sebaiknya dilakukan dengan cara tugal atau larik
B. Metode Penelitian
Percobaan ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan April
2019. Percobaan ini dilakukan pada lahan dengan tanah jenis latosol bertempat di
kawasan Kampus Gunung Gede, Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor.
Percobaan ini adalah salah satu eksperimen dengan merancang acak kelompok
dengan 4 kali ulangan pada 3 perlakuan yang digunakan pada Tabel 1. Sehingga,
petakan yang disiapkan pada percobaan ini berjumlah 12 petakan.
Tabel 1 Perlakuan, Dosis, dan Jenis Pupuk yang Diberikan dalam Percobaan
Pupuk (g/petak)
Perlakuan
Urea SP-36 KCL CaCO3 Kieserit (NH4)2SO4
Kontrol 0 0 0 0 0 0
L-N 0 461 231 3072 92,2 77
L-S 419 461 231 3072 92,2 0

Luas petak yang digunakan adalah 6,4 m x 2,4 m dengan komoditas yang
digunakan adalah jagung manis hibrida dengan varietas F1. Jarak tanam jagung 80
cm x 40 cm (2 tanaman/ lubang). Benih jagung dimasukan dalam lubang tanam
kemudian ditutup dengan tanah.
Pengolahan tanah dilakukan sebelum penanaman berupa pembersihan dari
rumput dan gulma kemudian dilakukan pembalikan tanah dengan cara
mengangkat tanah lapisan bawah ke dasar. Pada petakan dengan perlakuan kontrol
tidak dilakukan pemupukan, sesuai yang telah disajikan dalam Tabel 1. Petakan
dengan perlakuan L-N dan L-S dilakukan pemupukan CaCO3 pada 1 minggu
sebelum tanam atau pada pengolahan tanah pertama kali dilakukan. Kemudian
pemupukan dengan SP-36, Kieserit, dan (NH4)2SO4 dilakukan pada 1 minggu
setelah tanam, sesuai dosis yang sudah ditentukan pada Tabel 1. Pemberian pupuk
KCL pada L-N dan L-S berbeda dengan pupuk yang lain, yaitu pupuk KCL
diberikan 2 kali dengan aturan ½ dosis pada 1 minggu setelah tanam dan ½ dosis
lagi pada 5 minggu setelah tanam.
Pada perlakuan L-S menggunakan pupuk Urea yang diberikan 3 kali
dengan 1/3 dosis pada 1 minggu setelah tanam, 1/3 dosis pada 3 minggu setelah
tanam, dan 1/3 dosis lagi pada 5 minggu setelah tanam. Pemupukan yang
dilakukan secara berulang setiap minggu tertentu, dikarenakan, sifat pupuk Urea
dan KCL yang mudah larut jika terkena air, dikhawatirkan, jika dilakukan
pemupukan pada satu waktu sekaligus, terdapat kemungkinan pupuk akan terbawa
oleh air hujan dan akhirnya tidak diserap oleh tanaman jagung. Pemupukan
dengan cara membuat alur di samping tanaman dengan jarak sekitar 5-7 cm dari
batang tanaman.
Parameter yang diamati adalah gejala-gejala defisiensi hara N yang
diamati pada 4, 5, dan 6 minggu setelah tanam kemudian dilakukan analisis
penyebab dan solusi yang digunakan untuk menangani gejala-gejala defisiensi
tersebut.
BAB III
A. Hasil
Berikut adalah hasil percobaan yang telah dilakukan dan diamati:
Tabel 2 Populasi Tanaman pada Perlakuan Kontrol yang Menunjukkan Gejala
Defisiensi Unsur Hara Nitrogen

Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam)


Ulangan
4 MST 5 MST 6 MST
1 0%
2 0%
3 0%
4 0%
Tabel 3 Populasi Tanaman pada Perlakuan L-N yang Menunjukkan Gejala
Defisiensi Unsur Hara Nitrogen

Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam)


Ulangan
4 MST 5 MST 6 MST
1 0%
2 0%
3 0%
4 0%

Tabel 4 Populasi Tanaman pada Perlakuan L-S yang Menunjukkan Gejala


Defisiensi Unsur Hara Nitrogen

Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Tanam)


Ulangan
4 MST 5 MST 6 MST
1 0%
2 0%
3 0%
4 0%

B. Pembahasan
Metode visual defisiensi unsur hara sering memainkan peran penting
dalam diagnosis pada kondisi di lapangan. Metode visual memiliki kelebihan
yang tidak tergantung dengan peralatan yang digunakan untuk pengujian ataupun
layanan labolatorium bagi beberapa penguji yang bertugas di daerah terpencil,
tentu menjadi hal yang mahal dan sulit untuk dijangkau.
Selain memiliki kelebihannya, metode visual juga memiliki beberapa
kekurangan yang harus diperhatikan sebelum memilih metode ini untuk
mendiagnosis suatu defisiensi unsur hara pada tanaman. Kekurangan dalam
metode ini sangat bergantung dengan kecermatan peneliti. Jika peneliti memiliki
pengalaman yang kurang pada pengaplikasian metode visual, terdapat
kemungkinan kekurangan-kekurangan pada saat pengaplikasian metode ini akan
terjadi, diantaranya salah diagnosa yang diakibatkan oleh kesamaan dari banyak
gejala yang terjadi pada tumbuhan contohnya gejala defisiensi unsur N dan unsur
S, defisiensi unsur yang sama akan menunjukan wujud yang berbeda pada
tanaman yang berbeda yang sering kali menyebabkan kerancuan, dan kadang-
kadang sukar membedakan gejala defisiensi unsur hara dengan gejala penyakit
dan kelebihan air.
Berdasarkan mudahnya pengaplikasian metode visual, pada percobaan ini
pun penulis mengunakan metode visual untuk mendiagnosis suatu gejala
defisiensi pada tanaman jagung.
Pada percobaan ini diamati munculnya gejala defisiensi hara nitrogen pada
12 petakan tanaman jagung dengan tiga perlakuan dosis pupuk yang berbeda.
Menurut Hernita (2012) gejala kekurangan N secara umum menyebabkan daun
menguning, pertumbuhan daun dan ranting terbatas, tanaman kerdil, bunga mekar
sedikit, dan produksi buah rendah. Gejala spesifik terjadinya defisiensi unsur hara
pada tanaman jagung diantaranya adalah terjadinya khlorosis pada daun tua.
Menurut Marschner (1995) dalam Hernita (2012) Khlorosis merupakan perubahan
warna daun menjadi agak pucat yang disebabkan oleh terjadinya hidrolisis protein
untuk menghasilkan asam amino yang didistribusikan kembali ke daun yang lebih
muda, sehingga pelepah daun yang lebih tua menjadi pucat atau berwarna kuning
terang di tingkat yang lebih parah akan mengalami nekrosis.
Perubahan warna menjadi warna kuning pertama kali ditemukan pada
daun tua dikarenakan pada saat konsentrasi N rendah pada daun, N
ditranslokasikan dari daun tua ke daerah pertumbuhan yang aktif seperti pucuk
tanaman (Marschner, 1995 dalam Hernita, 2012). Unsur N merupakan unsur
mobil dimana merupakan unsur yang dapat berpindah dari jaringan tua ke
jaringan muda. Berdasarkan cirri spesifik tersebut, peneliti mampu mendiagnosis
munculnya gejala-gejala defisiensi unsur hara N tanaman jagung pada setiap
perlakuan.
Pada percobaan yang telah dilakukan, untuk semua perlakuan baik kontrol,
L-N, dan L-S dilakukan pengamatan gejala defisiensi unsur hara pertama kali
pada minggu keempat setelah tanam, dan menunjukan hasil untuk seluruh
perlakuan jumlah populasi tanaman yang menunjukan gejala defisiensi unsur hara
adalah 0% atau gejala-gejala defisiensi unsur hara pada tanaman jagung belum
muncul pada minggu keempat setelah tanam. Keadaan tersebut disebabkan
ketersediaan unsur N di tanah yang dibutuhkan oleh tanaman jagung, masih cukup
untuk menunjang pertumbuhan jagung hingga minggu keempat setelah tanam.
Terlebih lagi pada tanaman jagung dengan perlakuan L-S, pada minggu ketiga
setelah tanam atau satu minggu sebelum dilakukan pengamatan gejala defisiensi
unsur hara telah dilakukan pemupukan tambahan berupa pemupukan Urea dengan
dosis 140 gr/petakan. Oleh karena itu, diasumsikan kebutuhan unsur N pada
jagung di minggu keempat setelah tanam masih tercukupi sehingga tidak perlu
dilakukan pemupukan tambahan lagi di minggu keempat setelah tanam.

BAB IV
A. Kesimpulan
Pada percobaan yang telah dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala
defisiensi unsur hara, pada perlakuan jenis pupuk berbeda pada tanaman jagung
dapat disimpulkan, bahwa, pengaruh dari tidak meratanya kandungan unsur hara
di tanah, mengakibatkan tanaman jagung mengalami defisiensi salah satu unsur
hara. Pada percobaan ini gejala-gejala defisiensi unsur hara pada tanaman jagung
yang muncul dan berhasil diamati adalah defisiensi unsur hara N, terlihat dari
daun tua yang mengalami perubahan warna menjadi kuning hingga coklat dengan
pola membentuk huruf V.
Pada tanaman jagung didapatkan populasi tanaman yang mengalami
defisiensi hara tidak lebih dari setengah dari total populasi perpetak, sehingga
tidak dapat disimpulkan bahwa pada ke-12 petak lahan tersebut mengalami
defisiensi unsur hara N, oleh karena itu tidak dilakukan pemupukan dengan pupuk
N.
Perbedaan pertumbuhan seperti tinggi tanaman pada lahan L-N ulangan 1
dan 4 tidak disebabkan oleh defisiensi unsur hara, melainkan keberadaan naungan
dari pohon jati, menyebabkan intensitas sinar matahari yang seharusnya
dimanfaatkan dalam fotosintesis, menjadi tidak maksimal dan berefek pada
pertumbuhan tanaman jagung pada kedua petakan tersebut.
B. Saran
Pada percobaan yang telah dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala
defisiensi unsur hara, pada perlakuan jenis pupuk berbeda pada tanaman jagung,
peneliti berharap, untuk percobaan selanjutnya dilakukan pada tanah dengan
kondisi benar-benar miskin unsur hara, agar gejala-gejala defisiensi yang diamati
terlihat lebih jelas. Kemudian, dikarenakan singkatnya waktu percobaan
mengakibatkan peneliti tidak dapat mengamati hasil panen dari percobaan. Hal ini
berakibat peneliti tidak dapat menyimpulkan apakah terjadi defisiensi unsur hara
lain yang tidak terlihat dan berakibat pada produktivitas tanaman sewaktu panen.
Oleh karena itu, perlu diberikan jadwal yang tepat untuk mendapatkan hasil
percobaan yang lebih tepat.

Anda mungkin juga menyukai